BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Lansiarepository.ump.ac.id/9650/3/Wahyono BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Lansiarepository.ump.ac.id/9650/3/Wahyono BAB II.pdf ·...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Lansia
a. Definisi
Lanjut usia (lansia) adalah orang yang sistem-sistem biologisnya
mengalami perubahan-perubahan struktur dan fungsi dikarenakan
usianya yang sudah lanjut (Tamher & Noorkasiani, 2009). World Health
Organization (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu usia
pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah
60-70 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun dan usia sangat tua
(very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2012).
b. Batasan Lanjut Usia
World Health Organization (WHO) membagi lansia menjadi 4
sebagai berikut (Bandiyah, 2009):
1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2) Lanjut usia (elderly) yaitu antara 60 sampai 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) yaitu 75 sampai 90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
c. Tipe Lansia
Tipe lansia dibagi menjadi 5 tipe yaitu tipe arif bijaksana, tipe
mandiri, tipe tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
11
1) Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sadar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung yaitu kaget, kehilangan, keperibadian, mengasingkan
diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Nugroho, 2012)
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan
sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri) (Maryam, 2011).
d. Teori-teori Proses Penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori biologi, teori psikologis dan teori sosial (Maryam, 2011), yaitu:
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
12
1) Teori Biologi
Sel dalam tubuh akan mengalami kemunduran. Teori biologi
mencakup teori genetik/mutasi, imunology slow theory, teori stres,
teori radikal bebas dan teori rantai silang.
2) Teori Psikologi
Proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat
dihubungkan dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang
efektif. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori dan belajar pada lanjut usia
menyebabkan mereka sulit dipahami dalam berinteraksi (Nugroho,
2012).
Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian
individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi
karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif
dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah
terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.
Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut. Persepsi
merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya
penurunan fungsi sensorik, maka akan terjadi penurunan kemampuan
untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
13
terkadang akan muncul aksi yang berbeda dari stimulus yang ada
(Maryam, 2011).
3) Teori Sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan
yaitu proses interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori
kesinambungan, teori perkembangan dan teori stratifikasi usia
(Maryam, 2011).
a) Teori Interaksi Sosial
Teori ini menjelaskan mengapa usia lanjut bertindak kepada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan usia lanjut untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya
berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pada usia lansia kekuasaan
dan prestisinya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial
mereka juga berkurang yang tersisa adalah harga diri (Maryam,
2011).
b) Teori Penarikan Diri
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan
dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu
lainnya. Bertambahnya usia lanjut, ditambah dengan adanya
kemiskinan, usia lanjut secara berangsur-angsur mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Hal ini menyebabkan interaksi sosial usia lanjut
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
14
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
usia lanjut mengalami kehilangan peran, hambatan kontak sosial
dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2012).
c) Teori Aktivitas
Teori aktivitas tidak menyetujui teori disengagement dan
menegaskan bahwa kelanjutan dewasa tengah penting untuk
keberhasilan penuaan. Usia lanjut yang sukses adalah lansia yang
aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Usia lanjut akan
merasa puas bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan
aktivitas tersebut selama mungkin (Nugroho, 2012).
d) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan usia lanjut. Pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat menjadi usia
lanjut. Pada teori kesinambungan ini pergerakan dan proses banyak
arah, bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap
status kehidupannya. Pokok-pokok pada teori kesinambungan ini
adalah sebagai berikut:
(1) Usia lanjut disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan
(2) Peran usia lanjut yang hilang tidak perlu diganti
(3) Usia lanjut berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara
untuk beradaptasi (Maryam, 2011).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
15
e. Perubahan-Perubahan pada lansia
Menua merupakan suatu proses alami yang dialami oleh semua
makhluk. Menurut Maryam (2011), perubahan-perubahan fisik yang
terjadi pada lanjut usia yaitu:
1) Penurunan kondisi fisik
a) Sel
Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, cairan tubuh
menurun, dan cairan intra seluler menurun.
b) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c) Respirasi
Otot-otot pernapasan kekakuannya menurun dan menjadi kaku,
elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga
menarik nafas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,
kemampuan batuk menurun serta terjadi penyempitan pada
bronkus.
