BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat–zat gizi, di bedakan antara gizi
kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2002). Sedangkan menurut
Supariasa, 2001, status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan
dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.
Menurut (Nyoman, 2002), status Gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tetentu.
2. Penilaian Status Gizi
Menurut (Supariasa, 2001), pada dasarnya penilaian
status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
a. Penilaian Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat di bagi
menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia,
dan biofisik.
1). Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka
antropometri gizi berhubungan dengan berbagi macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan
antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah
air dalam tubuh. Dalam program gizi masyarakat,
pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode
antropometri. Antropometri sebagai indikator status gizi
dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter,
antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah
kulit. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
yaitu berat badan menurun umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TT/U) dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). Berat badan adalah salah satu parameter
yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh
sangat sensitif terhadap perubahan–perubahan yang
mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. Berat badan (BB) juga
merupakan parameter antropometri yang sangat labil dalam
keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi
12
terjamin, maka BB berkembang mengikuti pertambahan
umur (Supariasa, 2001).
2). Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat
penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini
didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat
dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues)
seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk
survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei
ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.
Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3). Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,
tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot. Penggunaan metode ini digunakan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis
yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali
dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
4). Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah
metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara
yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi
menjadi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital
dan faktor ekologi (Supariasa, 2001).
1). Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode
penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei
14
ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
2). Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital
adalah dengan menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi.
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai
bagian dari indikator tidak langsung pengukuran
status gizi masyarakat.
3). Faktor Ekologi
Menurut (Bengoa, 1966) bahwa malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan
budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat
penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di
suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program interverensi gizi (Schrimshaw, 1964).
3. Klasifikasi Status Gizi
Dalam buku petunjuk Teknik Pemantauan Stasus Gizi
(PSG) anak balita tahun 1999, klasifikasi status gizi dapat
diklasifikasikan menjadi 5 yaitu: gizi lebih, gizi baik, gizi sedang,
gizi kurang dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah
World Health Organization - National Center For Health
Statistic (WHO-NCHS), dengan indeks berat badan menurut
umur. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dan Pemantauan
Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan rujukan
WHO-NCHS dengan klasifikasi seperti terlihat pada tabel.
Tabel 2.1
Klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS
Kategori Cut of poin *)
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi sedang
Gizi kurang
Gizi buruk
>120 % Median BB/U baku WHO-NCHS
80 % -120% Median BB/U baku WHO-NCHS
70 %-79,9% Median BB/U baku WHO-NCHS
60 %-69,9% Median BB/U baku WHO-NCHS
< 60 % Median baku WHO- NCHS (Supariasa, 2001)
Selain menggunakan standart dari WHO–NCHS, pemantauan
status gizi balita juga dapat mengunakan “ percentil “ yaitu dengan
memilih angka yang sama dengan median atau nilai tengah dari
jumlah populasi berada diatasnya dan setengah berada dibawahnya.
National Center For Health Statistics (NCHS) menentukan persentil
16
ke 5 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai
batas gizi lebih dan baik (Supariasa, 2002).
4. Faktor yang Mempengaruh Status Gizi
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang,
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua
yaitu secara langsung dan tidak langsung.
a. Faktor yang mempengaruhi secara langsung :
Menurut (Soekirman, 2000), penyebab langsung
timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi makanan
dan penyakit infeksi, kedua penyebab tersebut saling
berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizi kurang tidak
hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya
penyakit infeksi, terutama diare dan infeksi saluran
pernafasan akut. Anak yang mendapatkan makanan yang
cukup baik tetapi sering terserang demam atau diare,
akhirnya akan dapat menderita gizi kurang, sebaliknya anak
yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang daya
tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan ini anak
akan mudah terserang penyakit dan kurang nafsu makan
sehingga anak kekurangan makanan. Akhirnya berat badan
anak menurun, apabila keadaan ini terus berlangsung anak
akan menjadi kurus dan timbullah masalah kurang gizi.
b. Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung :
1). Daya beli dan Ketahanan Pangan di Keluarga
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya
Tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh adanya pangan
yang cukup yang dipengaruhi oleh kemampuan keluarga
untuk memperoleh bahan makanan yang diperlukan
(Happer, 1996). Daya beli keluarga biasanya dipengaruhi
oleh faktor harga dan pendapatan keluarga. Daya beli
keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan keluarga
berkurang sehingga konsumsi makanan juga berkurang
yang dampaknya dapat menyebabkan gangguan gizi
(Soekirman, 1990).
