BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian...

40
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanah Hadhanah berasal dari kata “hidnanyang berarti lambung. Seperti kalimat “hadhana ath thaairu baidahu”, burung itu mengempit telur dibawah sayapnya, begitu juga dengan perempuan (ibu) yang mengempit anaknya. 9 Pemeliharaan anak dalam bahasa arab disebut hadhanah. 10 Maksudnya adalah merawat mendidik atau mengasuh bayi/anak kecil yang belum mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri. Para Faqih mendefinisikan hadhanahadalah memelihara anak kecil laki-laki atau perempuan atau orang yang kurang akal yang tidak bisa membedakan. Hadhanah tidak berlaku pada orang dewasa yang sudah baligh dan berakal. Ia boleh memilih tinggal dengan siapa saja dari orang tuanya yang dia sukai. Bilaman seorang laki-laki ia boleh tinggal sendiri karena tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya berbakti dan berbuat baik kepada mereka. Jika seorang perempuan, ia tidak boleh tinggal sendiri dan tidak dipaksa karena kelemahan tabiatnya untuk menghindari kecemasan keluarganya. 11 Hadhanah menurut bahasa berarti meletakan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan , karena ibu waktu menyusui anaknya meletakkan anak itu di pangkuannya, seakan-akan pada saat itu ibu melindungi dan 9 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,2007),h 37. 10 Abd Rahman Ghazaly,Fiqih Munakahat,(Jakarta:Prenada Media,2013),h 175. 11 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah,h 341.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hadhanah

Hadhanah berasal dari kata “hidnan” yang berarti lambung. Seperti

kalimat “hadhana ath –thaairu baidahu”, burung itu mengempit telur dibawah

sayapnya, begitu juga dengan perempuan (ibu) yang mengempit anaknya.9

Pemeliharaan anak dalam bahasa arab disebut hadhanah.10

Maksudnya adalah

merawat mendidik atau mengasuh bayi/anak kecil yang belum mampu

menjaga dan mengatur dirinya sendiri.

Para Faqih mendefinisikan hadhanahadalah memelihara anak kecil

laki-laki atau perempuan atau orang yang kurang akal yang tidak bisa

membedakan. Hadhanah tidak berlaku pada orang dewasa yang sudah baligh

dan berakal. Ia boleh memilih tinggal dengan siapa saja dari orang tuanya

yang dia sukai. Bilaman seorang laki-laki ia boleh tinggal sendiri karena

tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya berbakti

dan berbuat baik kepada mereka. Jika seorang perempuan, ia tidak boleh

tinggal sendiri dan tidak dipaksa karena kelemahan tabiatnya untuk

menghindari kecemasan keluarganya.11

Hadhanah menurut bahasa berarti meletakan sesuatu dekat tulang

rusuk atau di pangkuan , karena ibu waktu menyusui anaknya meletakkan

anak itu di pangkuannya, seakan-akan pada saat itu ibu melindungi dan

9Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,2007),h 37.

10Abd Rahman Ghazaly,Fiqih Munakahat,(Jakarta:Prenada Media,2013),h 175.

11Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah,h 341.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

12

memelihara anaknya,sehinggahadhanah dijadikan istilah yang maksudnya :

pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri

sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.12

Dalam ensiklopedi hukum islam dijelaskan, hadhanah yaitu mengasuh

anak kecil atau anak normal yang belum atau tidak dapat hidup mandiri,

yakni dengan memenuhi kebutuhan hidupnya,menjaga dari hal-hal yang

mebahayakan, memberinya pendidikan fisik maupun psikis,mengembangkan

kemampuan intelektual agar sanggup memikul tanggung jawab hidup.13

Dalam ensiklopedi Islam Indonesia, Hadhanah adalah tugas menajaga

atau mengasuh bayi / anak kecil yang belum mampu menjaga dan mengatur

dirinya sendiri. Mendapat asuhan dan pendidikan adalah hak seiap anak dari

kedua orangtuanya. Kedua orang tua anak itulah yang lebuh utama untuk

melakukan tugas tersebut, selama keduanya mempunyai kemampuan untuk

itu.14

Menurut Muhammad bin Ismail Salah Al-amir Al-Kalani atau yang

lebih dikenal dengan nama Sa‟ani, mengartikan hadhanah ialah pemeliharaan

anak yang belum berdiri sendiri mengenai dirinya, pendidikannya serta

pemeliharaanya dari segala sesuatu yang membinasakannya atau yang

membahayakannya.

Menurut H. Sulaiman Rasyd hadhanah diartiakan mendidik, mendidik

disini dapat diartikan bahwa menjaga, mendidik, memimpin, serta mengatur

12

Abd Rahman Ghazaly,Fiqih Munakahat,h 175 13

Hadhanah ,dalam Abdul aziz Dahlan,dkk,ed, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar

Baru Van Hoeva,1997),h 37. 14

Hadhanah, dalam Harun Nasution,dkk,ed, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta:

Djambatan,1992),h 269.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

13

dalam kehidupannya sehingga anak tersebut dapat mengatur dirinya sendiri

sesuai pengertian hadhanah terebut.15

Menurut Amir Syarifuddin, pengertian hadhanah dalam istilah fiqih

digunakan dua kata namun ditunjukan untuk maksud yang sama yaitu

kafalahdan Hadhanah.16

Yang dimaksud dengan hadhanah dan kafalah dalam arti sederhana

adalah pemeliharaan atau pengasuhan dalam arti yang lengkap adalah

pemeliharaan anak yang masih kecil setalah terjadinya putusnya perkawinan.

Hal ini dibicarakan dalam fiqih karena secara praktis antara suami dan istri

telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan bantuan dari ayah

dan atau ibunya.17

Hadhanah yang dimaksud adalah kewajiban orang tua untuk

memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya.pemeliharaan

ini mencangkup masalah pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi

kebutuhan pokok si anak.18

Dari penegrtian –pengertian hadhanah tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa hadhanah ini mencangkup aspek-aspek sebagai berikut:

a. Pendidikan;

b. Terpenuhinya kebutuhan;

c. Usia (bahwa hadhanah itu diberikan kepada anak pada usia tertentu).

15

H. Sulaiman Rasyd, Fiqih Munakahat, h.426 16

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,h 327. 17

Ibid,h 327. 18

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarian, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h 293

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

14

Sehingga yang dimaksud dengan hadhanah membekali anak secara

materil maupun secara spiritual, mental maupun fisik agar anak mampu

berdiri sendiri dalam menghadapi hidup dan kehidupannya nanti bila kelak

sudah dewasa.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak disebutkan

pemeliharaan anak (hadhanah) secara definitif melainkan hanya disebutkan

tentang kewajiban orang tua untuk memelihara anaknya. Pasal 45 ayat (1)

menyebutkan bahwa “ kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik

anak-anak mereka sebaik-baiknya.

M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Hukum Perkawinan

Nasional, mengemukakan bahwa arti pemeliharaan anak adalah :

a. Tanggung jawab orang tua untuk mengawasi,memberi pelayanan yang

semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup dari anak oleh orang tua .

b. Tanggung jawab yang berupa pengawasan dan pelayanan serta

pencukupan hidup nafkah tersebut bersifat terus menerus sampai anak

itu mencapai batas umur yang legal sebagai orang dewasa yang telah

bisa berdiri sendiri.19

Dari penegrtian hadhanah tersebut dapat diambil kesimpulan bawha

pemeliharaan anak adalah mencakup segala kebutuhan anak , jasmani dan

rohani. Sehingga termasuk pemeliharaan anak adalah menegmbangkan jiwa

intelktual anak melalui pendidikan.