d) Persarafan
Saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stres. Berkurangnya atau hilangnya lapisan
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
16
mielin akson, sehingga menyebabkan menyebabkan berkurangnya
respon motorik dan refleks.
e) Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi
otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sclerosis.
f) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
2) Perubahan Mental/Kognitif
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan dan lingkungan. Semua organ pada proses
menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiolgi, begitu juga
otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron diotak secara
progresif mengalami penurunan. Kehilangan fungsi ini akibat
menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan
metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang diketahui
tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut
usia. Perubahan kognitif yang dialami lanjut usia adalah demensia dan
delirium (Nugroho, 2012).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
17
3) Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi dan kecemasan. Dalam psikologi perkembangan,
lansia dan perubahan yang dialami akibat proses penuaan
digambarkan oleh hal-hal berikut. Masalah – masalah umum yang
sering dialami oleh lansia (Nugroho, 2012):
a) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung
pada orang lain.
b) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk
lansia dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang
berat dengan kegiatan yang cocok.
c) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa
2. Keperawatan Gerontik
a. Definisi Keperawatan Gerontik
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat
konprehensif terdiri dari bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada
tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38
tahun 2014). Pengertian lain dari keperawatan gerontik adalah praktek
keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Kozier,
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
18
2010). Sedangkan menurut Lueckerotte (2009) keperawatan gerontik
adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi serta evaluasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
keperawatan gerontik adalah suatu bentuk praktek keperawatan
profesional yang ditujukan pada lansia baik sehat maupun sakit yang
bersifat komprehensif terdiri dari bio-psiko-sosial dan spiritual dengan
pendekatan proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
b. Fokus Keperawatan Gerontik
1) Peningkatan kesehatan (health promotion)
Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan
mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang sehat.
Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi
seimbang pada lansia, perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat
olah raga.
2) Pencegahan penyakit (preventif)
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan
dengan melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi
sedini mungkin terjadinya penyakit, contohnya adalah pemeriksaan
tekanan darah, gula darah, kolesterol secara berkala, menjaga pola
makan, contohnya makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
19
porsi makanan tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat (nasi,
jagung, ubi) dan mengatur aktifitas dan istirahat, misalnya tidur
selama 6-8 jam/24 jam.
3) Mengoptimalkan fungsi mental.
Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah
agama, sholat berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak) (GLO) dan
melakukan terapi aktivitas kelompok, misalnya mendengarkan musik
bersama lansia lain dan menebak judul lagunya.
4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan pada
penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko
tinggi terhadap penyakit, misalnya pada saat kegiatan Posyandu
Lansia
c. Peran dan Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulus (2015), peran dan fungsi perawat gerontik adalah:
1) Guide Persons of all ages toward a healthy aging process
(membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang
sehat).
2) Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua).
3) Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan
yang lain melakukan hal yang sama).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
20
4) Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5) Notice and reduce risks to health and well being (memperhatikan serta
mengurangi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6) Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7) Open channels for continued growth (membuka kesempatan lansia
supaya mampu berkembang sesuai kapasitasnya).
8) Listern and support (mendengarkan semua keluhan lansia dan
memberi dukungan).
9) Offer optimism, encourgement and hope (memberikan semangat,
dukungan dan harapan pada lansia).
10) Generate, support, use and participate in research (menerapkan
hasil penelitian, dan mengembangkan layanan keperawatan melalui
kegiatan penelitian).
11) Implement restorative and rehabilititative measures (melakukan
upaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan).
12) Coordinate and managed care (melakukan koordinasi dan
manajemen keperawatan).
13) Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized,
holistic maner (melakukan pengkajian, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan perawatan
secara menyeluruh).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
21
14) Link services with needs (memmberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15) Nurture future gerontological nurses for advancement of the
speciality (membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi
ahli dibidangnya).
16) Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of
each other (saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi,
sosial dan spritual).
17) Recognize and encourge the appropriate management of ethical
concern (mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai
dengan tempat bekerja).
18) Support and comfort through the dying process (memberikan
dukungan dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian).
