BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/43927/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/43927/3/BAB II.pdf ·...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang investasi, tenaga kerja, pendapatan
perkapita terhadap kemiskinan yang di sejumlah peneliti dengan objek dan
periode waktu yang berbeda-beda, antara lain:
Azami (2009), dengan judul Analisis Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Tenaga Kerja, dan Pendidikan Terhadap Kemiskinan: Studi
Kasus Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2007 dapat diketahui bahwa
variabel Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Timur. Variabel
pertumbuhan ekonomi, produktivitas pekerja dan pendidikan secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel kemiskinan di Jawa
Timur tahun 2001-2007. Variabel Pertumbuhan ekonomi secara parsial
berpengaruh negatif terhadap variabel kemiskinan. Variabel produktivitas
pekerja secara parsial memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah penduduk
miskin. Variabel jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang tamat SLTP
secara parsial memiliki pengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin
di Jawa Timur tahun 2001-2007. Variabel jumlah penduduk usia 15 tahun
ke atas yang tamat SMA sederajat dan Perguruan tinggi juga merupakan
proxy pendidikan secara parsial memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah
penduduk miskin.
9
Pratama, dkk (2016) dengan judul Analisis Pengaruh Investasi,
Tenaga Kerja, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Dampaknya Terhadap Kemiskinan di Sulawesi Utara. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Path. Hasil analisis
menunjukkan investasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi begitu juga dengan tenaga kerja yang memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Tingkat
Pendidikan juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan investasi memberikan pengaruh tidak
langsung yang signifikan terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan
ekonomi di Sulawesi Utara, akan tetapi tenaga kerja secara tidak langsung
belum bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan
melalui pertumbuhan ekonomi. Tingkat Pendidikan memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di Sulawesi Utara.
Pataeda, dkk (2016) dengan judul Pengaruh Investasi, Pertumbuhan
Ekonomi, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di
Gorontalo. Data yang digunakan adalah data sekunder dimana
menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian, investasi
memiliki pengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Gorontalo, sementara
pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah tidak memiliki
pengaruh terhadap tingkat kemisikinan di Gorontalo.
10
Wirawan, dkk (2014) dengan judul Analisis Pengaruh Pendidikan,
PDRB Perkapita, dan Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Provinsi Bali. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier
berganda. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa pendidikan, PDRB
per kapita, dan tingkat pengangguran secara serempak berpengaruh
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Pendidikan secara parsial
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin,
PDRB per kapita secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin, sedangkan tingkat pengangguran secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.
Variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap jumlah penduduk
miskin yaitu variabel PDRB per kapita.
Ratih, dkk (2017) dengan judul Pengaruh Investasi, Pengeluaran
Pemerintah, dan Tenaga Kerja Terhadap Produk Domestik Regional Bruto
dan Tingkat Kemiskinan Pada Wilayah Serbagita di Wilayah Provinsi Bali.
Berbagai kebijakan, strategi dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang
bersifat langsung maupun tidak langsung telah dilaksanakan, baik dalam
skala nasional maupun lokal. Penurunan tingkat kemiskinan bisa dilihat
melalui pencapain Produk Domestik Regional Bruto pada daerah tersebut.
Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto pada wilayah Sarbagaita
sangat tergantung kepada realisasi investasi, pengeluaran pemerintah dan
tenaga kerja yang terserap. Tingginya investasi dan pengeluaran pemerintah
pada wilayah serbagita akan meningkatkan Produk Domestik Regional
11
Bruto pada wilayah tersebut, dengan meningkatnya Produk Domestik
Regional Bruto maka kesejahteraan masyarakat semakin meningkat dan
selanjutnya akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Olusegun (2014) dengan judul Dampak Investasi Asing Langsung
pada Pengurangan Kemiskinan di Nigeria, (1980-2009). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, sementara pengentasan kemiskinan berhubungan
positif dengan FDI, pengeluaran pemerintah, dan infrastruktur, ini
berhubungan negatif dengan inflasi, utang nasional, dan modal manusia.
Dari temuan-temuan ini, khusus bunga adalah hasil dari FDI dan
pengurangan kemiskinan, yang menunjukkan bahwa FDI memang memiliki
hubungan positif pada pengurangan kemiskinan. Dengan demikian, lebih
banyak FDI harus didorong ke Nigeria, terutama yang akan mendorong
peluang kerja bagi masyarakat.
