BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah II.pdf · Hygiene Penjamah Pangan Jajanan Anak Sekolah...
-
Upload
hoangthien -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah II.pdf · Hygiene Penjamah Pangan Jajanan Anak Sekolah...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 12 tahun memiliki fisik
lebih kuat dibandingkan dengan balita, memiliki sifat indifidual yang aktif, dimana
mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus
mendapatkan pematangan dalam keterampilan motorik halus maupun motorik kasar
dan dapat menunjukkan hasil yang signifikan dalam keterampilan kognitif, sosial,
dan emosional. Makanan yang disukai maupun tidak disukai dibentuk saat usia
sekolah, dan pemilihan makanan dipengaruhi oleh teman sebaya selain pengaruh dari
orang tua (Haryanto, 2012)
Anak usia sekolah pada umumnya mempunyai pola makanan dan asupan gizi
yang tidak jauh berbeda dengan teman sebayanya. Peningkatan nafsu makan secara
alami menyebabkan peningkatan konsumsi makan. Anak – anak menghabiskan
banyak waktunya disekolah, mereka akan menyesuaikan dengan acara sekolah yang
lebih bersifat rutin sehingga anak perlu energi yang lebih banyak. Anak usia sekolah
cenderung mengonsumsi makanan dalam bentuk cemilan (Almatsier et al, 2011)
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Pangan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penjaja
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap dikonsumsi
untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan
hotel (Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003).
11
Pangan jajanan menurut FAO (1991&2000) adalah makanan dan minuman
yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi ataupun
dirumah atau di tempat berjualan yang disajikan dalam wadah atau sarana penjualan
di pinggir jalan, tempat umum atau tempat lainnya (WHO, 2008). Anak sekolah
biasanya membeli pangan jajanan pada penjaja pangan di kantin atau disekitaran
sekolah.
Menurut Haslina (2004) terdapat 2 jenis pangan jajanan di Indonesia yaitu
pangan jajanan Tradisional dan pangan jajanan Non Tradisional.
1. Pangan jajanan tradisional merupakan pangan jajanan yang diolah dari resep
yang dikenal masyarakat secara turun temurun yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat menurut golongan etnik dan wilayah spesifik. Jenis pangan
jajanan tradisional dibagi menjadi empat kelompok yaitu :
a. Makanan dalam keadaan panas yang aman untuk dikonsumsi.
Contoh: bakso, soto, bubur, dan sebagainya.
b. Makanan yang tidak dipanaskan.
Contoh: gado-gado, ketoprak, pecel, ketupat tahu, nasi rames, dan
sebagainya.
c. Makanan yang berair dan atau tidak dipanaskan.
Contoh: es cendol, es campur, es cincau, dan sebagainya.
d. Makanan jajanan kering.
Contoh: keripik singkong, keripik tempe, dan sebagainya.
2. Makanan jajanan non tradisional adalah makanan yang diolah dengan alat
modern yang diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi
12
tinggi. Jenis pangan jajanan non modern seperti: pizza, potato chips, fried
chicken, es krim, aneka snack, roti dan berbagai jenis pasta.
Syarat Pangan Jajanan Anak Sekolah
Berdasarkan Permenkes Republik Indonesia Nomor
236/Menkes/Per/Iv/1997 syarat air, bahan makanan, bahan tambahan, dan
penyajian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Air yang digunakan dalam penanganan pangan jajanan harus air
yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yang berlaku bagi
air bersih atau air minum dan harus dimasak sampai mendidih.
2. Semua bahan yang diolah menjadi pangan jajanan harus dalam
keadaan baik mutunya, segar, tidak busuk dan harus bahan olahan
yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak
cacat atau tidak rusak.
3. Penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan penolong yang
digunakan dalam mengolah pangan jajanan harus sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Bahan pangan, bahan tambahan pangan, bahan penolong pangan
jajanan siap saji, dan bahan makanan yang cepat rusak harus
disimpan secara terpisah.
5. Pangan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat
perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan.
6. Pangan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan
atau tertutup.
13
7. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup pangan jajanan harus
dalam keadaan bersih, tidak mencemari makanan dan dilarang
ditiup.
8. Pangan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau
terbungkus dalam wadah yang bersih dan terpisah dengan bahan
mentah sehingga terlindung dari pencemaran.
9. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 jam
apabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum
disajikan.
Hygiene Penjamah Pangan Jajanan Anak Sekolah
Berdasarkan Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003 penjamah
pangan jajanan anak sekolah dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan
pangan jajanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek,
influenza, diare, penyakit perut sejenisnya
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya)
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian
d. memakai celemek, dan tutup kepala
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan
alas tangan
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung,
mulut atau bagian lainnya)
14
h. tidak batuk atau bersin di hadapan pangan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.
Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan pangan
jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene
sanitasi yaitu :
a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan
sabun
b. alat dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas
pencemaran.
d. dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya
untuk sekali pakai.
Perilaku Anak Sekolah Dasar dalam Pemilihan Jajanan
Menurut Notoatmodjo (2010) yang juga mendasarkan pada teori Skiner,
berpendapat bahwa perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman, serta lingkungan. Menurut Lawrence Green (1980), perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu dapat digambarkan sebagai berikut:
15
Gambar 2.1 Teori Lawrence Green
Sumber : Green, L.W., et al. Health Education Planning: A Diagnostic Approach
Faktor predisposisi (predisposing)
Faktor ini merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku pada diri seseorang. Faktor – faktor ini meliputi pengetahuan,
sikap, kepercayaan, nilai – nilai, keyakinan, tradisi, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan kesehatan. Faktor ini mempermudah terwujudnya perilaku,
maka sering disebut sebagai faktor pemudah
Faktor Predisposisi :
Pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai, kapasitas,
demografi
Faktor Pemungkin:
Ketersediaan dan keterjangkauan
Fasilitas dan sarana kesehatan
Komitmen
Masyarakat/pemerintah
Keterampilan petugas
Faktor Penguat :
Keluarga, guru, penyedia
kesehatan, tokoh masyarakat, dll
Kebiasaan Spesifik dari Individu
atau Organisasi
16
a. Jenis Kelamin
Hasil penelitian Safriana (2012) menunjukkan bahwa lebih dari setengah
responden yang berperilaku tidak baik dalam memilih pangan jajanan adalah
anak laki-laki (59%). Hasil OR = 3,3 artinya jenis kelamin perempuan
berpeluang 3,3 kali berperilaku baik dalam pemilihan pangan jajanan. Anak
laki-laki cenderung memilih jajanan tanpa melalui proses pemikiran yang
panjang dan memilih jajanan didorong oleh keinginan untuk menutupi rasa
lapar dan tanpa memikirkan apakah jajanan tersebut sehat atau tidak.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis Fitri (2012) hubungan antara jenis
kelamin dengan pemilihan pangan jajanan yang tergolong sering lebih
banyak pada responden berjenis kelamin perempuan (56%) dibandingkan
dengan yang berjenis kelamin laki-laki (50%).
b. Kebiasaan Sarapan
Berdasarkan hasil penelitian Yuniati (2010) yang dilakukan di SD
Negeri 01 Sekaran pada tahun pelajaran 2009/2010 menunjukan ada
hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan pemilihan pangan jajan
pada anak kelas IV dan V . Pada penelitian tersebut, responden yang tidak
melakukan sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah sebanyak 17 orang
atau 25,0%. Dari 17 orang yang tidak sarapan pagi, anak yang mempunyai
frekuensi pemilihan pangan jajanan tinggi 12 orang atau 70,6%.
Kebanyakan anak yang tidak sarapan pagi beralasan masih kenyang
karena mereka lebih suka makan pada malam harinya daripada saat
pagi. Sedangkan sisanya, anak beralasan karena tidak terbiasa sarapan pagi
dan jika sarapan menyebabkan sakit perut. Berbeda dengan penelitian
17
Safriana (2012) hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara kebiasaan sarapan pagi dengan perilaku memilih pangan
jajanan. Pada penelitiannya diketahui sekitar 43% responden mempunyai
kebiasaan sarapan setiap hari.
c. Kebiasaan Membawa Bekal
Berdasarkan hasil penelitian Safriana (2012) sebagian besar 71% anak
kadang-kadang membawa bekal kesekolah. Hasil analisis menunjukkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan membawa bekal dengan
perilaku memilih jajanan. Berbeda dengan penelitian Aprillia (2011 )
sebanyak 58 responden (79,45%) membawa bekal ke sekolah sedangkan
sisanya sebanyak 15 responden mengaku tidak pernah membawa bekal
makanan ke sekolah. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kebiasaan membawa bekal makanan dengan pemilihan
pangan jajanan. Hubungan yang diperoleh yaitu semakin sering membawa
bekal makanan ke sekolah, maka pemilihan pangan jajanan semakin baik.
d. Jumlah Uang Saku
Berdasarkan hasil analisis Fitri (2012) pemilihan pangan jajanan yang
tergolong tidak baik lebih banyak pada responden yang memiliki jumlah
uang saku yang tergolong banyak (63,2%) dibandingkan dengan jumlah uang
saku yang tergolong sedikit (45,1%). Uji statistik hubungan antara jumlah
uang saku dengan perilaku pemilihan pangan jajanan menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara jumlah uang saku dengan perilaku
pemilihan pangan jajanan. Nilai OR (Odd Ratio) dapat diartikan bahwa anak
yang memiliki jumlah uang saku yang tergolong banyak mempunyai 2,1 kali
18
untuk pemilihan pangan jajanan tidak baik dibandingkan dengan anak yang
memiliki jumlah uang saku tergolong sedikit. Anak yang memiliki jumlah
uang saku lebih banyak cenderung memiliki daya beli yang cukup besar,
sehingga lebih mudah mengeluarkan uangnya untuk membeli pangan jajanan
yang disukai.
