BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Lansiarepository.ump.ac.id/9650/3/Wahyono BAB II.pdf ·...

35
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Lansia a. Definisi Lanjut usia (lansia) adalah orang yang sistem-sistem biologisnya mengalami perubahan-perubahan struktur dan fungsi dikarenakan usianya yang sudah lanjut (Tamher & Noorkasiani, 2009). World Health Organization (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60-70 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2012). b. Batasan Lanjut Usia World Health Organization (WHO) membagi lansia menjadi 4 sebagai berikut (Bandiyah, 2009): 1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2) Lanjut usia (elderly) yaitu antara 60 sampai 74 tahun. 3) Lanjut usia tua (old) yaitu 75 sampai 90 tahun. 4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. c. Tipe Lansia Tipe lansia dibagi menjadi 5 tipe yaitu tipe arif bijaksana, tipe mandiri, tipe tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung. Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Lansiarepository.ump.ac.id/9650/3/Wahyono BAB II.pdf ·...

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Lansia

a. Definisi

Lanjut usia (lansia) adalah orang yang sistem-sistem biologisnya

mengalami perubahan-perubahan struktur dan fungsi dikarenakan

usianya yang sudah lanjut (Tamher & Noorkasiani, 2009). World Health

Organization (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu usia

pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah

60-70 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun dan usia sangat tua

(very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2012).

b. Batasan Lanjut Usia

World Health Organization (WHO) membagi lansia menjadi 4

sebagai berikut (Bandiyah, 2009):

1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

2) Lanjut usia (elderly) yaitu antara 60 sampai 74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) yaitu 75 sampai 90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

c. Tipe Lansia

Tipe lansia dibagi menjadi 5 tipe yaitu tipe arif bijaksana, tipe

mandiri, tipe tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

11

1) Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan, dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,

selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan

memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sadar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung yaitu kaget, kehilangan, keperibadian, mengasingkan

diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Nugroho, 2012)

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe

dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan

serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan

sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri) (Maryam, 2011).

d. Teori-teori Proses Penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu

teori biologi, teori psikologis dan teori sosial (Maryam, 2011), yaitu:

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

12

1) Teori Biologi

Sel dalam tubuh akan mengalami kemunduran. Teori biologi

mencakup teori genetik/mutasi, imunology slow theory, teori stres,

teori radikal bebas dan teori rantai silang.

2) Teori Psikologi

Proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan

penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat

dihubungkan dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang

efektif. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi,

kemampuan kognitif, memori dan belajar pada lanjut usia

menyebabkan mereka sulit dipahami dalam berinteraksi (Nugroho,

2012).

Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan

keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian

individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi

karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif

dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah

terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.

Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi,

kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut. Persepsi

merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya

penurunan fungsi sensorik, maka akan terjadi penurunan kemampuan

untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

13

terkadang akan muncul aksi yang berbeda dari stimulus yang ada

(Maryam, 2011).

3) Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan

yaitu proses interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori

kesinambungan, teori perkembangan dan teori stratifikasi usia

(Maryam, 2011).

a) Teori Interaksi Sosial

Teori ini menjelaskan mengapa usia lanjut bertindak kepada

suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai

masyarakat. Kemampuan usia lanjut untuk terus menjalin interaksi

sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya

berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pada usia lansia kekuasaan

dan prestisinya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial

mereka juga berkurang yang tersisa adalah harga diri (Maryam,

2011).

b) Teori Penarikan Diri

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan

dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu

lainnya. Bertambahnya usia lanjut, ditambah dengan adanya

kemiskinan, usia lanjut secara berangsur-angsur mulai melepaskan

diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan

sekitarnya. Hal ini menyebabkan interaksi sosial usia lanjut

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

14

menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering

usia lanjut mengalami kehilangan peran, hambatan kontak sosial

dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2012).

c) Teori Aktivitas

Teori aktivitas tidak menyetujui teori disengagement dan

menegaskan bahwa kelanjutan dewasa tengah penting untuk

keberhasilan penuaan. Usia lanjut yang sukses adalah lansia yang

aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Usia lanjut akan

merasa puas bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan

aktivitas tersebut selama mungkin (Nugroho, 2012).

d) Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam

siklus kehidupan usia lanjut. Pengalaman hidup seseorang pada

suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat menjadi usia

lanjut. Pada teori kesinambungan ini pergerakan dan proses banyak

arah, bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap

status kehidupannya. Pokok-pokok pada teori kesinambungan ini

adalah sebagai berikut:

