BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Perilaku Bullyingrepository.ump.ac.id/7883/3/AVI MUGI...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Perilaku Bullyingrepository.ump.ac.id/7883/3/AVI MUGI...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Perilaku Bullying
a. Pengertian
Bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang
berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini
akhirnya diambil untuk menguraikan suatu tindakan dekstruktif. Berbeda
dengan negara lain seperti Norwegia, Finlandia, dan Denmark yang
menyebut bullying dengan istilah mobbing atau mobbning. Istilah aslinya
berasal dari bahasa Inggris, yaitu mob yang menekankan bahwa biasanya
mob adalah kelompok orang yang anonim dan berjumlah banyak serta
terlibat kekerasan (Wiyani, 2012).
Secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang
mengganggu yang lemah. Istilah bullying dalam bahasa Indonesia dapat
digunakan yaitu menyakat (berasal dari kata sakat) dan pelakunya
(bullies) disebut penyakat. Menyakat berarti mengganggu, mengusik, dan
merintangi orang lain (Wiyani, 2012). Selanjutnya secara terminologi
menurut Olweus (1995) bullying adalah perilaku yang disengaja terjadi
berulang-ulang dan adanya penyalahgunaan kekuasaan dari pelaku.
Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi
berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah,
10
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
mudah dihina dan tidak bisa membela diri sendiri (SEJIWA, 2008).
Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka
panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang
yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi di mana ada
hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan
(Wicaksana, 2008)
Menurut uraian dari berbagai ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
bullying adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang
lain baik secara fisik maupun secara mental serta dilakukan secara
berulang. Perilaku bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, serta
emosional/psikologis. Dalam hal ini korban bullying tidak mampu
membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik
atau mental.
b. Penyebab Terjadinya Perilaku Bullying
Menurut Ariesto (2009, dalam Mudjijanti 2011) dan Kholilah
(2012), penyebab terjadinya bullying antara lain :
1) Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah :
orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau
situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan
mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang
terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap
teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa
“mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku
agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan
kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku
bullying.
2) Sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini,
anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan
terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak
lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah
sering memberikan masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa
hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
3) Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di
sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying.
Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan
bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun
mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
Bullying termasuk tindakan yang disengaja oleh pelaku pada
korbannya, yang dimaksudkan untuk menggangu seorang yang lebih
lemah. Faktor individu dimana kurangnya pengetahuan menjadi salah
satu penyebab timbulnya perilaku bullying, Semakin baik tingkat
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
pengetahuan remaja tentang bullying maka akan dapat meminimalkan
atau menghilangkan perilaku bullying.
Faktor internal penyebab terjadinya bullying menurut Kholilah (2012)
antara lain:
1) Karakteristik kepribadian
Menurut para ahli Yinger dan Cuber dalam Rafdi (2012), kepribadian
adalah keseluruhan perilaku dari seseorang individu dengan sistem
kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian
instruksi. Kepribadian merupakan gabungan keseluruhan dari sifat-
sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang. Kepribadian
seseorang yang baik sangat mendukung terbentuknya karakter yang
baik dan sebaliknya. Jika karakteristik mewarnai semua aktifitas yang
dilakukan seseorang, maka kepribadian adalah akibat dari semua
aktivitas itu.
2) Pengalaman masa lalu
Pengalaman anak adalah suatu kejadian yang telah dialami anak di
masa lalu. Pengalaman anak terhadap bullying pada masa lalu dapat
menjadikan anak sebagai pelaku bullying di kemudian hari. Anak
cenderung melakukan bullying setelah mereka sendiri pernah disakiti
oleh orang yang lebih kuat. Anak yang sering menjadi korban
bullying, kemungkinan besar akan ikut melakukan bullying, atau
setidaknya menganggap bullying sebagai hal wajar dan akan
membiarkan bullying terjadi begitu saja di lingkungannya tanpa
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
melakukan tindakan untuk menghentikannya (sikap positif terhadap
bullying) (Levianti, 2008).
3) Pola asuh
Brooks (2011) mendefiniskan bahwa pola asuh adalah sebuah proses
dimana orang tua sebagai individu yang melindungi dan membimbing
dari bayi sampai dewasa serta orang tua juga menjaga dengan
perkembangan anak pada seluruh periode perkembangan yang
panjang dalam kehidupan anak untuk memberikan tanggung jawab
dan perhatian yang mencakup : kasih sayang dan hubungan dengan
anak yang terus berlangsung, kebutuhan material seperti makanan,
pakaian dan tempat tinggal, disiplin yang bertanggung jawab,
menghindarkan diri dari kecelakaan dan kritikan pedas serta hukuman
fisik yang berbahaya, pendidikan intelektual dan moral, persiapan
untuk bertanggung jawab sebagai orang dewasa, mempertanggung
jawabkan tindakan anak pada masayarakat luas. Berdasarkan definisi
pengasuhan di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan
suatu proses perlakuan yang diaplikasikan oleh orang tua kepada anak
yang terbentuk oleh budaya dan lingkungan sekitar yang berlangsung
seumur hidup, terikat, berproses, setulus hati dan penuh kasih sayang.
c. Karakteristik perilaku bullying
Bullying adalah aktifitas yang sadar, disengaja dan keji yang
dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman
agresi lebih lanjut. Seperti hasil penelitian para ahli, antara lain oleh
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
Rigby (dalam Astuti, 2008) perilaku bullying yang banyak dilakukan di
sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi sebagai
berikut:
1) Ketidakseimbangan kekuatan
Perilaku yang ditunjukkan pelaku melibatkan ketidakseimbangan
kekuatan sehingga menimbulkan perasaan tertekan pada korban.
