BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

22
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo Beasiswa merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap siswa maupun mahasiswa selama menjalani pendidikan. Pemberian beasiswa ini diberikan oleh lembaga pendidikan maupun pihak luar kepada mereka yang berprestasi namun kurang mampu dalam menyelesaikan pendidikannya (Badjuka, 2012). Seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berdasarkan pasal tersebut, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, dan masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu diperlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu bagi setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya, dan berhak mendapatkan beasiswa bagi mereka yang berprestasi. Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12 ayat (1.c), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri

Gorontalo

Beasiswa merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap siswa maupun

mahasiswa selama menjalani pendidikan. Pemberian beasiswa ini diberikan

oleh lembaga pendidikan maupun pihak luar kepada mereka yang berprestasi

namun kurang mampu dalam menyelesaikan pendidikannya (Badjuka, 2012).

Seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berdasarkan pasal

tersebut, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan

kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi

setiap warga negara tanpa diskriminasi, dan masyarakat berkewajiban

memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu diperlukan biaya yang

cukup besar. Oleh karena itu bagi setiap peserta didik pada setiap satuan

pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya

tidak mampu membiayai pendidikannya, dan berhak mendapatkan beasiswa bagi

mereka yang berprestasi. Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12 ayat (1.c), menyebutkan bahwa

setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

6

bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya,

dan di Pasal 12 ayat (1.d), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap

satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang

tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.

Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan

Pendidikan, Bagian Kelima, Pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwa pemerintah

dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan

atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu

membiayai pendidikannya. Pada Pasal 27 ayat (2), menyebutkan bahwa

Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberi

beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi (DIKTI, 2011).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa beasiswa

merupakan dana bantuan pendidikan yang diberikan berdasarkan prestasi dan

ketidakmampuan seseorang untuk membiayai pendidikan. Sebagaimana yang

telah disebutkan dalam Undang-undang bahwa pemberian bantuan beasiswa

merupakan hal yang wajib dilakukan dan juga tujuannya adalah untuk menjamin

mutu pendidikan bagi tiap warga negara tanpa diskriminasi.

Begitu pula dengan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo yang

telah memiliki program beasiswa PPA dan BBM tiap tahunnya. Beasiswa harus

diterima oleh pihak yang yang layak menerimanya, sehingga membutuhkan

metode yang tepat untuk menghasilkan data akurat mengenai penerima beasiswa.

Beasiswa PPA dan BBM banyak diminati oleh mahasiswa, namun penerima

beasiswa PPA dan BBM dibatasi dan juga harus memenuhi syarat-syarat atau

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

7

kriteria-kriteria tertentu. Data yang masuk akan diseleksi terlebih dahulu melalui

Biro Administrasi Kemahasiswaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo.

2.1.1.1 Persyaratan Beasiswa

Persyaratan untuk mendapatkan beasiswa adalah sebagai berikut (Laporan

Persyaratan Beasiswa PPA dan BBM):

A. Persyaratan Umum

Mahasiswa calon penerima beasiswa:

1. Beasiswa PPA untuk program studi S1 duduk pada semester 2, 4, dan 6,

Diploma duduk pada semester 2 dan 4.

2. Beassiwa BBM untuk program studi S1/Diploma paling rendah pada semester

6.

3. Surat permohonan beasiswa kepada Rektor UNG.

4. Fotokopi slip pembayaran SPP terakhir.

5. Fotokopi kartu keluarga.

6. Surat keterangan baik dari fakultas.

7. Wajib mengisi kuesioner.

8. Beasiswa ini tidak berlaku bagi mahasiswa yang berstatus Pegawai Negeri

Sipil (PNS).

B. Persyaratan Khusus

- PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)

1. Mahasiswa yang mempunyai IPK paling tinggi.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

8

2. Mahasiswa yang mempunyai SKS yang paling banyak (jumlah semester

paling sedikit).

3. Mahasiswa yang memiliki prestasi di kegiatan ko/ekstra kurikuler (olahraga,

teknologi, seni/budaya tingkat Internasional/Dunia, Regional/Asia/Asean dan

Nasional).