19) Educate to promote self care and optimal independence
(mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan
kebebasan yang optimal)
3. Fungsi Kognitif
a. Definisi Fungsi Kognitif
Proses menua merupakan penyebab terjadinya gangguan fungsi
kognitif. Fungsi kognitif tersebut merupakan proses mental dalam
memperoleh pengetahuan atau kemampuan kecerdasan, yang meliputi
cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan, dan pelaksanaan
(Santoso & Ismail, 2009). Gangguan fungsi kognitif berhubungan dengan
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
22
fungsi otak, karena kemampuan lansia untuk berpikir akan dipengerahui
oleh keadaan otak (Copel, 2007).
Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang
meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori.
Sebanyak 75 % dari bagian otak besar merupakan area kognitif.
Kemampuan kognitif seseorang berbeda dengan orang lain, dari hasil
penelitian diketahui bahwa kemunduran sub sistem yang membangun
proses memori dan belajar, mengalami tingkat kemunduran yang tidak
sama. Memori merupakan proses yang rumit karena menghubungkan
masa lalu dengan masa sekarang (Lumbantobing, 2010)
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif
Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada
lansia yaitu proses penuaan pada otak dan pertambahan usia. Proses
penuaan pada otak yaitu terdapat perubahan pada otak yang berhubungan
dengan usia. Setiap tahun ditemukan terjadinya pengurangan volume
pada masing-masing area seperti lobus frontalis (0,55%), dan lobus
temporal (0,28%). Pengurangan volume otak juga akan disertai dengan
penurunan kognitif (Uinarni, 2007).
Sebagian besar bagian otak termasuk lobus frontal mempunyai
peranan penting dalam penyimpanan ingatan di otak (Lucas, 2008).
Faktor pertambahan usia yaitu bertambahnya usia seseorang maka akan
semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh
yang cenderung mengarah pada penurunan fungsi. Pada fungsi kognitif
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
23
terjadi penurunan kemampuan fungsi intelektual, berkurangnya
kemampuan transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi
menjadi lambat, banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi
dari memori (Pranarka, 2006).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah
faktor sosiodemografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan tinggal
sendiri. Aktifitas fisik termasuk mobilitas diidentifikasi merupakan salah
satu faktor yang diduga ada hubungannya dengan fungsi kognitif.
Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan
melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan
dalam jumlah skor fungsi kognitifnya (Yaffe, 2007).
Seseuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monginsidi
(2013) disebutkan bahwa lebih banyak terdapat penurunan fungsi
kognitif pada lansia dengan umur yang lebih tua. Profil fungsi kognitif
berdasarkan riwayat pendidikan menunjukkan bahwa sampel dengan
pendidikan kurang dari Sembilan tahun sebagian besar mengalami
penurunan fungsi kognitif.
Penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan fungsi kognitif pada
lansia yaitu penyakit serebrovaskuler, tumor otak, trauma, dan infeksi
pada otak (Turana, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Maryati
(2013) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkasn
fungsi kognitif pada lansia selain melakukan aktivitas fisik yaitu
melakujkan hobbi atau kegemaran.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
24
c. Aspek-Aspek Kognitif
Aspek-aspek kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi yaitu
orientasi, bahasa, atensi (perhatian), memori, fungsi konstruksi, kalkulasi
dan penalaran (Zulsita, 2011), dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.
Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya
sendiri ketika ditanya). Kegagalan dalam menyebutkan namanya
sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi, gangguan
pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi tempat
dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi
dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan
tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih
sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling
sensitif untuk disorientasi.
2) Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter,
yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.
a) Kelancaran
Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat
dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang
dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta
pasien menulis atau berbicara secara spontan.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
25
b) Pemahaman
Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu
perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang
untuk melakukan perintah tersebut.
c) Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau
kalimat yang diucapkan seseorang.
d) Naming
Kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-
bagiannya.
3) Atensi
Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus
spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar
lingkungannya.
a) Mengingat segera yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk
mengeluarkannya kembali
b) Konsentrasi yaitu kemampuan seseorang untuk memusatkan
perhatiannnya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan
meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-
turut dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja
kata secara terbalik.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
26
4) Memori
a) Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi yang diperolehnya.
b) Memori baru, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau
hari yang lalu.
c) Memori lama, yaitu kemampuan untuk mengingat informasi yang
diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
d) Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi berupa gambar.
5) Fungsi konstruksi
Kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna. Fungsi
ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin
gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali suatu
bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.
6) Kalkulasi yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.