Selanjutnya Coloroso (2007) juga menyebutkan pelaku bullying
biasanya merupakan orang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat,
lebih mahir secara verbal, lebih tinggi dalam status sosial dan berasal
dari ras yang berbeda.
2) Perilaku agresi yang menyenangkan
Bullying menyebabkan kepedihan emosional dan luka fisik, adanya
tindakan untuk dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati
pelaku saat menyaksikan penderitaan korban pada saat di bully
(Coloroso, 2007). Menurut Wiyani (2012) korban bullying akan
merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta merasa tidak berharga
dalam lingkungan sosial dan berkeinginan untuk bunuh diri.
3) Perilaku yang berulang-ulang atau terus menerus
Bullying merupakan salah satu dari perilaku agresif yang terjadi
berulang kali, bersifat regeneratif, menjadi kebiasaan atau tradisi yang
mengancam jiwa korban (Astuti, 2008). Bullying tidak dimaksudkan
sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali.
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
d. Jenis Perilaku Bullying
Ada beberapa jenis bullying menurut SEJIWA (2008) :
1) Bullying fisik
Jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya
karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya.
Contoh-contoh bullying fisik antara lain : memukul, menarik baju,
menjewer, menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu,
menghukum dengan membersihkan WC, menampar, menimpuk,
menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan
barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan
cara push up.
2) Bullying verbal
Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra
pendengaran kita. Contoh-contoh bullying verbal antara lain :
membentak, meledek, mencela, memaki-maki, menghina, menjuluki,
meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar
gosip, memfitnah.
3) Bullying mental atau psikologis
Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh
mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya.
Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan diluar jangkauan
pemantauan kita. Contoh-contohnya: mencibir, mengucilkan,
memandang sinis, memelototi, memandang penuh ancaman,
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan
pendek, telepon genggem atau email, memandang yang merendahkan.
Menurut Bauman (2008), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut :
1) Overt bullying, meliputi bullying secara fisik dan secara verbal,
misalnya dengan mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong
dengan kasar, memberi julukan nama, mengancam dan mengejek
dengan tujuan untuk menyakiti.
2) Indirect bullying meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang
ditimbulkan oleh pelaku bullying dengan cara menghancurkan
hubungan-hubungan yang dimiliki oleh korban, termasuk upaya
pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu
tindakan tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara
tidak langsung sering dianggap tidak terlalu berbahaya jika
dibandingkan dengan bullying secara fisik, dimaknakan sebagai cara
bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih kuat
terkait dengan distress emosional daripada bullying secara fisik.
Bullying secara fisik akan semakin berkurang ketika siswa menjadi
lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya merusak hubungan akan
terus terjadi hingga usia dewasa.
3) Cyberbullying, seiring dengan perkembangan di bidang teknologi,
siswa memiliki media baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui
sms, telepon maupun internet. Cyberbullying melibatkan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-mail, telepon seluler
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
dan peger, sms, website pribadi yang menghancurkan reputasi
seseorang, survei di website pribadi yang merusak reputasi orang lain,
yang dimaksudkan adalah untuk mendukung perilaku menyerang
seseorang atau sekelompok orang, yang ditujukan untuk menyakiti
orang lain, secara berulang-ulang kali
e. Pihak-Pihak Perilaku Bullying
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat
dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau
emosional melukai murid lain secara berulang-ulang (Olweus, dalam
Moutappa, 2009).
Remaja yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying sering
memperlihatkan fungsi psikososial yang lebih buruk daripada korban
bullying dan murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying. Pelaku
bullying juga cenderung memperlihatkan simptom depresi yang lebih
tinggi daripada murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying dan
pencetus depresi yang lebih rendah daripada victim atau korban
(Totura, 2013). Olweus (dalam Moutappa, 2009) mengemukakan
bahwa pelaku bullying cenderung mendominasi orang lain dan
memiliki kemampuan sosial dan pemahaman akan emosi orang lain
yang sama (Sutton, Smith, & Sweetenham, dalam Moutappa, 2009).
Tipe pelaku bullying antara lain (1) tipe percaya diri, secara fisik
kuat, menikmati agresifitas, merasa aman dan biasanya populer, (2)
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
tipe pencemas, secara akademik lemah, lemah dalam berkonsentrasi,
kurang popular dan kurang merasa aman dan (3) pada situasi tertentu
pelaku bullying bisa menjadi korban bullying. Selain itu, para pakar
banyak menarik kesimpulan bahwa karakteristik pelaku bullying
biasanya adalah agresif, memiliki konsep positif tentang kekerasan,
impulsif, dan memiliki kesulitan dalam berempati (Sullivan, 2010).
Menurut Astuti (2008) pelaku bullying biasanya agresif baik
secara verbal maupun fisikal, ingin popular, sering membuat onar,
mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup
berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain
itu pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di
sekolah atau di sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya,
gerak geriknya sering kali dapat ditandai dengan sering berjalan di
depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/
melecehkan.
2) Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari
perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya
memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya (Olweus,
dalam Moutappa, 2009).
Menurut Byrne dibandingkan dengan teman sebayanya yang
tidak menjadi korban, korban bullying cenderung menarik diri,
depresi, cemas dan takut akan situasi baru. Murid yang menjadi
korban bullying dilaporkan lebih menyendiri dan kurang bahagia di
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
sekolah serta memiliki teman dekat yang lebih sedikit daripada murid
lain (Haynie, 2011). Korban bullying juga dikarakteristikkan dengan
perilaku hati-hati, sensitif, dan pendiam (Moutappa, 2009).
Coloroso (2007) menyatakan korban bullying biasanya
merupakan anak baru di suatu lingkungan, anak termuda di sekolah,
biasanya yang lebih kecil, tekadang ketakutan, mungkin tidak
terlindung, anak yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti
sebelumnya dan biasanya sangat peka, menghindari teman sebaya
untuk menghindari kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk
meminta pertolongan. Selain itu juga anak penurut, anak yang merasa
cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak yang
melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan
orang lain, anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain,
anak yang tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik
tanpa kekerasan, anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya,
pendiam atau tidak mau menarik perhatiaan orang lain, pengugup, dan
peka.
Disamping itu juga merupakan anak yang miskin atau kaya,
anak yang ras atau etnisnya dipandang inferior sehingga layak dihina,
anak yang orientsinya gender atau seksualnya dipandang inferior,
anak yang agamanya dipandang inferior, anak yang cerdas, berbakat,
atau memiliki kelebihan. ia dijadikan sasaran karena ia unggul, anak
yang merdeka, tidak mempedulikan status sosial, serta tidak
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
berkompromi dengan norma-norma, anak yang siap mengekspresikan
emosinya setiap waktu, anak yang gemuk atau kurus, pendek atau
jangkung, anak yang memakai kawat gigi atau kacamata, anak yang
berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.
Selanjutnya korbannya merupakan anak yang memiliki ciri fisik
yang berbeda dengan mayoritas anak lainnya, dan anak dengan
ketidakcakapan mental dan/atau fisik, anak yang memiliki ganguan-
hiperaktif-defisit-perhatian (attention deficit hyperactive disorder)
mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak mempertimbangkan
konsekuensi atas perilakunya sehingga disengaja atau tidak
menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat
yang salah. Anak diserang karena bully sedang ingin menyerang
seseorang di tempat itu pada saat itu juga.
3) Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi
juga menjadi korban perilaku agresif (Andreou dalam Moutappa,
2009). Craig (dalam Haynie, 2011) mengemukakan bully-victim
menunjukkan level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak lain. Bully victim juga dilaporkan
mengalami peningkatan simptom depresi, merasa sepi, dan cenderung
merasa sedih dan moody daripada murid lain (Totura, 2013). Bully-
victim juga dikarakteristikkan dengan reaktivitas, regulasi emosi yang
buruk, kesulitan dalam akademis dan penolakan dari teman sebaya
serta kesulitan belajar (Moutappa, 2009).
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
4) Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau
bullying.
f. Proses Adopsi Perilaku Bullying Pada Remaja
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behaviour). Pengetahuan
yang tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat. Salah satu
dari ke enam domain tersebut adalah tahu (know). Proses perilaku dalam
tahapan tahu (know) menurut Rogers (1974) yang dikutip dalam
Notoatmodjo (2007), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku baru
didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut manyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni seseorang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
g. Faktor-faktor penyebab perilaku bullying
Bullying dapat terjadi karena kesalahpahaman yang melibatkan
prasangka antar pihak yang berinteraksi. Bullying bukanlah merupakan
suatu tindakan yang kebetulan terjadi, melainkan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Oleh sebab itu, Egan dan Todorov (2009) menyebutkan
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
bahwa perilaku bullying sebagai konflik interpersonal yang paling umum
terjadi. Menurut Astuti (2008), menyatakan bahwa terjadinya bullying
antara lain disebabkanbeberapa factor sebagai berikut:
1) Perbedaan ekonomi, agama, gender, etnisitas/rasisme
Yusuf (2011) mengungkapkan bahwa apabila remaja kurang
mendapat bimbngan keagamaan dalam keluarga, kondisi keluarga
yang kurang harmonis, orang tua kurang memberikan kasih saying
dan berteman dengan kelompok sebaya yang kurang menghargai kasih
nilai-nilai agama, maka kondisi tersebut akan menjadi pemicu
berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik. Al
Ghazali (2009) mengemukakan dorongan yang berhubungan dengan
aspek spiritual dalam diri manusia seperti: dorongan untuk beragama,
takwa, cinta kebajikan kebenaran dan keadilan , benci terhadap
kejahatan, kebhatilan dan kezaliman. Dorongan tersebut secara tidak
langsung merupakan salah satu modal yang dapat mencegah seseorang
melakukan bullying.
2) Senioritas
Senioritas merupakan salah satu perilaku bullying yang bersifat laten.
Senioritas yang setiap tahunnya terjadi menjadi budaya tradisi di
setiap sekolah. Senioritas dianjurkan untuk hiburan, penyaluran
dendam, iri hati atau menjaga popularitas, korban melanjutkan tradisi
tersebut untuk menunjukan kekuasaan.