4. Mahasiswa yang (orang tuanya) paling tidak mampu.

- BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa)

1. Mahasiswa yang (orang tuanya) paling tidak mampu.

2. Mahasiswa yang memiliki prestasi di kegiatan ko/ekstra kurikuler (olahraga,

teknologi, seni/budaya tingkat Internasional/Dunia, Regional/Asia/Asean dan

Nasional).

3. Mahasiswa yang mempunyai IPK paling tinggi.

4. Mahasiswa yang mempunyai SKS yang paling banyak (jumlah semester

paling sedikit).

2.1.2 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

Little (1970) mendefinisikan SPK sebagai sekumpulan prosedur berbasis

model untuk data pemrosesan dan penilaian untuk membantu para manajer dalam

membuat keputusan. Dia menyatakan bahwa sistem tersebut haruslah sederhana,

cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah

berkomunikasi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

9

Sementara Velmurugan dan Narayanasamy (2008) mendefinisikan SPK

sebagai istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan setiap aplikasi

komputer yang meningkatkan kemampuan pengguna untuk membuat keputusan.

Lebih khusus lagi, istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu

sistem berbasis komputer yang dirancang untuk membantu para pengambil

keputusan untuk menggunakan data, pengetahuan, dan teknologi komunikasi

dengan tujuan mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan dalam

memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan dua pendapat diatas, Sistem Pendukung Keputusan dapat

disimpulkan menjadi sistem berbasis model yang menggunakan komputer untuk

mengolah data, nilai, pengetahuan, dan informasi yang digunakan oleh para

pembuat keputusan sebagai alat bantu dalam menghasilkan keputusan.

2.1.3 Karakteristik dan Kapabilitas Sistem Pendukung Keputusan

Karakteristik dan kapabilitas kunci dari SPK menurut Turban dkk (2005),

ialah:

1. Dukungan untuk pengambilan keputusan, terutama pada situasi

semiterstruktur dan tak terstruktur, dengan menyertakan penilaian manusia

dan informasi terkomputerisasi. Masalah-masalah tersebut tidak dapat

dipecahkan (atau tidak dapat dipecahkan dengan konvenien) oleh sistem

komputer lain atau oleh metodoe atau alat kuantiatif standar.

2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai

manajer lini.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

10

3. Dukungan untuk individu dan kelompok. Masalah yang kurang terstruktur

sering memerlukan keterlibatan individu dari departemen dan tingkat

organisasional yang berbeda atau bahkan dari organisasi lain. SPK

mendukung tim virtual melalui alat-alat Web kolaboratif.

4. Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial. Keputusan dapat

dibuat satu kali, beberapa kali atau berulang (dalam interval yang sama).

5. Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan: intelegensi, desain,

pilihan, dan implementasi.

6. Dukungan diberbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.

7. Adaptivitas sepanjang waktu. Pengambilan keputusan seharusnya reaktif,

dapat menghadapi perubahan kondisi secara cepat dan dapat

mengadaptasikan SPK untuk memenuhi perubahan tersebut. SPK bersifat

fleksibel dan karena itu pengguna dapat menambahkan, menghapus,

menggabungkan, mengubah, atau menyusun kembali elemen-elemen dasar.

SPK juga fleksibel dalam hal dapat dimodifikasi untuk memecahkan masalah

lain yang sejenis.

8. Pengguna merasa seperti di rumah. Ramah-pengguna, kapabilitas grafis yang

sangat kuat dan antarmuka manusia-mesin interaktif dengan satu bahasa

alami dapat sangat meningkatkan keefektifan SPK. Kebanyakan aplikasi SPK

yang baru menggunakan antarmuka berbasis-Web.

9. Peningkatan terhadap keefektifan pengambilan keputusan (akurasi,

timeliness, kualitas) ketimbang pada efisiensinya (biaya pengambilan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

11

keputusan). Ketika SPK disebarkan, pengambilan keputusan sering

membutuhkan waktu lebih lama, namun keputusannya lebih baik.

10. Kontrol penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses

pengambilan keputusan dalam memecahkan suatu masalah. SPK secara

khusus menekankan untuk mendukung pengambila keputusan, bukannya

menggantikan.

