BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/148/3/bab...

27
7 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Pengertian Oksigenasi Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh. Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O 2 setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen (O 2 ) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Sulistiyo Andarmoyo, 2012). Oksigen (O 2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO 2 ), nitrogen (N 2), dan unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan Wartonah edisi 4, 2010). 2. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi Menurut Sulistiyo Andarmoyo, 2012 : Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi, dan transportasi gas ke jaringan dipengaruhi oleh empat hal : (1) fisiologis, (2) perkembangan, (3) perilaku, dan (4) lingkungan :

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/148/3/bab...

  • 7

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

    1. Pengertian Oksigenasi

    Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

    mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,

    mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh.

    Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur

    vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan

    kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini

    diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas dari atmosfer.

    Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh

    (Sulistiyo Andarmoyo, 2012).

    Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam

    kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan

    untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen

    diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer, gas

    selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO2), nitrogen (N2), dan

    unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan Wartonah

    edisi 4, 2010).

    2. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi

    Menurut Sulistiyo Andarmoyo, 2012 :

    Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi, dan transportasi gas ke

    jaringan dipengaruhi oleh empat hal : (1) fisiologis, (2) perkembangan,

    (3) perilaku, dan (4) lingkungan :

  • 8

    8

    a. Faktor fisiologis

    Setiap kondisi yang memengaruhi fungsi kerja

    kardiopulmonar secara langsung akan memengaruhi kemampuan

    tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

    b. Faktor Perkembangan

    1) Bayi dan Todler

    Bayi dan todler usia 0 – 36 bulan beresiko mengalami

    infeksi saluran pernapasan bagian atas sebagai hasil pemaparan

    agen infeksi dan asap rokok. Hal ini terjadi karena pada saat

    lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru

    yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara dan pada

    usia prematur kecenderungan pembentukkan surfactan

    berkurang.

    2) Anak usia sekolah dan remaja

    Anak usia sekolah dan remaja usia 6 – 12 tahun beresiko

    terpapar pada infeksi saluran pernapasan, misalnya menghisap

    asap rokok dan merokok. Individu yang mulai merokok pada

    usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa

    pertengahan mengalami peningkatan resiko penyakit

    kardiopulmonar dan kanker paru.

    3) Dewasa muda dan dewasa pertengahan

    Dewasa muda dan pertengahan usia 18 – 60 tahun banyak

    terpapar pada banyak resiko kardiopulmonar seperti: diet yang

    tidak sehat, stress, kurang aktifitas fisik, obat-obatan, dan

    merokok. Dengan mengurangi faktor-faktor resiko tersebut

    dapat menurunkan resiko menderita penyakit kardiopulmonar.

    4) Lansia

    Pada lansia usia > 75 - 90 tahun seiring bertambahnya usia

    makan akan berdampak pada sistem pernapasan dan sistem

    jantung. Pada sistem arterial akan terjadi plak aterosklerosis

    sehingga tekanan darah bisa meningkat. Kompliansi dinding

  • 9

    9

    dada menurun, penurunan otot-otot pernapasan, identik juga

    sering terjadi pada lansia. Selain itu penurunan kerja silia dan

    mekanisme batuk efektif menyebabkan individu/lansia

    mengalami infeksi saluran pernapasan.

    c. Perilaku

    Perilaku atau gaya hidup secara langsung maupun tidak

    langsung akan memengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi

    oksigen. Faktor gaya hidup yang memengaruhi fungsi pernapasan

    meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi,

    dan stress.

    1) Nutrisi

    Bila seseorang yang obesitas berat akan menyebabkan

    penurunan ekspansi paru dan peningkatan kebutuhan oksigen

    untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

    Bila seseorang mengalami kekurangan gizi akan mengalami

    kelemahan otot pernapasan sehingga akan menyebabkan

    kekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.

    Efisiensi batuk pun menurun akibat kelemahan otot

    pernapasan, sehingga menyebabkan klien mengalami retensi

    sekresi di saluran pernapasan.

    2) Latihan Fisik/Aktifitas

    Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan

    kebutuhan akan oksigen, kondisi ini menyebabkan frekuensi

    dan kedalaman pernapasan individu meningkat, sehingga akan

    memengaruhi kemampuan individu untuk menghirup lebih

    banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan oksigen.