Febriaty, dkk (2017) Pengaruh Pendapatan Perkapita, Investasi, dan
Inflasi Terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumetera Utara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Perkapita berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara,
Investasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di
Provinsi Sumatera Utara sedangkan Inflasi berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Secara simultan
pendapatan perkapita, investasi dan inflasi berpengaruh terhadap
kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara
12
Amin, dkk (2004) dengan judul Kemiskinan dan Penentu Anak
Lainnya Buruh di Bangladesh. Dalam penelitian ini memperkirakan
kemungkinan bahwa seorang anak akan bekerja, menggunakan model
regresi logistik yang terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan yang lebih
muda dan lebih tua di daerah perkotaan dan pedesaan. Hasil ini mendukung
gagasan itu kemiskinan keluarga memengaruhi kemungkinan bahwa
seorang anak akan bekerja, menjauhkan anak-anak dari pekerjaan
kemewahan yang tidak mampu diberikan oleh keluarga-keluarga ini. Selain
itu, penting untuk memeriksa demografi terpisah kelompok untuk
memahami sepenuhnya faktor penentu pekerja anak di Bangladesh sejak
efek variabel anak dan keluarga pada kemungkinan bahwa seorang anak
akan bekerja berbeda di antara kelompok-kelompok ini.
B. Landasan Teori
1. Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara
ekonomi untukmemenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu
daerah. Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya
kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa
pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah
ini juga akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi
standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar
pendidikan.
13
Dudley Seers (1969) menyatakan bahwa makna pembangunan
ekonomi bukan semata peningkatan pendapatan per kapita, akan tetapi
penanggulangan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
pendapatan. Pengurangan pengangguran merupakan cara untuk
menghilangkan masalah utama kemiskinan dan ketimpangan pendapatan
penduduk (antar wilayah). Pembangunan yang dilakukan belum
sepenuhnya berjalan karena pertumbuhan ekonomi tidak mengurangi
pengangguran dan kemiskinan dalam persentase signifikan ditengah
investasi yang jauh dibawah target pembangunan jangka menengah.
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai “poverty is lack
of shelter. Poverty is beinh sick and not being able to see a doctor.
Poverty is not being able to go to school and not knowing how to read.
Poverty is not having a job, is fear of the future, living one day at time.
Poverty is losing a child to illness brought about by clean water. Poverty
is powerlessness. Lack of representation ang freedom”. Kemiskinan
berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk
berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis.
Kemiskinan adalah bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap
masa depan, tidak memiliki akses akan sumber air bersih. Kemiskinan
adalah ketidakberdayaan, kurangnya representasi dan kebebasan
(Maipita, 2014). Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat
tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga
tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat
14
tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari
standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila
memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan
sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan
dirinya (Suryawati, 2004). Pengertian kemiskinan yang saat ini populer
dijadikan studi pembangunan adalah kemiskinan yang seringkali
dijumpai di negara-negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga.
Persoalan kemiskinan masyarakat di negara-negara ini tidak hanya
sekedar bentuk ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah meluas
pada bentuk ketidakberdayaan secara sosial maupun politik (Suryawati,
2004). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2002).
Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan
pembangunan yang diakibatkan adanya dampak negatif dari
pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang sehingga memperlebar
kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan
pendapatan antar daerah (inter region income gap) (Harahap, 2006).
Studi pembangunan saat ini tidak hanya memfokuskan kajiannya pada
faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan, akan tetapi juga mulai
mengindintifikasikan segala aspek yang dapat menjadikan miskin.
a. Definisi Kemiskinan Secara Umum
15
Definisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan
identifikasi dan pengukuran terhadap sekelompok
masyarakat/golongan yang selanjutnya disebut miskin (Nugroho,
1995). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia memiliki
sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan
miskin. Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat
relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar
kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut
kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan kondisi tertentu, yaitu
pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan konsumsi rata-rata,
status kependidikan, dan kondisi kesehatan. Secara umum,
kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan
dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk
menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004).
Kemampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok
berdasarkan standar harga tertentu adalah rendah sehingga kurang
menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup pada umumnya.