11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem

sederhana. Sistem yang lebih besar dapat dibangun dengan bantuan ahli

sistem informasi. Perangkat lunak OLAP dalam kaitannya dengan data

warehouse membolehkan pengguna untuk membangun DSS yang cukup

besar dan kompleks.

12. Biasanya model-model digunakan untuk menganalisa situasi pengambilan

keputusan. Kapabilitas pemodelan memungkinkan eksperimen dengan

berbagai strategi yang berbeda di bawah konfigurasi yang berbeda.

13. Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format dan tipe mulai dari

sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi objek.

14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang

pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan disatu organisasi

keseluruhan dan dibeberapa organisasi sepanjang rantai persediaan. Dapat

diintegrasikan dengan SPK lain dan atau aplikasi lain, dan dapat

didistribusikan secara internal dan eksternal dengan mengunakan networking

dan teknologi Web.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

12

2.1.4 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Turban dkk (2005) komponen-komponen dalam Sistem

Pendukung Keputusan terdiri dari:

a. Subsistem Manajemen Data

Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang

relevan untuk situasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem

manajemen database (DBMS). Subsistem manajemen data dapat

diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repositori untuk

data perusahaan yang relevan untuk pengambilan keputusan. Biasanya data

disimpan atau diakses via server Web database.

b. Subsistem Manajemen Model

Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan,

statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya yang memberikan

kapabilitas analitik dan manajemen perangkat lunak yang tepat. Bahasa-

bahasa pemodelan untuk membangun model-model kustom juga dimasukkan.

Perangkat lunak ini sering disebut Sistem Manajemen Basis Model

(MBMS). Komponen ini dapat dikoneksikan ke penyimpanan korporat atau

eksternal yang ada pada model. Sistem manajemen dan metode solusi model

diimplementasikan pada sistem pengembangan Web (seperti Java) untuk

berjalan pada server aplikasi.

c. Subsistem Antarmuka Pengguna

Pengguna berkomunikasi dengan dan memerintahkan SPK melalui subsistem

ini. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan dari sistem. Para peneliti

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

13

menegaskan bahwa beberapa kontribusi unik dari SPK berasal dari interaksi

yang intensif antara computer dan pembuat keputusan. Browser Web

memberikan struktur antarmuka pengguna grafis yang familier dan konsisten

bagi kebanyakan SPK.

d. Subsistem Manajemen Berbasis-Pengetahuan

Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau bertindak sebagai

suatu komponen independen. Ia memberikan inteligensi untuk memperbesar

pengetahuan si pengambil keputusan. Subsistem ini dapat diinterkoneksikan

dengan repositori pengetahuan perusahaan (bagian dari sistem manajemen

pengetahuan), yang kadang-kadang disebut basis pengetahuan

organisasional. Pengetahuan dapat disediakan via server Web. Banyak

metode kecerdasan tiruan diimplementasikan dalam sistem pengembangan

Web seperti Java, dan mudah untuk diintegrasikan dengan komponen SPK

lainnya.

Berdasarkan definisi, SPK harus mencakup tiga komponen utama dari

DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Subsistem manajemen berbasis-

pengetahuan adalah opsional, namun dapat memberikan banyak manfaat

karena memberikan inteligensi bagi tiga komponen utama tersebut. Seperti

pada semua sistem informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai

komponen SPK.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

14

Gambar 2.1 Skematik SPK (Turban, 2005)

2.1.5 Langkah- Langkah Pemodelan dalam Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Kusrini (2007) langkah-langkah yang diperlukan ketika

melakukan pemodelan dalam pembangunan SPK, yaitu:

a. Studi Kelayakan (Intelligence)

Pada langkah ini, sasaran ditentukan dan dilakukan pencarian prosedur,

pengumpulan data, identifikasi masalah, identifikasi kepemilikan masalah,

klasifikasi masalah, hingga akhirnya terbentuk sebuah pernyataan masalah.

b. Perancangan (Design)

Pada tahapan ini akan diformulasikan model yang akan digunakan dan

kriteria-kriteria yang ditentukan. Setelah itu, dicari alternatif model yang bisa

menyelesaikan permasalahan tersebut. Langkah selanjutnya adalah

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

15

memprediksi keluaran yang mungkin. Kemudian ditentukan variabel-variabel

model.

c. Pemilihan (Choice)

Setelah pada tahap perancangan ditentukan berbagai alternatif model berserta

variable-variabelnya. Pada tahapan ini akan dilakukan pemilihan modelnya,

termasuk solusi dari model tersebut. Selanjutnya, dilakukan analisis

sensitivitas, yakni dengan mengganti beberapa variabel.

d. Membuat SPK

Setelah menentukan modelnya, berikutnya adalah mengimplementasikannya

dalam aplikasi SPK.