7) Penalaran yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik
buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak
d. Perubahan Fungsi Kognitif
Perubahan fungsi kognitif pada lansia, antara lain:
1) Memori (daya ingat atau ingatan)
Pada lanjut usia daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif
yang paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
27
kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek
seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam
mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu
menarik perhatiannya, dan informasi baru seperti TV dan film
(Azizah, 2011)
2) IQ (Intellegent Quocient)
IQ merupakan suatu skor pada suatu tes yang bertujuan untuk
mengukur kemampuan verbal dan kuantitatif (Semiun, 2006). Fungsi
intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent
seperti mengingat daftar, memori bentuk geometri, kecepatan
menemukan kata, menyelesaikan masalah, keceptan berespon, dan
perhatian yang cepat teralih (Azizah, 2011).
3) Kemampuan belajar (learning)
Lansia tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkan
wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience). Implikasi
praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia
baik bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah
memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang
sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang
dilayani (Azizah, 2011).
4) Kemampuan pemahaman
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
28
fungsi pendengaran lansia mengalami penurunan. Dalam memberikan
pelayanan terhadap lansia sebaiknya berkomunikasi dilakukan kontak
mata atau saling memandang. Dengan kontak mata lansia dapat
membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengaran
dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain.
Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa
aman dan diterima, sehingga lansia lebih tenang, senang dan merasa
dihormati (Azizah, 2011).
5) Pemecahan masalah
Pada lansia masalah-masalah yang dihadapi semakin banyak.
Banyak hal dengan mudah dapat dipecahkan pada zaman dahulu,
tetapi sekarang menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi
indra pada lansia. Hambatan yang lain berasal dari penurunan daya
ingat, pemahaman, dan lain-lain yang berakibat pemecahan masalah
menjadi lebih lama (Azizah, 2011).
6) Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau
seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, lansia membutuhkan
petugas atau pembimbing yang dengan sabar mengingatkan mereka.
Keputusan yang diambil tanpa membicarakan dengan mereka para
lansia, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat
memperburuk kondisinya. Dalam pengambilan keputusan sebaiknya
lansia tetap dalam posisi yang dihormati (Ebersole & Hess, 2001
dalam Azizah, 2011).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
29
7) Motivasi
Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif.
Motif kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan
informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif afektif lebih
menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk
mencapai tingkat emosional tertentu. Pada lansia, motivasi baik
kognitif maupun afektif untuk memperoleh sesuatu cukup besar,
namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan
kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal yang diinginkan
banyak terhenti ditengah jalan (Azizah, 2011).
4. Dimensia
a. Definisi Demensia
Demensia atau pikun secara harfiah berarti de (kehilangan), mensia
(jiwa). Demensia (pikun) adalah kemunduran koginitif yang sedemikian
beratnya sehingga menganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas
sosial (Untari, 2018). Menurut Maryam (2011), demensia merupakan
gangguan mental yang berlangsung progresif, lambat, dan serius yang
disebabkan oleh kerusakan organik jaringan otak. Proses degenerative
terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang
mengirim informasi ke korteks serebral.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
30
b. Penyebab Demensia
Menurut Nugroho (2012) penyebab dimensia dapat digolongkan
menjadi 3 golongan besar:
1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal, pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin
kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolism seperti yang ditemukan pada
penyakit Alzheimer dan demensia senilis.
2) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama golongan ini diantaranya:
a) Penyakit degenerasi spino-sereberal, yaitu penyakit yang
menyerang otak kecil dan tulang belakang yang menyebabkan
gangguan syaraf motorik. Penyakit ini disebabkan karena
keturunan dan mutasi gen.
b) Khorea Huntington, yaitu penyakit neurodegenerative yang
mempengaruhi koordinasi otot dan fungsi kognitif, disebabkan
karena keturunan dan mutasi gen yang terletak di kromosom
c) Penyakit jacob-creutzfeld, yaitu penyakit berupa penurunan fungsi
otak yang menyebabkan demensia dan paling parah menyebabkan
kematian. Penyakit ini disebabkan oleh penyakit yang dapat
menular dari manusia dan hewan yang dikenal sebagai
transmissible spongiform ensepalopathies.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
31
3) Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya:
a) Penyakit cerebro kardiofaskuler
b) Penyakit- penyakit metabolic
c) Gangguan nutrisi
d) Akibat intoksikasi menahun
e) Hidrosefalus
c. Tanda Gejala
Gejala klasik penyakit demensia adalah kehilangan memori (daya
ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau
menyebutkan kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara
menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan
kompor, menutup jendela atau menutup pintu, suasana hati dan
kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya ingat, dan
membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak
biasa (Nugroho, 2012).
