BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI A.Tinjauan ... · adat istiadat yang ada dalam masyarakat...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI A.Tinjauan ... · adat istiadat yang ada dalam masyarakat...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI
A.Tinjauan Kebudayaan dan Kebudayaan Jawa
1. Kebudayaan
Kebudayaan ada, berkembang dan di bakukan dalam tradisi sosial suatu
masyarakat. Kebudyaan dalam masyarakat digunakan sebagai pedoman atau
acuan masyarakat dalam bertingkah laku pada kehidupan kesehariannya.
Pengertian kebudayaan menurut Soerjono Poespowardojo (1989) bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan proses dan hasil perkembangan manusia yang
disalurkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan manusiawi yang lebih baik
( Daeng, 2000). Pengertian kebudyaan sebagai hasil dari budi dan karya manusia
maka kebudayaan mencakup sistem pengetahuan. Teknologi, kepercayaan,
kesenian, hukum, moral, sistem mata pencaharian hidup serta adat kebiasaan atau
tradisi upacara yang diturunkan secara turun temurun dari setiap generasi di
kelompok masyarakat. Dalam hal ini kebudayaan mengandung norma-norma
serta nilai-nilai dalam kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan pada
masyarakat.
Kebudayaan sangat berkaitan erat dengan manusia, dan memiliki tiga wujud
yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, serta peraturan; wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat; dan
9
wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (koentjaraningrat,
1990). Wujud pertama merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat
abstrak, tidak dapat dilihat atau diamati kerena wujud itu tersimpan di dalam
kepala manusia atau alam pikiran manusia. Wujud kedua disebut sebagai sistem
sosial masyarakat yang berupa aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan serta bergaul antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan wujud ke tiga disebut kebudayaan fisik yang berupa aktivitas,
perbuatan dan karya dari manusia dalam bermasyarakat.
Tiga wujud kebudayaan diatas saling berkaitan. Wujud kebudayaan pertama
dan kedua merupakan hasil dari akal budi manusia, sedangkan wujud ketiga
merupakan hasil karya manusia. Dengan adanya keterkaitan antara kebudayaan
yang satu dengan yang lainnya maka menumbuhkan unsur-unsur universal dalam
kebudayaan (Herusatoto,2005). Unsur-unsur universal tersebut antara lain sistem
religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian hidup serta sistem teknologi
dan peralatan.
Kesadaran dari masyarakat sendiri juga sangat mempengaruhi kebudayaan
yang berlangsung, jika masyarakatnya sadar akan budaya yang ada maka
kebudayaan yang ada akan tetap lestari. Menurut Kontjaraningrat (1983) ada
tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal yaitu: religi dan upacara
keagamaan, sisitem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa
kesenian, sistem mata pencaharian hidup, serta sistem teknologi dan peralatan.
10
Menurut J.J Honigmann (dalam Kontjaraningrat,1990) tiap-tiap unsur
kebudayaan universal menjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu:
a) Ideas (kompleks, ide, gagasan)
b) Activities (sistem sosial)
c) Artifact (karya benda manusia)
Setiap kebudayaan dalam suatu masyarakat memiliki nilai-nilai yang
berguna sebagai tuntunan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Disinilah kebudayaan menjadi penting untuk tetap di lestarikan. Sistem nilai
memiliki hubungan yang erat dengan kebudyaan. Menurut Kontjaraningrat (1983)
suatu sistem nilai kebudayaan terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus
mereka anggap bernilai dalam hidup. Sistem nilai budaya berfungsi menata dan
menetapkan tindakan-tindakan serta tingkah laku manusia.
Nilai budaya juga sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia,
seperti dalam tata kelakuan manusia, aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-
norma. Menurut C. Kluckhon (dalam Kontjaraningrat 1984), ada lima masalah
dasar yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem niali budaya :
a) Masalah mengenai hakekat hidup manusia
b) Masalah mengenai hakekat dari karya manusia
c) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia
d) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
11
e) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya
Dalam konteks kebudayaan dunia terdapat dua pembagian kebudayaan secara
garis besar yaitu kebudayaan barat dan kebudayaan timur. Bangsa Indonesia
termasuk dalam kategori kebudayaan timur, ini artinya nilai-nilai budaya timur
menjadi acuan atau pedoman normatif pada masyarakat bersangkutan dalam
melakukan berbagai aktivitas kehidupannya (Suparlan, 1990). Secara umum
kebudayaan timur memliki orientasi nilai budaya yang bersifat mistis, magis,
kosmis, dan religius. Bangsa yang berorientasi pada kebudayaan timur umumnya
ingin hidup menyatu dengan alam karena umumnya mereka menyadari bahwa
dirinya merupakan bagian dari alam ( Sumardjo, 2000).
2. Kebudayaan Jawa
Pengertian budaya Jawa menurut simpulan Karkono Kamajaya (1995)
dijelaskan bahwa budaya Jawa adalah perwujudan atau gambaran budi manusia
Jawa yang mencakup kemauan, ide maupun semangat dalam mencapai
kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin (Suhanjati, 2001). Budaya Jawa dapat
diartikan sebagai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Jawa, termasuk di
dalamnya berbagai tradisi-tradisi yang dilakukan.
Perkembangan budaya Jawa menurut Sutardjo (2008) masih memiliki pokok-
pokok pemikiran lama antara lain:
12
a) Manusia Jawa berkeyakinan kepada sang maha pencipta yang merupakan
penyebab dari segala kehidupan
b) Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia adalah bagian dari kodrat
alam semesta (makro kosmos), manusai dengan alam saling
mempengaruhi. Dalam hal ini manusai sanggup melawan kodart alam
sesuai dengan cita-citanya supaya dapat hidup selamat, baik di dunia
maupun akherat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap kodrat alam
tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan, sehingga
terjalin keselarasan dan kebersamaan yang didasarkan pada saling hormat,
saling tenggang rasa dan saling mawas diri.
c) Manusia Jawa sangat menginginkan kondisi tata tentrem kerja raharja
yaitu suatu keadaan yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasarkan
pada keutamaan hidup, sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk
memayu hayuning raga, sesama bangsa dan bawana (menjaga
keselamatan diri, kelestarian sesama, bangsa dan bumi).
Oleh karena itu kebudayaan Jawa dapat dilihat sebagai suatau ciri yang
membedakan masyarakat Jawa dengan suku lainnya, karena kebudayaan itu sendiri
bersifat normatif, dan melahirkan gaya hidup tertentu. Dalam menciptakan gaya
hidup yang seperti demikian hanya akan terwujud dengan aturan-aturan yang
ditetapkan bersama serta pandangan yang ideal mengenai tatanan kehidupan , salah
satunya adalah kesenian.
13
Kesenian sendiri adalah salah satu unsur dari kebudyaan, sesungguhnyalah
merupakan simbol yang merefleksikan atau mengekspresikan kebudayaan itu sendiri.