    3) Merokok

    Hal ini dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan

    pembuluh darah perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan

    vasokontriksi pembuluhdarah perifer dan pembuluh darah

  • 10

    10

    koroner, dampaknya akan meningkatkan tekanan darah dan

    menurunkan aliran darah ke pembuluh darah perifer. Resiko

    kanker paru 10 kali lebih kuat pada individu yang merokok

    daripada individu yang tidak merokok.

    4) Penyalahgunaan Substansi

    Jika digunakan secara berlebihan dapat mengganggu

    oksigenasi dengan jalan mendepresi pusat pernapasan,

    menurunkan kedalaman pernapasan, dan jumlah oksigen yang

    diinhalasi.

    5) Stress

    Keadaan yang terus-menerus pada ansietas berat akan

    meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan

    oksigen. Tubuh berespons terhadap ansieta dan stress lain

    dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan.

    d. Faktor Lingkungan

    Lingkungan sangat memengaruhi kebutuhan oksigenasi.

    Ada 3 lingkungan yang memengaruhi oksigenasi yaitu di

    lingkungan ketinggian dari permukaan laut, suhu lingkungan, dan

    tempat kerja (polusi). Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah

    berkabut atau dataran tinggi. Makin tinggi daratan, makin rendah

    PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu.

    Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju

    pernapsan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman

    pernapasan yang meningkat. Lingkungan kerja yang penuh dengan

    polutan (asbestos, bedak talk, debu dsb) beresiko meningkatkan

    berbagai penyakit dalam saluran pernapasan.

  • 11

    11

    3. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh

    Menurut Tarwoto & Wartonah edisi 4, 2010 yaitu:

    a. Hipoksemia

    Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan

    konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2

    arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2

    95%). Pada neonatus PaO2

  • 12

    12

    kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan

    pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai

    oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah

    secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan

    sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan

    neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme,

    kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

    d. Perubahan pola napas

    Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa

    sekitar 18- 22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih

    panjang dari ekspirasi. Pernapasan normal disebut eupnea.

    Perubahan pola napas dapat berupa :

    1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien

    dengan asma.

    2) Eupnea, yaitu tidak bernapas atau berhenti napas.

    3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan

    frekuensi napas lebih dari 24 x/menit.

    4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal

    dengan frekuensi kurang dari 16 x/menit.

    5) Kusmaul, yaitu pernapasan dnegan panjang ekspirasi dan

    inspirasi sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan

    dalam, misalnya pada penyakit diabetes melitus dan uremia.

    6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam

    kemudian berangsur- angsur dangkal dan diikuti periode apnea

    yang berulang secara teratur.

    7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea

    dengan periode yang tidak teratur.

  • 13

    13

    4. Perubahan Fungsi Pernapasan

    a. Hiperventilasi

    Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam

    paru- paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi

    dapat disebabkan oleh :

    1) Kecemasan

    2) Infeksi atau sepsis

    3) Keracunan obat- obatan

    4) Ketidakseimbangan asam basa seperti asidosis metabolik

    Tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas

    pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, dan

    tinnitus.

    b. Hipoventilasi

    Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk

    memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2

    dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps

    paru).

    Tanda dan gejala hipoventilasi adalah nyeri kepala,

    penurunan kesadaran, disorientasi, kardiak disritmia,

    ketidakseimbangan elektrolit, kejang, dan kardiak arrest (Tarwoto

    dan Wartonah, 2010).

    B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

    Asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa

    keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan

    evaluasi keperawatan.

    1. Pengkajian Keperawatan

    a. Anamnesis

    1) Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)

  • 14

    14

    Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien

    baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan

    pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan

    pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/ penyakit, dan

    tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan

    klien tentang masalahnya/ penyakitnya (Sulistiyo Andarmoyo,

    2012).

    2) Keluhan utama

    Menurut Irman Somantri (2009), keluhan utama adalah

    keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien.

    Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien gangguan

    kebutuhan oksigen adalah sebagai berikut:

    a) Demam (40-410C) hilang timbul.

    b) Batuk (cough).

    Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai

    reaksi tubuh untuk membuang/ mengeluarkan produksi

    radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk

    purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu

    yang lama (> 3 minggu). Pada Tuberkulosis Paru biasanya

    batuk paling sering dirasakan dan batuk adalah salah satu

    gejala utama Tuberkulosis Paru.

    c) Peningkatan produksi sputum.