2.1.6 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Proses AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

School of Bussines pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan

judgement dalam memilih alternatif yang disukai. Dengan menggunakan AHP,

suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang

terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil

keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Marimin, 2004).

Pada dasarnya proses pengambilan keputusan menggunakan metode AHP

adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarki

fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Keberadaan hierarki

memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur dalam

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

16

sub-sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hierarki (Kusrini,

2007).

Sehingga pada metode ini persepsi manusia digunakan sebagai input

utama dalam pemecahan masalah, artinya persepsi manusia yang digunakan ialah

manusia yang ahli dalam bidang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Dalam hal ini manusia dianggap pakar dalam pemecahan masalah dan dalam

menentukan bobot penilaiannya.

2.1.6.1 Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip

yang harus dipahami, diantaranya adalah (Kusrini, 2007):

1. Decomposition (Membuat Hierarki)

Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-

elemen pendukung, menyusun elemen secara hierarki, dan

menggabungkannya atau mensistensinya.

2. Comparative Judgement (Penilaian Kriteria dan Alternatif)

Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan.

Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah

skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat

kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur menggunakan Tabel

seperti yang terlihat pada Tabel 2.1

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

17

Tabel 2.1 Nilai Skala Perbandingan Berpasangan

Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Kebalikan Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i

3. Synthesis of priority (Menentukan Prioritas)

Untuk setiap kriteria dan alternative, perlu dilakukan perbandingan

berpasangan (Pairwise Comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari

seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah

ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas

dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan

matematika.

4. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa

dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua,

menyangkut tingkat hubungan antarobjek yang didasarkan pada kriteria

tertentu.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

18

2.1.6.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process

Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP

meliputi (Kusrini, 2007):

a. Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu

menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hierarki

adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara

keseluruhan pada level teratas.

b. Menentukan prioritas elemen

1) Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat

perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara

berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.

2) Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk

merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap

elemen yang lainnya.

c. Sintesis

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan

disintesiskan untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang

dilakukan dalam langkah ini adalah :

1) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks

2) Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang

bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.

3) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan

jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

19

d. Mengukur Konsistensi

Dalam membuat keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik

konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan

pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan

dalam langkah ini adalah:

1) Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif

elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif

elemen kedua, dan seterusnya.

2) Jumlahkan setiap baris.

3) Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif

yang bersangkutan.

4) Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada,

hasilnya disebut maks.

e. Menghitung Consistency Indeks CI dengan rumus:

CI = ...……………(1)

Dimana n = banyaknya elemen.

f. Hitung Rasio Konsistensi/Consistency Ratio (CR) dengan rumus:

CR = ………………(2)

Dimana : CR = Consistency Ratio

CI = Consistency Indeks

IR = Indeks Random Consistency

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

20

g. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka

penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi

(CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil perhitungan bisa

dinyatakan benar. Daftar Indeks Random Konsistensi (IR) bisa dilihat dalam

tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Daftar Indeks Random Konsistensi (IR)

UKURAN MATRIKS NILAI IR

1,2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59

2.1.7 Technique for Others Preference by Similarity to Ideal Solution

(TOPSIS)

Metode TOPSIS pertama kali diperkenalkan oleh Hwang dan Yoon tahun

1981, dengan gagasan utamanya datang dari konsep kompromi solusi yakni

alternatif yang dipilih memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif (solusi

optimal) dan memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif (solusi non-optimal).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

21

Jadi memilih yang terbaik dari pemilahan, akan menjadi alternatif yang terbaik

(Tzeng, 2011).