(1) Usia lanjut disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif

dalam proses penuaan

(2) Peran usia lanjut yang hilang tidak perlu diganti

(3) Usia lanjut berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara

untuk beradaptasi (Maryam, 2011).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

15

e. Perubahan-Perubahan pada lansia

Menua merupakan suatu proses alami yang dialami oleh semua

makhluk. Menurut Maryam (2011), perubahan-perubahan fisik yang

terjadi pada lanjut usia yaitu:

1) Penurunan kondisi fisik

a) Sel

Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, cairan tubuh

menurun, dan cairan intra seluler menurun.

b) Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah

menurun (menurunya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh

darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah

perifer sehingga tekanan darah meningkat.

c) Respirasi

Otot-otot pernapasan kekakuannya menurun dan menjadi kaku,

elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga

menarik nafas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,

kemampuan batuk menurun serta terjadi penyempitan pada

bronkus.

d) Persarafan

Saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya menurun serta

lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang

berhubungan dengan stres. Berkurangnya atau hilangnya lapisan

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

16

mielin akson, sehingga menyebabkan menyebabkan berkurangnya

respon motorik dan refleks.

e) Muskuloskeletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),

bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi

otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sclerosis.

f) Penglihatan

Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,

akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.

2) Perubahan Mental/Kognitif

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu

perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat

pendidikan, keturunan dan lingkungan. Semua organ pada proses

menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiolgi, begitu juga

otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron diotak secara

progresif mengalami penurunan. Kehilangan fungsi ini akibat

menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan

metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang diketahui

tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut

usia. Perubahan kognitif yang dialami lanjut usia adalah demensia dan

delirium (Nugroho, 2012).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

17

3) Perubahan Psikologis

Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, takut

kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan

keinginan, depresi dan kecemasan. Dalam psikologi perkembangan,

lansia dan perubahan yang dialami akibat proses penuaan

digambarkan oleh hal-hal berikut. Masalah – masalah umum yang

sering dialami oleh lansia (Nugroho, 2012):

a) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung

pada orang lain.

b) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk

lansia dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang

berat dengan kegiatan yang cocok.

c) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus

direncanakan untuk orang dewasa

2. Keperawatan Gerontik

a. Definisi Keperawatan Gerontik

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional

yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat

konprehensif terdiri dari bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang

holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada

tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38

tahun 2014). Pengertian lain dari keperawatan gerontik adalah praktek

keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Kozier,

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

18

2010). Sedangkan menurut Lueckerotte (2009) keperawatan gerontik

adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang

berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan,

implementasi serta evaluasi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

keperawatan gerontik adalah suatu bentuk praktek keperawatan

profesional yang ditujukan pada lansia baik sehat maupun sakit yang

bersifat komprehensif terdiri dari bio-psiko-sosial dan spiritual dengan

pendekatan proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosis

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

b. Fokus Keperawatan Gerontik

1) Peningkatan kesehatan (health promotion)

Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan

mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang sehat.

Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi

seimbang pada lansia, perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat

olah raga.

2) Pencegahan penyakit (preventif)

Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan

dengan melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi

sedini mungkin terjadinya penyakit, contohnya adalah pemeriksaan

tekanan darah, gula darah, kolesterol secara berkala, menjaga pola

makan, contohnya makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

19

porsi makanan tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat (nasi,

jagung, ubi) dan mengatur aktifitas dan istirahat, misalnya tidur

selama 6-8 jam/24 jam.

3) Mengoptimalkan fungsi mental.

Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah

agama, sholat berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak) (GLO) dan

melakukan terapi aktivitas kelompok, misalnya mendengarkan musik

bersama lansia lain dan menebak judul lagunya.

4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan pada

penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko

tinggi terhadap penyakit, misalnya pada saat kegiatan Posyandu

Lansia

c. Peran dan Fungsi Perawat Gerontik

Menurut Eliopoulus (2015), peran dan fungsi perawat gerontik adalah:

1) Guide Persons of all ages toward a healthy aging process

(membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang

sehat).

2) Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua).

3) Respect the tight of older adults and ensure other do the same

(menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan

yang lain melakukan hal yang sama).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

20

4) Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan

mendorong kualitas pelayanan).

5) Notice and reduce risks to health and well being (memperhatikan serta

mengurangi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).

6) Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi

pelayanan kesehatan).

7) Open channels for continued growth (membuka kesempatan lansia

supaya mampu berkembang sesuai kapasitasnya).

8) Listern and support (mendengarkan semua keluhan lansia dan

memberi dukungan).