19

Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV Zahir Trading CO,1975), h

204.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

15

Beberapa Ulama mazhab berbeda pendapat mengenai masa hak asuh anak:

Imam Hanafi berpendapat bahwa masa asuhan anak adalah tujuh

tahun leaki dan sembilan tahun perempuan. Imam Hambali berpendapat

mengenai masa asuh anak lelaki dan peprempuan tujuh tahun dan setelah itu

diberi hak utnuk memilih dengan siapa ia akan tinggal. Menurut Imam

Syafi‟i berpendapat bahwa batas mumayyiz anak adalah jika anak itu sudah

berumur tujuh tahun atau delapan tahun. Sedangkan Imam Malik

berpendapat batas usia mumayyiz adalah tujuh tahun.20

Kompilasi Hukum Islam pasal 105 meneybutkan bahwa : (a) batas

mumayyiz seorang anak adalah 12 tahun.21

Sedangkan Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa anak

dikatakan mumayyiz jika sudah berumur 18 tahun atau setelah

melangsungkan pernikahan.22

Para ulama fiqih mendefinisikan : hadhanah yaitu melakukan

pemeliharaan anak –anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun

perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan

sesuatu yang menjadikan kebaikannya, mejaga dari sesuatu yang menyakiti

dan meruskanya, medidik jasmani,rohani, akalnya, agar mampu berdiri

sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.

20

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006),Cet V,h 207 21

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta:Akademia

Presindo,2007), h 293. 22

Lihat Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan,Pasal 47

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

16

Para ulama sepakat bahwasannya hukum hadhanah mendidik dan

merawat anak wajib. Tetapi mereka berbeda dalam hal apakah hadhanah ini

menjadi hak orang tua (terutama ibu) atau hak anak.23

B. Dasar Hukum Hadhanah

Para Ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya

wajib, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan

perkawinan. Adapaun dasar hukumnya mengikuti umum perintah Allah untuk

membiayai anak dan istri dalam firman Allah :

ن ه و رزق ود ل ول م ى ال ل روف وع ع م ل ن ب ه وت س 24وك

Artinya: Adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk

anak dan sitrinya. (Qs.Al-Baqarah:233).

Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku

selama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga

berlanjut setelah terjadinya perceraian.25

ارة ا الن اس والج ى ود را وق م ن يك ل ى م وأ ك س ف ن وا أ وا ق ن ين آم ا ال ذ ي ه ي أا ون م ل ع ف م وي رى م ا أ صون الل م ع اد ل ي د ظ ش ل ة غ ك ئ ل ا م ه ي ل ع

رون ؤم 26ي

23

Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group,2009). Cet III, h 326 24

Mushaf al-Kamil, 2013, al-Qur‟an dan terjemahnya, Jakarta: Darus Sunnah 25

Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h 328. 26

Mushaf al-Kamil, 2013, al-Qur‟an dan terjemahnya, Jakarta: Darus Sunnah

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

17

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai

Allah terhadapa apa yang diperintah-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-tahriim:6).

Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk memelihara

keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota

keluarganya ini melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-

larangan Allah, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak.

Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku pada saat

ayah dan ibu terikat tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah

terjadinya perceraian.27

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.28

! إن ابن هما أن امرأة قالت: ) ي رسول الل عن ىذاعن عبد الل بن عمرو رضي الل , وأراد أن كان بطن لو وعاء, وثديي لو سقاء, وحجري لو حواء, وإن أبه طل قن

تزعو من ف قال لا رسول الل ملسو هيلع هللا ىلص أنت أحق بو, ما ل ت نكحي ( رواه أح د, وأبو ي ن داود, وصح حو الاكم

Artinya : Dari Abdullah Ibnu Amar bahwa ada seorang perempuan berkata:

Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini perutkulah yang

mengandungnya, susuku yang memberinya minum, dan pangkuanku yang

melindunginya. Namun ayahnya yang menceraikanku ingin merebutnya

dariku. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya:

27

Ibid, h 328. 28

Abu Daud Sulaiman bin Al-As-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, (Beirut: Dasar

Fikr,2003),h 525.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

18

"Engkau lebih berhak terhadapnya selama engkau belum nikah." Riwayat

Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim (HR. Abu Dawud).

Untuk memelihara, merawat dan mendidik anak kecil diperlukan

kesabaran, kebijaksanaan, pengertian, dan kasih sayang, sehingga seseorang

tidak dibolehkan mengeluh dal;am menghadapi berbagai persoalan mereka;

bahkan Rasulullah SAW sangat mengancam orang-orang yang merasa bosan

dan kecewa dengan tingkah laku anak- anak mereka.29

Hal ini sebagaimana

dijelaskan dalam sebuah hadist: “ Ya Rasulullah, saya memiliki beberapa

orang anak perempuan dan saya mendoakan agar maut menemui mereka,

Rasulullah SAW bersabda :“wahai ibnu Sa’adah (panggilan bagi Aus) jangan

kamu berdo’a seperti itu, karena anak-anak itu membawa berkat, mereka

akan membawa berbagai nikmat, mereka akan membantu apabila terjadi

musibah, dan mereka merupakan obat diwaktu sakit dan rezeki mereka datang

dari Allah SWT. (HR.Muslim dan Abu Dawud).

C. Syarat –syarat Sebagai Pemegang Hadanah

Seorang hadhanah atau hadhin yang menangani dan

menyelenggarakan kepentingan anak kecil yang diasuhnya, yaitu adanya

kecukupan dan kecakapan yang memerlukan syarat –syarat tertentu. Jika

syarat-syarat itu tidak terpenuhi satu saja maka gugurlah kebolehan

menyelenggarakan hadhanah. Adapun syarat-syarat hadhanah antara lain

sebagai berikut :

29

Andi Syamsu Alam dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perpsektif

Islam,(Jakarta: Kencana, 2008), Cet I, h 115-116.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

19

1. Baligh dan berakal sehat ; hak hadhanah anak diberikan kepada orang

yang berakal sehat dan tidak menganggu ingatannya, sebab hadhanah itu

merupakan pekerjaan yang penuh tanggung jawab. Oleh karena itu,

seorang ibu yang mendapat gangguan jiwa atau ganguan ingatan tidak

layak mendapatkan hadhanah. Imam Ahmad bin Hambal menambahkan

agar yang melakukan hadhanah tidak mengidap penyakit menular.30

2. Dewasa ; sebab anak kecil sekalipun tergolong mumayyiz, tetap tergantung

pada orang lain yang mengurus dan mengasuhnya, sehingga tidak layak

mengasuh orang lain.31

3. Mampu mendidik yaitu suatu usaha untuk mengantarkan anak ke arah

kedewasaan baik secara jasmanimaupun rohani.