    Sputum merupakan suatu substansi yang keluar

    bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Sputum

    terdiri atas lendir, debius, selular, mikroorganisme, darah,

    pus, dan benda asing. Jika produksi sputum akibat batuk

    adalah tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum

    (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah),

    bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan

    kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Hal-hal

    tersebut dapat menunjukkan kedaan dari proses patologik.

  • 15

    15

    Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau

    hijau.

    d) Dispnea

    Timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai

    setengah paru. Dispnea merupakan suatu persepsi klien

    yang merasa kesulitan untuk bernafas. Perawat harus

    menanyakan kemampuan klien untuk melakukan aktivitas.

    e) Hemoptysis

    Hemoptysis adalah membatukkan darah atau sputum

    bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari

    jalan napas atas atau bawah atau berasal dari parenkim

    paru.

    Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain :

    Bronkhitis Kronik, TB Paru, emboli paru, pneumonia,

    kanker paru, dan abses paru.

    f) Chest pain

    Jarang ditemukan pada penderita Tuberkulosis Paru,

    nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura,

    sehingga menimbulkan pleuritis.

    3) Pemeriksaan fisik

    Pemeriksaan fisik menurut Sulistiyo Andarmoyo, 2012 adalah:

    a) Mata

    (1) Lesi kuning pada kelopak mata ( hiperlipidemia)

    (2) Konjungtiva pucat ( anemia)

    (3) Kenjungtiva sianosis ( hipoksemia )

    b) Hidung

    (1) Pernapasan dengan cuping hidung

    (2) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)

    (3) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan

    dengan penyakit paru kronik)

  • 16

    16

    c) Kulit

    (1) Sianosis perifer (vasokontriksi)

    (2) Sianosis secara umum (hipoksemia)

    (3) Penurunan turgor (dehidrasi)

    d) Jari dan kuku

    (1) Sianosis perifer ( kurangnya suplai O2 ke perifer)

    (2) Clubbing finger (hipoksemia kronik)

    e) Dada dan thoraks

    (1) Inspeksi

    Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk,

    dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi

    pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak atau pada saat

    diam. Amati juga pergerakkan pernapasan klien. Sedangkan

    untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung

    baik kifosis, skoliosis, maupun lordosis, akan lebih mudah

    dilakukan pada saat dada tidak bergerak. Pengamatan dada

    pada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk

    mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, takipnea), sifat

    (pernapasan dada, diafragma, perut), dan ritme pernapasan

    (biot, cheyne, stoke, kusmaul, dsb).

    (2) Palpasi

    Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan

    pergerakkan dada, mengobservasi abnormalitas,

    mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui taktil

    fremitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti : massa,

    lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika

    klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran pada dinding

    dada yang dihasilkan ketika berbicara) (Irman Somantri,

    2009).

  • 17

    17

    (3) Perkusi

    Perkusi langsung, yakni pemeriksa memukul torak

    klien dengan bagian palmar jari tengah keempat ujung jari

    tangannya yang dirapatkan.

    Perkusi tak langsung, yakni pemeriksa

    menempelkan suatu objek padat yang disebut pleksimeter

    pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang disebut pleksor

    untuk memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan

    suara.

    Suara perkusi pada tuberkulosis paru biasanya

    hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan

    dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi

    udara. (Irman Somantri, 2009)

    (4) Auskultasi

    Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan

    bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting

    bagi perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana

    didapatkan adanya ronkhi.

    4) Pemeriksaan penunjang

    a. Laboratorium darah rutin

    LED normal/ meningkat, limfositosis.

    b. Test PAP

    Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat

    histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik

    terhadap basil TB.

    c. Radiologi dada

    Rontgen thorax PA dan lateral.

    d. MYCODOT

    Deteksi antibodi memakai antigen liporabinomannan

    yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir

  • 18

    18

    plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai

    memakai warna sisir akan berubah.

    e. Pemeriksaan sputum

    Untuk mengidentifikasi organisme patogenik dan untuk

    menentukan apakah terdapat sel- sel maligna atau tidak.

    Pemeriksaan sputum meliputi kultur sputum, sensitif, dan

    Basil Tahan Asam (BTA)

    ( Mansjoer, dkk, 1999 dalam buku NIC-NOC, 2015)

    2. Diagnosa Keperawatan

    Menurut standar diagnosa keperawatan indonesia SDKI (2017) Tiga

    dignosa keperawatan utama yang akan muncul pada anak dengan

    bronkopneumonia adalah sebagai berikut :

    a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

    hipersekresi jalan napas ( SDKI edisi 1,2017).