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
3) Keluarga yang tidak rukun
Faktor interaksi dalam keluarga berperan penting dalam
perkembangan psikososial anak yakni dengan pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua terhadap anak, dan ketika anak mencapai
usia remaja maka anak akan memiliki persepsi sendiri terhadap pola
asuh orangtuanya tersebut (Wahyuni, 2011). Dominasi yang diberikan
orang tua terhadap anaknya memungkinkan anak akan memodelkan
perilaku tersebut terhadap teman- teman mereka. Dengan kata lain,
pola asuh orang tua yang otoriter memberikan pengaruh besar bagi
anak melakukan perilaku bullying.
4) Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif
Wiyani (2012) mengatakan bahwa kekerasan atau bullying dalam
pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan
hukuman, terutama hukuman fisik. Sekolah menampilkan sistem dan
kebijakan pendidikan yang buruk memilki kecenderungan secara
halus dan terselubung seperti penghinaan dan pengucilan.
5) Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban
Pelaku tindakan bullying cenderung menganggap dirinya senantiasa
diancam dan berada dalam bahaya. Biasanya pembuli memiliki
kekuatan secara fisik, namun tidak memiliki perasaan bertanggung
jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan. Penelitian Wong
dalam Shinta (2011), yaitu 30% responden (bullies) menyatakan
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
mereka melakukan bullying karena mereka ingin membalas dendam
setelah menjadi korban bullying.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor yang
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku bullying adalah faktor
keluarga, faktor sekolah dan faktor karakteristik internal individu. Pada
penelitian ini difokuskan kepada faktor karakteristik internal individu
yaitu rasa dendam dan iri hati. Oleh karena itu, karakteristik siswa yang
memiliki kecenderungan bullying yakni dengan menghayati
permasalahan masa lalu sebagai hal negatif dan menimbulkan konflik
bathin yang kemudian menyebabkan individu tersebut memiliki rasa
dendam dan melampiaskan dendamnya kepada orang lain (Shinta, 2011).
h. Korban bullying
Korban bullying menurut Coloroso (2007) adalah pihak yang tidak
mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik
atau mental ketika mendapatkan perlakuan agresif dan manipulatif secara
berulang-ulang. Remaja dapat terlibat langsung dalam perilaku bullying
sebagai pelaku maupun korban. Selanjutnya, Hall (dalam Yusuf, 2004)
mengemukakan bahwa pengalaman sosial seperti bullying selama remaja
dapat mengarahkannya untuk menginternalisasikan sifat-sifat yang
diwariskan oleh generasi sebelumnya. Ciri-ciri korban perilaku bullying
(Astuti, 2008) adalah sebagai berikut:
1) Pemalu/pendiam/penyendiri
2) Bodoh
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
3) Mendadak menjadi penyendiri/pendiam
4) Sering tidak masuk sekolah oleh alasan tidak jelas
5) Berperilaku aneh atau tidak biasa (takut/marah tanpa sebab, mencoret-
coret, dsb).
Selanjutnya untuk membalas dendam korban akan menjadi pelaku
bullying agar ingin dipuja kelompok dan menarik perhatian orang lain.
Adapun ciri-ciri pelaku bullying antara lain:
1) Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah
2) Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah
3) Merupakan tokoh populer di sekolah
4) Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan,
sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan dan melecehkan
i. Dampak bullying
Bullying akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, tidak
hanya bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler, 2007).
Menurut Coloroso (2007) pelaku bullying akan terperangkap dalam peran
sebagai pelaku bullying, mereka tidak dapat mengembangkan hubungan
yang sehat, kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain,
tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai
sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang
akan datang. Sementara dampak negatif bagi korbannya adalah akan
timbul perasaan depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri,
pelaku bullying, orang dewasa dan orang-orang di sekitarnya karena
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudian mulai
mempengaruhi prestasi akademik para korbannya. Mereka mungkin akan
mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan karena tidak mampu
mengontrol hidupnya dengan cara-cara yang konstruktif.
Menurut Peterson (dalam Berthold dan Hoover, 2010), bullying
akan mempengaruhi self esteem korbannya dan hal tersebut merupakan
pengaruh yang ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Demikian pula
Olweus (dalam Berthold dan Hoover, 2010) menyatakan bahwa bullying
memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan korbannya hingga dewasa.
Saat masa sekolah akan menimbulkan depresi dan perasaan tidak bahagia
untuk mengikuti sekolah, karena dihantui oleh perasaan cemas dan
ketakutan. Selain itu menurut Swearer, dkk. (2010) korban bullying juga
merasa sakit, menjauhi sekolah, prestasi akademik menurun, rasa takut
dan kecemasan meningkat, adanya keinginan bunuh diri, serta dalam
jangka panjang akan mengalami kesulitan-kesulitan internal yang
meliputi rendahnya self esteem, kecemasan, dan depresi.
Korban bullying cenderung merasa takut, cemas, dan memiliki self
esteem yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menjadi korban
bullying (Olweus, Rigby, & Slee, dalam Aluedse, 2006). Duncan (dalam
Aluedse, 2006) juga menyatakan bila dibandingkan dengan anak yang
tidak menjadi korban bullying, korban bullying akan memiliki self esteem
yang rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian diri yang buruk,
tingginya tingkat depresi, kecemasan, ketidakmampuan, hipersensitivitas,
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
merasa tidak aman, panik dan gugup di sekolah, konsentrasi terganggu,
penolakan oleh rekan atau teman, menghindari interaksi sosial, lebih
tertutup, memiliki sedikit teman, terisolasi, dan merasa kesepian.
