BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB...

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying Pada Siswa SD 1. Pengertian Perilaku bullying pada Siswa SD Priyatna (2010) mengatakan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang disengaja, seperti mengejek atau memukul sehingga mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan terjadi berulang-ulang. Fataruba (2015) menyatakan bahwa perilaku bullying adalah manipulasi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, atau psikologis dengan sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya. Hertinjung dan Karyani (2015) menjelaskan bahwa bullying adalah orang yang kuat mengganggu orang lemah dan dapat diartikan juga sebagai anak yang lebih tua mengganggu anak yang lebih muda dan dilakukan secara terencana, baik individu maupun kelompok. Rigby (dalam Selemogwe, dkk., 2014) menyatakan bahwa perilaku bullying adalah perilaku manipulasi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, atau psikologis dengan sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa perilaku bullying dilakukan oleh orang yang merasa kuat kepada orang yang lemah, sehingga terancam kehidupannya. 17

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Bullying Pada Siswa SD

1. Pengertian Perilaku bullying pada Siswa SD

Priyatna (2010) mengatakan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang

disengaja, seperti mengejek atau memukul sehingga mengakibatkan seseorang

dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan terjadi berulang-ulang. Fataruba

(2015) menyatakan bahwa perilaku bullying adalah manipulasi yang dapat berupa

kekerasan fisik, verbal, atau psikologis dengan sengaja dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti

atau merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya.

Hertinjung dan Karyani (2015) menjelaskan bahwa bullying adalah orang

yang kuat mengganggu orang lemah dan dapat diartikan juga sebagai anak yang

lebih tua mengganggu anak yang lebih muda dan dilakukan secara terencana, baik

individu maupun kelompok. Rigby (dalam Selemogwe, dkk., 2014) menyatakan

bahwa perilaku bullying adalah perilaku manipulasi yang dapat berupa kekerasan

fisik, verbal, atau psikologis dengan sengaja dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau

merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya. Kutipan

tersebut menjelaskan bahwa perilaku bullying dilakukan oleh orang yang merasa

kuat kepada orang yang lemah, sehingga terancam kehidupannya.

17

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

18

Perilaku bullying tidak hanya terjadi di lingkungan sosial masyarakat, tetapi

juga terjadi di lingkungan sekolah. Proses terjadinya perilaku bullying di sekolah,

selain bullies (pelaku) dan victim (korban), ada penonton yang memberi

dukungan, penonton yang diam saja dan penonton yang menolong korban

(bystander). Menurut Olweus (dalam Halimah, dkk., 2015), korban mengacu pada

siswa yang menjadi sasaran perilaku negatif oleh satu atau lebih siswa lain yang

bermaksud untuk menyakiti. Pelaku adalah individu yang memiliki kekuatan lebih

dan berbuat dengan sengaja untuk menyakiti pihak lain yang lebih lemah.

Bystander adalah pihak-pihak lain di sekitar bullies dan victim yang menjadi saksi

atau pengamat fenomena bullying. Literatur lain menyatakan bahwa bystander

adalah orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian bullying dan

mempunyai peran yang besar dalam mencegah atau melanggengkan bullying.

Perilaku bullying seringkali bergantung pada reaksi pengamat (bystander) yaitu

pengamat yang pasif atau pengamat yang mendukung dengan menyoraki. Pelaku

bullying kadang tidak menyadari motivasi ini namun menikmati perhatian dan

rasa berkuasa tersebut. Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan

sebelumnya, penelitian ini akan lebih memfokuskan pada pelaku bullying.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

bullying siswa SD merupakan perilaku yang disengaja dan terjadi berulang-ulang,

orang yang kuat mengganggu orang yang lemah, sehingga mengakibatkan

seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

19

2. Aspek-aspek perilaku bullying

Priyatna (2010) menjelaskan bullying terbagi menjadi 2 aspek yakni

perilaku bullying secara fisik dan non-fisik.

a. Bullying secara fisik contohnya menggigit, menarik rambut, memukul,

menendang, mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan

mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi,

mengancam, dan merusak barang-barang atau benda-benda milik korban

b. Bullying secara non-fisik dibedakan menjadi 2 yaitu verbal dan non-verbal.

Bullying verbal contohnya panggilan yang meledek, pemalakan, pemerasan,

mengancam atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada korban, berkata

menekan, menyebarluaskan kejelekan korban. Kemudian bullying non-verbal,

terbagi lagi menjadi langsung dan tidak langsung. Bullying non-verbal tidak

langsung, contohnya manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak

mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, curang, sembunyi-sembunyi.

Bullying non-verbal langsung, contohnya gerakan (tangan, kaki, atau anggota

badan lain) kasar atau mengancam, menatap, muka mengancam, menggeram,

hentakan mengancam, atau menakuti.

Perilaku bullying menurut Hertinjung dan Karyani (2015) dapat diungkap

melalui aspek-aspek perilaku bullying ada 5 bentuk, yaitu:

a. Kontak fisik langsung antara lain: memukul, mendorong, menggigit,

menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit,

mencakar, meminta barang dengan paksa, dan merusak barang orang lain.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

20

b. Kontak verbal langsung antara lain mengancam, mempermalukan,

merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama, sarkasme,

merendahkan, mencela atau mengejek, mengintimidasi, memaki,

menyebarkan gosip.

c. Perilaku non-verbal langsung antara lain: melihat dengan sinis, menjulurkan

lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau

mengancam, biasanya disertai bullying fisik atau verbal.

d. Perilaku non-verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang,

memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan

atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

e. Pelecehan seksual, kadang dikategorikan perilaku agresi fisik.

Rigby (dalam Saifullah, 2016) mengemukakan empat aspek bullying antara

lain yaitu:

a. Bentuk fisik yaitu menendang, memukul, dan menganiaya orang yang dirasa

mudah dikalahkan dan lemah secara fisik.

b. Bentuk verbal yaitu menghina, menggosip, dan memberi nama ejekan pada

korbannya.

c. Bentuk isyarat tubuh yaitu mengancam dengan gerakan dan gertakkan

d. Bentuk berkelompok yaitu membentuk koalisi dan membujuk orang untuk

mengucilkan seseorang.

Pratiwi (2014) menjelaskan bahwa aspek bullying fisik merupakan bullying

yang kasat mata. Aspek bullying non fisik terdiri dari bullying verbal dan mental.

Aspek bullying verbal yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran. Aspek

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

21

bullying mental atau psikologis adalah bullying yang tidak terlihat dan tidak dapat

didengar seperti memandang dengan sinis, mendiamkan, mengucilkan.