Perbedaanya dengan unsu–unsur kebudayaan yang lain, dalam perwujudannya,
kesenian senantiasa terwadahi dalam kemasan bentuk estetis yang spesifik
( Koentjaraningrat, 1986). Kemasan bentuk estetis yang spesifik ini dibangun dalam
suatu komposisi yang harmoni sesaui dengan cita rasa masyarakat Jawa. Dalam hal
ini cita rasa yang dimaksud adalah sesuatu yang muncul dari benda, gejala, atau
stimulus buatan yang dirasa cocok, selaras, dan sesuai dengan pengetahuan,
kepercayaan, atau nilai-nilai yang berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Jawa.
Dengan kata lain kesenian di Jawa merupakan simbol ekspresif estetis yang
mengungkapkan pengetahuan, kepercayaan, dan nilai budaya Jawa yang ada.
Dalam konteks estetika kesenian dapat dipahami dalam dua sapek. Pertama,
estetika sebagai konsep pengetahuan, pandangan, kepercayaan, atau nilai-nilai
filosofis tentang bagaimana seharusnya kesenian dibuat dan diperlakukan. Kedua,
estetika sebagai sifat, keadaan, atau karakter fisik dari suatu benda, gejala, atau
stimulus buatan yang mampu mempengaruhi atau menimbulkan citarasa warga
masyarakat pencipta atau penikmatnya. Kesenian tidak secara eksklusif hadir sebagai
bagian khusus melainkan menjadi bagian dari suatu tradisi. Masyarakat kadang tidak
sadar sedang melakukan suatu kehidupan tradisi tertentu, meskipun apa yang
dilakukan itu merupakan kegiatan artistik yang bernilai estetis.
Karya seni tradisional, baik itu seni rupa, tari, music, atau pertunjukan lainnya
seringkali di kemas atau dipentaskan untuk kepentingan peristiwa budaya tertentu
14
misalnya upacara adat atau kebudayaan. Kebudayaan Jawa mencakup tiga aspek
penting yaitu aspek keteraturan, pemanfaatan, dan harmoni, dengan adanya ketiga
aspek ini maka kesenian yang ada di Jawa akan memperlihatkan keindahannya. Salah
satu karya seni hasil dari budaya Jawa yang hingga kini masih digunakan yaitu
kebaya. Kebaya diyakini sebagai pakaian wanita yang muncul dari kebudayaan serta
adat istiadat yang ada dalam masyarakat Jawa. Dari perwujudan kebaya di Jawa
memperlihatkan bagaimana seorang wanita di Jawa harus bersikap dalam
kesehariannya.
B. Tinjauan Busana, Pakaian dan Pakaian Tradisional
1. Busana dan pakaian
Busana adalah bahan tekstil atau bahan lainnya yang sudah dijahit atau tidak
dijahit yang dipakai atau disampirkan untuk penutup tubuh seseorang. Kata busana
diambil dari bahasa sansekerta bhusana. Namun dalam bahasa Indonesia terjadi
pergeseran menjadi busana yang dapat diartikan pakaian. Namun pengertian busana
dan pakaian terdapat sedikit perbedaan, dimana busana mempunyai konotasi pakaian
yang bagus dan indah, yaitu pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak dipandang,
nyaman melihatnya, cocok dengan pemakai serata seseuai dengan kesempatan
sedangkan pakaian adalah bagian dari busana itu sendiri ( Riyanto, 2003)
Busana merupakan segala sesuatu yang dipakai dari ujung rambut hingga ke
ujung kaki, sedangkan pakaian yaitu sesuatu yang di pakai untuk menutupi tubuh.
15
Meskipun demikian busana dan pakaian memiliki makna yang berbeda. Busana
dibagi dalam tiga garis besar ( Ernawati,2008):
a) Busana mutlak yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju, rok,
kebaya, blus, bebe, dan lain-lain, termasuk pakaian seperti singlet, bra, celana
dalam dan lain sebagainya
b) Milineris yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapai busana mutlak
serta mempunyai nilai guna disamping juga untuk keindahan seperti sepatu,
tas, topi, kaos kaki, kaca mata, selendang scarf, shawl, jam tangan dan lain-
lain
c) Aksesoris yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk menambah
keindahan si pemakai seperti cincin, kalung, liontin, bross dan sebagainya.
Busana dalam kehidupan manusia pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari
manusia sebagai makhluk yyang berbudaya, yang selalu berkembang dari waktu
kewaktu. Kebudayaan bersifat akumulatif, artinya makin lama bertambah kaya,
karena semakin berkembanngnya ilmu pengetahuan sehingga busana juga semakin
berkembang. Busana yang mulanya digunakan sebagai penutup tubuh semakin
berkembang menjadi sebuah simbol status maupun kedudukan seseorang dalam suatu
masyarakat.
Pakaian merupakan salah satu hsil kebudayaan yang bersifat material yang artinya
hasil kebudayaan yang berwujud. Bentuk pakaian setiap suku menyesuaikan dengan
faktor geografis yang ditempati. Semakin berkembangnya manusia dan kebutuhan
16
yang ada menyebabkan pakaian juga ikut mengalami perubahan yang disesuaikan
dengan jaman dan trend yang sedang berlangsung. Kontak dengan kebudayaan asing
juga menyebabkan perubahan terjadi pada pakaian, terjadinya alkulturasi dan
inkulturasi dalam masyarakat semakin menambah ragam jenis pakaian yang ada.
2. Pakaian Tradisional
Pada masa pemerintrahan kerajaan Kasuanan Surakarata Hadiningrat dan Pura
Mangkunegaran Surakarta, raja memiliki berbagai kegiatan tradisional yang
diselenggarakan secara rutin. Bahkan kegiatan tersebut ada beberapa yang masih
tetap berlangsung hingga masa kini, misalnya: Grebeg sura, Grebeg Maulud,
Jumenengan, dan masih banyak lagi. Setiap acara tersebut raja dan para pejabat
keraajaan mengenakan pakaian khusus yang berbeda dengan pakaian pada acara lain
maupun busana harian.
Perkembangan setelah masuknya Islam dan masa kolonial membawa perubahan di
berbagai hal termasuk bentuk pakaian yang dikenakan. Beberapa pakaian yang
dimodifikasi antara pakaian keraton dengan pakaian model Islam ataupun model
colonial ( bangsa eropa). Ada juga yang benar-benar model baru yang dikenakan raja
dan kerabatnya. Lama kelamaan pakaian model keraton yang dahulu banyak diikuti
masyarakat mulai jarang dipakai bahkan ditinggalkan dan hanya dipakai pada acara
tertentu saja, biasanya pada upacara tradisi saja. Pakaian yang digunakan pada acara
tradisi ini mulanya berasal dari keraton selanjutnya di masyarakat luas dikenal dengan
pakaian tradisional, atau dengan kata lain pakaian tradisional merupakan pakaian
17
yang bentu, jenis, motif, fungsi, dan pemakainya telah diataur dalam lingkup keraton
maupun masyarakat. Apabila dilihat secara seksama pemakaian busana tradisional
Surakarta dapat dibedakan menurut kebutuhan acara, tingkat umur, dan status atau
kedudukan pemakainya.