Sedangkan menurut Maryam (2011), tanda dan gejala demensia
berupa meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-
hari, mengabaikan kebersihan diri, sering lupa akan kejadian- kejadian
yang dialami, tidak mengenal demensia waktu misalnya bangun dan
berpakaian pada malam hari, tidak dapat mengenal ruang atau tempat,
sifat berubah menjadi keras kepala, depresi dan menangis tanpa alasan.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
32
d. Kriteria Diagnosis Pikun
Menurut Yatim (2013), berikut adalah kriteria diagnosa pikun
(demensia), antara lain:
1) Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sampai
mengganggu pekerjaan dan lingkungannya.
2) Gangguan berpikir abstrak dan menganalisa masalah, serta memberi
pertimbangan, tidak mampu melakukan gerakan bertujuan, meskipun
tidak ada kelumpuhan (apraxia), sulit mengartikan rangsangan luar
(agnosia), seperti suara, sentuhan, sehingga penderita mengalami
kesulitan menunjukkan, mengenal objek dan memperkirakan objek
yang dilihat.
3) Kesadaran tetap baik.
e. Klasifikasi Pikun
Kebanyakan masyarakat pada umumnya kurang memahami
mengapa ada orang yang cepat menjadi pikun. Berikut penggolongan
pikun menurut Yatim (2013), yaitu:
1) Pikun yang hanya dengan gejala-gejala kelainan syaraf dan klinik,
antara lain penyakit alzheimer dan penyakit pick.
2) Pikun yang hanya dengan gejala-gejala kelainan syaraf, tanpa disertai
kelainan syaraf, antara lain penyakit huntington, penyakit schilder dan
penyakit lipofuscinosis.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
33
f. Dampak
Dampak dari fungsi kognitif tidak diperbaiki pada lansia dengan
demensia yaitu menyebabkan hilangnya kemampuan lansia untuk
mengatasi kehidupan sehari-hari (Hutapea, 2009). Demensia juga
berdampak pada pengiriman dan penerimaan pesan. Dampak pada
penerimaan pesan, antara lain: lansia mudah lupa terhadap pesan yang
baru saja diterimanya; kurang mampu membuat koordinasi dan
mengaitkan pesan dengan konteks yang menyertai; salah menangkap
pesan; sulit membuat kesimpulan. Dampak pada pengiriman pesan,
antara lain: lansia kurang mampu membuat pesan yang bersifat
kompleks; bingung pada saat mengirim pesan; sering terjadi gangguan
bicara; pesan yang disampaikan salah (Nugroho, 2012).
g. Penatalaksanaan
Terapi farmakologis yang disarankan untuk demensia ringan
sampai sedang yaitu inhibitor kolinesterase (donezepil, rivastigmin, dan
galantamin) yang memperlama waktu paruh asteilkolin yang efektif
(Corwin, 2009). Terapi farmakologis sebaiknya dengan pengawasan
dokter (Azizah, 2011). Farmakologis donezepil, rivastigmin, dan
galantamin perlu mendapat pengawasan dokter karena memiliki efek
samping yaitu menyebabkan kram otot, diare, mual, insomnia, rasa lelah,
dan sakit kepala. Terapi non-farmakologis yaitu dapat dilakukan dengan
latihan – latihan yang dapat menstimulasi otak, seperti terapi tawa, teka
teki silang; brain gym; puzzle; dan lain-lain (Santoso & Ismail, 2009).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
34
h. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi
Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
pikun diantaranya:
a. Usia
Banyak yang menyebutkan usia sangat berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang untuk mengingat. Seseorang yang lebih tua
cenderung memiliki kemampuan mengingat yang kurang
dibandingkan orang yang lebih muda. Semakin bertambahnya usia
maka sel-sel otak akan semakin kelelahan dalam menjalankan
fungsinya yang menyebabkan tidak bisa bekerja secara optimal seperti
saat masih muda. Semakin bertambahnya umur maka semakin tinggi
pula resiko kejadian demensia (Nugroho, 2012).
