BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/46541/3/BAB II.pdfTembusan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/46541/3/BAB II.pdfTembusan...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Pengendalian intern piutang yang diterapkan perusahaan masih
banyak mengandung kelemahan. Ini dapat dilihat dari unsur struktur
organisasi, prosedur pencatatan maupun penerapan praktik-praktik yang
kurang sehat. Dari unsur struktur organisasi, telah terjadi perangkapan
tugas antara fungsi pencatatan dengan fungsi penagihan yang hanya
dilakukan oleh satu orang. Dari unsur prosedur pencatatan, terdapat
adanya ketimpangan distribusi BPP piutang (Adhariani, 2017)
Unsur-unsur sistem pengendalian intern penjualan kredit pada
perusahaan cukup memadai. Pemisahan fungsi dan sistem otorisasi yang
diterapkan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan atau
kecurangan. Sistem otorisasi dokumen bukti transaksi penjualan kredit
dilakukan oleh lebih dari satu fungsi memungkinkan terjadi pemeriksaan.
Adanya auditor internal dan eksternal memungkinkan kesalahan atau
kecurangan yang terjadi dapat segera diketahui. Tetapi tidak adanya
pemeriksaan mendadak yang dilakukan oleh auditor internal dan eksternal
agar dapat diketahui keefektifan sistem pengendalian yang sudah
diterapkan (Lumempouw dkk., 2015)
Menurut Indrijayanti & Wiyani (2016) menyimpulkan bahwa
prosedur penjualan kredit pada perusahaan sudah cukup baik. Tidak ada
transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya satu
7
fungsi tersebut, namun masih adanya perangkapan tugas dalam
menjalankan penjualan. Dokumen sudah cukup baik, namun masih adanya
dokumen yang tidak ada pada prosedur penjualan kredit.
Unsur-unsur pengendalian internal pada penjualan kredit sudah
cukup memadai. Tetapi kelemahan pada perusahaan tersebut hanya
kegiatan pengumpulan piutang akibat transaksi penjualan kredit tidak
efektif.Hal itu ditunjukkan dari waktu pengumpulan piutang melebihi term
pelunasan yang ditetapkan perusahaan (Kurniawati, 2010)
Menurut Rusady & Abriandi (2016) menyatakan bahwa hasil dari
penelitian tersebut yaitu sistem penjualan kredit pada perusahaan sudah
baik hal tersebut dapat dilihat pada unsur-unsur pengendalian yang sudah
memadai tetapi masih terdapat kelemahan yaitu pada sisi karyawan.
Terdapat training untuk karyawan baru, tetapi pada karyawan lama tidak
diberikan pengembangan pendidikan
Secara keseluruhan, prosedur pengendalian intern penjualan kredit
pada perusahaan belum berjalan memadai karena ada beberapa unsur yang
belum diterapkan seperti masih adanya perangkapan fungsi penjualan dan
penagihan, sehingga menyebabkan peluang terjadinya kecurangan cukup
tinggi. Tidak adanya fungsi kredit khusus yang hanya menangani
penjualan kredit diantaranya otorisasi pemberian dan penjualan kredit.
Tidak adanya Staf pengawas intern (Kardiyanti dkk., 2017)
Secara garis besar permasalahan pada penelitian terdahulu dapat
memicu peneliti untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada pada Cv.
8
Bagus Agriseta Mandiri tentang sistem pengendalian internal. Hal ini
dibuktikan pada penelitian terdahulu yang masih terdapat permasalahan-
permasalahan yang ada pada perusahaan. Adhariani (2017) menjelaskan
bahwa pengendalian intern yang diterapkan perusahaan masih banyak
mengandung beberapa kelemahan. Hal ini dapat dilihat dari unsur struktur
organisasi, prosedur pencatatan maupun penerapan praktik yang kurang
sehat dan masih adanya perangkapan tugas. Penelitian Lumempouw dkk
(2015) menjelaskan bahwa penelitian yang dilakkan unsur organisasi,
sistem otorisasi, dan sudah adanya auditor internal dan eksternal sudah
cukup memadai tetapi kurang adanya pemeriksaan mendadak oleh auditor
internal dan eksternal untuk mengetahui keefektifan sistem pengendalian
yang sudah diterapkan. Penelitian Indrijayanti dan Wiyani (2016)
menjelaskan bahwa penelitiannya masih adanya perangkapan tugas dalam
menjalankan sistem penjualannya, dan dokumen yang digunakan dalam
sistem penjualan kredit masih tidak lengkap. Kelemahan pada penelitian
Kurniawati (2010) pada perusahaan tersebut hanya kegiatan pengumpulan
piutang akibat transaksi penjualan kredit tidak efektif. Dalam penelitian
Rusady dan Abriandi (2016) terdapat kelemahan pada sisi karyawan.