Penelitian yang dilakukan di Swedia mengenai dampak bullying
terhadap korbannya menunjukkan bahwa remaja yang saat berusia 16
tahun pernah mengalami bullying akan mengalami penurunan self esteem
dan peningkatan kadar depresi. Korban bullying cenderung menunjukkan
gejala peningkatan kecemasan dan depresi, self esteem yang rendah dan
keterampilan sosial yang buruk (Arseneault, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Riauskina (2005), juga menemukan
bahwa korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal,
tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) ketika mengalami
bullying, namun tidak berdaya menghadapi kejadian bullying yang
menimpa mereka. Dalam jangka panjang emosi-emosi tersebut dapat
berujung pada munculnya perasaan rendah diri dan merasa bahwa dirinya
tidak berharga.
2. Kecerdasan Spiritual
a. Konsep Kecerdasan
Walters & Gardner (dalam Safaria, 2007) mendefinisikan bahwa
kecerdasan adalah sebagai suatu kemampuan atau serangkaian
kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan
masalah atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya
tertentu. Sedangkan menurut Maramis (2006) kecerdasan adalah
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
gambaran abstrak yang disaring dari observasi perilaku dalam
bermacam-macam keadaan atau suatu konstruksi hipotesis dan hanya
dapat diduga dari tanda-tanda perilaku. Sehingga bagaimanapun juga,
kecerdasan ada sangkut-pautnya dengan kemampuan untuk menangkap
hubungan yang abstrak dan rumit, serta kemampuan memecahkan
masalah dan belajar dari pengalaman. Kemudian berkembanglah
pemahaman tentang jenis-jenis kecerdasan yang lain selain kecerdasan
intelektual seperti kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan lain
sebagainya.
Pada umumnya kecerdasan dapat dilihat dari kesanggupan
seseorang dalam bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang
berubah, dengan keadaan di luar dirinya yang biasa maupun yang baru.
Jadi dengan kata lain perbuatan cerdas dapat dicirikan dengan adanya
kesanggupan bereaksi terhadap berbagai situasi. Kecerdasan bekerja
dalam suatu situasi yang berlainan tingkat kesukarannya. Kecerdasan
tidak bersifat statis tetapi kecerdasan manusia selalu mengalami
perkembangan. Berkembangnya kecerdasan sedikit banyak sejalan
dengan kematangan seseorang (Ahmadi, 2009).
b. Konsep Spiritual
Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat
atau sikap yang mendasari tindakan manusia. Spirit sering juga diartikan
sebagai ruh atau jiwa yang merupakan sesuatu bentuk energi yang hidup
dan nyata. Meskipun tidak kelihatan oleh mata biasa dan tidak
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
mempunyai badan fisik seperti manusia, spirit itu ada dan hidup. Spirit
bisa diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara dengan manusia yang
lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya yang disebut
spiritual. Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh atau spirit.
Spiritual mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia
seutuhnya, karena dalam spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan
pertumbuhan (Widi, 2008).
Nilai-nilai spiritual yang umum mencakup antara lain kebenaran,
kejujuran, kesederhanaan, kepedulian, kerjasama, kebebasan, kedamaian,
cinta, pengertian, amal baik, tanggung jawab, tenggang rasa, integritas,
rasa percaya, kebersihan hati, kerendahan hati, kesetiaan, kecermatan,
kemuliaan, keberanian, kesatuan, rasa syukur, humor, ketekunan,
kesabaran, keadilan, persamaan, keseimbangan, ikhlas, hikmah, dan
keteguhan (Suyanto, 2006).
Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa spiritual yang sehat tercermin
dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau
penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa serta perbuatan baik
yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Selanjutnya Burkhardt
(1993 dalam Blais, 2007) menguraikan karakteristik spiritual yang
meliputi hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan
dengan sesama, dan hubungan dengan Tuhan.
c. Kecerdasan Spiritual
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
Selama ini, yang namanya kecerdasan sering dikonotasikan dengan
kecerdasan intelektual atau yang lazim kita kenal dengan IQ (Intelligence
Quotient). Namun pada saat ini, anggapan bahwa kecerdasan manusia
hanya tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah tidak relevan lagi.
Selain kecerdasan intelektual, manusia juga masih memiliki dimensi
kecerdasan lainnya diantaranya adalah kecerdasan emosional (EQ) dan
kecerdasan spiritual (SQ) (Yosef, 2005). Potensi kecerdasan yang kini
ramai dibicarakan orang yakni kecerdasan spiritual (Saifullah, 2005).
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi
dan memecahkan persoalan makna kehidupan, nilai-nilai, dan keutuhan
diri yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain. Seseorang dapat menemukan makna hidup dari
bekerja, belajar dan bertanya, bahkan saat menghadapi masalah atau
penderitaan. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa yang
membantu menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.
Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk
memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan
kecerdasan tertinggi (Zohar & Marshall, 2011).