    1) Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi

    jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten

    2) Tanda dan gejala:

    Gejala dan tanda mayor

    Subjektif :

    (tidak tersedia)

    Objektif

    a) Batuk tidak efektif

    b) Tidak mampu batuk

    c) Sputum berlebih

    d) Mengi, wheezing dan /atau ronkhi kering

    e) Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)

    Gejala dan tanda minor

    Subjektif:

    a) Dispnea

    b) Sulit bicara

    c) Ortopnea

  • 19

    19

    Objektif

    a) Gelisah

    b) Sianosis

    c) Bunyi nafas menurunfrekuensi napas berubah

    b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

    makanan.

    ( SDKI edisi 1,2017)

    1) Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

    kebutuhan metabolisme

    2) Tanda dan gejala:

    Gejala dan tanda mayor

    Subjektif:

    (tidak tersedia)

    Objektif:

    a) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

    Gejala dan tanda minor

    Subjektif:

    a) Cepat kenyang setelah makan

    b) Kram/nyeri abdomen

    c) Nafsu makan menurun

    Objektif

    a) Bising usus hiperaktif

    b) Otot pengunyah lemah

    c) Otot menelan lemah

    d) Membran mukosa pucat

    e) Sariawan

    f) Serum albumin turun

    g) Rambut rontok berlebih

  • 20

    20

    h) diare

    c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

    ( SDKI edisi 1,2017)

    1) Definisi: suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

    2) Tanda dan gejala:

    Gejala dan tanda mayor

    Subjektif: (tidak tersedia)

    Objektif:

    a) Suhu tubuh diatas nilai normal

    Gejala dan tanda minor

    Subjektif: (tidak tersedia)

    Objektif:

    a) Kulit merah

    b) Kejang

    c) Takikardia

    d) Takipnea

    e) Kulit terasa hangat

  • 21

    21

    3. Rencana Keperawatan

    Tabel 2.1 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Bersihan jalan napas tidak efektif

    berhubungan dengan hipersekresi jalan napas).

    Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung

    Bersihan jalan napas tidak efektif tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.

    Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekret

    atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan

    jalan nafas tetap paten

    Tujuan :

    Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan

    jalan nafas pasien kembali efektif dengan kriteria

    hasil :

    1. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dipsneu

    (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

    dengan mudah, tidak ada pursede lips)

    2. Menunjukan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

    pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara

    nafas abnormal)

    3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas

    Penyebab :

    Fisiologis

    1. Spasme jalan nafas 2. Hipersekrresi jalan nafas 3. Disfungsi neuromuskuler 4. Benda asing dalam jalan nafas 5. Adanya jalan nafas buatan

    Latihan batuk efektif

    Tindakan :

    Observasi

    1. Identifikasi kemapuan batuk 2. Monitor adanya retensi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas 4. Monitor input dan output cairan Terapeutik

    1. Atur posisi semi fowler/fowler Edukasi

    1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung

    selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,

    kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir

    mencucu selama 8 detik

    3. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali

    4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang

    ke-3

    Kolaborasi

    1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.

    1. Dukungan kepatuhan program pengobatan 2. Edukasi fisioterapi dada 3. Edukasi pengukuran respirasi 4. Fisioterapi dada 5. Konsultasi via telepon 6. Manajemen asma manajemen alergi 7. Manajemen anafilaksis 8. Manajemen isolasi 9. Manajemen ventilasi mekanik 10. Manajemen jalan nafas buatan 11. Pemberian obat inhalasi 12. Pemberian obat interpleura 13. Pemberian obat intradermal 14. Pemberian obat nassal 15. Pencegahan aspirasi 16. Pengaturan posisi 17. Penghisapan jalan nafas 18. Penyapihan ventilasi mekanik 19. Perawatan trakeostomi 20. Skrining tuberkulosis 21. Stabilisasi jalan nafas 22. Terapi oksigen

  • 22

    22

    6. Sekresi yang tertahan 7. Hiperplasia dinding jalan nafas 8. Proses infeksi 9. Respon alergi 10. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)

    Situasional

    1. Merokok aktif 2. Merokok pasif 3. Terpajan polutan

    Gejalan dan tanda mayor

    Subjektif :

    (tidak tersedia)

    Objektif :