Beberapa pendapat mengenai bentuk-bentuk perilaku bullying yang dalam

penelitian ini dijadikan aspek-aspek penelitian meliputi aspek fisik dan non fisik.

Bullying secara non-fisik dibedakan menjadi 2 yaitu verbal dan non-verbal.

Aspek tersebut berdasarkan pendapat dari Priyatna (2010). Alasannya, aspek fisik

dan non fisik digunakan dalam penelitian ini karena dua aspek tersebut sudah

menjelaskan aspek-aspek yang dikemukakan oleh ahli lain.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying

Faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying dibedakan menjadi dua yaitu

faktor internal dan eksternal, dengan penjelasannya, sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Rigby (2007) menjelaskan bahwa faktor internal yang mempengaruhi

perilaku bullying terdiri dari religiusitas, regulasi emosi, kepribadian, perasaan

berkuasa, dan gender. Faktor-faktor internal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Religiusitas

Religiusitas, memiliki pengertian yang sama dengan iman, umumnya

didefinisikan sebagai keyakinan tentang supranatural, suci, atau ilahi, dan

praktek-praktek dan lembaga yang terkait dengan keyakinan tersebut.

Dijelaskan oleh Jalaluddin (2016) dengan pendekatan psikologi agama,

religiusitas merupakan konstruk psikologi dan agama yang tidak terpisahkan.

Agama lebih menunjukkan kepada kelembagaan yang mengatur tata cara

hubungan manusia kepada Tuhan, sedangkan religiusitas lebih melihat pada

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

22

lubuk hati manusia. Dengan demikian, religiusitas merupakan suatu sikap dan

keyakinan seseorang terhadap Tuhan sesuai dengan tata aturan agama yang

dianut oleh orang tersebut. Agrawal dan Kehksha (2015) berpendapat bahwa

seseorang yang sudah bertingkah laku sesuai dengan agamanya menunjukkan

adanya unsur internalisasi agama dalam diri seseorang (religiusitas). Ajaran

agama yang melarang menyakiti orang lain diterapkan oleh seseorang,

sehingga orang tersebut tidak melakukan bullying.

2) Regulasi Emosi

Umasugi (2010) menjelaskan dalam penelitiannya, menjelaskan

bahwa pemikiran dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh regulasi

emosi. Siswa yang memiliki regulasi emosi mampu menyadari dan mengatur

pemikiran dan perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (emosi positif

dan negatif). Ketika sedang mengalami emosi negatif, siswa dengan regulasi

emosi yang baik tetap dapat berfikir jernih sehingga perilaku yang muncul

tetap berdasarkan logika dan kesadaran. Ekspresi emosi negatif yang dapat

diregulasi dengan baik akan mampu meminimalisasi proyeksi negatif pada

perilaku yang berujung pada perilaku bullying. Gross dan Jazaieri (2014)

berpendapat bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan oleh

seseorang secara sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi

satu aspek dari respon emosi yang diwujudkan dalam perilaku.

Regulasi emosi pada pelaku bullying terjadi karena ketidakmampuan

pelaku bullying dalam mengontrol emosinya. Halimah, dkk., (2015)

menjelaskan bahwa pelaku bullying mempunyai perasaan berkuasa atau ingin

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

23

mendapat perhatian, tetapi kurang mampu dalam memilih cara untuk

mengurangi respon emosi, sehingga berpengaruh terhadap perilaku

melakukan bullying pada orang lain.

3) Kepribadian

Usman (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor internal

yang mempengaruhi terjadinya bullying adalah faktor kepribadian. Faktor

kepribadian yang memberikan kontribusi besar pada siswa dalam melakukan

perilaku bullying atau menjadi pelaku bullying. Pelaku bullying cenderung

memiliki kepribadian dengan sikap empati yang rendah, impulsif, dominan,

dan tidak bersahabat. Faktor-faktor dalam kepribadian berkontribusi besar

pada ciri khas perilaku individu dalam situasi bullying, di mana tingginya

tingkat dari ketidakstabilan emosi dan rendahnya tingkat dari

keramahtamahan berpengaruh pada pelaku bullying.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedjatmiko, dkk., (2013: 178)

mengungkapkan bahwa faktor-faktor dalam kepribadian berkontribusi besar

pada ciri khas perilaku anak-anak dalam situasi bullying, di mana tingginya

tingkat emosi berpengaruh pada pelaku bullying. Seperti contoh, berdasarkan

hasil penelitian, anak yang berusia antara usia 9-13 tahun menunjukkan

perilaku suka mengancam orang lain dan mengajak berkelahi.

4) Perasaan berkuasa

Faktor internal dalam penelitian yang dilakukan Ardianti dalam

Halimah, dkk., (2015) menemukan bahwa perasaan berkuasa menjadi salah

satu alasan mengapa siswa melakukan bullying. Pelaku bullying merasa

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

24

bangga dianggap hebat dan ditakuti oleh siswa lain yang melihatnya

menindas. Perilaku bullying pada siswa sebagai upaya mendapatkan perhatian

„tertentu‟ dari teman sebaya (bystander) dapat memicu terulangnya perilaku

tersebut di sekolah. Alasan seseorang menjadi pelaku bullying adalah bahwa

pelaku bullying merasakan kepuasan apabila pelaku “berkuasa” di kalangan

teman sebayanya. Maksudnya, pelaku bullying merupakan siswa yang

ditakuti dan menguasai teman-teman lainnya, sehingga memberikan

penguatan terhadap perilaku bullying.

5) Gender

Perbedaan gender pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat

menimbulkan perilaku bullying, karena adanya perbedaan pola pikir dan

perasaan. Laki-laki cenderung mengutamakan pikiran dan perempuan

mengutamakan perasaan. Oleh sebab itu, perilaku bullying ada

kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan perasaan. Perempuan jarang

melakukan bullying, karena ada perasaan untuk tidak menyakiti orang lain.

Penelitian Rigby pada siswa sekolah menengah pertama (200 siswa)

dan siswa sekolah menengah atas (200 siswa) di Adelaide Region in South

Australia mengungkapkan bahwa siswa laki-laki cenderung melakukan

perilaku bullying dibandingkan dengan siswa perempuan, seperti menendang

dan mengancam. Siswa yang melakukan perilaku bullying berasal dari

keluarga yang broken home (Usman, 2013).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

25

b. Faktor eksternal

Wiyani (2013) menjelaskan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi

perilaku bullying, antara lain sebagai berikut:

1) Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, dan etnisitas atau rasisme.