Terdapat training untuk karyawan baru, tetapi pada karyawan lama tidak
diberikan pengembangan pendidikan. Dalam penelitian kardiyanti dkk
(2017) menjelaskan bahwa kelemahan yang terdapat pada perusahaan
masih terdapat rangkap tugas. Dengan adanya permasalahan-permasalahan
yang sudah dijelaskan pada penelitian terdahulu. Peneliti akan
9
mengidentifikasi sistem pengendalian internal penjualan kredit dan
konsinyasi yang ada pada Cv. Bagus Agriseta Mandiri, yang memiliki
acuan pada penelitian terdahulu. Teori yang sudah ada tentang sistem
pengendalian internal akan dibandingkan dengan aktivitas pada Cv. Bagus
Agriseta Mandiri.
B. Tinjauan Pustaka
1. Sistem pengendalian Internal
Pengertian pengendalian menurut Mulyadi (2016) adalah Sistem
pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode, dan
ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga aset organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
a. Tujuan Pengendalian Internal
Tujuan pokok sistem pengendalian intern menurut Mulyadi
(2002) terbagi atas dua yaitu:
1. Pengendalian intern akuntansi
a. Menjaga kekayaan organisasi. Sistem pengendalian intern yang
baik dapat mencegah terjadinya kecurangan, pemborosan, dan
penyalahgunaan aktiva perusahaan.
b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Keandalan
data/informasi akuntansi digunakan oleh managemen dalam
pengambilan keputusan untuk meningkatkan ketelitian dan data
akuntansi dapat dipercaya.
10
2. Pengendalian intern administratif
a. Mendorong efisiensi. Kebijakan perusahaan memberikan manfaat
agar mendapatkan hasil maksimal.
b. Mendorong dipatuhinya kebijakan managemen. Untuk mencapai
tujuanperusahaan maka kebijakan, prosedur, sistem pengendalian
intern yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai
bahwa kebijakan, prosedur yang ditetapkan perusahaan akan
dipatuhi oleh seluruh karyawan.
Menurut Boynton dkk (2003) Sedangkan pengertian pengendalian
intern menurut laporan COSO adalah suatu proses yang
dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan personel lainnya
dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan
yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam
kategori berikut :
a) Keandalan pelaporan keuangan
b) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c) Efektivitas dan efisiensi operasi
2. Unsur pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2001), unsur pokok struktur pengendalian internal
adalah sebagai berikut :
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab secara fungsi tegas.
11
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan
biaya.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap u nit
organisasi.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya
Untuk mengatasi kelemahan yang bersifat manusiawi inilah empat unsur
pengendalian intern yang diperlukan dalam suatu organisasi, agar setiap
karyawan yang melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga tujuan
sistem pengendalian intern akan dapat terwujud. Untuk mendapatkan
karyawan yang kompenten dan dapat dipercaya, dapat menempuh cara-
cara sebagai berikut:
a. Seleksi karyawan berdasarkan persyaratan yang ditunyut oleh
pekerjaanya.
b. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan
perusahaan sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
Menurut Boynton dkk (2003) untuk menyediakan suatu struktur dalam
mempertimbangkan banyak kemungkinan pengendalian yang
berhubungan dengan tujuan entitas, laporan COSO mengidentifikasi
pengendalian internal dibagi menjadi lima komponen, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam
suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personal organisasi tentang
12
pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua
komponen pengendalian internal yang membentuk disiplin dan struktur.
Sejumlah faktor membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu
entitas yang diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Integritas dan nilai etika
b. Komitmen terhadap kompentensi
c. Dewan komisaris dan komite audit
d. Filosofi dan gaya operasi manajemen
e. Struktur organisasi
f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
2. Penaksiran risiko
Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah
identifikasi, analisis, dan pengelolaan resiko suatu entitas yang relevan
dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penilaian
risiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan khusus atas resiko
yang dapat mucul dari perubahan kondisi seperti:
a. Perubahan dalam lingkungan operasi.
b. Personel baru.
c. Sistem informasi baru atau dimodifikasi.
d. Pertumbuhan yang pesat.
e. Teknologi baru.
13
f. Lini produk, produk, atau aktivitas baru.
g. Restrukturisasi perusahaan.
h. Operasi di luar negeri.
i. Pernyataan akuntansi.
3. Aktivitas pengendalian
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan.
Aktivitas pengendalian membantu aktivitas bahwa tindakan yang
diperlukan berkenaan dengan resiko telah diambil untuk pencapaian
tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan
diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasional dan fungsional.