    1. Batuk tidak efektif 2. Tidak mampu batuk 3. Sputum berlebih 4. Mengi, whezzing, dan atau rongkhi kering 5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)

    Gejala dan tanda minor

    Subjektif :

    1. Dispnea 2. Sulit bicara 3. Ortopnea

    Objektif :

    1. Gelisah 2. Sianosis 3. Bunyi nafas menurun 4. Frekuensi nafas berubah 5. Pola nafas berubah

    Kondisi klinis terkait

    1. Gullian barre syndrome 2. Sklerosis multipel 3. Myasthenia gravis 4. Prosedur diagnostik

    Manajemen jalan nafas

    Tindakan :

    Observasi

    1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

    2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Monitor sputum Terapeutik

    1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift

    2. Posisikan semi fowler/fowler 3. Berikan minum hangat 4. Lakukan fisioterapi dada 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15

    detik

    6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

    7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

    8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi

    1. Anjurkan asupan cairan 2.000 ml/ hari, jika tidak kontraindikasi

    2. Ajarkan teknik batuk efektif

    Pemantauan respirasi

    Tindakan

    Observasi

    1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas

    2. Monitor pola nafas 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

  • 23

    23

    5. Depresi sistem saraf pusat 6. Cidera kepala 7. Stroke 8. Kuadriplegia 9. Sindrom aspirasi mekonium 10. Infeksi saluran nafas

    7. Auskultasi bunyi nafas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x-ray toraks

    Terapeutik

    1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

    2. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi

    1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan

  • 24

    24

    Tabel 2.2 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Defisit nutrisi berhubungan dengan

    ketidakmampuan menelan makanan, mencerna makanan, dan mengabsorbsi nutrien).

    Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung Defisit nutrisi berhubungan dengan

    ketidakmampuan menelan makanan, mencerna

    makanan, dan mengabsorbsi nutrien.

    Definisi :

    Asupan nutrisi tidak cukup memenuhi kebutuhan

    metabolisme

    Tujuan :

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan di

    harapkan asupan nutrisi pasien dapat terpenuhi

    dengan kriteria hasil :

    1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

    2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukan peningkatan pengecapan dari

    menelan

    6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Penyebab :

    1. Ketidakmampuan menelan makanan 2. Ketidakmampuan mencerna makanan 3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien 4. Peningkatan kebutuhan metabolisme 5. Faktor ekonomi 6. Faktor psikologis Gejala dan tanda mayor

    Subjektif :

    (tidak tersedia)

    Manajemen nutrisi

    Tindakan :

    Observasi

    1) Identifikasi status nutrisi 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3) Identifikasi makanan yang disukai 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien 5) Identifikasi perlunya penggunaan selang

    nasogastrik

    6) Monitor asupan makanan 7) Monitor berat badan 8) Monitor pemeriksaan hasil laboratorium Terapeutik

    1. Lakukan oral hygiene sebelum makan 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu

    yang sesuai

    4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

    5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

    6. Berikan suplemen makanan 7. Hentikan pemberian makan melalui selang

    nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi

    Edukasi

    1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi

    1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu

    1. Dukungan kepatuhan program pengobatan 2. Edukasi diet 3. Edukasi kemoterapi 4. Konseling laktasi 5. Konseling nutrisi 6. Konsultasi 7. Manajemen cairan 8. Manajemen demensia 9. Manajemen diare 10. Manajemen eliminasi fekal 11. Manajemen energi 12. Manajemen gangguan makan 13. Manajemen hiperglikemia 14. Manajemen hipoglikemia 15. Manajemen kemoterapi 16. Manajemen reaksi alergi 17. Pemantauan cairan 18. Pemantauan nutrisi 19. Pemantauan tanda vital 20. Pemberian makanan 21. Pemberian makanan enteral 22. Pemberian makanan parenteral 23. Pemberian obat intravena 24. Terapi menelan

  • 25

    25

    Objektif:

    1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentan ideal

    Gejalan dan tanda minor

    Subjektif :

    1. Cepat kenyang setelah makan 2. Kram atau nyeri abdomen 3. Nafsu makan menurun Objektif :

    1. Bising usus hiperaktif 2. Otot pengunyah lemah 3. Otot menelan lemah 4. Membran mukosa pucat 5. Sariawan 6. Serum albumin turun 7. Rambut rontok berlebihan 8. Diare Kondisi klinis terkait :