C. Tinjauan Perkembangan dan Macam-Macam Kebaya Nusantara
1. Perkambangan Kebaya Nusantara
Kebaya merupakan pakaian atau busana yang digunakan wanita biasanya
digunakan dengan bawahan sarung atau kain lalu dilengkapai dengan slendang.
Kebaya memiliki asal usul yang menarik. Dalam catatan sejarah, kata “ Kebaya”
berasal dari bahasa Arab, Tiongkok dan Portugis yang menjadikaan tiga bangsa
tersebut terkait erat dengan asal mula Kebaya (Pentasari, 2007:11). Kebaya adalah
sebuah blus berlengan panjang yang dipakai di sebelah luar kain atau sarung yang
menutupi sebagian badan (Achjadi:1).
Secara etimologi kebaya berasal dari bahasa Arab kaba yang berarti pakaian dan
diperkenalkan dalam bahasa Portugis (Suciati, t.t.: 2012, 1-2). Kebaya didefinisikan
sebagai baju perempuan bagian atas, berlengan panjang, dipakai dengan kain panjang.
Menurut Lombard (2005), kebaya adalah atasan atau blouse yang mulai popular di
kalangan masyarakat Indonesia pada abad ke-15 dan ke-16.
18
Kebaya merupakan busana nasional Indonesia. Busana Nasional yang berasal
dari desain kebaya Jawa merupakan implikasi dominasi serta merupakan hegemoni
budaya terhadap 200 suku yang menjadi bagian di Indonesia. Kebaya tersebut yang
dikembangkan dari persamaan pola dasar yang memiliki hampir sebagian besar
busana daerah. Menurut hasil kajian yang dilakukan dari buku Pakaian Adat
Tradisional di berbagai daerah Indonesia, diketahui bahwa baju wanita yang
dibedakan berdasarkan kategori baju buka di bagian depan (seperti kebaya) dan baju
yang dibuka di bagian belakang (seperti baju kurung) dengan nama atau istilah yang
berbeda.
Pada zaman kolonial, kain kebaya justru dapat menunjukkan perbedaan kelas
sosial seseorang dari berbagai kalangan. Perempuan Belanda pun mengenakan
kebaya, dengan motif-motif yang berbeda dari yang dipakai oleh perempuan Jawa.
Kaum ningrat mengenakan batik tulis, dengan kebaya dari sutra, beludru atau brokat.
Kalangan biasa mengenakan batik dan kebaya buatan pabrik. Kebaya dapat
membedakan perempuan ke dalam kotak-kotak sosial mereka yang sudah baku, yang
memberikan indikasi kelompok etnis, pekerjaan dan status sosial dari laki-laki yang
menjadi bapak atau suami mereka.
Setelah Indonesia merdeka, kain kebaya mempunyai makna dan manifestasi
yang berbeda. Jika di era revolusi ia merupakan lambang identitas pribumi, maka
dalam era Soekarno atau saat Indonesia sedang membangun, kebaya terkait dengan
identitas nasional.
19
Pada sejarah desain kebaya di Indonesia dalam perkembangannya hingga saat
ini menunjukkan bahwa kebaya mengalami proses transformasi baik inkulturasi dan
akulturasi selain dari dalam juga dari luar negara Indonesia. Mulai zaman
kolonialisme hingga sekarang desain kebaya mengalami banyak perubahan. Hingga
pada tahun 1970-an para perancang mulai membuat gebrakan dalam menuangkan
kreatifitas juga terus mengembangkan inovasinya dalam desain kebaya menjadi
sangat beragam, misalnya dari desainnya, bahannya, pemakaian pasangannya.
Pasangan kebaya tidak hanya sebatas kain panjang dan sarung saja tetapi dapat juga
berupa rok, kain panjang, celana bahkan celana jeans.
Banyak perubahan yang dialami kebaya dalam perkembangannya, mulai dari
pola, antara lain siluet, cutting, serta garis luar pada kebaya yang semakin beraneka
ragam. Bahan yang digunakan pun semakin beragam mulai dari lace atau brocade,
sutera, sifon, tule, hingga kain tenun atau sarung sebagai pengganti kain jarit batik
untuk bawahan. Penggunaan bahan dan pola baru dalam kebaya ini semakin
menunjukan keindahan wanita Indonesia, karena semakin beragamnya bentuk kebaya
yang tentu saja disesuaikan dengan jaman yang sedang berlangsung maupun selera
pemakai.
2. Macam-Macam Kebaya Nusantara
Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku bangsa sehingga masing –
masing daerah memiliki adat istiadat tersendiri, dari masing-masing suku bangsa
inilah terlahir berbagai kebudayaan yang mengakibatkan beraneka ragamnya bentuk
20
pakaian yang disesuaikan dengan kebtuhan baik religi maupun sosial tiap suku
bangsa di Indonesia. Berikut beberapa macam jenis kebaya di Indonesia 1:
a. Kebaya Jawa
Wanita Jawa mengenakan kebaya pendek dengan tambahan bahan berbentuk
persegi panjang di bagian penutup depan (bef). Berlengan panjang dengan bagian
pergelangan tangan tidak terlalu lebar. Pemakaiannya dikombinasikan dengan sebuah
batik berwiron yang ditempatkan disebelah kiri dengan cara melilitkan kain tersebut
melingkari badan dari kiri ke kanan. Sebenarnya asal mula bef adalah dari kemben
yang dipakai di dalam kebaya. Dimana kebaya dibiarkan terbuka tanpa dikancingkan.
Tetapi karena kepraktisan dan estetis maka kemben sudah tidak dipakai lagi
digantikan fungsinya dengan bef. Untuk pelengkapnya biasanya digunakan selendang
batik. Di Yogyakarta dan di Solo kain dan kebaya dibuat dari bahan katun dengan
motif khusus yang disebut lurik, atau dapat juga menggunakan bahan dengan warna
yang berlainan. Untuk menutupi stagen digunakan selendang motif pelangi dengan
teknik ikat celup. Kain lurik dapat diganti menggunakan bahan gabardine yang
bermotif kotak-kotak halus dengan kombinasi warna hijau tua dengan hitam, biru
dengan hitam, biru dengan hitam, kuning tua dengan hitam, serta merah bata dengan
hitam.
1 https://lelifashion.wordpress.com/2012/10/19/selayang-pandang-tentang-kebaya-di-indonesia/
diakses tanggal 21 Oktober 2016
21
Gambar 1: kebaya klasik jawa
Sumber: www.bajumuslima.com diakses tanggal 11/1/2017
b. Kebaya Bali
Kebaya yang dipakai oleh wanita Bali ada 2 macam yaitu, yang berlengan
panjang hingga pergelangan tangan serta belahan penutup memakai bef disebut
dengan potongan Jawa. Sedangkan yang berlengan longgar sampai dibawah siku
dengan belahan penutup langsung disebut dengan potongan Bali. Panjang kebaya
tersebut umumnya mempunyai panjang antara panggul terbesar dengan bagian
bawahnya rata. Biasanya terbuat dari bahan katun berbunga, kain
muslin/organdi/brokat. Kebaya tersebut dapat dipakai bersama kain katun/tenunan
22
tangan/kain khas Bali (yang motifnya dihiasi dengan benang emas dan perak) pada
bagian depan kain panjang yang dililitkan diatas kebaya melingkari pinggang.