4. Amanah dan berakhlak, sebab orang yang curang, tidak dapat dipercaya

menunaikan kewajiabannya dengan baik. Bahkan dikwatirkan bila nanti si

anak dapat meniru atau berkelakuan seperti kelakuan orang yang curang

ini.32

5. Beragama Islam. Di isyaratkan oleh kalangan mazhab Syafi‟i dan

Hanafiah. Oleh karena itu, bagi seorang kafir tidak ada hak untuk

mengasuh anak yang muslim, karena akan ditakutkan akan

membahayakan aqidah akhlak anak tersebut. Selain itu agama anak

dikawatirkan terpengaruh oleh pengasuh, karena tentu akan berusaha keras

mendekatkan anak tersebut dan mendidiknya berdasarkan agamanya.

30

Satria Effendi M Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Jakarta:

Kencana, 2005), h 172. 31

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, (Jakarta: AL I‟tishom, 2008), h 533. 32

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, h 531

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

20

Akibatnya dikemudian hari anak akan sulit melepaskan diri darinya. Inilah

bahaya terbesar yang mengancam anak tersebut.33

6. Merdeka yaitu sudah dapat berdiri sendiri baik jasmani maupun rohani.

7. Wanita yang mengasuh itu tidak bersuamikan dengan seorang laki-laki

yang bukan mahram dari anak yang di asuh, dikwatirkan wanita tersebut

sinuk melayani keperluan suaminya sehingga tidak ada waktu untuk

mengasuh anak tersebut.34

Adapun untuk syarat anak yang diasuh (mahdhun) itu adalah :

1. Si anak masih dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri sendiri

dalam mengurus hidupnya sendiri.

2. Si anak berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya. Oleh karena itu

dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa seperti orang yang cacat

mental. Orang yang usdah dewasa dan sehat sempurna akalnya tidak boleh

berada di bawah pengasuh apapun.35

D. Upah Hadhanah

Menurut Islam biaya hidup anak merupakan tanggung jawab

bapaknya, baik selama perkawinan berlangsung maupun setelah perceraian.

Apabila setelah perceraian, anak yang masih kecil dan menyusu berada di

bawah pemeliharaan ibunya, sedangkan masa Iddahnya telah habis, maka ibu

berhak mendapatkan upah atas pemeliharaan dan penyusuan tersebut. Hal ini

karena tidak lagi menerima nafkah dari bapak anak tersebut. Upah tersebut

wajib diberikan baik diminta ataupun tidak.

33

Ibid, h 533. 34

Ibid, h 241. 35

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, h 242.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

21

Sebagaimana firman Allah SWT:

ث س ي ن ح ن م وى ن ك س وا أ يق ض ت ن ل ضاروى م ول ت دك ن وج م م ت ن كن إ ن ف ه ن حل ع ض ي ن حت ه ي ل وا ع ق ف ن أ ت حل ف ول ن كن أ ن وإ ه ي ل ع

ن روف وإ ع م ب ك ن ي تروا ب ن وأ ورى ج ن أ وى آت م ف ك ن ل ع رض رت أ اس ع ت رى خ و أ ع ل رض ت س 36ف

Artinya : “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka

untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah

ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga

mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu

Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara

kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka

perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Qs. At- Thalaq ayat

6).”

Adapun besar biaya yang ditanggung bapak terhadap anaknya

disesuaikan dengan kemampuan si bapak, sesuai dengan firman Allah SWT:

ه الل ق م ا آت ف ن ي ل و ف و رزق ي ل ر ع د ن ق و وم ت ع ن س ة م ع و س ق ذ ف ن ي لر س ر ي س د ع ع ل الل ب ع ج ي ا س ى ا آت ل م ا إ س ف لف الل ن ك 37ال ي

Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi

nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan

36

Mushaf al-Kamil, 2013, al-Qur‟an dan terjemahnya, Jakarta: Darus Sunnah 37

Ibid,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

22

beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan

kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

(Qs. Atalaq:7).

Akan tetapi jika bapak tidak mampu, karena ia orang susah, dan

berpenghasilan rendah serta anak itu tidak mempunyai harta, sedangkan si ibu

menolak untuk mengasuhnya kecuali dengan uapah dan tiada seorang pun

diantara kamu kerabat tang mau mengasuhnya secara mutlak. Dan biaya

pemeliharaan dan rawatan itu tetap menjadi hutang suami yang tidak gugur,

kecuali dengan ditunaikan. Kewajiban tersebut dapat ditanggung oleh kerabat

ahli waris yang terdekat yang mampu. Tetapi apabila ada orang lain yan

dengan suka rela mendidik anak itu tanpa ongkos, maka hal tersebut dapat

diserahkan kepada pendidik suka rela tersebut.38

Sedangkan apabila bapak dengan sengaja menelantarkan anaknya

dengan tidak membiayai keperluan hidupnya padahal bapak mampu untuk

melakukannya, maka hal itu tidak dibenarkan dan merupakan perbuatan dosa.

Dengan demikian masa pembiayaan anak akan berakhir yakni bagi

anak laki-laki apabila ia telah dewasa, dapat bekerja dan nberdiri sendiri.

Sedangkan bagi anak perempuan sampai ia kawin, ketika anak perempuan

telah kawin maka nafkahnya menjadi tanggung jawab suaminya.39

Ibu tidak berhak atas upah hadhanah, seperti upah menyusui, selama

ia masih menjadi istri dari ayah anak kecil itu, atau masih dalam Iddah.

38

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang,1974), Cet I, h 135. 39

Zahri Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang

Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta,1978), Cet.I, h 106.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

23

Karena dala keadaan tersebut ia masih mempunyai nafkah sebagai istri atau

nafkah masa Iddah.

Allah SWT berfirman:

ات د ل وا ول وال ن أ ع رض ي ل ام ك ول ن ح ى ن أ د م ة ل اع م الر ض ت ن ي راد أن ه و رزق ود ل ول م ى ال ل روف وع ع م ل ن ب ه وت س 40وك

Artinya:“ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

penuh, yaitu bagi uang ingin menyempurnkan penyusuan. Dan kewajiban

ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang makruf...”.

(Qs. Al-Baqarah :233).

Adapun sesudah habis masa Iddahnya maka ia berhak atas upah itu

seperti haknya kepada upah menyusui. Allah SWT berfirman:

ن روف وإ ع م ب ك ن ي تروا ب ن وأ ورى ج ن أ وى آت م ف ك ن ل ع رض ن أ إ فرى خ و أ ع ل رض ت س رت ف اس ع 41ت

Artinya: “Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka

bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (ank-anak)mu untukmu, maka

berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahlah diantara kamu

(segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu mengalami kesulitan maka

perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”. (Qs. At-thalaq:6).

Perempuan selain ibunya boleh menerima upah hadhanah sejak ia

menangani hadhanahnya, seperti halnya perempuan penyusu yang bekerja

menysui anak kecil dengan bayaran (upah).

40

Mushaf al-Kamil, 2013, al-Qur‟an dan terjemahnya, Jakarta: Darus Sunnah 41

Ibid,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

24

Upah pengasuhan adalah utang dan tidak gugur, kecuali dengan

melunasi atau membebaskannya. Yang wajib membayar upah pengasuhan

menurut syara‟ adalah orang yang wajib memberi nafkah anak kecil itu.