    1. Stroke 2. Parkinson 3. Mobius syndrome 4. Cerebral palsy 5. Cleft lip 6. Cleft palate 7. Amyotropic lateral sclerosis 8. Kerusakan neuromuskular 9. Luka bakar 10. Kanker 11. Infeksi 12. AIDS 13. Penyakit Crohn’s 14. Enterokolitis 15. Fibrosis kistik

    2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang

    dibutuhkan, jika perlu

    Promosi berat badan

    Tindakan:

    Observasi

    1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang

    2. Monitor adanya mual dan muntah 3. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi

    sehari-hari

    4. Monitor berat badan 5. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit

    serum

    Terapeutik

    1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu

    2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien

    3. Hidangkan makanan secara menarik 4. Berikan suplemen, jika perlu 5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk

    peningkatan yang dicapai

    Edukasi

    1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau

    2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

  • 26

    26

    Tabel 2.3 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Hipertemia berhubungan dengan

    proses penyakit)

    Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung

    Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

    Definisi:

    Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal

    tubuh.

    Tujuan dan kriteria hasil:

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan di

    harapkan suhu tubuh kembali normal dengan

    kriteria hasil:

    1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada

    pusing

    Penyebab:

    1. Dehidrasi 2. Terpapar lingkungan panas 3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) 4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu

    lingkungan

    5. Peningkatan laju metabolisme 6. Respon trauma 7. Aktivitas berlebihan 8. Penggunaan inkubator Gejala dan tanda mayor:

    Subjektif:

    (tidak tersedia)

    Objektif:

    1. Suhu tubuh di atas nilai normal Gejala dan tanda minor:

    Manajemen hipertermia

    Tindakan

    Observasi

    1. Identifikasi penyebab hipertermia 2. Monitor suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor haluan urine 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik

    1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika

    mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)

    6. Lakukan pendinginan eksternal 7. Hindari pemberian antipireutik atau aspirin 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi

    1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi

    1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

    Regulasi temperatur

    Tindakan

    Observasi

    1. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan nadi

    2. Monitor warna dan suhu kulit

    1. Edukasi analgesia terkontrol 2. Edukasi dehidrasi 3. Edukasi pengukuran suhu tubuh 4. Edukasi program pengobatan 5. Edukasi terapi cairan 6. Edukasi termoregulasi 7. Kompres dingin 8. Manajemen cairan 9. Manajemen kejang 10. Pemantauan cairan 11. Pemberian obat 12. Pemberian obat intravena 13. Pemberian obat oral 14. Pencegahan hipertermi keganasan 15. Perawatan sirkulasi 16. Promosi teknik kulit ke kulit

  • 27

    27

    Subjektif:

    (tidak tersedia)

    Objektif:

    1. Kulit merah 2. Kejang 3. Takikardi 4. Takipnea 5. Kulit terasa hangat Kondisi klinis terkait:

    1. Proses infeksi 2. Hipertiroid 3. Stroke 4. Dehidrasi 5. Trauma 6. Prematuritas

    3. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia Terapeutik

    1. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat

    2. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu 3. Gunakan matras penghangat, selimut hangat,

    dan penghangat ruangan untuk menaikkan

    suhu tubuh, jika perlu

    4. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien

    5. Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice park atau gel pad dan

    intravscular cooling catheterization untuk

    menurunkan suhu tubuh

    Edukasi

    1. Jelaskan cara pencegahan head exhaustion dan head stroke

    2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karna terpapar udara dingin

    Kolaborasi

    1. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

  • 28

    28

    4. Implementasi

    Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang

    dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan

    rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,

    intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan

    untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,

    2010).

    Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam

    mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan

    kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan

    memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan

    dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam

    implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,

    perawat akan terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan

    keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam,

    2008).

    Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain

    sebagai berikut:

    a. Secara mandiri (Independent)

    Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk

    membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi

    reaksi karena adanya stressor.

    b. Saling ketergantungan (interdependent)

    Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim

    keperawatan dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter,

    fisioterapi, dan lain-lain.

    c. Rujukan ketergantungan (dependent)

    Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi

    lainnya diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.

  • 29

    29

    5. Evaluasi

    Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap

    ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau

    kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan

    apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan untuk melaporkan

    intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Hasil yang diharapkan

    merupaka standar penilaian bagi perawat untuk melihat apakah tujuan

    telah terpenuhi ( Potter & Perry, 2009).