9) Offer optimism, encourgement and hope (memberikan semangat,

dukungan dan harapan pada lansia).

10) Generate, support, use and participate in research (menerapkan

hasil penelitian, dan mengembangkan layanan keperawatan melalui

kegiatan penelitian).

11) Implement restorative and rehabilititative measures (melakukan

upaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan).

12) Coordinate and managed care (melakukan koordinasi dan

manajemen keperawatan).

13) Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized,

holistic maner (melakukan pengkajian, merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan perawatan

secara menyeluruh).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

21

14) Link services with needs (memmberikan pelayanan sesuai dengan

kebutuhan).

15) Nurture future gerontological nurses for advancement of the

speciality (membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi

ahli dibidangnya).

16) Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of

each other (saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi,

sosial dan spritual).

17) Recognize and encourge the appropriate management of ethical

concern (mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai

dengan tempat bekerja).

18) Support and comfort through the dying process (memberikan

dukungan dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian).

19) Educate to promote self care and optimal independence

(mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan

kebebasan yang optimal)

3. Fungsi Kognitif

a. Definisi Fungsi Kognitif

Proses menua merupakan penyebab terjadinya gangguan fungsi

kognitif. Fungsi kognitif tersebut merupakan proses mental dalam

memperoleh pengetahuan atau kemampuan kecerdasan, yang meliputi

cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan, dan pelaksanaan

(Santoso & Ismail, 2009). Gangguan fungsi kognitif berhubungan dengan

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

22

fungsi otak, karena kemampuan lansia untuk berpikir akan dipengerahui

oleh keadaan otak (Copel, 2007).

Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang

meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori.

Sebanyak 75 % dari bagian otak besar merupakan area kognitif.

Kemampuan kognitif seseorang berbeda dengan orang lain, dari hasil

penelitian diketahui bahwa kemunduran sub sistem yang membangun

proses memori dan belajar, mengalami tingkat kemunduran yang tidak

sama. Memori merupakan proses yang rumit karena menghubungkan

masa lalu dengan masa sekarang (Lumbantobing, 2010)

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada

lansia yaitu proses penuaan pada otak dan pertambahan usia. Proses

penuaan pada otak yaitu terdapat perubahan pada otak yang berhubungan

dengan usia. Setiap tahun ditemukan terjadinya pengurangan volume

pada masing-masing area seperti lobus frontalis (0,55%), dan lobus

temporal (0,28%). Pengurangan volume otak juga akan disertai dengan

penurunan kognitif (Uinarni, 2007).

Sebagian besar bagian otak termasuk lobus frontal mempunyai

peranan penting dalam penyimpanan ingatan di otak (Lucas, 2008).

Faktor pertambahan usia yaitu bertambahnya usia seseorang maka akan

semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh

yang cenderung mengarah pada penurunan fungsi. Pada fungsi kognitif

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

23

terjadi penurunan kemampuan fungsi intelektual, berkurangnya

kemampuan transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi

menjadi lambat, banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya

kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi

dari memori (Pranarka, 2006).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah

faktor sosiodemografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan tinggal

sendiri. Aktifitas fisik termasuk mobilitas diidentifikasi merupakan salah

satu faktor yang diduga ada hubungannya dengan fungsi kognitif.

Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan

melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan

dalam jumlah skor fungsi kognitifnya (Yaffe, 2007).

Seseuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monginsidi

(2013) disebutkan bahwa lebih banyak terdapat penurunan fungsi

kognitif pada lansia dengan umur yang lebih tua. Profil fungsi kognitif

berdasarkan riwayat pendidikan menunjukkan bahwa sampel dengan

pendidikan kurang dari Sembilan tahun sebagian besar mengalami

penurunan fungsi kognitif.

Penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan fungsi kognitif pada

lansia yaitu penyakit serebrovaskuler, tumor otak, trauma, dan infeksi

pada otak (Turana, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Maryati

(2013) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkasn

fungsi kognitif pada lansia selain melakukan aktivitas fisik yaitu

melakujkan hobbi atau kegemaran.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

24

c. Aspek-Aspek Kognitif

Aspek-aspek kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi yaitu

orientasi, bahasa, atensi (perhatian), memori, fungsi konstruksi, kalkulasi

dan penalaran (Zulsita, 2011), dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.

Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya

sendiri ketika ditanya). Kegagalan dalam menyebutkan namanya

sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi, gangguan

pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi tempat

dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi

dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan

tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih

sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling

sensitif untuk disorientasi.

2) Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter,

yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.

a) Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat

dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang

dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta

pasien menulis atau berbicara secara spontan.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

25

b) Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang

untuk melakukan perintah tersebut.

c) Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau

kalimat yang diucapkan seseorang.

d) Naming

Kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-

bagiannya.

3) Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus

spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar

lingkungannya.

a) Mengingat segera yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk

mengeluarkannya kembali

b) Konsentrasi yaitu kemampuan seseorang untuk memusatkan

perhatiannnya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan

meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-

turut dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja

kata secara terbalik.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

26

4) Memori

a) Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi yang diperolehnya.

b) Memori baru, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau

hari yang lalu.

c) Memori lama, yaitu kemampuan untuk mengingat informasi yang

diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.

d) Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi berupa gambar.

5) Fungsi konstruksi

Kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna. Fungsi

ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin

gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali suatu

bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

6) Kalkulasi yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.

7) Penalaran yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik

buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak

d. Perubahan Fungsi Kognitif

Perubahan fungsi kognitif pada lansia, antara lain:

1) Memori (daya ingat atau ingatan)

Pada lanjut usia daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif

yang paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

27

kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek

seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam

mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu

menarik perhatiannya, dan informasi baru seperti TV dan film

(Azizah, 2011)

2) IQ (Intellegent Quocient)

IQ merupakan suatu skor pada suatu tes yang bertujuan untuk

mengukur kemampuan verbal dan kuantitatif (Semiun, 2006). Fungsi

intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent

seperti mengingat daftar, memori bentuk geometri, kecepatan

menemukan kata, menyelesaikan masalah, keceptan berespon, dan

perhatian yang cepat teralih (Azizah, 2011).

3) Kemampuan belajar (learning)

Lansia tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkan

wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience). Implikasi

praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia

baik bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah

memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang

sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang

dilayani (Azizah, 2011).

4) Kemampuan pemahaman

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada

lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

28

fungsi pendengaran lansia mengalami penurunan. Dalam memberikan

pelayanan terhadap lansia sebaiknya berkomunikasi dilakukan kontak

mata atau saling memandang. Dengan kontak mata lansia dapat

membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengaran

dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain.

Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa

aman dan diterima, sehingga lansia lebih tenang, senang dan merasa

dihormati (Azizah, 2011).

5) Pemecahan masalah

Pada lansia masalah-masalah yang dihadapi semakin banyak.

Banyak hal dengan mudah dapat dipecahkan pada zaman dahulu,

tetapi sekarang menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi

indra pada lansia. Hambatan yang lain berasal dari penurunan daya

ingat, pemahaman, dan lain-lain yang berakibat pemecahan masalah

menjadi lebih lama (Azizah, 2011).

6) Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau

seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, lansia membutuhkan

petugas atau pembimbing yang dengan sabar mengingatkan mereka.

Keputusan yang diambil tanpa membicarakan dengan mereka para

lansia, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat

memperburuk kondisinya. Dalam pengambilan keputusan sebaiknya

lansia tetap dalam posisi yang dihormati (Ebersole & Hess, 2001

dalam Azizah, 2011).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

29

7) Motivasi

Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif.

Motif kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan

informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif afektif lebih

menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk

mencapai tingkat emosional tertentu. Pada lansia, motivasi baik

kognitif maupun afektif untuk memperoleh sesuatu cukup besar,

namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan

kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal yang diinginkan

banyak terhenti ditengah jalan (Azizah, 2011).

4. Dimensia

a. Definisi Demensia

Demensia atau pikun secara harfiah berarti de (kehilangan), mensia

(jiwa). Demensia (pikun) adalah kemunduran koginitif yang sedemikian

beratnya sehingga menganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas

sosial (Untari, 2018). Menurut Maryam (2011), demensia merupakan

gangguan mental yang berlangsung progresif, lambat, dan serius yang

disebabkan oleh kerusakan organik jaringan otak. Proses degenerative

terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang

mengirim informasi ke korteks serebral.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

30

b. Penyebab Demensia

Menurut Nugroho (2012) penyebab dimensia dapat digolongkan

menjadi 3 golongan besar:

1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak

dikenal, pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin

kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada

sistem enzim, atau pada metabolism seperti yang ditemukan pada

penyakit Alzheimer dan demensia senilis.

2) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

diobati, penyebab utama golongan ini diantaranya:

a) Penyakit degenerasi spino-sereberal, yaitu penyakit yang

menyerang otak kecil dan tulang belakang yang menyebabkan

gangguan syaraf motorik. Penyakit ini disebabkan karena

keturunan dan mutasi gen.

b) Khorea Huntington, yaitu penyakit neurodegenerative yang

mempengaruhi koordinasi otot dan fungsi kognitif, disebabkan

karena keturunan dan mutasi gen yang terletak di kromosom

c) Penyakit jacob-creutzfeld, yaitu penyakit berupa penurunan fungsi

otak yang menyebabkan demensia dan paling parah menyebabkan

kematian. Penyakit ini disebabkan oleh penyakit yang dapat

menular dari manusia dan hewan yang dikenal sebagai

transmissible spongiform ensepalopathies.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

31

3) Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam

golongan ini diantaranya:

a) Penyakit cerebro kardiofaskuler

b) Penyakit- penyakit metabolic

c) Gangguan nutrisi

d) Akibat intoksikasi menahun

e) Hidrosefalus

c. Tanda Gejala

Gejala klasik penyakit demensia adalah kehilangan memori (daya

ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau

menyebutkan kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara

menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan

kompor, menutup jendela atau menutup pintu, suasana hati dan

kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya ingat, dan

membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak

biasa (Nugroho, 2012).

Sedangkan menurut Maryam (2011), tanda dan gejala demensia

berupa meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-

hari, mengabaikan kebersihan diri, sering lupa akan kejadian- kejadian

yang dialami, tidak mengenal demensia waktu misalnya bangun dan

berpakaian pada malam hari, tidak dapat mengenal ruang atau tempat,

sifat berubah menjadi keras kepala, depresi dan menangis tanpa alasan.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

32

d. Kriteria Diagnosis Pikun

Menurut Yatim (2013), berikut adalah kriteria diagnosa pikun

(demensia), antara lain:

1) Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sampai

mengganggu pekerjaan dan lingkungannya.

2) Gangguan berpikir abstrak dan menganalisa masalah, serta memberi

pertimbangan, tidak mampu melakukan gerakan bertujuan, meskipun

tidak ada kelumpuhan (apraxia), sulit mengartikan rangsangan luar

(agnosia), seperti suara, sentuhan, sehingga penderita mengalami

kesulitan menunjukkan, mengenal objek dan memperkirakan objek

yang dilihat.

3) Kesadaran tetap baik.

e. Klasifikasi Pikun

Kebanyakan masyarakat pada umumnya kurang memahami

mengapa ada orang yang cepat menjadi pikun. Berikut penggolongan

pikun menurut Yatim (2013), yaitu:

1) Pikun yang hanya dengan gejala-gejala kelainan syaraf dan klinik,

antara lain penyakit alzheimer dan penyakit pick.

2) Pikun yang hanya dengan gejala-gejala kelainan syaraf, tanpa disertai

kelainan syaraf, antara lain penyakit huntington, penyakit schilder dan

penyakit lipofuscinosis.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

33

f. Dampak

Dampak dari fungsi kognitif tidak diperbaiki pada lansia dengan

demensia yaitu menyebabkan hilangnya kemampuan lansia untuk

mengatasi kehidupan sehari-hari (Hutapea, 2009). Demensia juga

berdampak pada pengiriman dan penerimaan pesan. Dampak pada

penerimaan pesan, antara lain: lansia mudah lupa terhadap pesan yang

baru saja diterimanya; kurang mampu membuat koordinasi dan

mengaitkan pesan dengan konteks yang menyertai; salah menangkap

pesan; sulit membuat kesimpulan. Dampak pada pengiriman pesan,

antara lain: lansia kurang mampu membuat pesan yang bersifat

kompleks; bingung pada saat mengirim pesan; sering terjadi gangguan

bicara; pesan yang disampaikan salah (Nugroho, 2012).

g. Penatalaksanaan

Terapi farmakologis yang disarankan untuk demensia ringan

sampai sedang yaitu inhibitor kolinesterase (donezepil, rivastigmin, dan

galantamin) yang memperlama waktu paruh asteilkolin yang efektif

(Corwin, 2009). Terapi farmakologis sebaiknya dengan pengawasan

dokter (Azizah, 2011). Farmakologis donezepil, rivastigmin, dan

galantamin perlu mendapat pengawasan dokter karena memiliki efek

samping yaitu menyebabkan kram otot, diare, mual, insomnia, rasa lelah,

dan sakit kepala. Terapi non-farmakologis yaitu dapat dilakukan dengan

latihan – latihan yang dapat menstimulasi otak, seperti terapi tawa, teka

teki silang; brain gym; puzzle; dan lain-lain (Santoso & Ismail, 2009).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

34

h. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi

Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kejadian

pikun diantaranya:

a. Usia

Banyak yang menyebutkan usia sangat berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang untuk mengingat. Seseorang yang lebih tua

cenderung memiliki kemampuan mengingat yang kurang

dibandingkan orang yang lebih muda. Semakin bertambahnya usia

maka sel-sel otak akan semakin kelelahan dalam menjalankan

fungsinya yang menyebabkan tidak bisa bekerja secara optimal seperti

saat masih muda. Semakin bertambahnya umur maka semakin tinggi

pula resiko kejadian demensia (Nugroho, 2012).