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan
dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Salah satunya cara adalah
sebagai berikut:
a. Pemisahan tugas
b. Pengendalian pemrosesan informasi
c. Pengendalian fisik
d. Reviewkinerja
4. Informasi dan komunikasi
Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan
pelaporan keuangan, yang memasukkan sistem akuntansi, terdiri dari
metode-metode dan catatan-catatan yang diciptakan untuk
mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat
14
dan melaporkan transaksi-transaksi entitas dan untuk memelihara
akuntabilitas dari aktiva-aktiva dan kewajiban-kewajiban yang
berhubungan. Komunikasi melibatkan penyediaan suatu pemahaman
yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab individu berkenaan
dengan pengendalian internal pelaporan keuangan. Ada 3 prinsip yang
mendukung komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian
internal menurut COSO, yaitu :
1. Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan
informasi yang berkualitas dan yang relevan untuk mendukung fungsi
pengendalian internal.
2. Organisasi secara internal mengkomunikasikan informasi , termasuk
tujuan dan tanggungjawab untuk pengendalian internal dalam rangka
mendukung fungsi pengendalian internal.
3. Organisasi berkomunikasi dengan pihak internal mengenai hal-hal
yang mempengaruhi fungsi pengendalian internal.
5. Pemantauan atau Monitoring
Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja
pengendalian internal pada suatu waktu. Kegiatan pemantauan meliputi
proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu
dan memastikan bahwa kegiatan semuanya dijalankan seperti yang
diinginkan serta telah sesuai. Pemantauan seharusnya dilakukan oleh
personal yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap
desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat, guna
15
menentukan pengendalan internal telah beroperasi sebagaimana yang
diharapkan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemantauan dilakukan
untuk memberikan keyakinan bahwa pengendalian internal telah dilakukan
secara memadai. Dari hasil pemantauan tersebut dapat ditemukan
kelemahan dan kekurangan pengendalian sehingga pengendalian dapat
diperbaiki.
3. Sistem Pengendalian Internal Transaksi Penjualan Kredit
Menurut Krismiaji (2005), aktivitas pengendalian untuk
penjualan kredit yaitu:
a) Otorisasi transaksi
Manajer penjualan mengotorisasi penjualan dan manajer kredit
menyetujui permohonan kredit oleh pelanggan.
b) Pengamanan aktiva dan catatan
Order hanya dipenuhi atas dasar order penjualan yang disetujui,
kuantitas barang dihitung secara independen, dan barang yang akan
dikirim kepada pelanggan setelah diterimanya order penjualan dari
bagian penerima pesanan.
c) Pemisahan fungsi
Pemisahan fungsi harus dilakukan terhadap fungsi penerima pesanan
dan otorisasi kredit, fungsi gudang dan fungsi pengiriman, fungsi piutang
dagang dan fungsi pencatatan buku besar.
d) Dokumen dan catatan yang memadai
16
Dokumen-dokumen dan catatan yang digunakan dalam penjualan
kredit seperti faktur penjualan yang dibuat berdasarkan penerimaan
order dari pembeli, bernomor urut tercetak, kredit telah disetujui,
dicocokkan dengan daftar harga, diverifikasi sebelum dikirim ke
pelanggan. Setelah terjadinya penjualan kredit yang harus dilakukan
seperti transaksi diposting setiap hari, laporan bulanan dan daftar umur
piutang. Sebelum laporan keuangan dibuat harus ada pencatatan ke
buku besar dengan menggunakan jurnal voucher yang dibuat dan
diawasi setiap hari
4. Dokumen dan Catatan Penjualan kredit
Menurut Mulyadi (2016), dokumen yang digunakan dalam aktivitas
penjualan kredit adalah :
1. Surat Order Pengiriman
Dokumen ini merupakan surat otorisasi kepada fungsi pengiriman untuk
mengirimkan jenis barang dengan jumlah dan spesifikasi seperti yang
tertera di atas dokumen tersebut.
2. Tembusan Kredit (Credit Copy)
Dokumen ini digunakan untuk memperoleh status kredit customer dan
untuk mendapatkan otorisasi penjualan kredit dari fungsi pemberi otorisasi
kredit.
3. Surat Pengakuan (Acknowladgement Copy)
Dokumen ini dikirimkan kepada pelanggan untuk memberi tahu bahwa
ordernya telah diterima dan dalam proses pengiriman.
17
4. Surat Muat (Bill of Lading)
Merupakan dokumen yang digunakan sebagai bukti penyerahan barang
dari perusahaan kepada perusahaan angkutan umum.
5. Slip Pembungkus (Packing Slip).
Dokumen ini ditempelkan pada pembungkus barang untuk memudahkan
fungsi penerimaan di perusahaan pelanggan dalam mengidentifikasi
barang-barang yang diterimanya.