Gambar 2 : Kebaya Bali
Sumber: www.trendbajukebaya.com diakses tanggal 11/1/2017
c. Kebaya Melayu dari Medan
Wanita-wanita Melayu dari medan di sebelah pantai timur Sumatera Utara
memakai baju yang sangat panjang atau disebut dengan baju panjang. Dilihat dari
desainnya baju panjang ini sangat mirip dengan kebaya yaitu memakai kerah setali
yang membentuk bentuk kerah leher V, belahan penutup langsung menggunakan
peniti yang diberi bros sebagai hiasan. Lengan bajunya sangat lebar dan panjangnya
hingga pergelangan tangan. Bahan yang dipakai biasanya brokat (kain senduri),
sutera, muslin atau voile yang sangat halus yang bermotif besar. Baju/kebaya
panajng ini dipakai sebagai pasangan sehelai kain yang terbuat dari katun biasa
23
polos/sarung bermotif kotak-kotak besar atau kain songket. Kadang-kadang baju dan
kain kedua-duanya terbuat dari bahan yang sama.
Gambar 3: Kebaya Melayu
Sumber: http://teratakmestika.blogspot.co.id diakses tanggal 11/1/2017
d. Kebaya Tasik
Wanita Tasikmalaya mengenakan kebaya pendek yang panjangnya sampai
panggul terbesar, bentuk garis leher segilima dengan kerah berdiri pada leher
belakang, belahan penutup pada bagian depan menggunakan kancing baik
tersembunyi maupun kelihatan. Menggunakan lengan panjang yang tidak terlalu lebar.
Ciri khas kebaya Tasik adalah menggunakan hiasan bordir kawalu serta berwarna
cerah. Busana bagian bawah menggunakan kain panjang bermotif batik garutan dari
Garut.
24
Gambar 4: Kebaya Tasik Bordir
Sumber : Kebayabordir.com diakses tanggal 1/1/2017
e. Kebaya Palembang
Busana untuk perempuan (wong betino) di daerah Palembang untuk
perempuan muda mengenakan kebaya pendek atau bisa juga disebut kebaya landoong
atau kalemkari yaitu kebaya panjang hingga dibawah lutut. Busana ini terbuat dari
kain yang ditenun dan disulam dengan benang emas maupun benang biasa yang
berwarna atau dapat juga dicap dengan cairan emas perada.
25
Gambar 5: Kebaya Landoong
Sumber: http://tellmyworld.blogspot.co.id/2012/04/pesona-sumatera-
selatan.html diakses tanggal 1/1/2017
f. Kebaya Panjang (Labuh) Riau
Kebaya yang dikenakan oleh para wanita Riau adalah kebaya panjanglabuh.
Desain kebaya ini hampir sama dengan kebaya melayu pada umumnya yaitu panjang
kebaya menutupi panggul hingga pertengahan paha. Menggunakan kerah setali yang
membentuk garis leher V dengan penutup peniti atau bros. Berlengan panjang yang
tidak terlalu lebar pada pergelangan tangannya. Ciri khasnya kebaya labuh adalah
warna kebaya dan kain yang sewarna.
26
Gambar 6 : Kebaya Labuh
Sumber: http://puterimaz.blogspot.co.id diakses 1/1/2017
g. Kebaya Minangkabau
Wanita-wanita Minangkabau dari dataran rendah Padang di sebelah barat
pantai Sumatera juga memakai baju/kebaya panjang, tetapi lengannya tidak selebar
seperti yang dipakai oleh wanita Melayu dari Medan. Untuk keperluan upacara
biasanya kebaya panjang dibuat dari bahan satin halus yang disulam dengan bunga
kecil-kecil yang dilingkari dengan benang emas. Pemakaiannya dengan sehelai kain
yang dihiasi dengan benang emas serta dilengkapi dengan sehelai selendang yang
diberi sulaman dengan pinggiran benang emas yang diikat dengan teknik makrame.
27
Untuk pakaian sehari-hari menggunakan bahan katun halus atau sutera yang
dipadukan dengan sarung katun/sarung batik dari Lasem.
Gambar 7: Kebaya Minangkabau
Sumber : http://evan.reisha.net diakses tanggal 1/1/2017
h. Kebaya Manampal Ambon
Kebaya manampal yaitu kebaya cita berlengan hingga siku yang dijahit
dengan cara menambal beberapa potong kain yang diatur dan disusun sedemikian
rupa. Wanita-wanita dari golongan rakyat biasa di wilayah Maluku Tengah memakai
kebaya tersebut yang terbuat dari katun berwarna putih. Kebaya jenis ini biasanya
berpasangan dengan kain palekat yang sudah tidak dipakai untuk bepergian oleh
kaum wanita.
28
Gambar 8: Kebaya Khas Ambon
Sumber : https://fitinline.com/article/read/6-ragam-pakaian-adat-tradisional-
maluku diakses tanggal 1/1/2017
i. Kebaya Betawi
Adanya akulturasi budaya dari Cina dan Melayu menyebabkan desain kebaya
yang dipakai oleh wanita betawi bervariasi. Desain kebaya yang dipengaruhi budaya
Cina lebih mengasimilasi desain kebaya enciim dimana panjang kebaya lebih pendek,
pada ujung bagian bawah belahan penutup meruncing (sonday), berwarna putih atau
warna-warna pastel. Sedangkan desain kebaya yang dipengaruhi budaya Melayu,
kebayanya lebih panjang menutupi panggul dengan bagian bawah yang rata, serta
biasanya menggunakan warna-warna cerah, misalnya merah, hijau, dll.
29
Gambar 9: Kebaya Betawi
Sumber: http://sewabusanabetawi.blogspot.co.id/ diakses tanggal 1/1/2017
j. Kebaya Madura
Pada umumnya kaum wanita Madura mengenakan kebaya sebagai pakaian
sehari-hari maupun pada acara resmi. Desain kebaya tanpa kutu baru (bef)atau kebaya
rancongan biasanya digunakan oleh masyarakat kebanyakan. Panjang kebaya relatif
sangat pendek karena hanya sampai pinggang dengan bagian bawah berbentuk
runcing menyerong khas Madura yang penggunaannya ditalikan hingga bagian perut
kelihatan. Menggunakan kerah setali dengan bentuk garis leher V serta belahan
penutup dengan penutup dinar renteng yang terbuat dari emas dan motifnya polos.