Karena pengasuhan termasuk nafkah. Maka wajib dibayar oleh ayah atau wali

anak itu.42

Seorang ayah wajib membayar upah penyusuhan dan hadhanah, juga

wajib membayar ongkos sewa rumah atau perlengkapan jika sekiranya si ibu

tidak memiliki rumah sendiri sebagai tempat mengasuh anak kecilnya. Ia juga

wajib membayar gaji pembantu rumah tangga atau menyediakan pembantu

tersebut jika si ibu membutuhkannya, dan ayah memiliki kemampuan untuk

itu. Hal ini bukan termasuk dalam bagian nafkah khusus bagi anak kecil

seperti; makan, minum, tempat tidur, obat-obatan, dan keperluan lain yang

dibutuhkan. Tetapi gaji ini hanya dikeluarkannya saat ibu pengasuh

manangani asuhannya. Dan gaji ini menjadi utang yang ditanggung oleh ayah

serta ibu lepas dari tanggungan ini kalau dilunasi atau dibebankan.

Jika antara kerabat anak kecil ada orang yang pandai mengasuhnya

dan melakukannya dengan sukarela, sedangkan ibunya tidak mau kecuali

dibayar, jika ayahnya mampu, dia boleh dipaksa untuk membayar upah

kepada ibunya tersebut dan ia tidak boleh menyerahkan kepada kerabat

perempuan yang mau mengasuhnya dengan sukarela, bahkan si anak kecil

harus tetap pada ibunya. Sebab asuhann ibunya lebih baik untuknya apabila

ayahnya mampu membayar upah ibunya. Tetapi kalau ayahnya mampu, ia

42

Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah: Ibadat Mu’amalat, (Jakarta: Pustaka

Amini,1999), Cet.III, h 346.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

25

boleh menyerahkan anak kecil itu kepada kerabatnya yang perempuan untuk

mengasuhnya dengan sukrela, dengan syarat perempuan ini dari kalangan

kerabat si anak kecil dan pandai pengasuhnya.

Hal ini berlaku apabila nafkah itu wajib ditanggung ayah. Adapun

apabila anak kecil itu sendiri memiliki harta untuk membayar nafkahnya,

maka anak kecil inilah yang membayar kepada pengasuh sukrelanya. Di

samping untuk menjaga hartanya juga karena salah seorang kerabat yang

menjaga dan mengasuhnya. Tetapi ayahnya tidak mampu, dan si anak kecil

sendiri tidak memiliki harta, sedangkan ibunya tidak mau mengasuhnya

kecuali kalau dibayar, dan tidak seorang kerabatpun yang mau mengasuhnya

dengan sukrela, amak ibu dapat dipaksa untuk mengasuhnya, sedangkan upah

(bayarannya) menjadi hutang yang wajib di bayar oleh ayah, dan bisa gugur

kalau telah dibayar atau di bebaskan.

Tentang pemeliharaan anak yang belum mumayyiz, sedangkan orang

tuanya bercerai, Kompilasi Hukum Islam menjelaskan sebagai berikut:

Pasal 105

Dalam hal terjadi perceraian:

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya.

b. Pemelihaaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan untuk memilih

diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak emeliharaannya.

c. Biaya pemeliharaan ditanggung ayahnya.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

26

Pasal 106

1. Orang tua berkewajiban merawat dan mengasuh dan mengembangkan

anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampuan, dan tidak

diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena

keperluan yang mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu

menghendakin atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari lagi.

2. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang idtimbulkan karena

kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).

E. Hadhanah Dalam Peraturan Perundang- Undangan.

1. Menurut Hukum Perdata

Pemeliharaan anak terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum

Perdata buku kesatu hal orang Bab X, XII, dan XIV. Pada pasal 289 Bab

XIV tentang kekuasaan orang tua bagian I akibat-akibat kekuasaan orang

tua terhadap pribadi anak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyatakan bahwa setiap anak, berapapun juga umurnya wajib

menghormati dan menghargai orang tuanya. Dalam tinjauan hukum

perdata siapa yang paling berhak memelihara dan mengasuh anak dibawah

umur, akibat perceraian dari suami istri adalah kewajiban orang tuanya.

Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih

dibawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua dan kekuasaan wali tidak

membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menruut

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

27

besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan

pendidikan anak-anak mereka itu.43

Kemudian dijelaskan pada pasal 299 bab XIV tentang kekuasaan

orang tua bagia I akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa selama perkawinan

orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan

kedua orang tuanya, sejauah kedua orang tuanya tidak dilepaskan atau di

pecat dari kekuasaan itu. Kecuali jika ada pelepasan atas pemecatan dan

berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah ranjang, bapak sendiri yang

melakukan kekuasaan itu. Bila bapak berada dalam keadaan tidak

memungkinkan untuk melakukan kekuasaan orang tua, kecuali dalam hal

adanya pisah ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak berwenang,

maka oleh Pengadilan di angkat seorang wali sesuai dengan pasal 359. Hal

ini diatur dalam pasal 300 bab XIV tentang kekuasaan orang tua bagia III

akibat – akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.44

Mengenai pemeliharaan anak yang masih dibawah umur, diatur

dalam pasal 299 bab X tentang pemeliharaan perkawinan, pada umumnya

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berisikan : “ setelah

memutuskan perceraian, dan setelah mendengar dan memanggil dengan

sah para orang tua atas keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak

yang dibawah umur , Pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua

43

Soedaryo Soimin. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika,

2007), h.72. 44

Soedaryo Soimin. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h.76.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

28

orang tua akan mealakukan perkawinan atas tiap-tiap anak, kecuali jika

kedua orang tua itu dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua,

dengan mengandalkan putusan-putusan hakim terdahulu yang mungkin

memecat atau melepas mereka dari kekuasaan orang tua.45

Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa hak

memelihara anak yang masih kecil tetap tanggung jawab kedua orang

tuanya baik ibu maupun ayah. Kecuali apabila orang tua tersebut

melalaikan tugasnya atau berperilaku tidak baik yang dapat merusak poala

pikir anak maka pengadilan akan menetapkan siapa dari kedua orang tua

itu yang akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak.

Sebagaiamana dijelaskan juga dalam pasal 231 bab X tentang

pembubaran Perkawinan pada umumnya dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata : “nubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan

menyebabkan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu kehilangan

keuntungan-keuntungan yang telah dijamin bagi mereka oleh Undang-

Undang atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka”. Menurut

pasal tersebut, bahwa hak mengasuh terhadapa anak kecil meskipun orang

tua telah terjadi perceraian, tetap berada dalam tanggungannya, dengan

syarat anak tersebut adalah anak yang dilahirkan atas perkawinan yang

sah.46

45

Ibid, h.55-56. 46

Soedaryo Soimin. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h.55-56.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

29

2. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

dan KHI

Dalam Undang-Undang Perkawinan telah disebutkan tentang

hukum penguasaan anak secara tegas yang merupakan rangkaian dari

hukum perkawinan di Indonesia akan tetapi hukum penguasaan anak itu

belum di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 secara

luas dan rinci. Oleh karena itu, masalah penguasaan anak (hadanah) itu

belum dapat diberlakuka secara efektif sehingga pada hakim di lingkungan

Peradilan Agama pada waktu itu masih mempergunakan hukum hadhanah

yang tersebut dalam kitab-kitab fiqih ketika memutus perkara yang

berhubungan dengan hadhanah itu. Setelah diperlakukan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan Inpres Nomor 1991

tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, masalah hadhanah

menjadi hukum positif di Indonesia dan Peradilan Agama diberi

wewenang untuk mengadili dan menyelesaikannya.47

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 42-45 dijelaskan bahwa orang tua wajib memelihara dan

mendidik anak-anaknya yang belum mencapai umur 13 tahun dengan cara

yang baik sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini

berlaku terus meskipun orang tua si anak putus karena perceraian atau

kematian. Kekuasaan orang tua juga meliputi untuk mewakili anak

tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar

47

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2008), h.428-429.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