Berikut ini adalah contoh sebuah matriks dengan alternatif dan kriteria

(Manurung, 2010):

D = 푥 ⋯ 푥⋮ ⋱ ⋮

푥 ⋯ 푥 ………………(3)

Dimana:

D = matriks

m = alternatif

n = kriteria

푥 = alternatif ke- i dan kriteria ke- j

2.1.7.1 Prosedur TOPSIS

Prosedur pengerjaan metode TOPSIS adalah sebagai berikut (Manurung,

2010):

1. Normalisasi matriks keputusan

Setiap elemen pada matriks D dinormalisasikan untuk mendapatkan

matriks normalisasi R. Setiap normalisasi dari nilai 푟 dapat dilakukan

dengan perhitungan sebagai berikut:

푟 =

………………(4)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

22

Untuk i=1,2,3,…,m;

j=1,2,3,…,n

2. Pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasikan

Diberikan bobot W = (w1,w2,…,wn), sehingga weighted normalized matrix

V dapat dihasilkan sebagai berikut:

V = 푤 푟 ⋯ 푤 푟⋮ ⋱ ⋮

푤 푟 ⋯ 푤 푟 ………………(5)

Dengan i=1,2,3,…,m dan j=1,2,3…,n

3. Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif

Solusi ideal positif dinotasikan dengan 퐴 dan solusi ideal negatif

dinotasikan dengan 퐴 , sebagai berikut :

Menentukan Solusi Ideal (+) & (-)

퐴 = {(max 푣 | j ϵ J)(min 푣 | j ϵ J’), I = 1,2,3,…m} = {푣 , 푣 ,…푣 } ..(6)

퐴 = {(max 푣 | j ϵ J)(min 푣 | j ϵ J’), I = 1,2,3,…m} = {푣 , 푣 ,…푣 } ..(7)

Dimana:

푣 = elemen matriks V baris ke-i dan kolom ke-j

J = {j= 1,2,3,…,n dan j berhubung dengan benefit criteria}

J’ = {j= 1,2,3,….n dan j berhubung dengan cost criteria}

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

23

4. Menghitung Separation Measure

Separation measure ini merupakan pengukuran jarak dari suatu alternatif

ke solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Perhitungan matematisnya

adalah sebagai berikut:

Separation measure untuk solusi ideal positif

푆 = ∑ (푣 −푣 )² , dengan i=1,2,3,…n ………………(8)

Separation measure untuk solusi ideal negatif

푆 = ∑ (푣 −푣 )² , dengan i=1,2,3,…n ………………(9)

5. Menghitung kedekatan relative dengan ideal positif

Kedekatan relative dari alternatif 퐴 dengan solusi ideal 퐴

direpresentasikan dengan:

퐶 = , dengan 0 <퐶 < 1 dan i=1,2,3,…m ………………(10)

6. Mengurutkan Pilihan

Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan 퐶 . Maka dari itu, alternatif

terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal dan

berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif.

2.18 Perhitungan Akurasi

Perhitungan akurasi dilakukan agar dapat dinilai dalam bentuk angka dan

presentase menggunakan rumus akurasi umum, yakni (Abidin, 2012):

Akurasi =

….……………(11)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

24

2.2 Penelitian Terkait

Penelitian mengenai Sistem Pendukung Keputusan beasiswa PPA dan

BBM di Universitas Negeri Gorontalo sebelumnya pernah diteliti oleh Badjuka

(2012) yakni Penerapan Metode FMADM dalam Penentuan Kuota dan Penerima

Beasiswa pada Universitas Negeri Gorontalo menggunakan metode Fuzzy SAW.

Pada penelitian ini terdapat 11 kriteria untuk menentukan calon penerima

beasiswa PPA dan BBM, yakni nilai IPK, penghasilan orang tua, keadaan

keluarga, semester, penerima beasiswa pemerintah, usia, status orang tua,

tanggungan orang tua, kuliah bersaudara, jalur masuk, dan jenjang mahasiswa.

Badjuka berkesimpulan bahwa aplikasi sistem yang dibangun menggunakan

metode Fuzzy SAW ini dapat membantu proses pengambilan keputusan sehingga

diperoleh kuota program studi yang proporsional dan mahasiswa yang berhak

menerima beasiswa.