Semakin bertambahnya usia, maka semakin besar juga
kemungkinan seseorang untuk menderita demensia. Hal ini terjadi
karena adanya penurunan fungsi sistem kerja tubuh seiring dengan
bertambahnya usia (Hermiana, 2012). Menurut Larasati (2013),
seiring bertambahnya usia maka sel-sel dalam tubuh manusia juga
mengalami proses penuaan, dimana proses penuaan tersebut
mengurangi kemampuan memperbarui sel-sel itu sendiri yang juga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan kognitif
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Novandhori (2013)
menunjukkan dari pengukuran fungsi kognitif dan daya ingat pada
lansia didapatkan hasil lansia yang mengalami penurunan fungsi
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
35
kognitif dan daya ingat adalah 16% pada kelompok umur 65-69 tahun,
21% pada 70-74 tahun, 30% pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80
tahun keatas.
Hasil penelitian arhamah (2009) yang dilakukan pada 6434
responden yang berumur 65 tahun atau lebih yang menyatakan bahwa
bertambahnya umur merupakan faktor risiko mayor terjadinya
demensia. Hasil penelitian Rekawati (2012) yang menyatakan bahwa
lansia berumur 74-80 tahun mempunyai risiko terjadinya demensia
sebesar 3,369 kali lebih dibandingkan dengan lansia yang berumur 60-
74 tahun dan umur > 80 tahun mempunyai peluang 6,436 kali lebih,
untuk terjadinya demensia dibandingkan umur 76-80 tahun. Roan
(2009) juga menyatakan demensia dapat terjadi pada setiap umur,
tetapi lebih banyak pada lansia untuk rentang umur 65-74 tahun (5%)
dan 40% bagi yang berumur >85 tahun.
Data dari World Health Organization tahun 2012,
memperlihatkan demensia dialami oleh lansia yang berumur 60-74
tahun sebesar 5-8%, umur 75-85 tahun sebesar 15-20%. Menurut
Katzman (2013), prevalensi demensia meningkat 2 kali lipat setiap 5
tahun pada umur antara 65- 85 tahun. Sedangkan menurut Cummings
(2015), pada umur 60-64 tahun, prevalensinya 1% dan pada umur di
atas 85 tahun mencapai 30-40%.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
36
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin dianggap mempengaruhi memori seseorang
meskipun belum ada kepastian antara laki-laki dan perempuan.
Supardi (2012) mengatakan bahwa perempuan memiliki kemampuan
mengkorelasikan suatu informasi lebih baik dari pada laki-laki, namun
ketepatan dalam memanggil kembali jawaban itu masih kurang baik
dibandingkan laki-laki. Perempuan lebih beresiko mengalami
penurunan kognitif dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya
peranan level hormon seks estrogen dalam perubahan fungsi kognitif.
Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan
dalam fungsi belajar dan memori. Defisiensi estrogen akan
menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif. Penurunan fungsi
kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level
estradiol dalam tubuh. Estradiol adalah salah satu tipe hormone
estrogen, yang diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat
membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung
sel saraf dari toksisitas amyloid (Yaffe, 2007).