30

Pengadilan. Kew3ajiban orang tua memelihara anak meliputi pengawasan

(menjaga keselamatan jasmani dan rohani), pelayanan (memberi dan

menanamkan kasih sayang) dan pembelajaran dalam arti yang luas yaitu

kebutuhan primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan tingkat

sosial ekonomi orang tua si anak. Ketentuan ini sama dengan konsep

hadhanah dalam hukum Islam, dimana dikemukakan bahwa orang tua

berkewajiban memelihara anak-anaknya, semaksimal mungkin dengan

sebaik-baiknya.48

Kompilasi Hukum Islam juga melakukan antisipasi jika

kemungkinan seorang bayi disusukan kepada perempuan yang bukan

ibunya sebagaimana dikemukakan dalam pasal 104 yaitu:

1. Semua biaya penyusuhan anak dipertanggungjawabkan kepada Allah

SWT. Apabila ayahnya meninggal dunia, maka biaya penyusuhan di

bebankan kepada orang yang brekewajiban memberi nafkah kepada

ayahnya dan walinya.

2. Penyusuan dilakukan paling lama dua tahun dan dilakukan penyapihan

dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayahnya.49

Antisipasi ini sangat positif sebab meskipun ibu yang harus

menyusui anaknya tetapi dapat diganti dengan susu kaleng atau anak

disusukan oleh seorang ibu yang bukan ibunya sendiri. Ketentuan ini juga

relevan dalam hal yang terdapat dalam ayat 233 surat Al-Baqarah yang

menjadi acuan dalam hal pemeliharaan anak.

48

Ibid, h.429 49

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2007), h.138.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

31

Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang

Perkawinan psal 41, dapat dipahami bahwa ada perbedaan antara tanggung

jawab pemeliharaan yang bersifat material dengan tanggung jawab

material yang menjadi beban suami atau bekas suami jika ia mampu, dan

sekiranya tidak mampu Pengadilan Agama dapat menentukan lain sesuai

dengan keyakinannya.50

Dalam kaitan ini, Kompilasi Hukum Islam pasal 105

menjelaskan secara lebih rinci dalam suami istri terjadi perceraian yaitu (1)

pemeliharan anak yang belum mumayyiz atau belum belum berumur 12

tahun adalah ibunya; (2) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz

diserahkan kepada anak untuk memilih dianatara atau ibunya sebagai

pemegang hak pemiliharaannya; (3) biaya pemeliharaan ditanggung oleh

ayahnya.51

Pada pasal 45 bab X mengenai hak dan kewajiban orang tua dan

anak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

menyatakan pada ayat 1 bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan

mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Pada ayat 2 menyatakan

kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai

anak asuh itu menikah atau dapat berdiri sendiri. Yang mana kewajiban

tersebut berlaku selamanya meskipun kedua orang tua putus.52

50

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h.149. 51

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h.138. 52

Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus Anggota

ABRI,POLRI Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negaeri Sipil, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.14.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

32

Selanjutnya dijelaskan pula pada pasal 47 yat 1 bab X mengenai

hak dan kewajiban anatar orang tu dan anak Undang-Undang Nomor 1

tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa anak yang belum mencapai umur

18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah

kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya.

Pada ayat 2, orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala hal

perbuatan hukum di dalam dan diluar Pengadilan.53

Pada pasal 48 bab X mengenai hak dan kewajiban orang tua dan

anak Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

menyatakan orang tua juga tidak diperbolehkan memindahka hak atau

menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum

berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali

apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 9 menyatakan pada ayat:

1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia

21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau

belum pernah melangsungkan perkawinan.

2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan

hukum di dalam dan diluar pengadilan.

53

Soedaryo Soimin. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. h.14-15.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

33

3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat

yang mampu menyesuaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang

tuanya tidak mampu.54

Jadi, dengan adanya perceraian, hadhanah bagi anak yang belum

mumayyiz dilaksanakan oleh ibunya, sedangkan biaya pemeliharaan

ditanggung oleh ayahnya. Tanggung jawab ini tidak hilang meskipun

mereka bercerai. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 34 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, diamana dijelaskan

bahwa suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan memberi segala

kepentingan biaya yang diperlukan dala kehidupan rumah tangganya.

Apabila suami ingkar terhadap tanggung jawabnya, bekas istri yang diberi

beban untuk melaksanakan, maka Pengadilan Agaa setempat agar

menhukum bekas suaminya untuk membayar biaya hadhanah sebanyak

yang dia nggap patut jumlahnya oleh Pengadilan Agama. Jadi,

pembayaran itu dapat dipaksakan melalui hukum berdasarkan putusan

Pengadilan Agama.55

Jika orang tua dalam melaksanakan kekuasannya tidak cakap

atau tidak mampu melaksanakan kewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, maka kekuasaan orang tua tersebut dapat dicabut dengan

putusan Pengadilan Agama. Adapun alasan pencabutan tersebut karena :

(1) orang tua itu sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya ; (2) orang

tua berkelakuan buruk sekali.

54

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama ( Dalam Sistem

Hukum Nasional), Jakarta: Logos, 1999), h.189. 55

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 9 Bandung: Citra Umbara, 2007),h.13.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

34

M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa oran yang melalaikan

kewajiban terhadap anaknya yaitu meliputi ketidakbecusan orang tua itu

atau sama sekali tidak mungkin melaksanakannya sama sekali, bisa jadi

disebabkan karen dijatuhi hukuman penjara yang memerlukan waktu lama,

sakit uzur atau gila dan bepergian dalam suatu jangka waktu yang tidak

diketahui kembalinya. Sedangkan berkelakuan buruk meliputi segala

tingkah laku yang tidak senonoh sebagai pengasuh dan pendidik yang baik

yang seharusnya memberikan contoh yang baik.56

Akibat pencabutan kekuasaan dari orang tua sebagaiamana

tersebut diatas, maka terhentinya kekuasaan orang tua itu untuk melakukan

penguasaan kepada anaknya, jika yang dicabut kekuasaan terhadap

anaknya hanya ayahnya saja, maka dia tidak berhal lagi mengurusi urusan

pengasuhan, pemeliharaan dan mendidik anaknya, tidak berhak lagi untuk

mewkili anak didalam san diluar Pengadilan.57

Dengan demikian,

ibunyalah yangb mengendalikan pemeliharaan dan pendidikan anak

tersebut. Berdasarkan pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 tentang Perkawinan, biya pemeliharaan ini tetap melekat secara

permanen meskipun kekuasannya terhadap anknya dicabut.