6. Tembusan Gudang
Dokumen ini merupakan tembusan surat order pengiriman yang dikirim ke
fungsi gudang untuk menyiapkan jenis barang dengan jumlah seperti yang
tercantum di dalamnya.
7. Arsip Pengendalian Pengiriman (Sales Order Follow-up Copy)
Dokumen ini merupakan tembusan surat order pengiriman yang diarsipkan
oleh fungsi penjualan menurut tanggal pengiriman yang dijanjikan. Arsip
pengendalian pengiriman merupakan sumber informasi untuk membuat
laporan mengenai pesanan pelanggan yang belum dipenuhi.
8. Arsip Index Silang (Cross-index File Copy)
Dokumen ini merupakan tembusan surat order pengiriman yang diarsipkan
secara abjad menurut nama pelanggan untuk memudahkan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan mengenai status pesanannya.
9. Faktur Penjualan (Customer’s Copies)
18
Faktur penjualan adalah tagihan pelanggan yang menunjukkan barang dan
kuantitas yang dikirim, harga per unit, biaya pengiriman, dan total jumlah
tagihan ke pelanggan.
10. Tembusan Piutang (Account Receivable Copy)
Dokumen ini merupakan tembusan faktur penjualan yang dikirmkan oleh
fungsi penagihan ke fungsi akuntansi sebagai dasar untuk mencatat
piutang dalam kartu piutang.
11. Tembusan Jurnal Penjualan (Sales Journal Copy)
Dokumen ini merupakan tembusan yang dikirimkan oleh fungsi penagihan
ke fungsi akuntansi sebagai dasar untuk mencatat transaksi penjualan
dalam jurnal penjualan.
12. Tembusan Analisis (Analysis Copy)
Dokumen ini merupakan tembusan yang dikirim oleh fungsi penagihan ke
fungsi akuntansi sebagai dasar untuk menghitung beban pokok penjualan
yang dicatat dalam kartu persediaan, untuk analisis penjualan, dan untuk
perhitungan komisi wiraniaga (sales person)
13. Tembusan Wiraniaga (Salesperson Copy)
Dokumen ini dikirimkan oleh fungsi penagihan kepada wiraniaga untuk
memberi tahu bahwa order dari pelanggan yang lewat di tangannya telah
dipenuhi sehingga memungkinkannya menghitung komisi penjualan yang
menjadi haknya.
Sedangkan catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem penjualan
kredit adalah (Mulyadi, 2016) :
1. Jurnal Penjualan
19
2. Kartu Piutang
3. Kartu Persediaan
4. Kartu Gudang
5. Jurnal Umum
5. Penjualan Konsinyasi
Konsinyasi (consignment) adalah pemindahan (penitipan) barang
dari pemilik kepada pihak lain untuk dijualkan dengan harga dan syarat
yang sudah diatur di dalam perjanjian. Pemilik barang atau pihak yang
menitipkan dinamakan pengamanat (consignor), sedangkan pihak yang
dititipi dinamakan komisioner atau pedagang komisi (consignee)
(Suparwoto, 1992).
6. Prosedur Penjualan Konsinyasi
Prosedur penjualan konsinyasi memiliki tahapan – tahapan sebagai berikut
(Maria, 2011):
1. Persetujuan Penjualan Konsinyasi Penjualan konsinyasi dilakukan
oleh consignor (penitip) sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh perusahaan yang dititipkan (consignee). Dalam
perjanjian tersebut pihak consignor (penitip) bertanggung jawab atas
beban - beban yang dikeluarkan dari barang yang ingin dijual, serta
dari pengiriman barang sampai ke pihak consignee (yang dititipkan)
kecuali ada perjanjian lain yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak.
20
2. Barang-Barang Setelah melakukan perjanjian dan dilakukannya
penjualan konsinyasi, maka barang-barang yang ingin dijual tidak
boleh terjadi pemindahan hak milik kecuali barang tersebut sudah laku
terjual. Pihak consignee (yang dititipkan) tidak boleh mencatat barang
yang dijual sebagai persediaan barang di dalam perusahaan.
3. Pencatatan Penjualan
Pencatatan penjualan konsinyasi dilakukan dengan dua cara, sebagai
berikut:
a. Dicatat secara terpisah
Pencatatan secara terpisah adalah pendapatan dan keuntungan yang
didapatkan dari penjualan konsinyasi dicatat secara terpisah dari
penjualan reguler atau penjualan biasa.
b. Dicatat secara tidak terpisah
Pencatatan secara tidak terpisah adalah pendapatan dan keuntungan
yang didapatkan dari penjualan konsinyasi tidak dipisah dari
penjualan reguler oleh pihak consignee (yang dititipkan) sehingga
tidak dibedakan antara keuntungan dari penjualan konsinyasi dengan
keuntungan dari penjualan regular.