2). Pola asuh gizi
Pola asuh gizi merupakan faktor yang secara
tidak langsung mempengaruhi konsumsi makanan pada
bayi. Dengan demikian pola asuh gizi dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya merupakan faktor tidak
langsung dari status gizi. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi pola asuh gizi sudah dijelaskan diatas
diantaranya: tingkat pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan ibu, tingkat pengetahun ibu, aktivitas ibu,
jumlah anggota keluarga dan budaya pantang makanan.
18
3). Jarak Kelahiran Yang Terlalu Rapat
Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi
anak dalam keluarga. Dengan adanya jarak kelahiran
yang dekat maka kebutuhan makanan yang seharusnya
hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan
anak yang lain yang sama-sama memerlukan gizi yang
optimal (Moehji, 2002).
Anak yang berusia di bawah lima tahun masih
sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan
makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam
masa tahun ini ibu hamil lagi maka bukan saja
perhatian ibu terhadap anak menjadi berkurang akan
tetapi AS1 yang masih aktif sangat dibutuhkan anak
akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan
secara baik menerima makanan pengganti AS1 yang
kadang-kadang mutu gizi anak makanan tersebut juga
rendah. Hal ini akan menyebabkan status gizi anak
kurang.
4). Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup
dominan dalam penyediaan lingkungan yang
mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya.
Kebersihan baik kebersihan perorangan maupun
lingkungan memegang peranan penting dalam
timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang
kurang maka anak akan sering sakit misalnya diare,
kecacingan, tifus, hepatitis, malaria, demam berdarah
dan sebagainya. Demikian pula dengan polusi udara
baik yang berasal dari pabrik, asap kendaraan atau asap
rokok, dapat berpengaruh terhadap tingginya angka
kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pemapasan Akut).
Kalau anak sering menderita sakit maka tumbuh
kembangnya terganggu (Soetjiningsih,1998).
5). Pelayanan Kesehatan
Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan
kepada peningkatan kesehatan dan status gizi anak
sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik
yang rendah (Aritonang, 2003). Peran pelayanan telah
lama diadakan untuk memperbaiki status gizi.
Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap masalah
kesehatan terutama masalah gizi. Pelayanan yang
selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat
membantu dalam meningkatkan derajad kesehatan.
Dengan pelayanan kesehatan masyarakat yang optimal
kebutuhan kesehatan masyarakat akan terpenuhi. Salah
satu bentuk pelayanan kesehatan yaitu kegiatan
20
posyandu yang dapat memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak balita dengan penimbangan berat
badan (BB) secara rutin setiap bulan.
6). Stabilitas Rumah Tangga
Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tumbuh
kembang anak akan berbeda pada keluarga yang
harmonis dibandingkan dengan mereka yang kurang
harmonis (Soetjiningsih, 1998).
5. Masalah Gizi
Zat gizi adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan
yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan. Masalah gizi adalah gangguan pada berbagai segi
kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh
tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang disebabkan oleh
tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari
makanan.
Anak berusia satu sampai lima tahun yang lazim
disebut balita adalah salah satu golongan atau kelompok
penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi. Masalah
gizi masih didominasi oleh keadaan kurang gizi seperti
anemia besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang
vitamin A dan kurang energi protein (KEP) (Supariasa,
2001).
Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang
gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari� hari dan atau gangguan
penyakit tertentu. Anak disebut KEP, bila berat badannya
kurang dari 80 % indek berat badan menurut umur (BB/U)
baku WHO� NCHS. KEP merupakan difisiensi gizi (energi
dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada
balita (Supariasa, 2001).
Kurang energi protein pada anak merupakan masalah
gizi yang cukup mengundang perhatian yang besar karena
akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak.