Berdasarkan pengertian ini, maka kemiskinan secara umum
didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan
dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang
dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup. Berdasarkan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi
sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak
16
terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Definisi kemiskinan kemudian dikaji kembali dan diperluas
berdasarkan permasalahan-permasalahan kemiskinan dan faktor-
faktor yang selanjutnya menyebabkan menjadi miskin. Definisi
kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers adalah definisi yang
saat ini mendapatkan perhatian dalam setiap program pengentasan
kemiskinan di berbagai negara-negara berkembang dan dunia ketiga.
Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari
Chambers menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan
konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:
1) Kemiskinan (Proper)
Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada pandangan
semula adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk
mencukupi kebutuhan kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan
ini berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki
pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang
telah memiliki pendapatan.
2) Ketidakberdayaan (Powerless)
Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan
berdampak pada kekuatan sosial (social power) dari seseorang
atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan
17
ataupun persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency)
Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin
tidak memiliki atau kemampuan untuk menghadapi situasi yang
tidak terduga di manasituasi ini membutuhkan alokasi
pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya, situasi rentan
berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan
biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi darurat
lainnya yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat
mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak
mampu untuk menghadapi situasi ini.
4) Ketergantungan (dependency)
Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan
sosial dari seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin
tadi menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap pihak lain
adalah sangat tinggi. Mereka tidak memiliki kemampuan atau
kekuatan untuk menciptakan solusi atau penyelesaian masalah
terutama yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan baru.
Bantuan pihak lain sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan-
persoalan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan
sumber pendapatan.
5) Keterasingan (Isolation)
18
Dimensi keterasingan seperti yang dimaksudkan oleh
Chambers adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau
sekelompok orang menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat
yang disebut miskin ini berada pada daerah yang jauh dari pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan sebagian besar
fasilitas kesejahteraan lebih banyak terkonsentrasi di pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi seperti di perkotaan atau kota-kota besar.
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau
oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki taraf hidup
yang rendah sehingga kondisi ini menjadi penyebab adanya
kemiskinan.
b. Ukuran Kemiskinan
Todaro & Smith (2011) menerangkan adanya sejumlah
kriteria yang disepakati secara luas oleh para ekonom dalam
menentukan tepat atau tidaknya suatu ukuran kemiskinan, yaitu
prinsip anonimitas, indepedensi penduduk, monotonitas, dan
sensitivitas distribusional. Prinsip anonimitas dan indepedensi
penduduk ukuran mengenai cakupan kemiskinan tidak
memersoalkan siapa orang miskin itu dan tidak bergantung pada
banyaknya jumlah penduduk pada suatu negara. Prinsip
monotonisitas berarti jika ada penambahan pendapatan kepada
seseorang yang berada di bawah garis kemiskinan, dengan semua
pendapatan orang lain tetap, maka kemiskinan tidak mungkin lebih
19
besar dari sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan
bahwa dengan semua hal lainnya sama, jika mentransfer pendapatan
kepada orang miskin kepada orang yang lebih kaya maka
perekonomian seharusnya dipandang menjadi lebih miskin.
Disamping itu terdapat ukuran kemiskinan menurut Foster-Greer-
Thorbecker (FGT) yang dihitung dengan rumus:
𝑃𝑎 =1
𝑁∑ (
𝑌𝑝 − 𝑌𝑖
𝑌𝑝)
𝑎𝐻
𝑖=1
Keterangan:
𝑎 : 0, 1, 2
𝑌𝑎 : Ukuran kelas kemiskinan
𝑌𝑝 : Garis Kemiskinan
𝑌𝑖 : Pendapatan orang miskin ke-i
𝐻 : Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan
𝑁 : Jumlah penduduk.
Dimana jika:
𝑎 = 0, maka diperoleh Headcount Index (𝑃0), yaitu presentase
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
𝑎 = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index (𝑃1), yaitu indeks
kedalaman kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks,
20
makin jauh rata—rata pengeluaran penduduk di garis
kemiskinan.
𝑎 = 2, maka diperoleh Poverty Severty (𝑃2), yaitu indeks keparahan
kemiskinan, yang memberikan gambaran mengenai
penyebaran pengeluaran antara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
di antara penduduk miskin.
Ukuran kemiskinan menurut Hidiyanto, dalam ekonomi
pembangunan (2014), secara sederhana dan umum digunakan dapat
dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1) Kemiskinan absolut (absolute poverty) dimaksudkan sebagai
kemiskinan yang dilihat dengan menggunakan ukuran yang pasti
(absolut) yang berlaku di dunia dan di tahun yang berbeda.