Semakin bertambahnya usia, maka semakin besar juga

kemungkinan seseorang untuk menderita demensia. Hal ini terjadi

karena adanya penurunan fungsi sistem kerja tubuh seiring dengan

bertambahnya usia (Hermiana, 2012). Menurut Larasati (2013),

seiring bertambahnya usia maka sel-sel dalam tubuh manusia juga

mengalami proses penuaan, dimana proses penuaan tersebut

mengurangi kemampuan memperbarui sel-sel itu sendiri yang juga

dapat menyebabkan terjadinya gangguan kognitif

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Novandhori (2013)

menunjukkan dari pengukuran fungsi kognitif dan daya ingat pada

lansia didapatkan hasil lansia yang mengalami penurunan fungsi

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

35

kognitif dan daya ingat adalah 16% pada kelompok umur 65-69 tahun,

21% pada 70-74 tahun, 30% pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80

tahun keatas.

Hasil penelitian arhamah (2009) yang dilakukan pada 6434

responden yang berumur 65 tahun atau lebih yang menyatakan bahwa

bertambahnya umur merupakan faktor risiko mayor terjadinya

demensia. Hasil penelitian Rekawati (2012) yang menyatakan bahwa

lansia berumur 74-80 tahun mempunyai risiko terjadinya demensia

sebesar 3,369 kali lebih dibandingkan dengan lansia yang berumur 60-

74 tahun dan umur > 80 tahun mempunyai peluang 6,436 kali lebih,

untuk terjadinya demensia dibandingkan umur 76-80 tahun. Roan

(2009) juga menyatakan demensia dapat terjadi pada setiap umur,

tetapi lebih banyak pada lansia untuk rentang umur 65-74 tahun (5%)

dan 40% bagi yang berumur >85 tahun.

Data dari World Health Organization tahun 2012,

memperlihatkan demensia dialami oleh lansia yang berumur 60-74

tahun sebesar 5-8%, umur 75-85 tahun sebesar 15-20%. Menurut

Katzman (2013), prevalensi demensia meningkat 2 kali lipat setiap 5

tahun pada umur antara 65- 85 tahun. Sedangkan menurut Cummings

(2015), pada umur 60-64 tahun, prevalensinya 1% dan pada umur di

atas 85 tahun mencapai 30-40%.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

36

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin dianggap mempengaruhi memori seseorang

meskipun belum ada kepastian antara laki-laki dan perempuan.

Supardi (2012) mengatakan bahwa perempuan memiliki kemampuan

mengkorelasikan suatu informasi lebih baik dari pada laki-laki, namun

ketepatan dalam memanggil kembali jawaban itu masih kurang baik

dibandingkan laki-laki. Perempuan lebih beresiko mengalami

penurunan kognitif dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya

peranan level hormon seks estrogen dalam perubahan fungsi kognitif.

Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan

dalam fungsi belajar dan memori. Defisiensi estrogen akan

menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif. Penurunan fungsi

kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level

estradiol dalam tubuh. Estradiol adalah salah satu tipe hormone

estrogen, yang diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat

membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung

sel saraf dari toksisitas amyloid (Yaffe, 2007).

Jenis kelamin perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi

dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan oleh

karena perempuan memiliki usia harapan hidup yang lebih baik

(Hermiana, 2012). Selain itu Larasati (2013), juga mengemukakan

bahwa cara wanita menyelesaikan masalah dengan lebih emosional,

sensitif, tergantung, pasif, serta tingkatan stres yang lebih tinggi juga

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

37

mempengaruhi risiko demensia. Namun menurut Mangosidi et al,

(2013) menyatakan bahwa rata-rata sampel dengan jenis kelamin laki-

laki lebih banyak memiliki persentasi yang tidak normal dibandingkan

dengan sampel berjenis kelamin perempuan.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Rekawati dan