Penyebaran kasus diketahui paling luas di masyarakat di
bandingkan dengan masalah gizi yang lain. Masalah kurang
energi dan protein dapat diibaratkan seperti fenomena
gunung es di samudra sehingga jumlah penderita yang
jumlahnya sedikit saja bisa di jadikan sebagai petunjuk
bahwa keadaan sebenarnya lebih parah (Kardjati,
Alisyabana dan Kusin, 1985).
B. Fungsi Keluarga Dalam Pelaksanaan Perawatan Kesehatan
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Pakar konseling keluarga
22
dari yogyakarta, (Sayekti, 1994), menulis bahwa keluarga adalah
suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian
dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan
tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sedangkan menurut (UU
No. 10 tahun 1992), tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana
keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya.
(Parad dan Caplan, 1965), yang diadopsi oleh Friedman
mangatakan ada elemen struktur keluarga, yaitu:
a. Struktur Peran Keluarga.
Menggambarkan peran masing-masing anggota
keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan
masyarakat atau peran formal dan informal.
b. Nilai atau Norma Keluarga.
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan
diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.
c. Pola Komunikasi Keluarga.
Menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak,
anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada
keluarga besar) dengan keluarga inti.
d. Struktur Kekuatan Keluarga.
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga
untuk mempengarui dan mengendalikan orang lain untuk
mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
3. Fungsi Keluarga
Menurut (friedman, 1998), secara umum terdapat 5
fungsi keluarga yang paling erat saat mengkaji dan
menginterverensi fungsi keluarga:
a. Fungsi Afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian).
Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial
anggota keluarga. Sebagai mana Duvall (1977) katakan
”Keluarga, kebahagiaan diukur dengan kekuatan cinta
keluarga”. Keluarga harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan
afeksi/kasih sayang dari anggota keluarga memberikan
penghargaan terhadap kehidupan keluarga. Terutama peran
24
orang tua, fungsi afektif berkaitan dengan persepsi keluarga
dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan sosioemosional
para anggota keluarga.
b. Sosialisasi dan Fungsi Penempatan Sosial
Sosialisasi anggota keluarga merupakan syarat
fungsional silang (Leslie dan Korman, 1989). Dalam
fungsi sosialisasi dan penempatan sosial mengatakan
begitu banyak pengalaman belajar yang ada dalam
keluarga dengan tujuan untuk mangajarkan anak-anak
agar bagaimana berfungsi dan menerima peran-peran
sosial dewasa seperti suami-ayah dan istri-ibu.
Selanjutnya sosialisasi tidak boleh hanya diikatkan
dengan bayi dan pola-pola pengasuhan anak, tapi
merupakan suatu proses seumur hidup termasuk proses
internalisasi norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai
setelah bertumbuh menjadi seorang remaja, seorang
pengantin, seorang ayah/ibu, seorang karyawan, seorang
kakek/nenek, dan menjadi seorang pensiunan (Eshleman,
1974).
c. Fungsi Reproduksi
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga. Salah satu fungsi
dasar dari keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas
keluarga antara generasi dan masyarakat yaitu
menyediakan tenaga kerja bagi masyarakat (Leslie dan
korman, 1989). Di masa lalu perkawinan dan keluarga
dirancang untuk mengatur dan mangontrol perilaku
seksual dan juga reproduksi. Pengontrol terhadap
perilaku seksual, dan pengontrol kelahiran, merupakan
fungsi yang kurang penting dari keluarga, dalam
masyarakat sekarang tidak ada pembatasan aktivitas
seksual bagi mereka yang menikah memiliki anak dalam
batas-batas keluarga tradisional.
d. Fungsi Ekonomi
Yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan/Pemeliharaan Kesehatan
Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi. Fungsi-fungsi fisik keluarga
dipenuhi oleh orangtua dengan menyediakan pangan,
papan, sandang dan perlindungan terhadap bahaya.
Perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang
mempengarui status kesehatan anggota keluarga secara
26
individu) merupakan bagian yang paling relevan dari
fungsi keluarga bagi perawatan keluarga.
4. Fungsi Keluarga di Bidang Kesehatan
Menurut (Friedman, 1998), sesuai dengan fungsi
pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan (Suprajitno, 2004).