56

Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional: Pembahasan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, 9Medan:

Zahir,1975), h.214. 57

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2008), h.431.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

35

3. Hadhanah Di Beberapa Negara Islam

a. Mesir

Masa pengasuhan anak dalam status hukum perorangan

(personal status law) yang diamandemen tahun 1985, menetapkan

bahwa wanita (istri) memiliki hak utnuk mengasuh anak laki-laki

hingga usia 10 tahun dan 12 tahun untuk anak perempuan. Setlah habis

masa pengasuhan, hakim dapat memerintahkan bahwa anak yang

dalam pengasuhan tetap pada ibu tanpa adanya upah hingga berusia 15

tahun bagi anak laki-laki dan sampai menikah bagi anak perempuan.

Jika hakim yakin bahwa kemaslahatan anak akan terpenuhi.

Mengenai syarat-syarat pemeang hadhanah, dirumuskan

sebagai berikut : orang yang baligh, berakal, mampu mengasuh anak,

sehat dan mempunyai garis hubungan kekeluargaan.

Adapun mengenai gugur atau pencabutan hak hadhanah, hkim

dapat mempertimbangkan dua hal:

1. Apabila pemegang hak hadhanah berperilaku buruk yang dapat

mempengaruhi akhlak dan tabiat anak yang dalam pengasuhannya.

2. Jika pemegang hak hadanah sering mengabaikan dan atau

meninggalkan anak yang dalam pengasuhannya.58

b. Syiria

Masa pengasuhan anak dalam Undang-Undang Syiria,

dirumuskan bahwa bagi anak laki-laki sampai berusia 7 tahun,

58

Andi Syamsu Alam dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perpsektif

Islam,(Jakarta: Kencana, 2008), Cet I, h. 135-136.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

36

sedangkan anak perempuan sampai 9 tahun. Meskipun demikian jika

hakim melihat ada kemaslahatan, maka ia dapat menambah masa

pengasuhan masing-masing anak selama 2 tahun, yakni bagi anak laki-

laki dapat diperpanjang menjadi 9 tahun sedangkan ank perempuan

hingga berusia 11 tahun. Syarat –syarat pemegang hak hadhanah

dirumuskan sebagai berikut, yaitu : dewasa, berakal, mampu mengasuh

anak baik jasmani dan rohani. Kemudian hak hadhanah seorang dapat

digugurkan apabila: pemegang hadhanah memiliki tercela yang dapat

mempengaruhi si anak, gila dan murtad. Bahkan hak pengasuhan anak

dapat digugurkan karena tidak mampu melakukan pengasuhan dengan

alasan kesehatan. Apabila pemegang hadhanah mengaku sering

meninggalkan rumah, dan tidak mempunyai kesempatan mengasuh

anak, maka hak hadhanahnya di gugurkan, meskipun anak tersebut

msih sangat kecil.59

c. Kuwait

Secara umum hukum eluarga Kuwait tidak jauh berbeda

dengan hukum fiqih klasik, termasuk di dalamnya pasal-pasal yang

mengatur tentang hadhanah. Misalnya tentang ketentuan pemegang

hadhanah adalah ibu. Penetapan hak hadhanah itu didasarkan pada

suanah, ijma‟, dan rasio (akal).

Mengenai hal yang dapat menggugurkan hak hadhanah antara

lain pemegang hak menikah lagi dengan laki-laki yang bukan kerabat

59

Andi Syamsu Alam dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perpsektif Islam,

h.142.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

37

dekatnya. Namun perbedaan agama tidak menyebabkan gugurnya hak

untuk mengasuh, sehingga ia mengerti agama. Mengenai lamanya

masa hadhanah Perundang-Undangan Kuwait lebih cenderung kepada

pendapat Imam Malik. Maka pengasuhan anak berakhir apabila laki-

laki ia sampai baligh sedangkan wanita sampai ia telah menikah.

d. Tunisia

Dalam Perundang-Undangan keluarga Tunisia tahun 1958

dirumuskan:

1. Pasal 54, hadhanah adalah pemeliharaan anak, termasuk juga

merawat dan mendidik anak sampai ia mencapai usia dewasa.

2. Pasal 57, selama masa perkawinan, anak dipelihara kedua orang

tuanya. Jika terjadi percerian atau meninggal dunia, hak

pemeliharaan anak secara berturut-turut kepada ibu dan nasab

ibunya.

3. Pasal 58, syarat memelihara anak anatara lain harus dewasa, dapat

dipercaya dan cakapdalam menjalankan kewajiban.

4. Pasal 61, jika seorang wanita dalam memelihara anak memiliki

tempat tinggal jauh dan menghambat proses penghambatan anak,

amak ia bisa kehilangan hak pemeliharaanya.

5. Pasal 64, seorang pemelihara anak tidak boleh melalaikan

kewajibannya, meskipun dalam keadaan sulit.

6. Pasal 67, anak laki-laki dirawat sampai berumur 7 tahun dan anak

perempuan dipelihara sampai berumur 9 tahun selanjutnya ayah

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

38

dapat menambil alih pemeliharaan anak, kecuali adanya keputusan

Pengadilan yang berkehendak lain berdasarkan kepentingan anak.

Dari Undang-Undang tersebut diatas maka dapat disimpulkan

bahwa masa pemeliharaan anak Tunisia masih berpegang teguh pada

pendapat fiqih sedangkan keutamaan pemeliharaan anak lebih

cenderung mengakomodir kemaslahatan anak, ketimbang mengikuti

pendapat fuqaha. Mengenai pancabutan hak hadhanah tidak disebut

dengan tegas, nampaknya diserahkan pada perimbangan Pengadilan.60

F. Kepastian Hukum

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan,

yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut

harus ada kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional

seimbang.Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi

secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian

hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul

keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat

mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak

adil.

Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan

terhdap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang

terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak

hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu

60

Andi Syamsu Alam dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perpsektif Islam, h.147.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

39

kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian

hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak

mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh

hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penoramaan yang baik

dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan jelas pulah penerapanya.

Dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan

objeknya serta ancaman hukumanya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin

sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi

sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan

memperhatikan asas manfaat dan efisiensi.61

G. Keadilan Hukum

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak

dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.Tujuan hukum bukan

hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan

hukum.Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan

ketiganya.Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari

ketiganya.Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di antara

ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang paling

penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum

satu-satunya.

Pengertian keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh

pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Dalam bahasa

61

https://walangjurnal.wordpress.com

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

40

praktisnya, keadilan dapat diartikan sebagai memberikan hak yang setara

dengan kapasitas seseorang atau pemberlakuan kepada tiap orang secara

proporsional, tetapi juga bisa berarti memberi sama banyak kepada setiap

orang apa yang menjadi jatahnya berdasarkan prinsip keseimbangan. Hukum

tanpa keadilan tidaklah ada artinya sama sekali.

Dari sekian banyak para ahli hukum telah berpendapat tentang apa

keadilan yang sesungguhnya serta dari literatur-literatur yang ada dapat

memberikan kita gambaran mengenai arti adil. Adil atau keadilan adalah

menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain yang menyangkut hak

dan kewajiban. Yaitu bagaimana pihak-pihak yang saling berhubungan

mempertimbangkan haknya yang kemudian dihadapkan dengan

kewjibanya.Disitulah berfungsi keadilan.