Pada dasarnya, perbedaan (terlebih jika perbedaan tersebut bersifat

ekstrim) individu dengan suatu kelompok dimana individu bergabung, jika

tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota kelompok tersebut.

a) Perbedaan keadaan ekonomi dalam status keluarga dapat menimbulkan

perilaku bullying, karena status ekonomi lemah ada kecenderungan banyak

terjadi konflik.

b) Etnisitas atau rasisme berhubungan dengan perbedaan etnis daerah atau

suatu bangsa. Adanya perbedaan daerah berkaitan dengan adat atau

kebiasaan suatu daerah satu dengan lainnya berbeda. Perbedaan tersebut

dapat menimbulkan perilaku bullying pada orang yang memiliki etnis

dengan kebiasaan bersikap keras untuk melakukan bullying.

2) Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan

pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya individu. Dengan kata lain,

secara ideal perkembangan individu akan optimal saat bersama keluarganya.

Kompleksitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita

depresi, kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak, perceraian atau

ketidakharmonisan orangtua dan ketidakmampuan sosial ekonomi merupakan

penyebab tindakan agresi yang signifikan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

26

3) Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif

Bullying juga dapat terjadi jika pengawasan dan bimbingan etika dari

para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan

yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

4) Lingkungan teman sebaya

Faktor lain yang berasal dari luar individu adalah teman sebaya. Teman

sebaya (peers) adalah anak-anak atau individu dengan tingkat usia atau

tingkat kedewasaan yang sama. Interaksi teman sebaya dengan usia yang

sama memainkan peran yang unik pada kehidupan individu. Sekelompok

teman sebaya yang mempunyai ikatan emosional yang kuat dan berinteraksi,

bertukar pikiran, dan pengembangan dalam kehidupan sosial dan pribadinya.

Kelompok teman sebaya memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya

perilaku bullying di sekolah. Menurut Usman (2015) dalam penelitiannya,

kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan

dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku membolos,

rendahnya sikap menghormati kepada sesama teman dan guru. Teman di

lingkungan sekolah idealnya berperan sebagai “partner” siswa dalam proses

pencapaian program-program pendidikan. Fakta dilapangan berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan Usman pada siswa SMA di Kota Gorontalo

mengungkapkan ada sebagian siswa yang melakukan perilaku bullying di

sekolah disebabkan oleh dorongan teman-temannya.

Beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi bullying dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal meliputi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

27

religiusitas, regulasi emosi, kepribadian, perasaan bangga, perasaan berkuasa,

pengalaman masa lalu, dan perasaan iri. Faktor eksternal meliputi perbedaan kelas

(senioritas), ekonomi, agama, gender, lingkungan keluarga (komunikasi orangtua-

anak), lingkungan teman sebaya, dan lingkungan sekolah, lingkungan sosial.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bullying di atas, dalam

penelitian ini difokuskan faktor internal pendapat dari Rigby (2007) bahwa faktor

internal yang mempengaruhi perilaku bullying terdiri dari religiusitas, regulasi

emosi, kepribadian, perasaan berkuasa, dan gender. Penelitian ini difokuskan pada

faktor internal yaitu religiusitas dan regulasi emosi. Alasan dipilihnya faktor

internal sesuai pendapat Golmaryami, dkk., (2015) bahwa faktor internal

merupakan faktor yang lebih diutamakan sehubungan seseorang melakukan

bullying, karena faktor internal dapat membentuk perilaku seseorang.

Dipilihnya faktor internal religiusitas dan regulasi emosi dalam penelitian

ini, menurut Jalaluddin (2016) bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor

penting dalam membentuk sikap dan moral siswa mengenai perbuatan yang baik

dan buruk, yang dilarang dam dilakukan, sehingga membentuk moral seseorang

menjadi baik dan mampu mengontrol perilaku untuk tidak melakukan bullying,

khususnya pada siswa SD, karena siswa SD sebagai awal pendidikan formal yang

mendasar sikap dan perilaku untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan Wahyuningtias (2015) membuktikan bahwa ada

hubungan antara religiusitas dan perilaku bullying pada siswa SD 02 Jatirejo

Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar. Artinya subjek yang memiliki

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

28

religiusitas yang baik maka tidak akan melakukan bullying, sebaliknya subjek

yang memiliki religiusitas yang kurang baik akan cenderung melakukan bullying.

Dipilihnya faktor internal regulasi emosi dengan alasan berdasarkan

pendapat Umasugi (2012), bahwa regulasi emosi merupakan semua kesadaran dan

ketidaksadaran strategi yang digunakan untuk menaikkan, memelihara dan

menurunkan satu atau lebih komponen dari respon emosi. Kemampuan individu

untuk memelihara dan menurunkan emosinya akan menentukan bagaimana

individu bersikap ketika dihadapkan pada situasi tertentu yang dapat

menimbulkan bullying. Regulasi emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

regulasi emosi anak (siswa SD) sesuai pendapat Santrock (2009) bahwa anak

memiliki regulasi emosi, karena anak mampu menyesuaikan diri saat berinteraksi

dengan teman sehingga anak dapat mengendalikan emosinya.

B. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas

Ismail (2010) menjelaskan religiusitas adalah sikap batin pribadi (personal)

setiap manusia yang berupa sikap dan keyakinan seseorang terhadap Tuhan sesuai

dengan tata aturan agama yang dianut oleh orang tersebut. Pendapat tersebut

sesuai dengan pendapat Jalaluddin (2016) bahwa pengertian religiusitas

mempunyai makna agama yang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan

dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi

dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindra,

namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia

sehari-hari.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

29

Pengertian tersebut berbeda dengan pendapat Anshari (dalam Azizah, 2010)

mengartikan religi, agama atau din sebagai sistem tata keyakinan atau tata

keimanan atas dasar sesuatu yang mutlak diluar diri manusia dan merupakan suatu

sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggap mutlak, serta sistem

norma yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam

lainnya dengan tata keimanan dan tata peribadatan yang telah dimaksud. Sebuah

proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu

yang sakral. Religiusitas sebagai sistem yang konfleks yang terdiri dari

kepercayaan, keyakinan yang tercermin dalam sikap dan melaksanakan upacara-

upacara keagaman yang dengan maksud untuk dapat berhubungan dengan Tuhan.