Keindahan lekuk tubuh pemakai sangat ditonjolkan dengan bahan kebaya yang tipis
dan tembus pandang misalnya dari brokat, sutera, dll. Penggunaan kutang polos yang
ketat dengan warna-warna mencolok seperti merah, hijau, biru yang kontras dengan
30
bahan kebaya. Hal ini merupakan salah satu perwujudan nilai budaya yang hidup
dikalangan wanita Madura yang sangat menghargai keindahan tubuh. Untuk
pasangannya menggunakan sarung batik motif tumpal, atau kain panjang motif
tabiruan, storjan atau batik Lasem.
Gambar 10: Kebaya Madura
Sumber: http://petrichor9.blogspot.co.id/2015/05/pakaian-adat-madura-cara-
hidup.html diakses tanggal 1/1/2017
k. Kebaya Pagatan
Kebaya Pagatan adalah kebaya yang dipakai oleh wanita di Kota Baru, yang
sangat dipengaruhi oleh budaya Sulawesi. Desain kebaya ini terdiri dari kerah setali
membentuk garis leher V. Untuk penutupnya menggunakan peniti atau bros.
31
Berlengan panjang yang melebar pada bagian pergelangan tangannya. Bagian bawah
kebayanya meruncing/sonday. Untuk detil hiasan kebaya ini banyak menggunakan
renda baik seluruh bagian tepi serta bagian badan depan dan belakang.
Gambar 11: kebaya khas Sulawesi
Sumber: http://www.qbaya.com/2014/05/baju-bodo-busana-adat-wanita-bugis.html
diakses tanggal 1/1/2017
l. Kebaya Kutai
Salah satu pakaian wanita dari keluarga Raja Kutai Kalimantan Timur, yaitu
kebaya Satin. Ada beberapa desain kebaya pada daerah ini yaitu, kebaya yang
32
mempunyai model khusus yang mempunyai tambahan bahan bersulam pada bagian
penutupnya serta kebaya yang desainnya mirip dengan kebaya Jawa. Selain Cina
daerah ini juga mendapatkan akulturasi dari Jawa.
m. Kebaya Minahasa
Minahasa merupakan suku bangsa yang mendiami wilayah propinsi Sulawesi
Utara, yang terkenal dengan sebutan orang Manado. Dimasa lalu sehari-harinya
wanita Minahasa menggunakan sejenis kebaya yang disebutwuyang (pakaian kulit
kayu). Akulturasi dari Cina dan Eropa khususnya Spanyol sehingga mempengaruhi
perkembangan desain kebayanya, terutama pada desain lengan, penggunaan warna
putih serta detil hiasan yang digunakan. Hal ini menyebabkan desain
kebaya Minahasa sedikit berbeda dengan kebaya-kebaya tradisional yang ada di
daerah Indonesia. Pasangan kebaya adalah kain sarung bersulam warna putih dengan
dengan sulam motif sisik ikan model ikan duyung. Selain itu juga sarung yang
bermotif ikan duyung, motif sarang burung yang yang disebut dengan
model salimburung, motif kaki seribu yang disebut model kaki seribu serta notif
bunga yang disebut laborci-borci.
n. Kebaya Sunda
Kebaya Sunda adalah kebaya yang dipakai oleh wanita Sunda. Pada abad ke-
19 hingga awal abad ke-20 terdapat stratifikasi sosial dalam masyarakat yang juga
mempengaruhi desain busana tradisional dalam masyarakat. Kebaya yang dipakai
33
oleh menak, santana dan cacah sangat berbeda ditinjau dari desain, penggunaan bahan,
serta detil hiasan. Dalam perkembangannya selanjutnya desain kebaya Sunda
terakumulasi dalam desain yang mempunyai ciri-ciri garis leher bentuk segilima,
dengan kerah tegak yang menempel pada bagian leher belakang.
Gambar 12: Beberapa bentuk kebaya Sunda
Sumber: http://jawakebaya.blogspot.co.id/ diakses tangga 1/1/2017
Pakaian merupakan suatu simbol sosial sehingga dianggap memberikan
identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48) Kebaya kutu baru merupakan
pakaian wanita yang berasal dari daerah Jawa. Pakaian ini banyak digunakan di
kalangan masyarakat Jawa, khususnya dalam kalangan keraton pada masa lampau
dan pada perkembangannya kebaya kutu baru masa kini banyak digunakan kalangan
umum. Pada mulanya kebaya dikenakan dalam keraton sebagai penenda strata sosial
seorang wanita. Pada masa perjuangan pemakaiana kebaya kutu baru mengalami
34
banyak perubahan karena pengaruh dari budaya penjajah yang datang. Kedatangan
penjajah dari dataran Eropa menyebabkan pergeseran cara berpakaian wanita
Indonesia ke arah yang lebih modern mengingat aktivitas dan mobillitas kaum wanita
yang mulai tinggi, sehingga kebaya kutu baru dianggap tidak praktis dalam
pemakaiannya sehari-hari.
D. Tinjauan Tentang Kebaya di Jawa dan Kebaya Kutu Baru
1. Perkembangan Kebaya Di Jawa
Kebaya merupakan pakaian tradisional yang dijadikan simbol pakaian wanita
nasional yang dianggap mampu menceminkan dan menampilkan keindahan wanita
Indonesia melalui bentuk dan makna yang terkandung di dalamnya. Dapat dikatakan
bahwa kebaya merupakan pakaian tradisional yang dinasionalkan, karena dalam
sebagai pakaian tradisional ada aturan atau biasanya disebut “pakem” dalam
pemakaiannya. Masa kini kebaya yang telah di akui sebgai pakaian nasional telah
mengalami berbagai macam perkembangan yang semakin menarik mulai dari bahan
hingga bentuk yang beraneka ragam. Berikut beberapa perkembangan kebaya yang
ada di Jawa (Metyaningsih Moerwengdyah, 2012)2:
a. Kulambi Bunton/Kulambi Landung yang biasa disebut baju kurung dengan pola
kuno dan merupakan baju yang dipengaruhi agama Islam dari India, Pakistan dan
Bangladesh, seperti baju kuruang Dari Sumatra Barat.
2 http://setyaningsihmoerwengdyah.blogspot.co.id/2012/08/seni-tata-busana.html diakses tanggal 20
oktober 2016
35
b. Kulambi Pranaq`an (keturunan campuran). Bentuk seperti tali tetapi
pendek ”wates bokong” (sebatas pantat) dengan model kerah leher yang tinggi
seperti krah Cina.
c. Kulambi kutangan yaitu baju tanpa krah dan lengan sampai siku.
d. Kulambi Taqwo, pendek seperti diatas. Bagian depan sudah mulai terbuka ( blak
blakan), tetapi ditutup, yang sebelah kiri kekanan dan dari kanan kekiri, krah yang
tinggi dengan tiga buah kancing dobel. Taqwo artinya takwa, busana karya cipta
Sunan Kalijaga, pada jaman Sultan Agung, dengan harapan agar umat Islam
senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Baju takwa ini tidak hanya dikenakan
kaum perempuan tapi juga laki-laki. Dan yang sampai sekarang masih digunakan
adalah baju adat Kalimantan Timur.