Kekurangan abslout juga sering di katakan sebagai kemiskinan
yang sangat serius (extreme) dimana orang betul-betul kekurangan
sandang, pangan, papan.
2) Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang terjadi karena kita
membandingkan satu kelompok pendapatan dengan kelompok
lain. Dengan kata lain kita melihat kemiskinan dalam konteks
sosialnya.
c. Macam-macam Kemiskinan Kemiskinan yang dapat dilihat dari
penyebab terjadinya kemiskinan itu sendiri yaitu :
21
1) Kemiskinan Individu Kemiskinan individu adalah yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang;
misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu
bekerja dan lain-lain.
2) Kemiskinan Alamiah Kemiskinan alamiyah adalah kemiskinan
yang disebabkan oleh masalah alam; misalnya kondisi alam yang
tidak bersahabat dengan daerah para penduduk sehingga
menyebabkan masyarakat tidak bisa melakukan aktivitasnya
masing-masing.
3) Kemiskinan Kultural Kemiskinan Kultural adalah kemiskinan
yang disebabkan rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat
tertentu; misalnya rasa malas, tidak produktif, terlalu bergantung
pada harta warisan, dan lain-lain.
4) Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural adalah kemiskinan
yang disebabkan oleh kesalahan sistem pemerintahan suatu negara.
d. Penyebab Kemiskinan
Penyebab Kemiskinan Menurut Todaro & Smith (2006)
kemiskinan yang terjadi di Negara-negara berkembang akibat dari
interaksi antara 6 karakteristik berikut:
1) Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang
rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.
22
2) Pendapatan perkapita negara-negara Dunia Ketiga juga masih
rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, bahkan ada
beberapa yang mengalami stagnasi.
3) Distribusi pendapatan amat sangat timpang atau sangat tidak
merata.
4) Mayoritas penduduk di negara-negara Dunia Ketiga harus hidup
dibawah tekanan kemiskinan absolut.
5) Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas,
kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat
kematian bayi di negara-negara Dunia Ketiga sepuluh kali lebih
tinggi dibanding dengan yang ada di negara maju.
6) Fasilitas pendidikan di kebanyakan negara-negara berkembang
maupun isi kurikulumnya relatif masih kurang relevan maupun
kurang memadai.
Penyebab Kemiskinan Menurut Sharp, dkk (Sukmaraga, 2011)
mengidentifikasi penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi. Pertama, secara
mikro, kemiskinan muncul karena ketidaksmaan pola kepemilikan sumber
daya sehingga distribusi pendapatan timpang. Kedua, kemiskinan karena
perbedaan kualitas sumber daya manusia. Ketiga, kemiskinan akibat
perbedaan akses modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada
teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty).
Penyebab Kemiskinan Menurut Ragnar Nurkse Ragnar Nurkse
(Kuncoro, 2006) mengungkapkan bahwa adanya keterbelakangan,
23
ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menjadi penyebab
produktivitas rendah sehingga pendapatan yang diterima juga rendah.
Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan
investasi. Rendahnya tabungan dan investasi ini menyebabkan
keterbelakangan. Begitu seterusnya.
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse (Mudrajat
Kuncoro, 2006) Sumber: Mudrajad Kuncoro(2006)
Nurkse menjelaskan dua lingkaran perangkap kemiskinan dari segi
penawaran (supply) dan permintaan (demand). Segi penawaran
menjelaskan bahwa tingkat pendapatan masyarakat yang rendah akibat
tingkat produktivitas rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk
menabung rendah.
Rendahnya kemampuan menabung masyarakat menyebabkan
tingkat pembentukan modal (investasi) yang rendah, sehingga terjadi
24
kekurangan modal dan dengan demikian tingkat produktivitas juga akan
rendah. Begitu seterusnya. Sedangkan dari segi permintaan menjelaskan di
negara-negara yang miskin rangsangan untuk menanamkan modal sangat
rendah karena keterbatasan luas pasar untuk berbagai jenis barang. Hal ini
disebabkan pendapatan masyarakat yang sangat rendah karena tingkat
Produktivitas Rendah produktivitasnya yang juga rendah, sebagai akibat
dari tingkat pembentukan modal yang terbatas di masa lalu. Pembentukan
modal yang terbatas ini disebabkan kekurangan rangsangan untuk
menanamkan modal.