Menurut Mangunwijaya (dalam Ismail, 2010) bila dilihat dari

kenampakannya, agama lebih menunjukkan kepada suatu kelembagaan yang

mengatur tata penyembahan manusia kepada Tuhan, sedangkan religiusitas lebih

melihat aspek yang ada di lubuk hati manusia. Religiusitas lebih menunjuk kepada

aspek kualitas dari manusia yang beragama. Agama dan religiusitas saling

mendukung dan saling melengkapi karena keduanya merupakan konsekuensi logis

dari kehidupan manusia yang mempunyai dua kutub, yaitu kutub kehidupan

pribadi dan kutub kebersamaannya di tengah masyarakat.

Aviyah dan Farid (2014) membedakan antara agama dan religiusitas. Setiap

individu yang memiliki agama sebagai suatu keyakinan terhadap agama yang

dianutnya. Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di

dalam hati, getaran hati nurani pribadi dan sikap mengenai religiusitas yaitu sikap

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

30

keberagamaan yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri

seseorang.

Agrawal dan Kehksha (2015) berpendapat bahwa seseorang yang sudah

bertingkah laku sesuai dengan agamanya menunjukkan adanya unsur internalisasi

agama dalam diri seseorang (religiusitas). Religiusitas dapat memberikan jalan

keluar kepada individu untuk mendapatkan rasa aman, berani, dan tidak cemas

dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Agama Islam

sendiri mengajarkan bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah, agar

mendapatkan ketenangan hidup dan dapat mengontrol perilaku.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa

religiusitas adalah sikap batin pribadi (personal) setiap manusia yang berupa sikap

dan keyakinan seseorang terhadap Tuhan sesuai dengan tata aturan agama yang

dianut oleh orang tersebut.

2. Aspek Religiusitas

Ismail (2010) berpendapat bahwa religiusitas sebagai sikap batin, tidak

dapat dilihat secara langsung namun bisa tampak dari pengungkapan sikap

tersebut. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa religiusitas merupakan sikap batin

seseorang yang dapat dilihat dari ungkapan sikap melalui perilaku.

Aspek yang digunakan menurut penelitian Ismail (2010) berdasarkan pada

pendapat yang dikemukakan oleh Glock dan Stark ada lima aspek, yaitu:

a. Aspek keyakinan (the ideological dimension) berkaitan dengan tingkatan

seseorang dalam meyakini kebenaran ajaran agamanya (religious belief).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

31

Tiap‐tiap agama memiliki seperangkat keyakinan yang harus dipatuhi oleh

penganutnya, misalnya kepercayaan adanya Tuhan.

b. Aspek peribadatan (the ritulistic dimension) yaitu tingkat kepatuhan

seseorang mengerjakan kewajiban ritual sebagaimana yang diperintahkan

dalam agamanya (religious practice), misalnya kewajiban bagi orang Islam

seperti; sholat, zakat, puasa, pergi haji bila mampu.

c. Aspek penghayatan (the experiential dimension) yaitu tingkatan seseorang

dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan atau

pengalaman‐pengalaman keagamaan (religious feeling). Semua agama

memiliki harapan bagi individu penghayatannya akan mencapai suatu

pengetahuan yang langsung mengenai realitas yang paling sejati atau

mengalami emosi‐emosi religius misalnya; merasa doanya dikabulkan,

merasa diselamatkan Tuhan.

d. Aspek pengamalan (the consequential dimension) yaitu aspek yang mengukur

sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam

kehidupan sosial, yakni bagaimana individu berhubungan dengan dunia

terutama dengan sesama manusia (religious effect).

e. Aspek intelektual (the intelectual dimension) berkaitan dengan tingkatan

pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agama yang

dianutnya (religious knowledge). Pengetahuan dan pemahaman agama dalam

penelitian ini dikhususkan pada siswa SD kelas IV dan V dengan materi

belajar iman kepada malaikat dan iman kepada rasul Allah.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

32

Jalaluddin (2016) berpendapat bahwa aspek-aspek religiusitas ada tiga

dengan aspek-aspeknya, sebagai berikut:

a. Cipta (reason) merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Melalui cipta,

orang dapat menilai, membandingkan, dan memutuskan sesuatu tindakan

terhadap stimulan tertentu. Perasaan intelek ini dalam agama merupakan

suatu kenyataan yang dapat dilihat, terlebih-lebih dalam agama modern,

peranan, dan fungsi reason ini sangat menentukan. Dalam lembaga-lembaga

keagamaan yang menggunakan ajaran berdasarkan jalan pikiran yang sehat

dalam mewujudkan ajaran-ajaran yang masuk akal, fungsi berpikir sangat

diutamakan.

b. Rasa (emotion) memberi makna dalam kehidupan beragama diperlukan

penghayatan yang seksama dan mendalam sehingga ajaran itu tampak hidup.

Jadi, yang menjadi obyek penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah bukan

anggapan bahwa pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh

emosi, melainkan sampai beberapa jauhkah peranan emosi itu dalam agama.

c. Karsa (will) merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Will berfungsi

mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan

fungsi kejiwaan. Pengalaman agama seorang bersifat intelek ataupun emosi,

namun jika tanpa adanya peranan will, maka agama tersebut belum tentu

terwujud sesuai dengan kehendak reason atau emosi. Masih diperlukan suatu

tenaga pendorong agar ajaran keagamaan itu menjadi suatu tindak

keagamaan. Jika hal yang demikian terjadi, misalnya orang berbuat sesuatu

yang bertentangan dengan kehendaknya, maka itu berarti fungsi will-nya

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

33

lemah. Jika tingkah laku keagamaan itu terwujud dalam bentuk perwujudan

yang sesuai dengan ajaran keagamaan dan selalu mengimbangi tingkah laku,

perbuatan dan kehidupannya sesuai dengan kehendak Tuhan.

Selanjutnya Ismail (2010) mengemukakan bahwa pokok-pokok ajaran Islam

dapat dijadikan aspek religiusitas terdiri dari (1) aqidah (iman), (2) syariah, dan

(3) akhlaq. Dapat dikatakan bahwa seseorang dikatakan religius jika orang mampu

melaksanakan dimensi-dimensi religiusitas tersebut dalam perilaku dan

kehidupannya.

Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek religiusitas

adalah aspek keyakinan (the ideological dimension), peribadatan (the ritulistic

dimension), penghayatan (the experiential dimension), pengamalan (the

consequential dimension), intelektual (the intelectual dimension), cipta (reason),

rasa (emotion), karsa (will), aqidah (iman), syariah, dan akhlaq.