Jenis kelamin perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan oleh
karena perempuan memiliki usia harapan hidup yang lebih baik
(Hermiana, 2012). Selain itu Larasati (2013), juga mengemukakan
bahwa cara wanita menyelesaikan masalah dengan lebih emosional,
sensitif, tergantung, pasif, serta tingkatan stres yang lebih tinggi juga
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
37
mempengaruhi risiko demensia. Namun menurut Mangosidi et al,
(2013) menyatakan bahwa rata-rata sampel dengan jenis kelamin laki-
laki lebih banyak memiliki persentasi yang tidak normal dibandingkan
dengan sampel berjenis kelamin perempuan.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Rekawati dan
Japardi (2012) yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai risiko
terjadinya kepikunan sebesar 1,393 kali atau tiga kali lipat
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
usia harapan hidup perempuan lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki. Semakin tinggi usia harapan hidup perempuan maka semakin
lama kesempatan lansia perempuan untuk hidup, sehingga semakin
besar kemungkinan mengalami demensia
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah mempunyai resiko yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Lansia yang tidak pernah bersekolah kemungkinan untuk mengalami
demensia 2 kali lebih besar daripada responden yang berpendidikan
tinggi. Semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin tinggi
risiko terjadinya demensia. Orang yang berpendidikan lebih lanjut,
memiliki berat otak yang lebih dan mampu menghadapi perbaikan
kognitif serta neurodegenerative dibandingkan orang yang
berpendidikan rendah (Larasati, 2013).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
38
Hasil penelitian Rekawati (2012) yang menyatakan bahwa lansia
yang berpendidikan ≤ rendah mempunyai risiko terjadinya demensia
sebesar 2,025 kali lebih dibandingkan dengan usia lanjut yang
berpendidikan > tinggi. Hasil penelitian lain yang mendukung
dilakukan oleh Lindsay, Laurin, & Verreault (2012) yang dilakukan
pada 6434 responden yang berumur 65 tahun atau lebih tentang salah
satu faktor risiko pada demensia adalah lamanya pendidikan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Coffey (2009) menemukan bahwa
semakin banyak pendidikan yang dikenyam seseorang, maka semakin
kecil kemungkinan terjadinya demensia. Setiap tahun jenjang
pendidikan seseorang akan memperlambat penurunan daya ingat
hingga 2,5 bulan. Tetapi ketika penyakit demensia mulai menyerang,
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang yang berpendidikan
tinggi justru meningkat dengan cepat.
d. Pekerjaan
Pekerjaan juga menjadi faktor risiko pada demensia. Lansia
yang masih bekerja kemampuan kognitifnya akan lebih sering terasah
sehingga dapat mempengaruhi terjadinya demensia (Basuki et al,
2015). Menurut Larasati (2013), seseorang yang berperkerjaan
menggunakan pikiran dan tenaga lebih sedikit risiko terkena demensia
dari pada mereka yang bekerja hanya mengandalkan tenaga atau
pikiran saja, karena seringnya otak bekerja juga melatih untuk dapat
mengkompensasi neurodegenerative pada usia lanjut.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
39
e. Asupan gizi
Penelitian yang dilakukan oleh Bunga dalam Supardi (2012),
bahwa lansia yang mengonsumsi vitamin A, vitamin E, vitamin C, Fe,
dan Zn yang cukup dapat mengurangi resiko demensia pada lansia.
f. Konsumsi nikotin dan merokok
Menurut Supardi (2012) bahwa mereka yang merokok lebih dari
dua bungkus perhari pada usia setengah baya memiliki resiko 100%
lebih tinggi terkena demensia dibandingkan yang tidak merokok.
Merupakan faktor risiko dari penyakit stroke dan mendorong penyakit
untuk merusak saraf, sehingga secara tidak langsung merokok
merupakan faktor resiko untuk terkena demensia.
g. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah dihubungkan dengan penurunan
kognitif. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembentukan plak-
plak di pembuluh darah, yang nantinya dapat dihantarkan menuju ke
otak, sehingga otak mengalami gangguan fungsi normalnya dan juga
dapat berakibat terjadinya stroke. Hipertensi juga telah lama diketahui
sebagai penyebab penyakit serebrovaskular dan penyakit jantung
koroner serta dapat menyebabkan aterosklerosis yang parah dan
gangguan autoregulasi serebrovaskular, yang mana diperkirakan
adanya korelasi dengan penyebab demensia. Tekanan darah sistolik
yang tinggi dari usia pertengahan hingga usia lanjut sangat beresiko
terjadi demensia di usia lanjut nanti. (Larasati, 2013).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
40
h. Diabetes Mellitus
Hubungan antara diabetes dan demensia dapat dijelaskan
melalui kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan efek nonvascular
dari diabetes itu sendiri. Diabetes terkenal komplikasi dari mikro dan
makrovaskularnya, dan juga berhubungan kuat terhadap faktor risiko
dari penyakit jantung dan serebrovaskular. Lansia diabetes yang
mengkonsumsi obat anti-diabetes oral kemungkinan besar memiliki
risiko untuk mengalami demensia. Diabetes mellitus tipe 1 maupun
tipe 2 mempunyai hubungan terhadap penurunan kognitif. Pada tipe 1
tercermin dari ringan sampai sedang penurunan mental dan
berkurangnya fleksibilitas mental. Pada diabetes tipe 2 mempengaruhi
perubahan kognitif terutama pada pembelajaran dan memori,
fleksibilitas mental, dan kecepatan mental (Larasati, 2013).