e. Kulambi kotang yaitu seperti point b, tetapi dibagian depan tertutup (bunton)
dapat juga dipakai seperti baju takwa yang bagian depannya terbuka (blak-blak
an/byak-byakan).
f. Kulambi Kebaya yaitu istilah yang diambil dari bahasa Persi ”kabaai”, pakaian
yang berbentuk seperti blus (blouse) wanita Eropa, dibagian depan terbuka yang
pada jaman itu hanya dipakai para perempuan kalangan atas dengan rangkaian
peniti tiga atau kancing hias kecil kecil. Pola kebaya jaman dahulu terdiri dari
lima potong, yaitu satu helai Kain yang ditekuk dibagian tengah dan diberi lubang
leher, dibuka sampai kebawah, kemudian dibagian depan terdapat dua potong lagi
yang disebut ”gir” yang disambung dari leher kebagian depan, dan dua buah
lengan yang semakin kebawah semakin ketat. Selain itu dapat diberi tambahan
renda renda atau sulaman (pengaruh cina) atau dihias ”plisir” yaitu semacam
36
bisband berwarna emas perak maupun pita beludru yang disulam benang emas
(untuk bangsawan).
g. Kulambi kebaya ” angkel-angkel” adalah kebaya yang bagian depan terbuka,
memakai krah leher tinggi dengan tiga kancing dobel, dan model
lengan ”mayang mekar” dan berbentuk ”merid” (sempit) serta diberi sembilan
buah kancing ”kulate” pada pergelangannya. Panjang kebaya sampai dibawah
bokong ( malih bokong ).
h. Kulambi kebaya ”sampir” dibagian depan terbuka yang dapat ditutup dengan
kancing atau peniti hias, panjang kebaya sampai dibawah bokong tanpa mayang
mekar, lengannya memakai sembilan kancing kulate. Krah leher dari atas kebawah
berupa tambahan bahan sama yang disebut ”gir”.
Kebaya lahir dari hasil adat istiadat yang hadir di dalam masyarakat yang
memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam perwujudannya. Kebaya dinilai mampu
menampilkan citra anggun wanita Indonesia di mata dunia. Perubahan budaya dalam
masyarakat memicu perkembangan kebaya yang ada belakangan ini, para desainer
melakukan berbagai inovasi rancangan kebaya yang sesuai dengan nilai yang berlaku
sesuai dengan jaman yang berlangsung agar karya yang di hasilkan dapat diterima
dalam masyarakat. Ciri khas serta keindahan kebaya harus tetap dipertahankan karena
merupakan pakaian yang menggambarkan wanita Indonesia.
Desmond Morris dalam Idi Subandi Ibrahim (2006) menyampaikan bahwa
pakaian turut menampilkan peran sebagai cultural display, karena pakaian mampu
menunjukkan afiliasi budaya dari si pemakai. Asal usul daerah seseorang bisa saja
37
nampak dari pakaian yang dikenakan. Bahkan, pakaian dapat pula menunjukkan
identitas nasional dan kultural. Busana merupakan identitas setiap manusia dan
sebagai media untuk menjaga kepribadian manusia, baik lahir maupun batin. Dalam
tradisi Jawa, terdapat sebuah ungkapan “ajining raga ana busana”, artinya busana
mencerminkan karakter dan harga diri seseorang.
2. Sekilas Tentang Kebaya Kutu Baru
Pakaian kebaya kutu baru sangat lekat dengan budaya yang berkembang di
Jawa, maka dalam pemakaiannya juga dipengaruhi budaya yang berkembang dalam
masyarakat, sehingga kebaya kutu baru dapat dikategorikan sebagai pakaian
tradisional. Pada masa lalu kebaya dikenakan dalam keseharian wanita Jawa, namun
masa kini kebaya kutu baru dikenakan hanya dalam acara-acara tertentu saja.
Pergeseran nilai dan budaya dalam berpakaian khususnya berkebaya di daerah Jawa
nampak terjadi khususnya wilayah Surakarta yang masih kental dengan budaya Jawa.
Kebaya pada mulanya berkembang pesat di dalam masyarakat jawa khususnya
dalam lingkungan keraton. Menurut John Tomlinson, busana merupakan ekspresi dari
identitas budaya. Identitas budaya itu sendiri seperti bahasa, bukan hanya sekedaar
deskripsi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan. Identitas ini
adalah harta yang tak ternilai dari masyarakat lokal.
38
”fashion is significant expression of cultural indentity.
Identity then, like language, wan not just description of
cultural belonging; it was a sort of collective treasure of
local communities” (John Tomlison, 2003: 269)
Bahkan dalam masyarakat Jawa, terutama wilayah keraton, desain pakaian,
bahan pakaian , dan asesoris yang melekat pada busana menunjukan identitas hierarki
sosial bagi penggunanya. Hal ini biasanya nampak dalam upacara-upacara keraton.
Pada tahun 1600 kebaya dikenakan secara resmi oleh keluarga kerajaan, setelah
penyebaran agama Islam, kebaya menjadi busana yang popular bahkan menjadi
simbol status. Dokumentasi Kerajaan Cirebon, Surakarta, maupun Yogyakarta
menunjukan penggunaan busana ini bagi keluaarga kerajaan.
Pada masa penjajahan Belanda kebaya digunakan sebagai busana resmi wanita
Eropa. Pada masa itu, kebaya hanya menggunakan bahan tenunan mori lalu
dikembangkan menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni.Busana ini disebut
juga “Nyoya Kebaya” oleh orang–orang peranakan dari Malaka. Pada awalnya,
kebaya dikenakan dengan sarung dan kaus cantik bermanik yang sering di sebut
“kasut manek” hingga mengalami pembaharuan. Atasan kebaya biasanya dipadukan
dengan kain batik sebagai jarit atau bawahan. Di era Kartini kebaya sendiri juga
dikenakan oleh perempuan Belanda yang dipadukaan dengan kain batik (Pentasari:
2007, 13).
39
Keislaman sangat kuat memengaruhi siluet kebaya di awal-awal
perkembangannya. Dugaan kuat mengatakan kebaya awalnya merupakan atasan
panjang berbentuk tunik sederhana yang menjulur dari leher hingga lutut (baju
kurung). Hal ini mengingatkan kita akan abaya dan kebaya Melayu. Pakaian
semacam ini serta-merta menggeser kemben tradisional. Di beberapa pelosok
Indonesia bahkan bisa ditemukan wanita yang tampil tanpa atasan apapun.
Dokumentasi lama milik keluarga kerajaan dan keraton (Surakarta, Yogyakarta,
Cirebon) di tanah Jawa masih merekam kebaya panjang ini dengan beberapa ornamen
kenegaraan yang terpasang di beberapa sisinya (abad ke-19). Gelang dan jam
dikenakan diluar lengan kebaya, sementara bros serangkai (tiga berjajar) tersemat di
bagian depan membentuk suatu penutup. Jenis ini akhirnya merambah permainan
bahan. Katun kasar dan tenun tradisional tentu saja menjadi cikal bakalnya. Namun
beludru, sutra, dan katun halus kemudian menggantikan bahan-bahan keras tadi
sesuai dengan masuknya koloni Eropa ke Indonesia dan membuka jalur perdagangan
tekstil antar negara (sejak abad ke-18).