Begitu seterusnya. Penyebab Kemiskinan Menurut Eric Chetwynd
Eric Chetwynd, Frances Chetwynd, dan Bertram Spector (2003)
menjelaskan bahwa korupsi dapat memperburuk kemiskinan. Tingginya
korupsi di suatu daerah menyebabkan para investor enggan untuk
berinvestasi di daerah tersebut. Rendahnya investasi mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut akan terhambat serta dapat
meningkatkan ketimpangan pendapatan. Hal ini menyebabkan kondisi
kemiskinan daerah tersebut akan semakin buruk.
2. Investasi
Investasi merupakan atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin, 2000). Atau
dapat juga didefinisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk
25
digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu
dengan harapan dapat memberikan pendapatan atau keuntungan
(Hartono, 2000).
a. Jenis-jenis Investasi
Menurut Hartono (2000) terdapat dua tipe investasi yaitu :
1) Investasi Langsung
Investasi ini berupa pembelian langsung aktiva keuangan
suatu perusahaan. Investasi langsung dapat dilakukan pada :
a) Pasar uang (money market), berupa aktiva yang mempunyai
risiko gagal kecil, jatuh tempo pendek dengan tingkat cair yang
tinggi seperti Treasury bill (T-bill).
b) Pasar modal (capital market), berupa surat-surat berharga
pendapatan tetap (fixed-income securities) dan saham-saham
(equity income).
c) Pasar turunan (deverative market), berupa opsi (option) dan
futures contract.
2) Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung merupakan pembelian saham dari
perusahaan investasi yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva
keuangan dari perusahaan lain. Perusahaan investasi adalah
perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual
26
sahamnya kepada publik dan menggunakan dana yang diperoleh
untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya.
b. Proses Investasi
Proses investasi terdiri dari lima tahap yaitu :
1) Penentuan tujuan investasi. Tujuan investor antara yang satu
dengan yang lain tidak sama, tergantung dari keputusan yang
dibuat.
2) Penentuan kebijakan investasi. Tahap ini merupakan tahap
penentuan kebijakan untuk memenuhi tujuan investasi yang telah
ditetapkan.
3) Pemilihan strategi portofolio. Ada dua strategi yang dipilih, yaitu
strategi portofolio aktif dan strategi portofolio pasif. Strategi
portofolio aktif meliputi penggunaan informasi yang tersedia dan
teknik-teknik peramalan secara aktif untuk mencari kombinasi
portofolio yang lebih baik. Strategi portofolio pasif meliputi
aktivitas investasi pada portofolio yang seiring dengan kinerja
indek pasar.
4) Pemilihan asset. Tahap ini merupakan proses pengevaluasian setiap
sekuritas yang ingin dimasukan dalam portofolio.
5) Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio. Tahap ini meliputi
kinerja portofolio dan pembandingan hasil pengukuran tersebut
dengan kinerja portofolio lainnya melalui proses benchmarking
27
(Tendelilin, 2000). Portofolio yang efisien adalah portofolio yang
memberikan return ekspektasi terbesar dengan risiko yang sudah
pasti atau portofolio yang mengandung risiko terkecil dengan
tingkat return ekspektasi yang sudah pasti. Portofolio yang efisien
ditentukan dengan memilih tingkat return ekspektasi tertentu dan
kemudian meminimumkan risikonya atau menentukan tingkat
risiko yang tertentu dan kemudian memaksimumkan return
ekpektasinya (Hartono, 2000)
3. Tenaga Kerja
Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan Angkatan Kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai
salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah
tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi,
sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar
domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih
dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat
benar benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari
pembangunan ekonominya. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh
positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada
kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan
secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut.
Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi
28
modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan
manajerial dan administrasi.
Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada
umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang
bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan
tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional
ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam
keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang
tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor
tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan
demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Nicholson W. (1991) bahwa suatu
fungsi produksi suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L)
dimana k merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang
memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang/jasa yang dapat
diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L
maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan
masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran
yang dapat diproduksi.
Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan
produk fisik marjinal (Marginal Physcal Product). Selanjutnya dikatakan
bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus menerus sedang faktor
produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya akan
29
menunjukkan peningkatan produktivitas namun pada suatu tingkat
tertentu akan memperlihatkan penurunan produktivitasnya serta setelah
mencapai tingkat keluaran maksimal setiap penambahan tenaga kerja
akan mengurangi pengeluaran. Simanjuntak (1985) menyebutkan bahwa
tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja,
sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain, seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Tenaga kerja memiliki beberapa definisi, menurut UU No 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pada
UU No. 25 tahun 1997 mendefinisikan tenaga kerja adalah penduduk
usia 15 tahun atau lebih, sedangkan pada undang-undang terbaru tentang
ketenagakerjaan yaitu UU No. 13 tahun 2013 tidak memberikan batasan
umur dalam definisi tenaga kerja, namun pada undang - undang tersebut
melarang mempekerjakan anak – anak. Anak-anak menurut UU No. 25
tahun 1997 tentang ketenagakerjaan adalah orang laki-laki atau wanita
yang berumur kurang dari 15 tahun. Tenaga kerja mencakup penduduk
yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan
yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga (Simanjuntak, 1985).
Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkata kerja dan bukan
angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force adalah bagian tenaga
30
kerja yang ingin dan yang benar-benar menghasilkan barang dan jasa.
Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang
menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja
terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah
tangga, dan golongan lain – lain atau penerima pendapatan. Ketiga
golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu – waktu dapat
menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering
dinamakan potensial labor force (Simanjuntak, 1985). Besarnya
penyediaan atau supply tenaga kerja dalam masyarakat adalah jumlah
orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Di antara
mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatannya yang menghasilkan
barang atau jasa. Mereka dinamakan golongan yang bekerja atau
employed persons. Sebagian lain tergolong yang siap bekerja dan sedang
berusaha mencari pekerjaan, mereka dinamakan pencari kerja atau
penganggur Jumlah yang bekerja dan pencari kerja dinamakan angkatan
kerja atau labor force (Simanjuntak, 1985).
Menurut BPS penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai
Angkatan Kerja (AK) dan bukan AK. Angkatan Kerja dikatakan bekerja
bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya
bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang
lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari
pekerjaan disebut menganggur (Santosa, 2001) Jumlah angkatan kerja
31
yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang
tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka
akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu
daerah.
4. Pendapatan Perkapita
Pendapatan adalah suatu aliran penerimaan yang dapat
dikonsumsikan tanpa mengurangi jumlah atau nilai sumber yang
menciptakan aliran penerimaan tersebut. Pendapatan perkapita menurut
Sadono Sukirno adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian
pendapatan nasional suatu negara pada satu tahun tertentu dengan jumlah
penduduk negara pada tahun tersebut. Menurut Muana Nanga
Pendapatan perkapita adalah merupakan pendapatan agregat (yang
berasal dari bebagai sumber) yang secara aktual diterima oleh seseorang
atau rumah tangga. Untuk mengukur kondisi seseorang atau rumah
tangga, salah satu pokok paling sering digunakan yaitu melalui tingkat
pendapatnnya.
Pendapatan menunjukan seluruh uang diterima oleh seseorang
atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan
ekonomi. Dari beberapa pendapat diatas bahwa yang dimaksud dengan
pendapatan kapita adalah jumlah pendapatan yang diperoleh oleh
seseorang atau rumah tangga dalam suatu periode tertentu, setelah
32
dikurangi dengan biaya-biaya. Telah diterangkan, tingkat pertumbuhan
ekonomi menggambarkan tentang kenaikan rill dari produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu
pertumbuhan ekonomi yang berlaku belum tentu melahirkan
pembangunan ekonomi dan peningkatkan dalam kesejahteraan
(pendapatan) masyarakat, walaupun terjadi secara berlanjut dalam
jangka panjang, hal tersebut disebabkan karena bersamaan dengan
terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pada pertumbuhan
penduduk.
Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan tidak
melebihi tingkat jumlah penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat
(pendapatan perkapita) akan mengalami penurunan. Apabila dalam
jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertumbuhan
penduduk , maka perekonomian negara tersebut tidak mengalami
perkembangan dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami
kemajuan. Fungsi lain pendapatan perkapita dalam analisis
pembangunan ekonomi adalah.12 Menggambarkan jurang tingkat
kemakmuran diberbagai negara. Dalam konteks ini diasumsikan tingkat
kemakmuran suatu negara direfleksikan oleh pendapatan rata-rata yang
diterima penduduknya. Semakin tinggi pendapatan tersebut semakin
tinggi daya beli penduduk, dan daya beli bertambah ini meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
a. Jenis-jenis Pendapatan
33
Pada bagian sebelumnya kita dapat memahami pendapatan
perkapita, maka disini juga terdapat jenis-jenis dari pendapatan tersebut
adapun diantaranya sebagai berikut :
1) Pendapatan Pribadi
Pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis
pendapatan termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan
sesuatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu negara.