Aspek yang digunakan dalam penelitian adalah aspek yang dikemukakan

oleh Glock dan Stark (dalam Ismail, 2010) ada lima aspek, yaitu keyakinan (the

ideological dimension), peribadatan (the ritulistic dimension), penghayatan (the

experiential dimension), pengamalan (the consequential dimension) dan

intelektual (the intelectual dimension). Alasan digunakannya kelima aspek

religiusitas tersebut, karena aspek tersebut menurut asumsi peneliti dapat

mengungkapkan perilaku religiusitas siswa SD. Alasan lainnya berdasarkan

penelitian terdahulu kelima aspek tersebut digunakan untuk mengetahui hubungan

religiusitas dengan perilaku bullying pada siswa SD.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

34

C. Regulasi Emosi

1. Pengertian Regulasi Emosi

Gross dan Jazaieri (2014) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah

kemampuan yang dilakukan secara sadar untuk mempertahankan, memperkuat,

atau mengurangi respon emosi yang berpengaruh terhadap perilaku. Bradley, dkk,.

(2009) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat

mempertahankan, meningkatkan atau mengurangi emosi yang dirasakannya baik

positif maupun negatif. Maksudnya, regulasi emosi individu positif, maka

perilaku yang dilakukan individu cenderung yang baik sesuai dengan aturan.

Sebaliknya, individu yang memiliki regulasi negatif ada kecenderungan

melakukan pelanggaran aturan.

Santrock (2009) berpendapat bahwa regulasi emosi adalah kemampuan

individu dalam memadukan data-data mengenai emosi yang dirasakan oleh diri

sendiri maupun orang lain untuk menentukan tingkah laku yang paling efektif

yang akan ditampilkan pada saat berinteraksi dengan orang lain.

Massah, dkk, (2016) berpendapat bahwa regulasi emosi ialah kapasitas

untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas

yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi

kemampuan untuk mengatur perasaan emosi (regulate feeling), reaksi fisiologis

(regulate physiology), kognisi yang berhubungan dengan emosi (emotionrelated

cognitions), dan reaksi yang berhubungan dengan emosi (emotion- related

behavior)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

35

Sheppes, dkk., (2015) berpendapat bahwa regulasi emosi terdiri dari proses

internal dan eksternal yang bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor,

mengevaluasi dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan bentuk

reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang efektif meliputi

kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Smieja, dkk., (2011) menjelaskan bahwa aspek penting dalam regulasi

emosi ialah kapasitas untuk memulihkan kembali keseimbangan emosi meskipun

pada awalnya seseorang kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakannya. Selain

itu, seseorang hanya dalam waktu singkat merasakan emosi yang berlebihan dan

dengan cepat menetralkan kembali pikiran, tingkah laku, respon fisiologis dan

dapat menghindari efek negatif akibat emosi yang berlebihan.

Massah, dkk., (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ada dua hal

penting yang terkait dengan regulasi emosi yaitu ketenangan (calming) dan fokus

(focusing), individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini dapat

membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang

mengganggu termasuk regulasi emosi positif. Regulasi emosi negatif dapat terjadi

karena ketidakmampuan individu dalam mengelola ketenangan dan fokus pada

permasalahan yang dihadapi, sehingga emosi individu tetap tinggi dan

memungkinkan terjadinya stres. Regulasi emosi dijelaskan oleh Umasugi (2010)

bahwa siswa yang memiliki kemampuan regulasi emosi positif dapat mengelola

keadaan dirinya ketika sedang kesal, siswa akan mampu megelola emosinya

sehingga dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat menyakiti

orang lain.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

36

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi

ialah kemampuan secara sadar untuk mempertahankan, memperkuat, atau

mengurangi respon emosi yang berhubungan dengan perilaku. Seseorang yang

memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan atau

mengurangi emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif.

2. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Gross dan Jazaieri (2014) menjelaskan ada empat aspek yang digunakan

untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu :

a. Strategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan individu untuk

dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan

suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat

menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

b. Engaging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan individu untuk

tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya, sehingga dapat tetap

berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

c. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk

dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang

ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga

individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan

respon emosi yang tepat.

d. Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu

untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak

merasa malu merasakan emosi tersebut.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

37

Menurut Smieja, dkk., (2011) regulasi emosi memiliki aspek, antara lain :

a. Keyakinan akan kemampuan diri: sikap positif individu tentang dirinya,

bahwa individu mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukan.

b. Optimis: sikap positif individu yang selalu berpandangan baik dalam

menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuannya.

c. Obyektif: sikap individu yang memandang permasalahan ataupun sesuatu

sesuai dengan kebenaran semestinya bukan menurut kebenaran pribadi yang

menurut dirinya benar.

d. Bertanggung jawab: kesediaan individu untuk menanggung segala sesuatu

yang telah menjadi konsekuensinya.

e. Rasional dan realistik: kemampuan menganalisa masalah, sesuatu hal, sesuatu

kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima akal sehat dan

sesuai kenyataan.

Massah, dkk, (2016) berpendapat bahwa regulasi emosi merupakan salah

satu ciri dari kematangan emosi yang diartikan sebagai kondisi yang stabil.

Karakteristik emosi yang stabil antara lain tidak adanya perubahan perasaan yang

cepat dan tidakmenentu, keceriaan, memiliki rasa percaya diri, sikap realistik, dan

optimistik, tidak terobsesi dengan perasaan bersalah, cemas maupun kesepian.

Kesimpulan aspek-aspek regulasi emosi yaitu Strategies to emotion

regulation (strategies), Engaging in goal directed behavior (goals), control

emotional responses (impulse), dan acceptance of emotional response

(acceptance), keyakinan akan kemampuan diri, optimis, obyektif,

bertanggungjawab, rasional dan realistik.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

38

Berdasarkan pada kesimpulan di atas, dalam penelitian ini menggunakan

aspek-aspek regulasi emosi yang mengacu pada pendapat Gross dan Jazaieri

(2014). Alasannya, aspek-aspek tersebut mampu mengungkapkan regulasi emosi

dibandingkan aspek dari pendapat orang lain.Aspek-aspek yang dikemukakan

oleh Gross dan Jazaieri dijelaskan lebih mendetail berupa gambaran regulasi

emosi, sehingga memudahkan dalam pembuatan pernyataan pada skala.

D. Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku Bullying Pada Siswa SD

Setiap individu memiliki religiusitas, baik anak, remaja, ataupun orang

dewasa dengan tingkat religiusitas yang berbeda-beda sesuai perkembangan usia.