Membicarakan keadilan tidak semuda yang kita bayangkan, karena

keadilan bisa bersifat subjektif dan bisa individualistis, artinya tidak bisa

disama ratakan. Karena adil bagi si A belum tentu adil oleh si B. Oleh karena

itu untuk membahas rumusan keadilan yang lebih komprehensif, mungkin

lebih obyaktif kalau dilakukan atau dibantu dengan pendekatan disiplin ilmu

lain seperti filsafat, sosiologi dan lain-lain. Sedangkan kata-kata “rasa

keadilan” merujuk kepada berbagai pertimbangan psikologis dan sosiologis

yang terjadi kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu terdakwa, korban, dan

pihak lainnya. Rasa keadilan inilah yang memberikan hak “diskresi” kepada

para penegak hukum untuk memutuskan “agak keluar” dari pasal-pasal yang

ada dalam regulasi yang menjadi landasan hukum. Ini memang ada

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

41

bahayanya, karena kewenangan ini bisa disalahgunakan oleh yang punya

kewenangan, tetapi di sisi lain kewenangan ini perlu diberikan untuk

menerapkan “rasa keadilan” tadi, karena bisa perangkat hukum yang ada

ternyata belum memenuhi “rasa keadilan”.62

H. Kemanfaatan Hukum

Hukum adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk

mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar, tidak saling tubruk

dan berkeadilan.Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahuir di

ruang hampa.Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk

mengantisipasi ataupun menjadi solusi atas terjadinya kemampatan yang

disebabkan okleh potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya

hukum itu untuk ditaati.Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah

untuk menciptakan keadilan.Oleh karena itu, hukum harus ditaati walaupun

jelek dan tidak adil.Hukum bisa saja salah, tetapi sepanjang masih berlaku,

hukum itu seharusnya diperhatikan dan dipatuhi.Kita tidak bisa membuat

hukum „yang dianggap tidak adil‟.Itu menjadi lebih baik dengan merusak

hukum itu.Semua pelanggaran terhadap hukum itu menjatuhkan

penghoramatan pada hukum dan aturan itu sendiri.

Kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang

mengharapkan adanya mamfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum.Jangan

sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyrakat. Karena

kalau kita berbicara tentang hukum kita cenderung hanya melihat pada

62

Drs.Sudarsono, S.H., M.Si. Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: PT Asdi Mahasatya,2001),

h 50-51.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

42

peraturan perundang-undangan, yang trkadang aturan itu tidak sempurna

adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan

prinsip tersebut diatas, saya sangat tertarik membaca pernyataan Prof. Satjipto

Raharjo, yang menyatakan bahwa : keadilan memang salah satu nilai utama,

tetapi tetap disamping yang lain-lain, seperti kemanfaatan ( utility,

doelmatigheid). Olehnya itu didalam penegakan hukum, perbandingan antara

manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.

I. Hubungan dan kaitanya antara; Keadilan, Kepastian dan Kemanfaatan

Hukum

Suatu hukum yang baik setidaknya harus memenuhi tiga hal pokok

yang sangat prinsipil yang hendak dicapai, yaitu : Keadilan, Kepastian dan

Kemanfaatan. Setelah dilihat dan ditelaah dari ketiga sisi yang menunjang

sebagai landasan dalam mencapai tujuan hukum yang diharapkan.Maka

jelaslah ketiga hal tersebut berhubungan erat agar menjadikan hukum, baik

dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai

pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek

hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang

resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin

berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Tetapi jika ketiga hal tersebut dikaitkan dengan

kenyataan yang ada dalam kenyataanya sering sekali antara kepastian hukum

terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan kepastian

hukum, antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Sebagai contoh

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

43

dalam kasus-kasus hukum tertentu, kalau hakim menginginkan keputusannya

adil (menerut persepsi keadilan yang dianut oleh hukum tersebut tentunya)

bagi si penggugat atau tergugat atau bagi si terdakwa, maka akibatnya sering

merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas,sebaliknya kalau kemanfaatan

masyarakat luas dipuaskan, perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa

dikorbankannya.

Maka dari itu pertama-tama kita harus memprioritaskan keadilan

barulah kemanfaatan dan terakhir adalah kepastian hukum. Idealnya

diusahakan agar setiap putusan hukum, baik yang dilakukan oleh hakim,

jaksa, pengacara maupun aparat hukum lainnya, seyogyanya ketiga nilai dasar

hukum itu dapat diwujudkan secara bersama-sama, tetapi manakala tidak

mungkin, maka haruslah diprioritaskan keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum.63

Selanjutnya di dalam prakteknya penegakan hukum dapat terjadi

dilematik yang saling berbenturan antara ketiga unsur tujuan hukum diatas,

dimana dengan pengutamaan “ kepastian hukum “ maka ada kemungkinan

unsur-unsur lain diabaikan atau dikorbankan. Demikian juga jika unsur “

kemanfaatan “ lebih diutamakan, maka kepastian hukum dan keadilan dapat

dikorbankan. Jadi kesimpulanya dari ketiga unsur tujuan hukum tersebut

diatas harus mendapat perhatian secara Proporsional yang seimbang.

63

Rasjuddin.blogspot.co.id/2013/06/hubungan 3 tujuan hukum.html.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

44

J. Pengertian Eksekusi

Secara etimologis eksekusi berasal dari bahasa belanda yang berarti

menjalankan putusan hakim atau pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan

putusan (tenuitvoer legging van vonnissen) secara terminologis eksekusi ialah

melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.

Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang

mempunyai kekuasaan eksekutorial, putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan eksekutorial yaitu putusan pengadilan yang bersifat condemnatoir ,

sedangkan putusan yang bersifat declaratoir dan constitutif tidak memerlukan

eksekusi dalam menjalankannya.64

Pengadilan dalam mengeksekusi harus memperhatikan asas-asas

pelaksanaan putusan, yaitu sebagai berikut.

1. Putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali

putusan provosionil, putusan perdamaian eksekusi grose akta dan

pelaksanaan putusan voer bij vooraad. Putusan yang memperoleh

kekuatan hukum tetap adalah putusan final, tidak ada lagi upaya hukum,

tidak bisa lagi disengketakan oleh pihak-pihak yang berperkara,

mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak yang berperkara.

2. Putusan tidak dilaksanakan secara suka rela, maksudnya pihak yang kalah

dengan suka rela melaksanakan putusan tersebut, bia perlu dapat dengan

cara paksa melalui proses eksekusi oleh pengadilan.

64

Dr. Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah,(Jakarta:

Sinar Grafika,2010), h 142.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

45

3. Putusan mengandung amar condemnation.

Ciri putusan condemnation mengandung salah satu amar yang

menyatukan: Pengadilan menghukum atau memerintahkan untuk:

a. Menyerahkan

b. Pengosongan

c. Membagi

d. Melaksanakan

e. Menghentikan

f. Membayar

g. Membongkar

h. Tidak melakukan sesuatu

4. Eksekusi dibawah pimpinan ketua Pengadilan.

Sebelum melaksanakan eksekusi ketua Pengadilan Agama terlebih

dahulu mengeluarkan peenetapan yang ditnjukan kepada panitera/ juru sita

untuk melaksanakan ekekusi dan elaksanaan eksekusi dipimpin oleh ketua

Pengadilan Agama yang berwenang mengeksekusikan adalah Pengadilan

Agama yang menjatuhkan putusan tersebut atau Pengadilan Agama yang

diberi delegasi wewenang oleh Pengadilan Agama yang memutusnya,65

K. Macam – Macam Eksekusi

a. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar

sejumlah uang.