Dari arti istilah pendapatan pribadi ini dapatkanlah disimpulkan
bahwa dalam pendapatan pribadi telah termasuk juga pembayaran
pindahan. Pembayaran tersebut merupakan pemberian-pemberian
yang dilakukan oleh pemerintah kepada berbagai golongan
masyarakat dimana para penerimanya tidak perlu memberikan suatu
balas jasa atau usaha apapun sebagai imbalan.
2) Pendapatan Disposebel
Apabila pendapatan pribadi dikurangi oleh pajak yang harus
dibayar oleh para penerima pendapatan, nilai yang tersisa
dinamakan pendapatan disposebel. Dengan demikian pada
hakikatnya pendapatan disposebel adalah pendapatan yang dapat
digunakan oleh para penerimanya, yaitu semua rumah tangga yang
ada dalam perekonomian, untuk membeli barang-barang dan jasa-
jasa yang mereka ingin.
3) Metode Penghitungan Pendapatan Perkapita
34
Pendapatan perkapita adalah jumlah pendapatan rat-rata
penduduk dalam sebuah negara pada suatu periode tertentu.
Biasanya, dihitung setiap periode satu tahun, untuk mendapatkan
jumlah pendapatan rata-rata penduduk, pendapatan nasional
dihitung dari jumlah seluruh pendapatan penduduk negara tersebut.
Oleh sebab itu, jumlah penduduk praktis akan mempengaruhi
jumlah pendapatan perkapita suatu negara. Pendapatan perkapita
dapat juga diartikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa rata-rata
yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode
tertentu (biasanya 1 tahun). Cara menghitung pendapatan perkapita
adalah menjumlahkan pendapatan seluruh penduduk suatu negara
pada tahun tertentu. Kemudian, dibagi dengan jumlah penduduk
negara yang bersangkutan pada periode tahun yang sama. Jika di
formulakan sebagai berikut :
Pendapatan Perkapita = PDRB (Produc Domestic Regional Bruto)
Jumlah Penduduk
b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Perkapita Faktor-
faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita adalah sebagai
berikut :
1) Permintaan agrerat dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukan hubungan antara
keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai
dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah seluruh barang dan
35
jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada tingkat harga,
sedangkan penawaran agregat menunjukan hubungan antara
keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan
oleh perusahaanperusahaan dalam tingkat harga.
2) Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh
barangbarang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam satu tahun.
Sedangkan tabungan bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan
untuk konsumsi. Tabungan, konsumsi, dan pendapatan sangat erat
hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapatan keynes
yangdikenal dengan psyclogical consumtion yang membahas
tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan
pendapatan. Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu
komponen penting pengeluaran agrerat.
c. Fungsi Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita dapat digunakan untuk
membandingkan kesejahteraan atau standar hidup suatu negara dari
tahun ke tahun. Dengan melakukan perbandingan seperti itu kita
dapat mengamati apakah kesejahteraan masyarakat suatu negara
secara rata-rata telah meningkat.Pendapatan perkapita
meningkatkan merupakan salah satu tanda bahwa rata-rata
kesejahteraan penduduk telah meningkat. Pendapatan perkapita
36
telah menunjukan pula apakah pembangunan yang telah
dilaksanakan pemerintah telah berhasil, seberapa keberhasilan
tersebut, dan akibat yang telah ditimbulkan oleh peningkatan
tersebut
d. Manfaat Penghitungan Pendapatan Perkapita
Kemampuaan pendapatan perkapita dalam mengukur tingkat
kesejahteraan negara dan sebagai indikator kehidupan negara dapat
dijadikan sebagai salah satu analisis ekonomi bagi pemerintah
maupu organisasi ekonomi untuk mengambil kebijakan ekonomi.
Secara ringkas kita dapat menyimpulkan beberapa manfaat dari
perhitungan pendapatan perkapita yaitu :
1) Mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat suatu Negara dari
waktu ke waktu.
2) Membandingkan tingkat kesejahteraan antar negara satu dengan
yang lainnya.