Religiusitas pada penelitian ini khususnya pada siswa SD dalam tingkat usia

termasuk kategori anak. Aviyah dan Farid (2014) menjelaskan bahwa religiusitas

merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran hati

nurani pribadi dan sikap mengenai religiusitas yaitu sikap keberagamaan yang

berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang

Jalaluddin (2016) menjelaskan tentang perkembangan religiusitas pada anak

diawali dengan konsep berarti memahami sifat religiusitas pada anak-anak.

Religiusitas pada diri anak dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri anak yaitu

mengenai pemahaman konsep. Konsep religiusitas yang dimiliki anak didasarkan

atas dorongan emosional. Berdasarkan hal tersebut, maka pada masa anak-anak

tertarik dan senang pada agama yang menimbulkan rasa religiusitas dapat

dipelajari dari orangtua ataupun guru dalam melaksanakan ketaatan ajaran agama

menjadi kebiasaan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

39

Proses hubungan religiusitas dengan perilaku bullying dijelaskan oleh

Umasugi (2010) bahwa anak yang memiliki religiusitas tinggi akan berusaha

menjauhi larangan-larangan ajaran agama dan perilaku bullying merupakan

perilaku yang dilarang oleh agama, sehingga anak akan menjauhi bullying.

Sebaliknya, anak yang religiusitas rendah atau kurang memahami larangan ajaran

agama, baik disengaja atau tanpa sengaja melakukan bullying yang dianggap

perilaku biasa.

Religiusitas diungkap melalui aspek-aspek yang dikemukakan oleh Glock

dan Stark (dalam Ismail, 2010) ada lima aspek, yaitu keyakinan (the ideological

dimension), peribadatan (the ritulistic dimension), penghayatan (the experiential

dimension), pengamalan (the consequential dimension), dan intelektual (the

intellectual dimension). Aspek keyakinan berkaitan dengan tingkatan seseorang

dalam meyakini kebenaran ajaran agamanya yang memiliki seperangkat

keyakinan yang harus dipatuhi. Keyakinan individu pada dalam ajaran agama

tidak diperbolehkan menyakiti orang, sehingga individu tidak melakukan bullying

karena individu beranggapan bahwa bullying merupakan perbuatan yang

melanggar aturan agama.

Ismail, (2010) berpendapat bahwa aspek ajaran agama di tempat peribadatan

yaitu tingkat kepatuhan seseorang mengerjakan kewajiban ritual sebagaimana

yang diperintahkan dalam agamanya. Seseorang yang menjalankan ibadah

membuat orang tersebut akan mengikuti ajaran agama untuk tidak menyakiti

orang lain. Perasaan seseorang untuk tidak menyakiti orang lain merupakan salah

satu bentuk empati terhadap orang lain. Aspek penghayatan yaitu tingkatan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

40

seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan atau

pengalaman‐pengalaman keagamaan yang berhubungan dengan emosi. Kaitannya

dengan perilaku bullying yaitu individu yang memiliki ketidakstabilan tinggi

berpengaruh pada perilaku bullying. Sebaliknya, individu yang memiliki

ketidakstabilan rendah akan mampu mengontrol emosinya untuk tidak melakukan

bullying.

Jalaluddin (2016) berpendapat bahwa aspek intelektual yaitu aspek yang

mengukur pengetahuan dan pemahaman seseorang mengenai ajaran agama

mengenai aturan-aturan dalam menjalankan ajaran agama dan memahami aturan

yang harus dikerjakan sesuai ajaran agama. Pengetahuan dan pemahaman yang

dimiliki seseorang mengarah pada perilaku untuk taat menjelakan perintah agama.

Aspek pengamalan yaitu aspek yang mengukur sejauhmana perilaku seseorang

dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, khususnya dalam

hubungannya dengan manusia, bahwa sesama harus saling menyayangi. Adanya

sikap menyayangi yang dimiliki individu, maka individu berusaha untuk tidak

menyakiti orang lain.

Trevi (2012) menjelaskan bahwa perasaan merupakan manisfestasi dari

sikap terhadap suatu objek. Pada umumnya reaksi emosional dalam komponen

afektif ini dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai sesuatu

yang benar dan berlaku bagi objek tersebut. Individu yang percaya dan patuh pada

aturan (agama) tidak mudah terpengaruh dan mampu mengendalikan emosi tidak

menyakiti orang lain.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

41

Ismail (2010) mengemukakan bahwa perasaan-perasaan atau pengalaman

keagamaan yang selalu muncul dalam diri individu menyebabkan timbulnya

kontrol internal dalam dirinya sehingga dapat mencegah timbulnya perilaku-

perilaku menyimpang yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Konsep untuk menyayangi dan mencintai sesama yang terkandung dalam nilai-

nilai agama akan dimaknai dengan baik oleh individu yang memiliki tingkat

religiusitas yang baik. Kondisi tersebut akan meminimalisasi munculnya perilaku

bullying seperti mengintimidasi, meyakiti orang lain dan bentuk-bentuk perilaku

bullying baik fisik, verbal maupun non verbal. Contohnya perilaku bullying fisik

seperti menendang, memukul, dan menampar. Perilaku bullying verbal contohnya

mengancam, menghina, dan memaki. Perilaku bullying non verbal, contohnya

mengucilkan, menmgirimklan surat kaleng, dan melihat dengan sinis.

Atas dasar penjelasan tersebut, maka religiusitas mempengaruhi terjadinya

perilaku bullying. Umasugi (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor

internal yang berhubungan dengan pemahaman dan pengetahuan agama atau

religiusitas pada individu yaitu keyakinan-keyakinan individu mengenai perbuatan

baik dan buruk yang diajarkan dalam agama. Perilaku bullying merupakan

perbuatan buruk yang dilarang agama dan siswa yang memahami pengertian

tersebut akan berusaha menjauhi perilaku bullying.

E. Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Perilaku Bullying

Pada Siswa SD

Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur

dan mengarahkan perilaku, yaitu emosi seseorang. Emosi juga dianggap sebagai

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

42

respon yang membimbing tingkah laku individu dan menyediakan informasi

untuk membantu individu mencapai tujuannya. Kemampuan individu dalam

mengatur emosi disebut regulasi emosi.

Regulasi emosi dalam penelitian ini diungkap menggunakan aspek-aspek

pada pendapat Gross dan Jazaieri (2014) ada empat aspek, yaitu: strategies to

emotion regulation (strategies), engaging in goal directed behavior (goals),

control emotional responses (impulse), dan acceptance of emotional response

(acceptance). Strategies to emotion regulation (strategies) sebagai keyakinan

individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk

menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif. Misalnya, individu

sedang marah dengan temannya dan ingin memukul teman tersebut tetapi tidak

jadi dilakukan, karena individu tersebut timbul rasa kasihan. Individu yang

mampu mengurangi emosi negatif tidak melakukan bullying pada teman lainnya,

seperti saat diejek siswa tidak membalas ejekan tersebut.