Sementara Idris (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Simple Additive

Weighting (SAW) melakukan perbandingan metode Sistem Pendukung Keputusan

yakni AHP dan SAW dengan menggunakan studi kasus Penentuan Penerima

Bantuan Modal Wirausaha Baru pada Dinas Koperasi Perindustrian dan

Perdagangan Provinsi Gorontalo. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk

mengetahui tingkat keakurasian dari hasil yang diberikan oleh masing-masing

metode tersebut, yakni AHP dan SAW. Menurut Idris, hasil akhir yang

diberikan oleh kedua metode tersebut relatif sama akan tetapi metode AHP

mampu memberikan informasi yang lebih akurat, karena pada metode AHP

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

25

prosesnya dilakukan perbandingan berpasangan antara kriteria dan kriteria serta

subkriteria dan subkriteria.

Selain itu, Daniel (2012) melakukan penelitian mengenai Sistem

Pendukung Keputusan menggunakan metode TOPSIS, yakni Penerapan Metode

Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Untuk

Perekrutan Tenaga Kerja. Daniel (2012) mengemukakan bahwa hasil

penelitiannya tersebut mampu menyelesaikan permasalahan yang ada karena

TOPSIS merupakan metode pengambilan keputusan yang multikriteria yang juga

dapat melakukan proses perhitungan dengan mencari jarak terdekat dari solusi

ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Sehingga proses perekrutan

dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta menghasilkan keputusan

yang objektif.

Sementara itu Menurung (2012) pada penelitiannya yakni Sistem

Pendukung Keputusan Seleksi Penerima Beasiswa dengan Metode AHP dan

TOPSIS (Studi Kasus: FMIPA USU) melakukan penggabungan metode yakni

AHP dan TOPSIS, dimana metode tersebut ia terapkan untuk menyelesaikan

permasalahan penerima beasiswa di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Dalam metode ini, proses yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan

perhitungan AHP untuk mendapatkan bobot prioritas, kemudian dilanjutkan

dengan melakukan pengerjaan perhitungan TOPSIS untuk perangkingan, dimana

bobot yang digunakan ketika melakukan pengerjaan perhitungan TOPSIS yakni

bobot yang dihasilkan dalam perhitungan AHP. Menurut Manurung(2010),

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/3646/6/2013-1-57201-531409104-bab2-31072013073712.pdf2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

26

metode ini menurut dianggap mampu memecahkan masalah penyeleksian

beasiswa.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, penulis menyimpulkan bahwa

metode gabungan AHP dan TOPSIS serta metode TOPSIS mampu memberikan

alternatif terbaik bagi masalah yang ada. Sehingga penulis berinisiatif untuk

melakukan analisis perbandingan terhadap kedua metode, apakah metode

penggabungan lebih akurat dibandingkan metode yang tidak digabungkan,

maupun sebaliknya. Selain itu penulis juga akan melengkapi kekurangan metode

AHP dan TOPSIS yang diteliti oleh Manurung, yaitu dengan menyelesaikan

perhitungan matriks hingga mendapatkan hasil Consistency Ratio (CR). Karena

dalam penelitian Manurung, penyelesaian metode AHP hanya dilakukan hingga

mendapatkan bobot prioritas tanpa mencari tahu apakah nilai bobot tersebut

konsisten atau tidak. Penulis juga menggunakan studi kasus beasiswa PPA dan

BBM di Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo, dimana kriteria yang

digunakan adalah kriteria dari Laporan Persyaratan Beasiswa PPA dan BBM dari

Fakultas Teknik UNG, dan kriteria dari penelitian Badjuka (2012). Hal lain yang

membedakan penelitian Badjuka dan penulis adalah pemisahan bobot prioritas

beasiswa PPA dan beasiswa BBM. Pada penelitian Badjuka, prioritas bobot

penerima beasiswa PPA dan BBM digabungkan, sehingga penulis berinisiatif

untuk memisahkan penilaian bobot beasiswa PPA dan BBM, karena prioritas

penerima beasiswa PPA berbeda dengan prioritas penerima beasiswa BBM.