3) Sebagai pedoman bagi pemerintah dan membuat kebijakan
ekonomi.
4) Mengelompokan sebagai negara ke beberapa tingkat pendapatan.
C. Hubungan antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen
Hubungan antara variable independen dengan variable dependen
menjelaskan tentang adanya keterkaitan antara variable dependen dengan
variable independen.
37
1. Hubungan antara Tenaga Kerja dengan Kemiskinan
Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang
sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat (Soebagiyo, 2013). Salah satu faktor
penting yang menentukan kemakmuran masyarakat adalah tingkat
pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujud, sehingga apabila
tidak bekerja atau menganggur maka akan mengurangi pendapatan dan
hal ini akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai
sehingga dapat menimbulkan buruknya kesejahteraan masyarakat
(Sukirno, 2004).
2. Hubungan antara Investasi dengan Kemiskinan
Pada suatu negara atau daerah selalu salah satu orientasi
kebijakan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan investasi
manusia maupun investasi dalam sektor riil. Harrod Domar menjelaskan
investasi sebagai motor penggerak utama pembangunan ekonomi, karena
: (1) investasi dapat menciptakan tambahan pendapatan; dan (2) investasi
dapat pula memperbesar kapasitas produksi melalui meningkatnya
persediaan modal, yang disebut efek penawaran. Rendahnya pendapatan
akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya
investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha
38
untuk mengurangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong
lingkaran dan perangkap kemiskinan ini ( Kuncoro, 2006).
Jadi ketika investasi meningkat di suatu daerah akan
mengakibatkan meningkat pula pertumbuhan ekonomi dan dapat
menekan angka kemiskinan di wilayah tersebut.
3. Hubungan Antara Pendapatan Perkapita Dengan Kemiskinan
PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa
diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas
produksi. PDRB per kapita sering dipakai untuk mengukur tingkat
kemakmuran penduduk suatu daerah. Jika pendapatan per kapita
meningkat, maka kemampuan rata-rata pendapatan masyarakat di suatu
daerah juga akan semakin meningkat. Ini berarti kemampuan pendapatan
dalam memenuhi kebutuhan pokok di daerah tersebut akan semakin
meningkat. Jika kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
meningkat, maka jumlah penduduk miskin di daerah tersebut akan
berkurang. Sebaliknya, apabila pendapatan per kapita di daerah
berkurang/menurun, maka akan menurun pula kemampuan pendapatan
rata-rata masyarakat di daerah tersebut. Jika kemampuan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan pokok menurun, maka jumlah penduduk
miskin di daerah tersebut akan meningkat.
39
D. Kerangka Pikir
Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan
pembangunan yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan
ekonomi yang tidak seimbang sehingga memperlebar kesenjangan
pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan pendapatan antar
daerah (inter region income gap) (Harahap, 2006). Salah satu faktor
penting yang menentukan kemakmuran masyarakat adalah tingkat
pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujud, sehingga apabila tidak
bekerja atau menganggur maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini
akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai sehingga dapat
menimbulkan buruknya kesejahteraan masyarakat (Sukirno, 2004).
Salah satu cara menurunkan kemiskinan dengan cara melakukan
investasi Harrod Domar menjelaskan investasi sebagai motor penggerak
utama pembangunan ekonomi, karena : (1) investasi dapat menciptakan
tambahan pendapatan; dan (2) investasi dapat pula memperbesar kapasitas
produksi melalui meningkatnya persediaan modal, yang disebut efek
penawaran. Jadi ketika investasi meningkat di suatu wilayah akan
mengakibatkan meningkat pula pertumbuhan ekonomi dan dapat menekan
angka kemiskinan di wilayah tersebut. Jika di suatu daerah mengalami
pertumbuhan ekonomi maka akan meningkat juga pendapatan perorangan
dan dapat memenuhi kebutuhan masing masing perorangan di daerah
40
tersebut. Meningkatnya pendapatan perorangan atau pendapatan perkapita
akan menurunkan tingkat kemiskinan di daerah tersebut.
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian
E. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas,
maka dengan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi, dapat di susun hipotesis sebagai berikut :
Diduga Investasi, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Perkapita ada
pengaruh terhadap Kemiskinan.
Investasi
(X1)
Tenaga Kerja
(X2)
Pendapatan Perkapita
(X3)
Kemiskinan
(Y)