Kecerdasan spiritual secara terminologi adalah kecerdasan pokok
yang dengannya dapat memecahkan masalah-masalah makna dan nilai,
menempatkan tindakan atau suatu jalan hidup dalam konteks yang lebih
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
luas, kaya, dan bermakna (Siswanto, 2012). Kecerdasan spiritual
merupakan bentuk kecerdasan tertinggi yang memadukan kedua bentuk
kecerdasan sebelumnya, yakni kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional. Kecerdasan spiritual dinilai sebagai kecerdasan yang tertinggi
karena erat kaitannya dengan kesadaran orang untuk bisa memaknai
segala sesuatu dan merupakan jalan untuk bisa merasakan kebahagiaan
(Muhaimin, 2010).
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu
menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif (Agustian, 2011).
Yang paling sempurna kecerdasan spiritual harus bersumber dari ajaran
agama yang dihayati sehingga seseorang yang beragama sekaligus akan
menjadi orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi (Ahmad,
2006). Kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dengan berbagai cara
yaitu dengan merenungi keterkaitan antara segala sesuatu atau makna
dibalik peristiwa yang dialami, lebih bertanggung jawab terhadap segala
tindakan, lebih menyadari akan diri sendiri, lebih jujur pada diri sendiri,
dan lebih berani (Zohar & Marshall, 2011).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menarik
kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dibangun
dari dua kecerdasan, yakni intelektual dan emosional. Orang yang
memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang bisa memecahkan
permasalahan tidak hanya menggunakan rasio dan emosi saja, namun
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
mereka menghubungkan dengan makna kehidupan secara spiritual.
Kecerdasan spiritual yang tumbuh sejak dini akan menjadi kekuatan
untuk menjadikan anak yang berani karena keyakinan kepada Tuhan,
optimis, dan melakukan kebajikan secara terus menerus.
d. Karakteristik Kecerdasan Spiritual
Sinetar (2001 dalam Safaria, 2007) menjelaskan beberapa
karakteristik seseorang yang memiliki potensi kecerdasan spiritual yang
tinggi. Adapun karakteristik tersebut antara lain adalah :
1) Memiliki kesadaran diri yang mendalam dan intuisi yang tajam. Ciri
utama munculnya kesadaran diri yang kuat pada seseorang adalah ia
memiliki kemampuan untuk memahami dirinya sendiri serta
memahami emosi-emosinya yang muncul, sehingga mampu berempati
dengan apa yang terjadi pada orang lain. Selain itu seseorang juga
memiliki intuisi yang tajam sehingga ia memiliki kemampuan untuk
mengendalikan perilakunya sendiri. Disamping itu seseorang juga
memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan kemauan yang keras untuk
mencapai tujuannya serta memiliki keyakinan dan prinsip-prinsip
hidup.
2) Memiliki pandangan yang luas terhadap dunia dan alam. Seseorang
melihat dirinya dan orang lain saling terkait, menyadari bahwa
bagaimanapun kosmos ini hidup dan bersinar sehingga seseorang
dapat melihat bahwa alam adalah sahabat manusia, muaranya ia
memiliki perhatian yang mendalam terhadap alam sekitarnya, dan
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
mampu melihat bahwa alam raya ini diciptakan oleh dzat yang Maha
Tinggi, yaitu Tuhan.
3) Memiliki moral yang tinggi dan kecenderungan merasa gembira.
Seseorang memiliki moral yang tinggi, mampu memahami nilai-nilai
kasih sayang, cinta, penghargaan kepada orang lain, senang
berinteraksi, cenderung selalu merasa gembira dan membuat orang
lain gembira.
4) Memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya. Seseorang dapat
merasakan arah nasibnya, melihat berbagai kemungkinan, seperti cita-
cita yang suci diantara hal-hal yang biasa.
5) Memiliki keinginan untuk selalu menolong orang lain, menunjukkan
rasa kasih sayang terhadap orang lain, dan pada umumnya memiliki
kecenderungan untuk mementingkan kepentingan orang lain.
6) Memiliki pandangan pragmatis dan efesien tentang realitas. Seseorang
memiliki kemampuan untuk bertindak realistis, mampu melihat situasi
sekitar, dan mau perduli dengan kesulitan orang lain.
Menurut Emmons (dalam Saifullah, 2005) menjelaskan lima
karakteristik orang yang cerdas secara spiritual yaitu :
1) Kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material.
Seseorang menyadari bahwa kehadiran dirinya di dunia merupakan
anugerah dan kehendak Tuhan dan menyadari bahwa Tuhan selalu
hadir dalam kehidupannya.
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
2) Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.
Seseorang menyadari bahwa ada dunia lain di luar dunia kesadaran
yang ditemuinya sehari-hari sehingga ia meyakini bahwa Tuhan pasti
akan membantunya dalam menyelesaikan setiap tantangan yang
sedang dihadapinya. Dengan demikian, ia terhubung dengan
kesadaran kosmis di luar dirinya.
3) Kemampuan mensakralkan pengalaman sehari-hari. Ciri ketiga ini,
terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang
agung dan mulia.
4) Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat
menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk berbuat baik. Orang
yang cerdas secara spiritual, dalam memecahkan persoalan hidupnya
selalu menghubungkannya dengan kesadaran nilai yang lebih mulia
daripada sekadar menggenggam kalkulasi untung rugi yang bersifat
materi.
5) Memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan.
Seseorang tidak akan kehilangan pijakan kakinya di bumi realitas, hal
ini ditunjukkan dengan menebar kasih sayang pada sesama.