Japardi (2012) yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai risiko

terjadinya kepikunan sebesar 1,393 kali atau tiga kali lipat

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena

usia harapan hidup perempuan lebih lama dibandingkan dengan laki-

laki. Semakin tinggi usia harapan hidup perempuan maka semakin

lama kesempatan lansia perempuan untuk hidup, sehingga semakin

besar kemungkinan mengalami demensia

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah mempunyai resiko yang lebih

tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Lansia yang tidak pernah bersekolah kemungkinan untuk mengalami

demensia 2 kali lebih besar daripada responden yang berpendidikan

tinggi. Semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin tinggi

risiko terjadinya demensia. Orang yang berpendidikan lebih lanjut,

memiliki berat otak yang lebih dan mampu menghadapi perbaikan

kognitif serta neurodegenerative dibandingkan orang yang

berpendidikan rendah (Larasati, 2013).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

38

Hasil penelitian Rekawati (2012) yang menyatakan bahwa lansia

yang berpendidikan ≤ rendah mempunyai risiko terjadinya demensia

sebesar 2,025 kali lebih dibandingkan dengan usia lanjut yang

berpendidikan > tinggi. Hasil penelitian lain yang mendukung

dilakukan oleh Lindsay, Laurin, & Verreault (2012) yang dilakukan

pada 6434 responden yang berumur 65 tahun atau lebih tentang salah

satu faktor risiko pada demensia adalah lamanya pendidikan. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Coffey (2009) menemukan bahwa

semakin banyak pendidikan yang dikenyam seseorang, maka semakin

kecil kemungkinan terjadinya demensia. Setiap tahun jenjang

pendidikan seseorang akan memperlambat penurunan daya ingat

hingga 2,5 bulan. Tetapi ketika penyakit demensia mulai menyerang,

penurunan daya ingat yang dialami oleh orang yang berpendidikan

tinggi justru meningkat dengan cepat.

d. Pekerjaan

Pekerjaan juga menjadi faktor risiko pada demensia. Lansia

yang masih bekerja kemampuan kognitifnya akan lebih sering terasah

sehingga dapat mempengaruhi terjadinya demensia (Basuki et al,

2015). Menurut Larasati (2013), seseorang yang berperkerjaan

menggunakan pikiran dan tenaga lebih sedikit risiko terkena demensia

dari pada mereka yang bekerja hanya mengandalkan tenaga atau

pikiran saja, karena seringnya otak bekerja juga melatih untuk dapat

mengkompensasi neurodegenerative pada usia lanjut.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

39

e. Asupan gizi

Penelitian yang dilakukan oleh Bunga dalam Supardi (2012),

bahwa lansia yang mengonsumsi vitamin A, vitamin E, vitamin C, Fe,

dan Zn yang cukup dapat mengurangi resiko demensia pada lansia.

f. Konsumsi nikotin dan merokok

Menurut Supardi (2012) bahwa mereka yang merokok lebih dari

dua bungkus perhari pada usia setengah baya memiliki resiko 100%

lebih tinggi terkena demensia dibandingkan yang tidak merokok.

Merupakan faktor risiko dari penyakit stroke dan mendorong penyakit

untuk merusak saraf, sehingga secara tidak langsung merokok

merupakan faktor resiko untuk terkena demensia.

g. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah dihubungkan dengan penurunan

kognitif. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembentukan plak-

plak di pembuluh darah, yang nantinya dapat dihantarkan menuju ke

otak, sehingga otak mengalami gangguan fungsi normalnya dan juga

dapat berakibat terjadinya stroke. Hipertensi juga telah lama diketahui

sebagai penyebab penyakit serebrovaskular dan penyakit jantung

koroner serta dapat menyebabkan aterosklerosis yang parah dan

gangguan autoregulasi serebrovaskular, yang mana diperkirakan

adanya korelasi dengan penyebab demensia. Tekanan darah sistolik

yang tinggi dari usia pertengahan hingga usia lanjut sangat beresiko

terjadi demensia di usia lanjut nanti. (Larasati, 2013).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

40

h. Diabetes Mellitus

Hubungan antara diabetes dan demensia dapat dijelaskan

melalui kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan efek nonvascular

dari diabetes itu sendiri. Diabetes terkenal komplikasi dari mikro dan

makrovaskularnya, dan juga berhubungan kuat terhadap faktor risiko

dari penyakit jantung dan serebrovaskular. Lansia diabetes yang

mengkonsumsi obat anti-diabetes oral kemungkinan besar memiliki

risiko untuk mengalami demensia. Diabetes mellitus tipe 1 maupun

tipe 2 mempunyai hubungan terhadap penurunan kognitif. Pada tipe 1

tercermin dari ringan sampai sedang penurunan mental dan

berkurangnya fleksibilitas mental. Pada diabetes tipe 2 mempengaruhi

perubahan kognitif terutama pada pembelajaran dan memori,

fleksibilitas mental, dan kecepatan mental (Larasati, 2013).