Engaging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan individu

untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya, sehingga individu

dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik, yaitu tidak melakukan

bullying. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk

dapat mengontrol emosi, sehingga individu tidak terpengaruh untuk melakukan

perbuatan yang merugikan orang lain yaitu tidak melakukan bullying. Contohnya,

saat diajak teman untuk berkelahi, siswa menolaknya.

Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu

untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif, misalnya

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

43

seseorang sedang marah dan mencoba untuk bersikap sabar. Diperjelas oleh

Umasugi (2012) bahwa ketika sedang mengalami emosi negatif, individu dengan

regulasi emosi yang baik tetap dapat berfikir jernih, sehingga perilaku yang

muncul merupakan perbuatan yang merugikan orang lain.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santrock (2009) menunjukkan bahwa

kontrol emosi mempunyai peran penting dalam perilaku individu. Massah, dkk.,

(2016) menjelaskan bahwa regulasi emosi menggambarkan keputusan individu

yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah

disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Individu dengan regulasi emosi tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat

untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu yang memiliki regulasi

tinggi cenderung akan menghindari bullying dan tidak akan terbawa arus

pergaulan lingkungannya. Misalkan anak mampu berpikir bahwa bullying

merupakan perbuatan yang menyakiti orang lain, sehingga anak tidak menendang

atau memukul saat ada perbedaan pendapat dengan teman.

Ricard dan Gross (dalam Umasugi, 201) mengemukakan bahwa pemikiran

dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh emosi individu yang bersangkutan.

Siswa yang memiliki regulasi emosi yang baik akan mampu menyadari dan

mengatur pemikiran dan perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (emosi

positif dan negatif). Ketika sedang mengalami emosi negatif, siswa dengan

regulasi emosi yang baik tetap dapat berpikir jernih sehingga perilaku yang

muncul tetap berdasarkan logika dan kesadaran. Ekspresi emosi negatif yang

dapat diregulasi dengan baik akan mampu meminimalisasi proyeksi negatif pada

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

44

perilaku yang berujung pada perilaku bullying. Misalkan anak yang memiliki

regulasi emosi bersikap sabar akan mampu mengontrol emosi, sehingga saat

diejek oleh teman anak tersebut tidak membalas mengejek tetapi bersikap diam.

Penjelasan tersebut dibuktikan dalam hasil penelitian yang dilakukan

Umasugi (2010), dengan kesimpulan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan

antara regulasi emosi dengan perilaku bullying. Regulasi emosi individu baik akan

mampu mengontrol perilaku, sebaliknya subjek yang memiliki regulasi emosi

yang kurang baik cenderung melakukan bullying.

F. Hubungan antara Religiusitas dan Regulasi Emosi dengan

Perilaku Bullying

Religiusitas merupakan suatu keimanan dan keyakinan seseorang kepada

Tuhan. Keimanan seseorang dapat diketahui melalui kesesuaian beribadah dengan

tata peribadatan sesuai dengan agama yang dianut oleh individu tersebut.

Seseorang yang religiusitas bertingkah laku sesuai dengan agamanya

menunjukkan adanya unsur internalisasi agama dalam diri seseorang. Religiusitas

dapat memberikan jalan keluar kepada individu untuk mendapatkan rasa aman,

berani, dan tidak cemas dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi

kehidupan.Religiusitas diungkap berdasarkan pendapat Glock dan Stark (dalam

Ismail 2010) ada lima aspek, yaitu keyakinan (the ideological dimension),

peribadatan (the ritulistic dimension), penghayatan (the experiential dimension),

pengamalan (the consequential dimension) dan intelektual (the intelectual

dimension).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

45

Umasugi (2010) menjelaskan bahwa aspek religiusitas sebagai tingkat

seseorang dalam meyakini kebenaran ajaran agama berdasarkan pemikiran

tentang religiusitas dirasakan dalam ketenangan emosi yang nantinya diwujudkan

dalam karsa melakukan tindakan ajaran agama. Sejauhmana perilaku seseorang

dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sosial dapat dimiliki

seseorang, maka orang tersebut dapat mengontrol perilakunya, termasuk

mengontrol perilaku bullying. Dengan demikian dapat dipahami bahwa

religiusitas merupakan faktor internal yang mempengaruhi perilaku bullying.

Misalnya dalam ajaran agama Islam menyakiti orang lain merupakan perbuatan

dosa, karena takut berdosa maka individu berusaha untuk tidak menyakiti orang

lain.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa religiusitas dapat memberikan jalan

keluar kepada individu untuk mendapatkan rasa aman, tenang, berani, dan tidak

cemas dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi kehidupan. Rasa aman,

tenang, dan tidak cemas berhubungan dengan emosi seseorang. Emosi seseorang

dalam kehidupan sehari-hari perlu dilakukan pengontrolan yang disebut dengan

regulasi emosi. Regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor,

mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan.

Regulasi dipandang secara positif, individu yang melakukan regulasi emosi akan

lebih mampu melakukan pengontrolan emosi.

Regulasi dapat diketahui melalui aspek-aspeknya. Gross dan Jazaieri

(2014) menjelaskan ada empat aspek untuk menentukan kemampuan regulasi

emosi seseorang yaitu: Strategies to emotion regulation (strategies), engaging in

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

46

goal directed behavior (goals), control emotional responses (impulse), dan

acceptance of emotional response (acceptance)

Individu yang memiliki keempat aspek tersebut, maka individu memiliki

regulasi emosi yang baik akan mampu menyadari dan mengatur pemikiran dan

perilakunya. Ketika sedang mengalami emosi negatif, siswa dengan regulasi

emosi yang baik tetap dapat berfikir jernih sehingga perilaku yang muncul tetap

berdasarkan logika dan kesadaran. Ekspresi emosi negatif yang dapat diregulasi

dengan baik akan menurunkan perilaku negatif pada yang berujung pada perilaku

bullying. Dijelaskan oleh Golmaryami, dkk., (2015) bahwa ekspresi emosi negatif

individu menunjukkan ketidakmampuan individu dalam mengelola emosi,

sehingga individu tidak dapat menahan diri untuk melakukan hal-hal yang dapat

menyakiti orang lain.