Menurut Zohar dan Marshal (2011), karakteristik seseorang yang
kecerdasan spiritualnya telah berkembang dengan baik adalah seseorang
yang memiliki kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan
aktif), memiliki tingkat kesadaran yang tinggi (self awareness), memiliki
kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan; memiliki
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, memiliki
kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, selalu berusaha
untuk tidak menyebabkan kerugian bagi diri sendiri, orang lain dan alam
sekitar; berpandangan holistik dalam menghadapi suatu permasalahan
hidup, kecenderungan untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk
mencari jawaban yang mendasar, serta memiliki kemudahan untuk
bekerja melawan konvensi.
Zohar dan Marshal (2011), mengemukakan ada tiga sebab yang
membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual, yaitu tidak
mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama sekali, telah
mengembangkan beberapa bagian namun tidak proporsional, dan
bertentangannya atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.
e. Indikator Pengukuran Kecerdasan Spiritual
Menurut Tasmoro (2011) ada 8 indikator dalam kecerdasan
spiritual yaitu: Merasakan kehadiran Allah, berdzikir dan berdo’a,
memiliki kualitas sabar, Cenderung kepada kebaikan, memiliki empati,
berjiwa besar, melayani dan menolong. Selanjutnya menurut Agustian
(2011) aspek kecerdasan spiritual yaitu: Shiddiq, Istiqomah, Fathanah,
Amanah dan tabliq.
1) Kejujuran
Kejujuran adalah sifat yang melekat dari dalam diri seseorang
dan merupakan hal penting untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari.
Menurut Rusyan (2006), arti jujur dalam bahasa Arab merupakan
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
terjemahan dari kata Shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya.
Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan
kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah).
Jujur juga disebut benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai
dengan kenyataan.
Perilaku yang jujur adalah perilaku yang diikuti dengan sikap
tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, karena dia tidak pernah
berfikir untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, sebab
sikap tidak bertanggung jawab merupakan pelecehan paling azasi
terhadap orang lain, serta sekaligus penghinaan terhadap dirinya
sendiri. Kejujuran dan rasa tanggung jawab yang memancar dari
qalbu, merupakan sikap sejati manusia yang bersifat universal,
sehingga harus menjadi keyakinan dan jati diri serta sikapnya yang
paling otentik, asli, dan tidak bermuatan kepentingan lain, kecuali
ingin memberikan keluhuran makna hidup.
2) Kerjasama
Budaya melayani dan menolong (salvation) merupakan bagian
dari citra diri seorang muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya
tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungan. Individu ini
akan senantiasa terbuka hatinya terhadap keberadaan oranglain dan
merasa terpanggil atau ada semacam ketukan yang sangat keras dari
lubuk hatinya untuk melayani.
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
3) Kepedulian
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang
lain, mampu beradaptasi dan mampu memahami bathin seseorang.
Bahwa anak cerdas spiritual melihat orang lain bukan sebagai
ancaman melainkan kehadiran orang lain, bagi mereka yang cerdas
spiritual merupakan anugerah, karena hanya bersama orang lain itulah
dirinya akan mampu meningkatkan kualitas sebagai makhluk yang
memiliki multi potensi dihadapan Allah SWT, perbedaan dan
pluralitas dipandangnya sebagai rahmat yang akan memperkaya
nuansa bathiniahnya (Tasmoro, 2011)
4) Syukur
Syukur adalah berterimah kasih atas segala anugerah/ karunia
Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada kita. Allah Swt telah
memberikan banyak anugerah kepada kita. Dalam hal ini semenjak
kita lahir hingga meninggal. Meskipun kita sekuat tenaga untuk
menghitung anugrah tersebut mustahil dapat menghitungnya. Oleh
karena itu, kita harus selalu bersyukur terhadap apa yang telang
dilimpahkan kepada kita.
5) Sabar
Sabar pada hakekatnya adalah kemampuan untuk dapat
menyelesaikan kekusutan hati dan menyerah diri kepada Tuhan
dengan sepenuh kepercayaan menghilangkan segala keluhan dan
berperang dalam hati sanubari dengan segala kegelisahan (Sulaiman,
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
2009). Sabar merupakan sendi yang harus benar-benar kuat dan
kokoh. Dan lebih jauh, sabar itu inheren dalam diri seseorang karena
bersifat inheren, maka kegagalan dalam mencapai sesuatu yang dicita-
citakan bersumber dari diri sendiri dan bukan dari orang lain (Khalid,
2008).
3. Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Perilaku Bullying
Kaitan dengan perilaku bullying, maka kecerdasan spiritual yang
dimiliki seseorang dapat menjadi landasan keimanan yang kuat kepada
Tuhan. tidak mengalami kegelisahan, emosinya cenderung stabil dan dapat
menentukan arah hidup yang jelas. Bila spiritual telah menjadi pusat sistem
mental kepribadian yang mantap, maka ia akan mendorong, mempengaruhi,
mengarahkan, mengolah, serta mewarnai semua sikap dan tingkah laku
seseorang. termasuk diantaranya berkaitan dengan kemampuan untuk
mencegah terjadinya perilaku bullying (Arfiani, 2014)
Zahrani (2005) mengemukakan sesungguhnya manusia yang mampu
menyeimbangkan kepribadian dirinya dalam memenuhi segala kebutuhan
tubuh dan kebutuhan spiritualnya dengan sebaik-baiknya tanpa berlebihan
sesuai dengan cara yang disyariatkan, maka ia telah mampu mewujudkan
kesehatan diri dan jiwanya. Indiaksinya antara lain adanya keimanan kepada
Alloh, konsisten dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya, cinta kepada
orangtua, suka membantu orang-orang yang membutuhkan amanah, berani
mengatakan kebenaran, menjauhi segala hal yang menyakiti manusia, dan
adanya pemahaman akan selalu menjaga kesehatan tubuh dengan tidak
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
membenaninya dengan suatu tugas yang tidak sesuai dengan
kemampuannya.