i. Aktivitas fisik dan olahraga

Seseorang yang banyak beraktivitas fisik termasuk berolahraga

cenderung memiliki memori jangka pendek yang lebih tinggi daripada

yang jarang beraktivitas (Supardi, 2012). Misalnya kegiatan yang

harus melibatkan fungsi kognitif seperti bermain tenis, bersepeda,

berjalan kaki atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan

kegiatan yang menggunakan fungsi kognitif atau melatih kecerdasan

seperti membaca buku atau koran, menulis dan mengisi teka-teki

silang, permain kartu, dan partisi dalam kelompok.

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

41

Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan

faktor-faktor yang dapat menyebabkan demensia, misalnya

penyalahgunaan substansi yang dapat mengakibatkan demensia seperti

merokok dan konsumsi minuman beralkohol. Gaya hidup diet,

olahraga dan stres mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat

menjadi penyebab demensia (Hermiana, 2012).

j. Faktor sosial dan ekonomi

Tingkat ekonomi dapat dilihat dari pendapatan orang tua,

pekerjaan ayah dan kondisi sekolah. Hal itu dikaitkan dengan

kemampuan sebuah keluarga dalam memenuhi gizi maupun

pendidikan yang dianggap lebih baik pada orang berstatus sosial dan

ekonomi tinggi (Supardi, 2012).

k. Stroke

Responden stroke iskemik lebih mungkin untuk terkena

demensia daripada responden yang tidak ada riwayat stroke. Pada

responden rawat inap, stroke iskemik meningkatkan risiko demensia

setidaknya lima kali lipat. Ada beberapa mekanisme pokok. Pertama,

stroke dapat secara langsung atau penyebab utama dari demensia,

dimana hal tersebut diklasifikasikan secara umum sebagai demensia

multi-infark atau demensia vaskular. Kedua, adanya stroke mungkin

mempercepat serangan demensia atau penyakit Alzheimer. Ketiga,

stroke dan demensia dapat berbagai faktor lingkungan umum dan

biologis dasar (Larasati, 2013).

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

42

i. Alat Ukur

Ada tidaknya pikun pada lansia digunakan tes Mini Mental State

Examination (tes mini mental) yaitu untuk mendeteksi adanya tingkat

kerusakan intelektual. MMSE menguji aspek kognitif dari fungsi mental:

orientasi, registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa.

Nilai paling tinggi adalah 30, dimana interpretasi hasil MMSE yaitu

(Saryono, 2010) :

1) Skor MMSE 27-30 = normal/tidak demensia

2) Skor MMSE 21-26 = demensia ringan

3) Skor MMSE 11-20 = demensia sedang

4) Skor MMSE 0-10 = demensia berat

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

43

B. Kerangka Teori

Kerangka teori atau kerangka pikir adalah kesimpulan dari Tinjauan

Pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau

berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (Suparyanto, 2009).

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Maryam (2011), Nugroho (2012), Supriadi (2012), Untari (2018)

Faktor yang mempengaruhi:

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Pendidikan

d. Pekerjaan

e. Hipertensi

f. Diabetes Mellitus

g. Asupan gizi

h. Konsumsi nikotin dan merokok

i. Aktivitas fisik dan olahraga

j. Faktor sosial dan ekonomi

k. Stroke

Lansia

Dimensia

Perubahan Psikomotor/

Fisik

Perubahan Kognitif lansia

a. Orientasi

b. Bahasa

c. Atensi

d. Memori

e. Fungsi konstruksi

f. Kalkulasi

g. Penalaran

Penatalaksanaan

a. Terapi Farmakologi

b. Terapi Non

Farmakologi (terapi

tawa, teka teki

silang; brain gym;

puzzle)

Perubahan Psikologis/

Afektif

Perubahan

Kognitif/Mental

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

44

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran

pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan

pustaka. Kerangka konsep menurut teori, dalil atau konsep-konsep yang akan

dijadikan dasar untuk melakukan penelitian (Saryono, 2011). Adapun kerangka

konsep yang peneliti buat adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Demensia Lansia

Faktor yang mempengaruhi:

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Pendidikan

d. Pekerjaan

e. Hipertensi

f. Diabetes Mellitus

g. Asupan gizi

h. Konsumsi nikotin dan merokok

i. Aktivitas fisik dan olahraga

j. Faktor sosial dan ekonomi

k. Stroke

Gambaran Karakteristik Lansia..., Wahyono, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019