Meliputi:
a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak
boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak
akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian orang tua atau keluarga. Apabila menyadari adanya
perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
b.Memutuskan Tindakan Kesehatan yang Tepat Bagi
Keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat
dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di
lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
c. Merawat Keluarga yang Mengalami Gangguan Kesehatan.
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang
tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang
telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu
memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah
yang lebih parah tidak terjadi.
d. Memodifikasi Lingkungan Keluarga Untuk Menjamin
Kesehatan Keluarga.
Keluarga memiliki tanggung jawab utama untuk
memodifikasi lingkungan, untuk membina kesadaran,
sikap, dan praktik pelestarian lingkungan intern maupun
ekstern keluarga, agar di dalam keluarga dalam
pelestarian lingkungan tercipta lingkungan yang serasi,
selaras dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan
pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia.
Lingkungan memiliki peran yang cukup dominan
penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak
dan tumbuh kembangnya kebersihan, baik kebersihan
perorangan maupun lingkungan memegang peran penting
dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang
28
kurang maka anak akan sering sakit. Kalau anak sering
menderita sakit maka tumbuh kembangnya terganggu.
e. Memanfaatkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Sekitar
bagi Keluarga.
Pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada
peningkatan kesehatan dan gizi anak sehingga terhindar dari
kematian dan mutu fisik yang rendah, peran pelayanan untuk
memperbaiki status gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat
dengan masyarakat akan sangat membantu dalam peningkatan
derajat kesehatan. Dengan pelayanan kesehatan masyarakat
yang optimal kebutuhan kesehatan masyarakat akan terpenuhi.
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yaitu kegiatan
posyandu yang dapat memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak balita dengan penimbangan berat badan
secara rutin setiap bulan.
C. Hubungan Antara Pelaksanaan Fungsi Keluarga Dalam Perawatan
Kesehatan Dengan Status Gizi Pada Balita.
Status sehat atau sakit para anggota keluarga dan keluarga saling
mempengaruhi satu sama lain. Suatu penyakit dalam keluarga
mempengaruhi seluruh keluarga dan sebaliknya mempengaruhi jalannya
suatu penyakit dan status kesehatan anggota keluarga. Karena itu,
pengaruh dari status sehat atau sakit keluarga saling mempengaruhi atau
sangat bergantung satu sama lain (Gilliss et al., 1989; Wrinht dan Leahey,
1984). Keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-
masalah kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan anggota
keluarga (Friedman, 1998).
Di dalam pemenuhan suatu gizi keluarga khususnya terhadap
balita, keluarga harus memenuhi fungsi keluarga diantaranya fungsi
ekonomi yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif
yang mampu menghasilkan nilai tambah dalam ekonomi
keluarganya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Hasil
ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan balita yang
rentang dalam pemenuhan gizi, di dalam mengelolah suatu ekonomi
keluarga akan terciptanya kelangsungan dan perkembangan
kehidupan keluarga yang sehat dan terpenuhinya suatu gizi,
khususnya pada anak balita yang merupakan kelompok yang
menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan
zat-zat gizi yang tinggi setiap Kg berat badannya, anak balita
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi. Selain dalam fungsi ekonomi keluarga harus
memenuhi dalam pemeliharaan pelestarian lingkungan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan lingkungan dan juga pengetahuan
akan kesehatan, di dalam praktik-praktik kesehatan dan penggunaan
pelayanan kesehatan keluarga menjadi tanggung jawab terhadap
kesehatan balita dengan tujuan untuk mencegah dan memperkokoh
tumbuh kembang balita yang sehat. Sebagaimana bagian dari tugas
keluarga untuk menjaga kesehatan anggotanya, keluarga perlu
30
menyusun dan menjalankan aktivitas pemeliharaan kesehatan yakni
pemeliharaan lingkungan yang terhindar dari suatu penyakit dan
menjadikan lingkungan di dalam keluarga menjadi selaras, serasi
dan seimbang sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil
bahagia sejahtera dan terciptanya keluarga yang sehat. Untuk itu
keluarga khususnya pada ibu balita mereka yang bertanggung jawab
atas pengurusan balita di dalam keluarga, bagaimana mengurus dan
memasak serta menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak balita
dan mengetahui informasi tentang kesehatan mengenai pendidikan
kesehatan, memanfaatkan pelayanan kesehatan, serta pengetahuan
tentang perbaikan gizi balita guna terhindarnya balita terhadap
penyakit dan kekurangan gizi pada balita.