Al- Ghazali (2009) mengemukakan dorongan yang berhubungan
dengan aspek spiritual dalam diri manusia, seperti dorongan untuk
beragama, taqwa, cinta kebajikan, kebenaran dan keadilan, benci terhadap
kejahatan, kebatilan dan kezaliman. Dorongan tersebut secara tidak
langsung merupakan salah satu modal yang dapat mencegah seseorang
melakukan bullying.
Penelian Turney dan willis (dalam Sarwono, 2007) menemukan
bahwa yakin agama mempengaruhi kecilnya kecenderungan melakukan
bullying remaja. Agama dan nilai nilai moral akan menjadi pengendali
kehidupan manusia dan kedalam pembinaan pribadi yang jika tertanam kuat
maka semakin kuat pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan
pembentukan sikap. Kemampuan dalam menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna disebut
dengan kecerdasan spiritual (Zohar & Marshal, 2011).
Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang berpikir kreatif,
berwawasan jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat
orang tersebut dapat bekerja lebih baik. Secara singkat kecerdasan spiritual
mampu mengintegrasikan dua kemampuan lain yang sebelumnya telah
disebutkan yaitu IQ dan EQ (Idrus, 2012). Ditambahkan oleh Iman (2005)
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
berkembangnya ilmu pengetahuan dan banyak penelitian yang telah
dilakukan menghasilkan pengetahuan baru untuk membuat kehidupan yang
lebih baik. Dahulu untuk menentukan keberhasilan seseorang dilakukan
dengan tes Intelegence Quotient (IQ). Seiring perkembangan zaman, IQ
tidak bisa berdiri sendiri untuk menentukan keberhasilan seseorang. IQ
salah satunya harus ditopang dengan Emotional Quotient (EQ). Terdapat
pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi kesuksesan
hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain seperti kecerdasan
emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual (SQ) dapat memfasilitasi dialog antara pikiran
dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Dia juga mengatakan bahwa kecerdasan
spiritual juga dapat membantu sesorang untuk dapat melakukan transedensi
diri. Pengertian lain mengenai kecerdasan spiritual adalah kemampuan
untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik serta berprinsip hanya
karena Allah (Agustian, 2011).
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
B. KERANGKA TEORI
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi Sumber: Wahyuni (2011), Astuti (2008), Sejiwa (2008), Wiyani (2012), Safaria (2007), Coloroso (2007)
Faktor yang mempengaruhi Perilaku Bullying: 1. Faktor keluarga 2. Karakteristik internal
individu 3. Faktor sekolah Sumber: Wahyuni (2011)
Perilaku Bullying
Karakteristik Perilaku Bullying: 1. Ketidakseimbangan
kekuatan 2. Perilaku agresi yang
menyenangkan 3. Perilaku yang berulang Sumber: Astuti (2008)
Spiritual Quotient (SQ) Karakteristik Spiritual Quotient (SQ): 1. Kemampuan untuk mentransendensikan yang
fisik dan material 2. Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran
yang memuncak 3. Kemampuan mensakralkan pengalaman sehari-
hari 4. Kemampuan untuk menggunakan sumber-
sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan berbuat baik
5. Memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan
Sumber: Safaria (2007)
Jenis Perilaku Bullying: 1. Bullying Fisik 2. Bullying Verbal 3. Bullying Mental atau
Psikologis Sumber: SEJIWA (2008)
Dampak sebagai pelaku bullying, mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Sementara dampak negatif bagi korbannya adalah akan timbul perasaan depresi dan marah Sumber: Coloroso (2007)
42
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
C. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran
pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan
pustaka. Kerangka konsep menurut teori, dalil atau konsep-konsep yang akan
dijadikan dasar untuk melakukan penelitian (Saryono, 2009).
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan:
= diteliti
Perilaku Bullying pada Remaja
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient)
= arah penelitian
Faktor yang mempengaruhi Perilaku Bullying: 1. Faktor keluarga 2. Karakteristik internal individu
(IQ, EQ) 3. Faktor sekolah
Karakteristik Spiritual Quotient (SQ): 1. Kemampuan untuk
mentransendensikan yang fisik dan material
2. Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak
3. Kemampuan mensakralkan pengalaman sehari-hari
4. Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan berbuat baik
5. Memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan
= tidak diteliti
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018
D. HIPOTESIS
Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian, maka hipotesis dapat benar
atau salah, bisa diterima bisa ditolak (Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesa
dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku bullying pada
remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018.
H0 : Tidak ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku bullying
pada remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018.
44
Hubungan Antara Kecerdasan..., AVI MUGI LESTARI, Fakultas Ilmu Keseahtan UMP, 2018