i. Aktivitas fisik dan olahraga
Seseorang yang banyak beraktivitas fisik termasuk berolahraga
cenderung memiliki memori jangka pendek yang lebih tinggi daripada
yang jarang beraktivitas (Supardi, 2012). Misalnya kegiatan yang
harus melibatkan fungsi kognitif seperti bermain tenis, bersepeda,
berjalan kaki atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan
kegiatan yang menggunakan fungsi kognitif atau melatih kecerdasan
seperti membaca buku atau koran, menulis dan mengisi teka-teki
silang, permain kartu, dan partisi dalam kelompok.
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
41
Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan
faktor-faktor yang dapat menyebabkan demensia, misalnya
penyalahgunaan substansi yang dapat mengakibatkan demensia seperti
merokok dan konsumsi minuman beralkohol. Gaya hidup diet,
olahraga dan stres mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat
menjadi penyebab demensia (Hermiana, 2012).
j. Faktor sosial dan ekonomi
Tingkat ekonomi dapat dilihat dari pendapatan orang tua,
pekerjaan ayah dan kondisi sekolah. Hal itu dikaitkan dengan
kemampuan sebuah keluarga dalam memenuhi gizi maupun
pendidikan yang dianggap lebih baik pada orang berstatus sosial dan
ekonomi tinggi (Supardi, 2012).
k. Stroke
Responden stroke iskemik lebih mungkin untuk terkena
demensia daripada responden yang tidak ada riwayat stroke. Pada
responden rawat inap, stroke iskemik meningkatkan risiko demensia
setidaknya lima kali lipat. Ada beberapa mekanisme pokok. Pertama,
stroke dapat secara langsung atau penyebab utama dari demensia,
dimana hal tersebut diklasifikasikan secara umum sebagai demensia
multi-infark atau demensia vaskular. Kedua, adanya stroke mungkin
mempercepat serangan demensia atau penyakit Alzheimer. Ketiga,
stroke dan demensia dapat berbagai faktor lingkungan umum dan
biologis dasar (Larasati, 2013).
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
42
i. Alat Ukur
Ada tidaknya pikun pada lansia digunakan tes Mini Mental State
Examination (tes mini mental) yaitu untuk mendeteksi adanya tingkat
kerusakan intelektual. MMSE menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa.
Nilai paling tinggi adalah 30, dimana interpretasi hasil MMSE yaitu
(Saryono, 2010) :
1) Skor MMSE 27-30 = normal/tidak demensia
2) Skor MMSE 21-26 = demensia ringan
3) Skor MMSE 11-20 = demensia sedang
4) Skor MMSE 0-10 = demensia berat
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
43
B. Kerangka Teori
Kerangka teori atau kerangka pikir adalah kesimpulan dari Tinjauan
Pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau
berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (Suparyanto, 2009).
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Maryam (2011), Nugroho (2012), Supriadi (2012), Untari (2018)
Faktor yang mempengaruhi:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Hipertensi
f. Diabetes Mellitus
g. Asupan gizi
h. Konsumsi nikotin dan merokok
i. Aktivitas fisik dan olahraga
j. Faktor sosial dan ekonomi
k. Stroke
Lansia
Dimensia
Perubahan Psikomotor/
Fisik
Perubahan Kognitif lansia
a. Orientasi
b. Bahasa
c. Atensi
d. Memori
e. Fungsi konstruksi
f. Kalkulasi
g. Penalaran
Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
b. Terapi Non
Farmakologi (terapi
tawa, teka teki
silang; brain gym;
puzzle)
Perubahan Psikologis/
Afektif
Perubahan
Kognitif/Mental
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
44
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran
pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan
pustaka. Kerangka konsep menurut teori, dalil atau konsep-konsep yang akan
dijadikan dasar untuk melakukan penelitian (Saryono, 2011). Adapun kerangka
konsep yang peneliti buat adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Demensia Lansia
Faktor yang mempengaruhi:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Hipertensi
f. Diabetes Mellitus
g. Asupan gizi
h. Konsumsi nikotin dan merokok
i. Aktivitas fisik dan olahraga
j. Faktor sosial dan ekonomi
k. Stroke
Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019