Perilaku bullying di sekolah sebagai perilaku agresif yang dilakukan

berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang berkuasa terhadap

siswa-siswi yang lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut dapat diketahui

melalui bentuk-bentuk bullying. Adapun bentuk-bentuk bullying berdasarkan

pendapat Priyatna (2010) dibedakan atas bentuk kontak fisik dan non fisik dibagi

menjadi dua bentuk verbal dan non-verbal. Hasil penelitian yang dilakukan

Widiharto dan Yulianti (2015) diketahui bahwa perilaku bullying siswa SD di

Jawa Tengah terbanyak adalah bullying verbal yaitu 56,05% (diejek, dimarahi,

diancam, dihina dan penyebaran gosip), bullying fisik sebesar 23,57% (dipukul,

dijambak, dicubit dan ditendang).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

47

Agrawal dan Kehksha (2015) menjelaskan bahwa religiusitas seseorang

dapat memberikan jalan keluar kepada individu untuk mendapatkan rasa aman,

tenang, dan tidak cemas berhubungan dengan emosi seseorang. Emosi seseorang

dalam kehidupan sehari-hari perlu dilakukan pengontrolan yang disebut dengan

regulasi emosi. Priyatna (2010) menyatakan bahwa individu memiliki regulasi

emosi yang baik akan mampu menyadari dan mengatur pemikiran, sehingga

mengatur perilakunya untuk tidak melakukan bullying.

G. Landasan Teori

Individu dalam kehidupan sehari-harinya dalam berperilaku mempunyai

pedoman agama sebagai ajarannya, sehingga memungkinkan individu memiliki

religiusitas. Perilaku religiusitas adalah perilaku yang berdasarkan keyakinan

suara hati dan keterikatan kepada Tuhan, diwujudkan dalam bentuk kuantitas dan

kualitas peribadatan serta norma yang mengatur hubungan dengan Tuhan,

hubungan sesama manusia, hubungan dengan lingkungan yang terinternalisasi

dalam manusia. Religiusitas diungkap berdasarkan pendapat Glock dan Stark

(dalam Ismail 2010) ada lima aspek, yaitu keyakinan (the ideological dimension),

peribadatan (the ritulistic dimension), penghayatan (the experiential dimension),

pengamalan (the consequential dimension), dan intelektual (the intelectual

dimension).

Kelima aspek tersebut dapat dijadikan dasar seseorang dalam membina

hubungan dan menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain. Oleh karena itu

agama dapat dijadikan sebagai pedoman untuk membangun sebuah hubungan

pertemanan yang baik agar dapat mengurangi perilaku bullying dikalangan

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

48

individu dengan cara memberikan pendidikan religiusitas yang didapatkan melalui

keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar. Umasugi, (2012) berpendapat bahwa

individu yang religiusitasnya baik akan mampu menyelesaikan permasalan yang

dihadapinya dengan tenang dan sesuai dengan tuntunan agama. Hal ini dapat

menjelaskan bahwa individu yang memiliki religiusitas yang baik tidak akan

melakukan bullying pada temannya

Agrawal dan Kehksha (2015) menjelaskan bahwa seseorang yang

memiliki religiusitas tinggi mampu mengontrol emosi yang disebut dengan

regulasi emosi. Regulasi emosi sebagai kemampuan untuk tenang di bawah

tekanan. Individu yang mempunyai regulasi emosi yang baik akan mampu

memahami keadaan emosinya dengan tenang, dan mengarahkan emosinya ketika

mendapat tekanan. Regulasi emosi diungkap berdasarkan aspek-aspek dari Gross

dan Jazaieri (2014), meliputi Strategies to emotion regulation (strategies),

Engaging in goal directed behavior (goals), control emotional responses

(impulse), dan acceptance of emotional response (acceptance). Individu yang

memilki regulasi emosi yang baik akan mampu memelihara dan mampu

mengelolah emosinya sehingga dalam hubungannya dengan teman sebayanya

akan mampu membangun sebuah hubungan yang baik, dalam sebuah hubungan

yang baik akan terjalin komunikasi yang baik, sehingga dapat mengurangi konflik

yang dapat menyebabkan bullying. Priyatna (2010) menjelaskan bullying terbagi

menjadi 2 bentuk aspek yakni perilaku bullying secara fisik dan non-fisik

dibedakan menjadi 2 yaitu verbal dan non-verbal.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

49

Umasugi (2010) berpendapat bahwa religiusitas seseorang dalam meyakini

kebenaran ajaran agama mampu mempengaruhi pemikiran dalam mengelola

emosi, sehingga individu yang menyakini ajaran agama demi kebaikan akan

menjauhi larangannya, karena individu mampu meregulasi emosi yang nantinya

diwujudkan dalam perilaku untuk tidak berbuat menyakiti orang lain atau

menjauhi perilaku bullying.

Penjelasan teori tersebut memberikan pemahaman bahwa fokus dalam

penelitian ini yaitu variabel independen yaitu religiusitas (X1) dan regulasi emosi

(X2) mempengaruhi terjadinya variabel dependen yaitu perilaku bullying (Y).

Pengaruh variabel independen terhadap dependen dijelaskan dalam kerangka teori

berikut ini.

H1

H3

H2

Gambar 1. Dinamika Hubungan Antar Variabel

Keterangan :

H1 menunjukkan hubungan X1 dengan Y.

H2 menunjukkan hubungan X2 dengan Y.

H3 menunjukkan hubungan X1 dan X2 dengan Y.

Religiusitas (X1)

Aspek:

1. Ideological

2. Ritualistic

3. Eksperiencal

4. Konsequential

5. Intelectual

Perilaku Bullying (Y)

Aspek:

1. Fisik

2. Non Fisik (Verbal

dan non verbal) Regulasi Emosi (X2)

Aspek:

1. Strategies to emotion

regulation (strategies)

2. Engaging in goal directed

behavior (goals)

3. Control emotional responses

(impulse)

4. Acceptance of emotional

response (acceptance)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2219/3/BAB II.pdf · Dari beberapa peran bullying yang telah dikemukakan ... Bullying secara non-fisik

50

H. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian

yaitu:

1. Ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku bullying pada siswa

SD. Artinya, semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah bullying.

Sebaliknya religiusitas rendah, maka perilaku bullying tinggi.

2. Ada hubungan negatif antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada

siswa SD. Artinya, semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah

perilaku bullying atau sebaliknya, regulasi emosi rendah maka perilaku

bullying semakin tinggi.

3. Ada hubungan antara religiusitas dan regulasi emosi dengan perilaku bullying

pada siswa SD.