Kesesuaian selanjutnya bertitik tolak dari pola dan corak. Modifikasi, inovasi,
dan kreatifitas membawa angin segar fesyen kebaya masa ini. Ia bagaikan lepas tanpa
ikatan. kutu baru, kebaya tunik pendek mengemas banyak warna dan permainan motif
yang cantik di awal abad ke-19. Kurun abad ke-19 dan masa pergerakan di awal abad
20 adalah masa gemilang bagi Kebaya. Kebaya berada di masa yang marak
dikenakan masyarakat Indonesia, juga kaum pendatang Eropa dan Cina dengan ragam
penyesuaiannya.
40
Kebaya yang hampir merata dipakai oleh kaum perempuan Indonesia begitu
lazimnya hingga kreasi-kreasi khusus dilakukan oleh kaum bangsawan dan dalam
istana. Kebaya bangsawan dan keluarga Keraton terbuat dari sutra, beludru, dan kain
tebal berornamen (brocade); golongan awam mengenakan bahan katun dan tenun
kasar; kaum keturunan Eropa biasanya mengenakan kebaya berbahan katun halus
dengan aksen lace (brokat) di pinggirnya; sedangkan untuk perempuan Belanda
mengenakan kebaya katun dengan potongan yang lebih pendek. Masa ini Kebaya
mulai disusupi unsur sinkretisme kelas. Ada Kebaya Keraton dan Bangsawan yang
berornamen benang emas (sulam gim) dengan bahan beludru. Potongan khusus yang
dipakai oleh perempuan kelas atas juga memberi bekas yang nyata seperti halnya
kebaya Kartini. Pakem-pakem mulai terbentuk, Pola-pola tertentu dibatasi dalam
garis darah biru.
Kebaya mulai dikaplingkan dalam kelas-kelas kasta yang paradoksal.
Nasionalisme merebak tahun 1920-an. Kondisi politik saat itu juga memengaruhi
preferensi fesyen masyarakatnya. Kebaya yang terlanjur Nasional dianggap bercitra
pribumi dengan segala perjuangannya. Wanita keturunan Eropa dan Belanda
meninggalkan kebaya sebagai pakaian sehari-hari mereka karena citra tradisional
yang indigenous tadi. Periode ini meminimasi perkembangan fesyen Kebaya. Hampir
tidak ada inovasi material yang signifikan, apalagi bentukan dan pola siluetnya.
Kondisi seperti ini berlangsung hingga dua dekade berikutnya sampai yang
terburuk tiba. Periode 1942-1945 adalah yang terburuk dengan catatan paling minim
tentang keadaan Indonesia, termasuk fesyennya. Perempuan di masa pendudukan
41
Jepang jatuh di tempat paling rendah sepanjang sejarah. Tanpa kecuali pribumi,
keturunan Eropa, keturunan Cina, dan Belanda dijebloskan di penjara dan
dipekerjakan dengan keras. Kebaya pada masa itu dipakai oleh tahanan perempuan
Indonesia.
Gambar 13. Kebaya di era 1930
Sumber :Pentasari, 2013
Dalam perkembangannya, di era tahun 1600-an, kebaya dikenakan secara
resmi oleh keluarga kerajaan. Kebaya menjadi busana yang popular dan menjadi
simbol status sosial masyarakat pada masa itu. Hingga pada masa kemerdekaan,
kebaya berkembang menjadi simbol perjuangan dan nasionalisme. Nilai dan status
kebaya semakin ‘naik’ dengan dijadikannya kebaya sebagai busana resmi kenegaraan
(Ria Pentasari, 2007: 13-17). Kebaya sebagai pakaian tradisonal terbagi ke dalam
berbagai model, diantaranya Kebaya Kutu Baru, Kebaya Kartini, dan Kebaya Encim.
Kebaya Kutu Baru merupakan kebaya dengan bagian depan tengahnya
terdapat kain tambahan yang menjadi penghubung antara bagian kiri dan kanan.
42
Kebaya Kartini merupakan kebaya yang tidak menggunakan beef/kutu baru/kain
tambahan sebagai penghubung bagian kiri dan kanan.
Menurut Hartoyo Projodipuro dalam Alvika hening, dkk (2012, 55) Kutu
Baru yang asli itu kain yang ada di dada bentuknya lebar/besar. Makna Kutu Baru itu
ada di dalam hati. Orang yang memakai Kutu Baru itu diharapkan mencerminkan
watak yang tidak sombong, tidak pamer. Makna kesederhanaan sangat kental terlihat
karena hanya menggunakan satu bros di dada. Kalau sudah menggunakan bros,
berarti tanpa asesoris kalung. Pakaian ini menggambarkan apa yang ada di dalam hati.
Dengan latar belakang sejarah berpakaian yang panjang itulah mampu memberikan
keuntungan tersendiri bagi kekayaan budaya Indonesia khususnya budaya sandang. Demikian
juga halnya dengan eksistensi kebaya. Kemunculanya telah diterima masyarakat Indonesia
dihampir sebagian wilayah Indonesia. Kebaya telah mampu mewarnai pesona keelokan cara
berbusana yang bernafas nilai-nilai ketimuran. Eksistensinya dari masa ke masa tidak lekang
terhempas perubahan jaman. Hal itu karena kebaya memiliki kemampuan untuk
bersinggungan, bercampur, berasimilasi, kolaborasi dengan keinginan selera masyarakat
pendukungnya. Berbagai singgungan ataupun asimilasi dalam penggunakan kebaya itu
menghasilkan kesan penampilan kebaya yang bervariasi.
Nilai tampilan kebaya yang feminin tercipta karena adanya kelengkapan padu
padan kebaya tradisional yang terstruktur dengan pertimbangan yang mendalam,
memiliki unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Kelengkapan berbusana tersebut merupakan ciri khusus pemberi identitas bagi
pemakainya yang meliputi fungsi dan peranya.
43
Keanggunan tampilan kebaya sebagai pakaian Nasional Indonesia membuat
eksistensi kebaya tetap langgeng. Sosok wanita yang mengenakan kebaya tradisional
(Kebaya yang belum mengalami gubahan) akan kelihatan feminin, mempesona
menambah kesempurnaan keindahan penampilan wanita. Hal ini mensiratkan seperti
halnya dalam pengenakan kebaya di keraton yakni busana putri keraton merupakan
busana tradisional yang mencerminkan makna keibuan, keanggunan, kelembutan,
kesopanan.
E. Kajian Estetika dan Kerangka Pikir
1. Estetika
Teori yang digunakan sebagai landasan atau sudut pandang dalam pengkajian
eksistensi kebaya kutu baru masa kini yaitu menggunkaan pendekatan estetika
merurut Agus Sachari;
Filsafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artistik
yang sejalan dengan zaman. Estetika tidak lagi menyimak keindahan dalam
pengertian konvensional, melainkan telah bergeser ke arah sebuah wacana dan
fenomena. Estetika dalam karya seni modern, jika di dekati melalui pemahaman
filsafat seni yang merujuk pada konsep-konsep keindahan zaman Yunani atau abad
pertengahan karena estetika bukan hanya simbolisasi dan makna, melainkan juga
daya. Estetika merupakan pandangan mengenai sesuatu yang indah, dalam kehidupan
manusia selalu ingin mengenakan sesuatu yang estetis atau dianggap indah.
Pengertian keindahan pun berkembang seiring zaman benda-benda hasil budaya yang
44
dahulu dianggap indah sekarang mungkin dianggap kurang indah atau kurang sesuai
dengan zaman sehingga suatu objek estetis haruslah memiliki daya, yaitu daya saing
terhadap objek yang berkembang di masa kini. Bagaimana suatu objek dari masa lalu
dapat dikembangkan mengikuti perkembangan zaman yang ada tanpa menghilangkan
estetis. Kondisi apresiasi estetik masyarakat dalam memahami dan menempatkan seni
yang mulai kehilangan maknanya sehingga mempengaruhi kedangkalan apresiasi
(Sachari, 2002 ).
Kebaya sebagai benda seni hasil kebudayaan mampu membuktikan
eksistensinya sampai saat ini dikarenan kebaya memiliki daya saing terhadap produk
budaya lainnya. Kebaya dinilai mampu memenuhi kebutuhan kebutuhan wanita akan
pakaian tradisional yang estetis namun menarik. Daya berkaitan dengan
pemberdayaan.
Pemberdayaan memiliki keterkaitan dengan upaya untuk mengimbangi
kedayaan yang mengancam atau mendominasi suatu kegiatan yang mengalami
hambatan untuk berkembang (Sachari, 2002). Pergeseran nilai pemberdayaan
merupakan upaya untuk mengubah ekonomi maupun lingkungan sekitar daerah
tersebut dengan cara yang khusus, berdasarkan bakat seseorang, kedayaan pribadi,
maupun kedayaan cinta. Daya berpengaruh terhadap simbol dan makna. Dibutuhkan
daya dalam proses perwujudan dari makna ke simbol agar dapat dikomunikasikan
dengan baik. Begitu juga ketika mencoba menafsirkan simbol-simbol untuk
mengetahui makna (Sachari, 2002).
Seni merupakan satu jalan ke arah pandangan objektif atas benda-benda dan
kehidupan manusia. Seni mengajarkan manusia untuk menjadikan benda-benda itu
45
berwujud rupa, bukan hanya konseptualisasi atau pemanfaatan tetapi menyajikan
realitas yang lebih kaya, lebih hidup, dan penuh warna-warni, sehingga wawasan
estetis menjadi lebih menukik ke dalam struktur formal realitas (Sachari, 2002)
Teori mengenai estetika ini juga didukung dengan teori desain menurut Agus
Sachari. Desain merupakan suatu proses kreatif yang menghasilkan bentuk-bentuk
yang bernilai dan diperlukan manusia. Desain pada hakekatnya adalah kegiatan yang
berupaya untuk mencari mutu yang lebih baik dari material teknis performasi dan
bentuk untuk memenuhi sasaran kebutuhan yang paling maksimal (Sachari, 1986).
Dalam Paradigman desain Indonesia Agus Sachari menyatakan bahwa akar dari ilmu
desain itu mencerap dari suatu kondisi yang mengharuskan terjadi perkawinan antara
dua disiplin ilmu yang agak tabu dilakukan yakni pendidikan ekonomi dan
pendidikan seni rupa dari beberapa pendapat diatas dapat diartikan bahwa suatu karya
seni dalam hal ini kebaya diciptakan bukan hanya melihat dari sisi estetis atau
keindahannya saja melainkan harus pula di pertimbangkan nilai ekonominya. Desain
kebaya yang di buat harus laku di masyarakat sehingga harus dibuat semenarik
mungkin untuk menimbulkan minat beli dalam masyarakat. Sehingga produk kebaya
yang di produksi harus memenuhi nilai estetis juga ekonomi bagi pemakainya.
46
2. Kerangka Pikir
Gambar Bagan 1. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan sebuah kerangka yang dibuat dengan tujuan
mengarahkan atau sebagai pedoman dalam pengetahuan dasar penelitian. Penggunaan
kerangka pikir ini bertujuan untuk memeberi fokus penelitian yang akan atau telah
dilakasanakan.
Penelitian ini mengkaji kebaya kutu baru dengan pendekatan estetika. Pada
tahap awal penelitian akan dilakukan penelitian mengenai latar belakang munculnya
kebaya kutu baru di Surakarta dan perkembangannya masa kini, serta pandangan
mengenai keindahan berbusana kebaya kitu baru yang berkembang saat ini. Kebaya
tradisional berkembang dengan diwilayah Jawa, kemudian denagan perkembangan
yang ada lahirlah kebaya dengan model kutu baru dengan menggunakan beef pada
bagian dada. Sedikit demi sedikit ada perubahan dari segi bentuk dan juga fungsi dari
kebaya kutu baru yang ada, namun karena memiliki daya saing sehingga kebaya kutu
Kebaya
Tradisiona
l
Kebaya
Kutu Baru
l
Estetika
Bentuk Kebaya
Kutu Baru
Fungsi Kebaya
Kutu Baru
Eksistensi Kebaya
Kutu Baru Masa Kini
47
baru ini dapat bertahan bahkan kembali diminati masyarakat masa kini. Banyaknya
inovasi yang terjadi dalam pemakaian kebaya perlu dikaji lebih lanjut untuk
mengungkapakan adanya pergeseran makna estetis di dalam masyarakat. Yang
dimaksud dengan makna estetis disini adalah dari bentuk, makna serta daya yang ada
dalam kebaya kkutu baru. Bentuk kebaya kutu baru kian hari kian beragam dengan
berbagai inovasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan pengguna sehingga bentuk-
bentuk yang ada sekarang semakin menarik. Makna yang ada di dalam kutu baru pun
lambat laun berubah bukan hanya sekedar busana tradisi namun lebih berkembang
lagi menjadi busana yang mengungkapkan prestige (kebanggaan) dalam
mengenakannya. Dewasa ini semakin unik dan menarik kebaya yang digunakan
mencerminkan prestige penggunanya. Daya dalam sudut pandang estetika kebaya
disini dipandang sebagai pengaruh yang ditimbulkan dari pemakaian kebaya kutu
baru masa kini, seperti yang dapat dilihat dalam masayarakat kini kebaya kutu baru
menjadi trend pakaian wanita tradisional yang banyak diminati kaum wanita massa
kini. Kebaya kutu baru membuktikan keberadaannya dengan mempertahankan ciri
khas bentuk yang ada meski dengan berbagai inovasi yang di lakukan namun tetap
terlihat estetis.