Faktor Pemungkin (Enabling)
Faktor pemungkin atau pendukung perilaku merupakan ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya praktik kesehatan. Fasilitas
inilah yang mendukung terjadinya perilaku seseorang.
a. Tempat Jajan
Penjaja makanan saat ini sudah semakin banyak ditemukan di lingkungan
sekitar mereka, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Para penjaja
makanan menyiapkan makanan dengan berbagai macam jenis jajanan dengan
aneka bentuk dan rasa yang diminati anak sekolah. Berdasarkan penelitian
Suci (2009) menunjukkan bahwa 92,5% responden jajan di kantin sekolah,
sedangkan 33% anak sekolah membeli pangan jajan pada penjaja makanan
di luar sekolah. Tempat jajan lain yang juga menjadi lokasi untuk membeli
pangan jajanan yaitu mall, restoran, minimarket, supermarket, tempat les, dan
warung.
Pangan jajanan yang paling banyak dikonsumsi anak sekolah yaitu jenis
makanan yang bersaos merah meliputi bakso, siomay, sosis, telur goreng, dan
lain sebagainya. Sedangkan minuman yang sering yang sering dikonsumsi
yaitu teh poci (Safriana, 2012)
19
Faktor Penguat (reinforcing)
Faktor penguat merupakan faktor yang berkaitan dengan pengaruh orang
lain yang dapat mendorong atau melemahkan seseorang dalam perubahan
perilaku. Faktor-faktor ini meliputi keluarga, guru, petugas kesehatan, dan teman
sebaya.
a. Peranan Guru
Guru memiliki pengaruh yang sangat penting dalam pemilihan pangan
jajanan anak sekolah. Guru mempunyai tanggung jawab memberi ilmu
pengetahuan sehingga mempunyai sikap positif dan melakukan tindakan atau
prilaku yang baik dalam memilih jajanan yang sehat.
Guru merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan promosi
kesehatan disekolah. Guru merupakan pihak yang tepat dalam melaksanakan
pendidikan kesehatan kepada anak-anaknya baik melalui mata ajar yang
disesuaikan dengan kurikulum maupun dirancang khusus untuk penyuluhan
kesehatan, memonitor pertumbuhan dan perkembangan berat badan anak-
anaknya secara rutin setiap bulan, dan mengawasi adanya kelainan fisik atau
non fisik yang mungkin terjadi pada anak (Notoatmodjo, 2010. Guru dapat
memberikan pengertian dan pengetahuan kepada anak mengenai cara memilih
pangan jajanan yang baik serta dampak negatif yang akan timbul apabila jajan
di sembarang tempat.
b. Pengaruh Media Massa
Hasil penelitian Aprillia (2011) menunjukkan hampir seluruh responden
94,5% terpapar iklan pangan jajanan melalui media televisi. Sedangkan 1,4 %
terpapar melalui media radio dan media cetak, sisanya 2,7% melalui sumber
20
lainnya. Sumber informasi melalui media elektronik berupa televisi
merupakan sumber media paling banyak diakses oleh responden dikarenakan
sebagai sumber pesan, televisi merupakan media audio visual yang paling
luas jangkauannya dan terdapat visualisasi, figur, serta bentuk yang
menarik sehingga sasaran dapat lebih mudah dalam menyerap informasi
yang disampaikan.
c. Pengaruh Teman Sebaya
Hasil penelitian Fitri (2012) diketahui bahwa memilih pangan jajanan
yang tergolong sering lebih banyak pada responden yang ada pengaruh teman
sebaya (57,7%) dibandingkan dengan yang tidak ada pengaruh teman sebaya
(33,3%). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku pemilihan pangan
jajanan.
Nilai OR (Odd Ratio) dapat diartikan bahwa anak yang ada pengaruh
teman sebaya mempunyai peluang 2,7 kali untuk berkebiasaan konsumsi
pangan jajanan sering dibandingkan dengan anak yang tidak ada pengaruh
teman sebaya. Berbeda dengan penelitian Safriana (2012) menunjukkan
hanya sebagian kecil saja responden yang terpengaruh dalam memilih jajanan
yaitu 11%. Hasil analisis juga menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku pemilihan pangan
jajanan.