    C. Tinjauan Konsep Penyakit

    1. Pengertian Tuberkulosis Paru

    Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

    Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru- paru dan hampir

    seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran

    pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi,

    paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang

    terinfeksi bakteri tersebut (Sylvia A. Price dalam buku NIC-NOC, 2015).

    Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang

    paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukkan granuloma dan

    menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat

    menular dari penderita kepada orang lain (Santa Manurung, 2009).

    2. Etiologi Tuberkulosis Paru

    Penyebab Tuberkulosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis.

    Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

    matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberkulosis

    yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu

    sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil Tipe Human bisa

    berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita

  • 30

    30

    TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya (Wim

    de Jong dalam buku NIC-NOC, 2015).

    Dalam perjalan penyakitnya terdapat 4 fase:

    1) Fase satu (fase tuberkulosis primer)

    Masuk kedalam paru dan berkembang biar tanpa menimbulkan

    reaksi pertahanan tubuh.

    1) Fase dua

    2) Fase tiga (fase laten)

    Fase dengan kuman yang tidur dan reaktifitas jika terjadi

    perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di

    tulang panjang, otak, tubafalopi, leher dan ginjal.

    3) Fase empat

    Dapat sembuh tanpa cacat, juga dapat menyebar ke organ lain.

    Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri

    dapat bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal.

    Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada

    organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-

    tahun (Patrick Davey dalam buku NIC-NOC, 2015).

    3. Manifestasi klinis

    a. Demam 40-410C , serta ada batuk / batuk berdarah

    b. Sesak nafas dan nyeri dada

    c. Malaise, keringat malam

    d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

    e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

    (NIC NOC, 2015).

    4. Komplikasi

    Menurut Santa Manurung, Suratun, Paula Krisanty, Ni Luh Ekarini

    (2009):

    a. Malnutrisi

    b. Empiema

  • 31

    31

    c. Efusi pleura

    d. Hepatitis, ketulian, dan ganguan gastrointestinal (sebagai efek

    samping obat-obatan).

    5. Patofisiologi

    Seseorang yang dicurigai menghirup hasil Mycrobacterium

    Tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan

    napas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpukan

    berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe

    dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebi)

    dan area lain paru-paru lobus atas.

    Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi

    inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.

    Limfosit spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)

    basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan

    terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah

    bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10

    minggu setelah terpapar.

    Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan hasil

    yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang

    membentuk dinding granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan

    fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut Ghon Tubercle, materi yang

    terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk

    perkijauan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk

    klasifikasi,membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.

    Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,

    karena merespon sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat

    juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang

    aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya

    menjadi perkijauan. Tuberkel yang ulsrasi mengalami proses

    penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi

  • 32

    32

    kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneuminia, pembentukan

    tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan

    sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau

    berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar

    getah bening. Mikrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

    panjang dan sebagian bertsatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang

    dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Daerah

    yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel

    epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda dan

    akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel

    (Soemantri, 2012).

  • 33

    33

    6. Pathway

    Invasi bakteri tuberkulosis via inhalasi

    Infeksi primer

    Penyebaran bakteri secara limfogen Sembuh

    Sembuh dengan fokus Ghon

    Bakteri dorman

    Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

    Reaksi infeksi/inflamasi , membentuk

    kavitas dan merusak parenkim paru

    Penurunan jaringan efektif paru,

    atelektasis, kerusakan membran

    elveolar-kapiler merusak pleura,

    dan perubahan cairan interpeura

    Komplikasi TB Paru:

    Efusi Pleura

    pneumothoraks

    Sesak napas, penggunaan otot bantu

    napas, dan pola napas tidak efektif

    Pola napas tidak efektif

    Gangguan pertukaran gas

    Edema trakeal/faringeal

    Peningkatan produksi sekret

    Pecahnya pemblih darah jalan

    nafas

    Batuk produktif

    Batuk darah

    Sesak napas

    Penurunan kemampuan batuk

    efektif

    Ketidakefektifan bersihan

    jalan napas

    Resiko tinggi sfokasi

    Reaksi sistemis: anoreksia,

    mual, demam, penurunan

    berat badan dan kelemahan

    Intake nutrisi tidak

    adekuat

    Tubuh makin kurus

    Ketergantungan

    aktifitas sehari-hari

    Kurangnya

    pemenuhan istirahat

    tidur

    Kecemasan

    Kurangnya informasi