65

Dr. Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah, h 142 -

143.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

46

b. Eksekusi putusan menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan

(pasal 225 HIR dan pasal 259 RBg).

c. Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan

pengosongan benda tetap kepada orang yang dilaksanakan (pasal RV

1033).

d. Eksekusi riil dengan penjualan lelang (pasal 200 ayat (11) HIR/pasal 218

ayat (2) RBg).66

L. Tata Cara Eksekusi

Secara prosedural pelaksanaan eksekusi rill adalah sebagai berikut:

a. Permohonan eksekusi oleh pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan

putusan pengadilan agama secara sukarela untuk dilaksanakan secara

paksa (pasal 207 ayat (1) RBg/196 HIR)

b. Penaksiran biayaeksekusi oleh petugas meja pertama. Biaya yang

diperlukan meliputi biaya pendaftaran eksekusi, biaya saksi-saksi, biaya

pengamanan dan biaya lainnya yang di perlukan. Setelah biaya tersebut

dibayar barulah didaftarkan dalam register eksekusi.

c. Telah dilaksanakan teguran (aan maning). Pangadilan agama menegur

kepada pihak yang kalah agar melaksanakanputusan dan memanggil kedua

belah pihak yang berperkara datang didepan ketua pengadilan agama pada

hari dan tanggal yang telah ditetapkan. Phak yang kalah diberikan

tenggang waktu 8 (delapan) hari untuk berpikir, jika dalam waktu tersebut

66

Dr. Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah, h 143.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

47

pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan, maka pengadilan

agama dapat melaksanakan eksekusi putusan. (pasal 169 HIR).

d. Perintah eksekusi ketua pengadilan agama mengeluarkan surat penetapan

yang intinya memerintahkan panitera/juru sita untuk melaksanakan sita

eksekusi di bantu oleh 2 (dua) orang saksi. Dalam penetapan tersebut

harus di sebutkan nomor perkara yang hendak dieksekusikan dan

objeknya.

e. Pelaksanaan eksekusi riil eksekusi hanya dilaksanakan oleh panitia atau

juru sita dan dibantu oleh 2(dua) orang saksi, dan panitera/juru sita wajib

hadir ke tempat objek barang yang akan dieksekusikan. Eksekusi

dilaksanakan sesuani dengan amar putusan, serta dibuatkan acara eksekusi.

Berita acara eksekusi memuat hal-hal sebagai berikut. 1. Jenis barang yang

di eksekusikan. 2. Letak, ukuran dan luas barang tetap yang dieksekusikan.

3. Hadir tidaknya yang dieksekusi. 4. Penegasan dan keterangan pengawas

barang. 5. Penjelasan Non Bevinding bagi yang tidak sesuai dengan amar

putusan. 6. Penjelasan dapat atau tidaknya eksekusi dijalankan. 7. Hari,

tanggal, jam, bulan, dan tahun pelaksanaan eksekusi. 8. Berita acara

eksekusi ditandatangani oleh petugas eksekusi, 2 (dua) orang saksi, kepala

desa/lurah setempat tereksekusi.

f. Eksekusi pembayaran sejumlah uang

Eksekusi pembayaran sejumlah uang ialah suatu eksekusi yang

intinya agar pihak yang kalah dalam berperkara membayar sejumlah uang

yang telah ditetapkan pihak pengadilan kepada pihak yang dimenangkan.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

48

Dalam pengadilan agama hal ini terjadi pada sengketa nafkah anak, nafkah

beban istri selama masa iddah dan/atau sengketa lain yang dapat di nilai

dengan uang.

Apabila pihak yang belum melunasi pembayaran sejumlah uang

maka dapat dilakukan secara paksa dengan cara menjual lelang harta

kekayaan tergugat. Hal ini berdasar pasal 225 ayat (1) HIR prosedur

eksekusi pembayaran sejumlah uang.

Dalam praktik peradilan agama eksekusi pembayaran sejumlah uang

mempunyai beberapa tahapan sebagai berikut.

a. Permohonan eksekusi dari pihak yang menang, permohonan eksekusi

tersebut di tujukan kepada ketua pengadilan agama yang memutuskan

perkara tersebut.

b. Pengadlan mengeluarkan penetapan sita eksekusi, setelah pengadilan

agama menerima surat permohonan eksekusi dari pihak yang menang.

Pengadilan agama segera segera memanggil pihak yang kalah untuk

mengikuti sidang dan aan maning (teguran), agar pihak yang kalah

segera melaksanakan putusan secara sukarela (pasal 207 ayat (1) dan

(2) RBg dan pasal 196 HIR). Apabila pihak yang kalah tidak

melaksanakan pula putusan, maka pengadilan agama mengeluarkan

surat penetapan sita eksekusi (pasal 208 RBg dan pasal197 HIR dan

pasal 439 Rv).

c. Ketua pengadilan agama mengeluarkan perintah eksekusi surat

perintah eksekusi tersebut berisi tentang perintah penjualan lelang

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

49

barang-barang yang telah diletakan sita eksekusinya dengan menyebutt

objek yang di eksekusi dan menyebutkan putusan yang menjadi dasar

eksekusi tersebut.

d. Pengumuman lelang. Pengumuman lelang tersebut melalui surat kabar

atau mass media terhadap barang-barang/benda-benda yang akan

dieksekusi (pasal 200a 6 HIR dan pasal 217 a 1 RBg)

e. Ketua pengadilan agama meminta bantuan kantor lelang Negara untuk

menjual lelang barnga-barang yang telah di letakkan sita eksekusi

dengan lampiran:

1. Salinan surat putusan pengadilan agama:

2. Salinan penetapan sita eksekusi:

3. Salinan berita acara sita:

4. Salinan penetapan lelang:

5. Salinan surat pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan:

6. Perincihan besarnya jumlah tagihan:

7. Bukti pemilikan barang, misalnya sartifikat tanah:

8. Syarat-syarat lelang:

9. Bukti pengumuman lelang.

f. Kantor lelang mendaftarkan permintaan lelang tersebut dalam buku

khusus.

g. Kepada kantor lelang menetapkan waktu pelaksanaan lelang.

h. Penentuan syarat lelang dan floor price (patokan harga). Penentuan

syarat lelang menjadi kewenangan ketua pengadilan agama yang

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hadhanaheprints.umm.ac.id/36259/3/jiptummpp-gdl-wahyudwica-47959-3-babii.pdf · tidak membutuhkan orang tuanya. Akan tetapi syara’ menyuruhnya

50

bertindak sebagai penjual untuk dan atas nama termohon eksekusi.

Misalnya, tatacara penawaran dan pembayaran. Sedangkan untuk fool

price (patokan harga terendah) di sesuaikan dengan harga pasaran dan

nilai ekonomis barang dan ini menjadi wewenang kepala kantor lelang

Negara.

i. Tatacara penawaran. Pihak-pihak yang ikut dalam lelang harus

mengajukan penawaran secara tertulis dengan menyebutkan nama dan

alamat penawar, menyebut harga yang di sanggupinya dan di

tandatangani oleh pihak-pihak penawar.

j. Menentukan pemenang, dan pemenang lelang adalah penawar

tertinggi.

k. Pembayaran harga lelang pengadilan agama berhak menentukan

syarat-syarat pembayaran lelang.67

67

Dr. Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah, h 144-

147.