Sedangkan stimulus yang diberikan pada keluarga untuk
mengatasi balita yang rentan terhadap gizi adalah :
1. Pemenuhan Makanan yang Bergizi
Di dalam keluarga harus mengetahui susunan makanan yang
memenuhi syarat-syarat yang disebut makanan bergizi yang seimbang,
dan harus mengetahui bahan makanan manakah yang harus
dikombinasikan untuk memberikan hidangan bergizi tersebut.
2. Kegiatan yang Berhubungan dengan Kesehatan Keluarga.
Dalam WHO, arti kesehatan ialah terbebasnya tubuh dari
penyakit dan sisa penyakit, serta kesejahteraan rokhani dan
sosial, seluruh keluarga harus mempunyai kondisi kesehatan
tersebut, sehingga seluruh keluarga mengecap kesejahteraan
yang menyeluruh. Pemeliharaan hygiene pribadi dan lingkungan
dan program imunisasi merupakan upaya yang harus
diperhatikan sungguh-sungguh dalam pemeliharaan kesehatan
keluarga dan para anggotanya (Sediaoetama, 2000).
Perilaku terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana
manusia berespon, baik secara pasif maupun aktif yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai
dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan, misalnya: makan makanan yang bergizi, olahraga dan
sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit adalah respon untuk melakukan
pencegahan penyakit misalnya: tidur memakai kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya.
Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit
kepada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan yaitu,
perilaku untuk melakukan atau mencari penyakitnya, misalnya
usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern
(Puskesmas, mantri praktek, dan sebagainya).
32
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan yaitu
perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya
melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam
rangka pemulihan kesehatannya (Suryani, 2005).
3. Perilaku Terhadap System Pelayanan Kesehatan
Seorang terhadap system kesehatan baik system pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut
respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan,
persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
4. Perilaku Dalam Keluarga Terhadap Lingkungan Kesehatan
Respon seseorang terhadap lingkungan sebagai cerminan
kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya
komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang
menyangkut segi-segi gyiene, pemeliharaan, tehnik dan
penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, bauk limbah padat
maupun limbah cair. Termasuk di dalamnya system
pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak
pembuangan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi
ventilasi, percahaya, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang
nyamuk dan sebagainya.
34
Faktor yang mempengaruhi status gizi: Secara langsung:- konsumsi makanan dan penyakit infeksi Secara tidak langsung:- daya beli dan ketahanan pangan keluarga- pola asuh- jarak kelahiran yang terlalu rapat- sanitasi lingkungan- pelayanan kesehatan- stabilitas rumah tangga
Status Gizi Balita
- Pemenuhan makanan yang bergizi.- Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan keluarga. - Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan.- Perilaku terhadap lingkungan kesehatan.
Fungsi keluarga di bidang kesehatan:- Mengenal masalah kesehatan keluarga- Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.- Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan- Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan- Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
D. Kerangka Teori
Skema 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Menurut Friedman (1998), Supariasa (2001), Suprajitno (2004) & Suryani (2005).
Status gizi pada balitaPelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan fungsi keluarga
dalam perawatan kesehatan dengan status gizi
Skema 2.2
Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
F. Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ha: Ada hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan
kesehatan dengan status gizi pada balita di Desa Kebondowo Kecamatan
Banyubiru Kabupaten Semarang.
Ho: Tidak ada hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan
kesehatan dengan status gizi pada balita di Desa Kebondowo Kecamatan
Banyubiru Kabupaten Semarang.
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa saja yang
menjadi perhatian dalam suatu penelitian. Adapun yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
36
1. Variabel Bebas
Merupakan suatu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel
dependent/terikat, atau variabel yang lainnya menentukan variabel lain
(Hidayat, 2003). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan.
2. Variabel Terikat
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat variabel
independent/bebas (Hidayat, 2003). Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah status gizi pada balita di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang.