BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunaneprints.umm.ac.id/49782/3/BAB II.pdfKomponen inti...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunaneprints.umm.ac.id/49782/3/BAB II.pdfKomponen inti...
-
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pembangunan
Menurut Siagian pembangunan merupakan “usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang merencana yang dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa.” Dengan demikian, ide pokok pembangunan menurut Siagian
mengandung makna : “(a) bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang
tanpa akhir; (b) pembangunan merupakan suatu usaha yang secara sadar
dilaksanakan secara terus menerus; (c) pembangunan dilakukan secara berencana
dan perencanaannya berorientasi pada pertumbuhan dan perubahan; (d)
pembangunan mengarah kepada modernitas; (e) modernitas yang dicapai melalui
pembangunan bersifat multi dimensional; proses dan kegiatan pembangunan
ditujukan kepada usaha membina bangsa dalam rangka pencapaian tujuan bangsa
dan negara yang telah ditentukan.”22
Hal senada disampaikan oleh Tjokrominoto yang menyimpulkan beberapa
makna pembangunan sebagai “citra pembangunan dalam perspektif diakronis
(pembangunan menurut tahap pertumbuhan dan periode waktu yang dasarnya
tidak jelas) sebagai berikut : (1) pembangunan sebagai proses perubahan sosial
menuju ketatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik. (2) pembangunan
sebagai upaya manusia yang sadar, terncana dan melembaga. (3) pembangunan
sebagai proses sosial yang bebas nilai (value free). (4) pembagunan memperoleh
sifat dan konsep transendental, sebagai meta-diciplinary phenomenon, bahkan
22
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang : UB Press. Hal 46
-
27
memperoleh bentuk sebagai ideologi, the ideologi of developmentalism. (5)
pembangunan sebagai konsep yang syarat nilai (value loaded) menyangkut proses
pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin meningkat. (6)
pembangunan menjadi culture specific, situation specific, dan time specific.”23
a. Pembangunan Fisik
Menurut B.S Muljana pembangunan yang dilaksanakan pemerintah umumnya
yang bersifat infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik atau lembaga
yang mempunyai kegiatan produksi, logistik dan pemasaran barang dan jasa serta
kegiatan-kegiatan lain di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan
keamanan.24
Menurut Kuncoro pembangunan fisik adalah pembangunan yang
dapat dirasakan langsung oleh masyarakat atau pembangunan yang tampak oleh
mata. Pembangunan fisik misalnya berupa infrastruktir, bangunan, fasilitas
umum.25
b. Pembangunan Non-fisik
Menurut Wresniwiro pembangunan non-fisik adalah jenis pembangunan yang
tercipta oleh dorongan masyarakat setempat dan memiliki jangka waktu yang
lama. Contoh dari pembangunan non-fisik yaitu berupa peningkatan
perekonomian masyarakat desa, peningkatan kesehatan masyarakat.26
Bachtiar
Effendi menyatakan di dalam pembangunan suatu daerah bukan hanya melakukan
program pembangunan yang bergerak di bidang pembangunan fisik, tetapi juga
23
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang : UB Press. Hal 46 24
Pramana, Gilang. 2013. Pembangunan Fisik dan Non-fisik di Desa Badak Mekar Kecamatan
Muara Badak Kabupaten Kutai Kertanegara. Ejournal Ilmu Administrasi Negara, Vol. 1, Nomor 1.
Hal 587. http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/06/jurnal%20full%20(06-19-13-09-29-33).pdf diunduh pada tanggal 4
November 2018. Pukul 04.06 WIB. 25
http://repository.uin-suska.ac.id/4201/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 4 November 2018.
Pukul 03.57 WIB. 26
Ibid
http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/06/jurnal%20full%20(06-19-13-09-29-33).pdfhttp://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/06/jurnal%20full%20(06-19-13-09-29-33).pdfhttp://repository.uin-suska.ac.id/4201/3/BAB%20II.pdf
-
28
harus bergerak di bidang pembangunan non-fisik atau sosial. Oleh karena itu,
adanya keseimbangan antara pembangunan fisik maupun non-fisik diharapkan
dapat berjalan seimbang.27
Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang
dilakukan secara terus menerut oleh suatu negara untuk menciptakan masyarakat
yang lebih baik. Setiap individu atau negara akan selalu bekerja keras untuk
melakukan pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk masa ini dan masa
yang akan datang. Dalam pengertian yang paling mendasar, bahwa pembangunan
itu haruslah mencakup masalah-masalah materi dan financial dalam kehidupan.
Pembangunan seharusnya diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang
melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari semua sistem ekonomi dan sosial.28
Dalam bukunya Michael P. Todaro mengutip pendapat Profesor Gouelet dan
tokoh-tokoh lainnya mengatakan bahwa paling tidak adanya tiga komponen dasar
atau nilai inti yang harus dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis
untuk memahami makna pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen
dasar itu adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-estem), serta kebebasan
(freedom). Ketiga hal tersebut nilai pokok atau tujuan inti yang harus dicapai dan
diperoleh oleh setiap masyarakat melalui pembangunan. Ketiga komponen
tersebut berkaitan secara langsung dengan kebutuhan manusia yang paling
27
http://repository.uin-suska.ac.id/4201/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 4 November 2018.
Pukul 03.57 WIB. 28
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0
EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4 diakses pada tanggal 13 November 2018.
Pukul 02.12 WIB. Hal 26.
http://repository.uin-suska.ac.id/4201/3/BAB%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4
-
29
mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi di seluruh
masyarakat dan budaya sepanjang zaman.29
1. Kecukupan : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
Yang dimaksud dengan kecukupan bukan hanya sekadar menyangkut
makanan. Melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar
manusia secara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papa,
kesehatan, dan keamanan. apabila salah satu dari sekian banyak kebutuhan
dasar ini tida terpenuhi maka munculah keterbelakangan absolute. Fungsi dari
semua kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk menyediakan
sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari kesengsaraan dan
ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papa,
kesehatan dan keamanan. atas dasar tersebutlah dinyatakan bahwa
keberhasilan pembangunan itu merupakan persyaratan bagi membaiknya
kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara
berkesinambungan, maka realisasi potensi manusia, baik itu individu maupun
keseluruhan masyarakat tidak mungkin berlangsung. Setiap individu harus
mendapat kecukupan untuk mendapatkan lebih. Dengan demikian, kenaikan
pendapatan perkapita, penambahan lapangan kerja, pengentasan kemuskinan,
serta pemerataan pendapatan merupakan hal-hal yang harus ada (necessary
condition) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-
faktor inti atau positif lainnya (not sufficient condition).
2. Jati diri : harga diri sebagai manusia
29
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0
EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4 diakses pada tanggal 13 November 2018.
Pukul 02.12 WIB. hal 27-28.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26823/Chapter%20II.pdf;jsessionid=8EF0EA2DB98E0578610FF81F1E2FFB78?sequence=4
-
30
Komponen inti dari pembangunan yang kedua adalah menyangkut jati diri.
Kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari dalam diri
untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, unruk merasa dari pantas dan layak
untuk melakukan sesuatu. Semua itu terangkum dalam jati diri (self-esteem).
Pencarian jati diri bukanlah suatu hal yang bersifat sepele. Penyebaran nilai-
nilai modern yang bersumber dari negara-negara maju telah menimbulkan
kebingungan dan kejutan budaya di banyak negara berkembang. Kontak
dengan masyarakat lain baik secara ekonomis maupun teknologis lebih maju
acap kali menyebabkan defenisi dan batasan mengenai baik-buruk atau benar-
salah menjadi kabur. Ini dikarenakan kesejahteraan nasional muncul sebagai
berhala baru
Kemakmuran materil lambat laun dijadikan sebagai suatu ukuran
kelayakan universal dan dinobatkan sebagai landasan atas penilaian sesuatu.
Daerasnya serbuan nilai-nilai barat yang mengikis jati diri masyarakat di
negara-negara berkembang. Banyak bangsa yang merasa dirinya kecil atau
tidak berarti hanya karena mereka tidak memiliki kemajuan eknomi dan
teknologi seperti bangsa-bangsa lain. Selanjutnya yang dianggap hebat adalah
mempunyai kemajuan ekonomi dan teknologi modern, sehingga masyarakat di
negara-negara dunia ketiga berlomba-lomba unruk mengejar ketinggalan tanpa
menyadari kehilangan jati dirinya.
3. Kebebasan dari Perbudakan/penindasan
Tata nilai ketiga sebagai nilai-nilai hakiki pembangunan adalah konsep
kebebasan atau kemerdekaan. Kebebasan dalam konteks ini diartikan secara
luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh
-
31
pengejaran aspek-aspek materi dalam kehidupan serta bebas dari perasaan
perbudakan sosial sebagai manusia terhadap alam. Kebebasan dari kebodohan
dan ketergantungan terhadap pihak asing. Kebebasan merangkum pilihan-
pilihan yang luas bagi masyarakat dan anggotanya secara bersama-sama untuk
memperkecil paksaan/tekanan dari luar, dalam usaha untuk mencapai tujuan
sosial yang dinamakan dengan pembangunan.
Dapat disimpulkan bahwa pembangunan baik secara fisik maupun non fisik
yang dimiliki oleh masyarakat melalui beberapa gabungan proses sosial, ekonomi,
dan institusional mencakup usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik.
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan adalah
bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan pembangunan di
satu sisi upaya mempertahankan kelestarian lingkungan di sisi lain. Pembangunan
ekonomi yang berbasis sumber daya alam yang tidak memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif padal ingkungan itu
sendiri, karena pada dasarnya sumber daya alam dan lingkungan memiliki
kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain, pembangunan yang tidak
memperhatikan kapasitas sumber daya alam dan lingkungan akan menyebabkan
permasalahan pembangunan dikemudian hari.30
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah sejak lama menjadi
perhatian para ahli. Namun istilah keberlanjutan (sustainability) sendiri baru
muncul beberapa dekade, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah
dimulai sejak Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersediaan lahan
30
Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas
Individu Semeseter Ganjil 2004. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). Hal 1.
-
32
di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian,
perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan
kawan-kawan pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to
Growth dalam kesimpulannya bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi
oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang
terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam yang tidak
akan selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis).31
Meskipun mendapatkan kritikan yang tajam dari para ekonom karena
lemahnya fundamental ekonomi yang digunakan dalam model The Limit to
Growth. Namun buku tersebut cukup menyadarkan manusia akan pentingnya
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah sebagai
upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak
melampaui ekosistem yang mendukung mutu kehidupan dengan tetap berusaha
tidak melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya. Maslaah
pembangunan berkelanjutan telah dijadikan sebagai isu penting yang perlu terus
disosialisasikan di tengah masyarakat.32
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan
yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan
pembangunan antar generasi pada masa ini maupun masa mendatang. Menurut
Kementerian Lingkungan Hidup (1990) pembangunan (yang dasarnya lebih
berorientasi ekonomi) dpat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu
: (1) tidak ada pemborodan penggunaan sumber daya alam atau depletion of
31
Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas
Individu Semeseter Ganjil 2004. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). hal 2. 32
Ibid
-
33
natural resources ; (2) tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3)
kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources atau replaceable
resource.33
Senada dengan konsep diatas, Sutamuhardja (2004), menyatakan sasaran
pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan
terjadinya:34
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi
(intergeneration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya
alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas
yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta
diarahkan pada sumber daya alam yang replaceable dan menekankan
serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam
dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan
ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik
bagi generasi yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk
kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan
pemerataan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan antar
generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan
baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).
33
Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas
Individu Semeseter Ganjil 2004. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). Hal 2 34
Ibid hal 3
-
34
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka
panjang ataupun lestari antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai
dengan habitatnya.
Dari sisi ekonomi, Fauzi (2004) mengatakan setidaknya ada tiga alasana
utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama,
menyangkut alasan moral, generasi kini menikmati barang dan jasa yang
dihasilkan dari sunber daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu
untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi
mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber
daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan
kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama.
Kedua, menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati misalnya, memiliki
nilai ekologi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi semestinya
tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang
menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan adalah alasan
ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak
diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi
kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan
sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini
-
35
hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration
welfare maximization).35
B. Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak ekonomi. Dari alokasi pembiayaan
publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan
nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan
infrastruktur mempengaruhi maginal productivity of privat capital, sedangkan
dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur
berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Infrastruktur juga berpengaruh
penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain
dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan
akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan
terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal,
berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.36
Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 81 Tahun 2001 tentang Komite
Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur, disebutkan dalam Pasal 2,
bahwa pembangunan infrastruktur mencakup :37
1. Prasarana dan sarana perhubungan : jalan, jembatan, jalan kereta api,
dermaga, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyebrangan sungai dan danau;
35
Ibid 36
Haris, Abdul. 2005. Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur dan Ekonomi. Hal 1.
https://www.bappenas.go.id/files/3013/5228/3483/05abdul_20091014131228_2260_0.pdf diakses
pada tanggal 16 Oktober 2018. Pukul 19.45 WIB. 37
Ibid hal 6.
https://www.bappenas.go.id/files/3013/5228/3483/05abdul_20091014131228_2260_0.pdf
-
36
2. Prasarana dan sarana perairan : bendungan, jaringan pengairan, bangunan
pengendalian banjir, pengamanan pantai, dan bangunan pembangkit listrik
tenaga air;
3. Prasarana dan sarana permukiman, industri dan perdagangan : bangunan
gedung, kawasan industri dan perdaganan, kawasan perumahan skala besar,
reklamasi lahan, jaringan dan instalasi air bersih, jaringan dan pengolahan air
limbah, pengelolaan sampah, dan sistem drainase;
4. Bangunan dan jaringan utilitas umum : gas, listrik dan telekomunikasi.
Selain memiliki dimensi ruang yang luas, pembangunan infrastruktur juga
menghadapi tiga dimensi permasalahan. Pertama, membutuhkan investasi yang
cukup besar, waktu pengembalian modal yang panjang, pemanfaatan teknologi
tinggi, perencanaan dan implementasi perlu waktu panjang untuk mencapai skala
ekonomi yang tertentu. Kedua, pembangunan menjadi prasyarat bagi
berkembangnya kesempatan dan peluang baru di berbagai bidang kehidupan.
Ketiga, adana persaingan global dan sekaligus memenuhi permintaan investor
baik dari dalam maupun luar negeri. Ditambah lagi dengan adanya dua matra yang
harus dimiliki dalam penyediaan infrastruktur, yaitu matra fisik dan matra
pelayanan. Infrastruktur tidak selesai dibangun secara fisik saja, namun menuntut
adanya operasional dengan mengedepankan kualitas pelayanan jasa dan efektifitas
pengelolaan infrastruktur.38
38
Haris, Abdul. 2005. Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur dan Ekonomi. Hal 6.
https://www.bappenas.go.id/files/3013/5228/3483/05abdul_20091014131228_2260_0.pdf diakses
pada tanggal 16 Oktober 2018. Pukul 19.45 WIB.
https://www.bappenas.go.id/files/3013/5228/3483/05abdul_20091014131228_2260_0.pdf
-
37
C. Penanaman Modal Asing
Untuk memahami arti dalam penanaman modal, perlu diberikan batasan dan
konsep yang jelas terhadap pengertian apa yang dimkasudkan dengan penanaman
modal. Hal tersebut bertujuan agar persepsi dan pemahaman kita tentang
penanaman modal menjadi lebih jernih guna menghindari adanya arti negatif
terhadap keberadaan penanaman modal, khususnya modal asing. Dalam
kepustakaan dapat diketahui bahwa pemberian arti penanaman modal mempunyai
keterhubungan juga dengan teori yang dianut negara penerima modal (host
country).39
Teori yang dapat dipelajari dari hubungan antarnegara penerima modal
dengan penanaman modal, khususnya modal asing itu sendiri mempunyai banyak
variasi. Teori yang pertama, menunjukkan adanya sikap yang ekstrem, yakni tidak
menginginkan timbulnya ketergantungan dari negara terhadap penanaman modal,
khususnya modal asing. Sehingga dengan tegas menolak adanya penanaman
modal asing di negara mereka, oleh karena dianggapnya sebagai kelanjutan dari
proses kapitalisme. Penganut teori ini dipelopori oleh Karl Marx dan Robert
Magdoff. Teori yang kedua, berupa teori yang bersifat nasionalisme dan
populisme yang pada dasarnya diliputi kekhawatiran akan adanya dominasi
penanaman modal asing. Oleh sebab itu, menurut paham teori ini bahwa
kehadiran penanaman modal asing, khususnya modal asing yang berakibat pada
adanya pembagian keuntungan yang tidak seimbang yang terlalu banyak ada pada
pihak modal asing, sehingga menyebabkan negara penerima modal (host country)
membatasi kegiatan penanaman modal, khususnya modal asing sedemikian rupa.
39
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 33
-
38
Penganut teori ini, dipelopori oleh Streeten dan Stephen Hymer. Menurut Hymer
penanaman modal merupakan seorang monopolis atau bahkan seringkali
oligopolistis pada pasar-pasar produksi suatu negara dimana Ia melakukan
usahanya. Oleh karenanya, bilamana penanaman modal, khususnya modal asing
benar-benar menghancurkan kekuatan dalam pasar produksi suatu negara, maka
pemerintah harus siap melakukan pengawasan dan pengendalian pada penanaman
modal asing tersebut. Sehingga untuk kegiatan demikian berlaku hukum
pembangunan yang tidak seimbang (law of uneven development) yakni,
pembangunan yang menghasilkan kemakmuran di satu pihak dan kemelaratan
dilain pihak. Teori yang ketiga, melihat peranan penanaman modal secara
ekonomi tradisonal dan meninjaunya dari segi kenyataan, dimana kegiatan
penanaman modal dapat membawa pengaruh pada perkembangan dan
modernisasi ekonomi negara penerima modal. Proses tersebut dapat dilihat pada
gejala perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia dan mekanisme pasar yang
dapat berlangsung baik dengan atau tanpa pengaturan dan fasilitas dari negara
penerima modal. Pelopor dari teori ini adalah Raymond Vernon dan Charles P.
Kindleberger.40
Dari uraian tersebut, dapat ditunjukkan bahwa pengertian terhadap penanaman
modal oleh masing-masing negara penerima modal tergantung pada adanya
keterkaitan dengan salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi dari
berbagai teori itu. Hal ini dengan jelas dapat kita lihat dari masing-masing
pengaturan negara penerima modal terhadap keberadaan penerima modal,
khususnya modal asing yang dinyatakan dalam berbagai peraturan perundang-
40
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 33-34
-
39
undangan penanaman modal masing-masing negara. Dalam ketentuan Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
disebutkan, bahwa penanaman modal yaitu segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal
1 angka 2 disebutkan bahwa penanaman modal dalam negeri yaitu kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal
dalam negeri. Adapun angka 3 disebutkan, bahwa penanaman modal asing yaitu
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha diwilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal
dalam negeri.41
Undang-undang Penanaman Modal juga memberikan ruang kepada
pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian
internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerjasama internasional
lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk
barang dan jasa dari Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di Indonesia di
wilayah tertentu ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar
internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik
pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis
bagi pengembangan perekonomian nasional. Selain itu, undang-undang ini juga
mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi
41
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 35.
-
40
dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kebijakan fiskal, dan sosial
yang harus diselesaikan oleh penanaman modal. Kemungkinan timbulnya
sengketa antara penanaman modal dan pemerintah juga diantisipasi undang-
undang ini dengan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa.42
Hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus
guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban pernanam modal
terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan
penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk
mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab
lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya
mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.43
D. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan oleh Perusahaan
Menurut ISO 26000 dalam Suharto, tanggung jawab sosial dan lingkungan
adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari
keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan
harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan
norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh. Telaah lebih lanjut atas berbagai literatur menunjukkan bahwa ada
empat skema yang biasa dipergunakan untuk menjalankan tanggung jawab sosial
perusahaan, yaitu (1) kontribusi pada program pengmebangan masyarakat; (2)
42
Ibid hal 44. 43
Ilmar, Aminuddin. 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana. Hal 44-45.
-
41
pendanaan kegiatan sesuai dengan kerangka legal; (3) partisipasi masyarakat
dalam bisnis; (4) tanggapan atas tekanan kelompok kepentingan.44
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.45
Tanggung jawab sosial dan lingkungan menurut Undang-undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan kewajiban perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan keawajaran.46
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.47
Menurut Zimmerer, ada beberapa macam tanggung jawab perusahaan, yaitu48
:
1. Tanggung jawab terhadap lingkungan
Harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memperhatikan,
melestarikan dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah
yang mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang
merusak lingkungan, dan menjalin komunikasi dengan kelompok
masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.
2. Tanggung jawab terhadap karyawan
Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan
cara :
44
Rosyida, Isma & Nasdian, Fredian Tonny. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam
Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap
Komunitas Perdesaan. Ejournal ISSN : 1978-4333, Vol 05, No. 01. Hal 52. 45
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat (1). 46
Pasal 74 ayat (2). 47
Pasal 74 ayat (3). 48
Anwar, Muhammad. 2017. Pengantar Kewirausahaan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Kencana. Hal
100-101.
-
42
a. Mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan.
b. Meminta input kepada karyawan.
c. Memberikan umpan balik positif maupun negatif.
d. Selalu menekankan tentang kepercayaan kepada karyawan.
e. Membiarkan karyawan mengetahui apa yang sebenarnya mereka
harapkan.
f. Memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
g. Memberi kepercayaan kepada karyawan.
3. Tanggung jawab terhadap pelanggan
Tanggung jawab sosial perusahan juga termasuk melindungi hak-hak
pelanggan, yaitu :
a. Hak mendapatkan produk yang aman.
b. Hak mendapatkan informasi segala aspek produk.
c. Hak untuk didengar
d. Hak memilih apa yang akan di beli.
Adapun menurut Zimmerer (1996), hak-hak pelanggan yang harus
dilindungin meliputi :
a. Hak keamanan, barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan harus
berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga kemasannya.
b. Hak mengetahui, konsumen juga berhak untuk mengetahui barang dan
jasa yang mereka beli, temasuk perusahaan yang menghasilkan barang
tersebut.
-
43
c. Hak untuk didengar, komunikasi dua arah harus di bentuk, yaitu untuk
menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan untuk
menyampaikan berbagai informasi barang dan jasa dari perusahaan.
d. Hak atas pendidikan, pelanggan berhak atas pendidikan, misalnya
pendidikan tentang bagaimana menggunakan dan memelihara produk.
e. Hak untuk memilih, tanggung jawab sosial perusahaan adalah tidak
mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-undang
antimonopoli (antitrust).
4. Tanggung jawab terhadap investor
Tanggung jawabnya yaitu menyediakan pengembalian investasi yang
menarik, seperti memaksimumkan laba dan juga melaporkan kinerja
keuangan seakurat dan setepat mungkin.
5. Tanggung jawab terhadap masyarakat
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya,
misalnya menyediakan pekerjaan dan menciptakan kesehatan serta
konstribusi terhadap masyarakat.
Teori berikutnya adalah teori stakeholders. Teori stakeholders menyatakan
bahwa di samping shareholders (pemegang saham/pemodal), masih banyak
stakeholders lain yang semuanya berhak diperhatikan dalam pengelolaan bisnis.49
Pendekatan stakeholders mengamati dan menjelaskan secara analitis
bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan
tindakan bisnis. Pendekatan ini mempunyai satu tujuan imperatif yaitu bahwa
bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak
49
I Gede A.B. Wiranata, ibid, hal 295.
-
44
yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis dijamin,
diperhatikan, dan dihargai.50
Tanggung jawab perusahaan di luar tanggung jawab hukum, namun
dengan , tanggung jawab sosial dan lingkungan telah menjadi kewajiban yuridis,
khususnya Perseroan Terbatas yang bidang usahanya berkaitan dengan sumber
daya alam.51
E. Kerjasama
Ansell dan Gash menjelaskan strategi baru dari pemerintahan disebut sebagau
pemerintahan kolaboratif atau collaborative governance. Bentuk dari governance
yang melibatkan berbagai stakeholders atau pemangku kepentingan secara
bersamaan di dalam sebuah forum dengan aparatur pemerintah untuk membuat
keputusan bersama.52
O’Flynn dan Wanna mengartikan kolaborasi sebagai bekerja bersama atau
bekerja sama dengan orang lain. Hal tersebut menyiratkan bahwa seorang aktor
atau seorang individu, kelompok atau organisasi melakukan kerjasama dalam
beberapa usaha. Setiap orang yang melakukan kerjasam dengan yang lainnya
memiliki ketentuan syarat dan kondisi tertentu, dimana hal tersebut sangat
bervariasi. Kata “collaboration” pada awalnya digunakan pada abad kesembilan
belas dalam perkembangan industrialisasi, munculnya organisasi yang lebih
kompleks, dan pembagian kerja dan tugas yang meningkat. Kondisi tersebut
merupakan norma dasar utilitarianisme, liberalisme sosial, kolektivisme, salimng
50
Ibid, hal 93. 51
Pasal 3. 52
Irawan, Denny. 2017. Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya). Ejournal Kebijakan dan
Manajemen Publik. ISSN 2303-341X Vol 5, Nomor 3. Hal 5.
-
45
membantu dan kemudian manajemen ilmiah dan teori organisasi hubungan
manusia.53
Ansell dan Gash menjelaskan collaborative governance adalah suatu
pengaturan pemerintahan dimana satu atau lebih lembaga publik secara langsung
melibatkan para pemangku kepentungan non-pemerintahan dalam proses
pengamilan keputusan kolektif yang bersifat formal, berorientasi pada konsensus,
delieratif yang bertujuan untuk membuat dan menerapkan kebijakan publik serta
mengalola program ataupun aset publik.54
Donahue dan Zeckhauser mengartikan “collaborative governance can be
thought of a form of agency relationship between government as principal, and
private players as agent”. Artinya bahwa pemerintahan kolaboratif dapat
dianggap sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama antara pemerintah sebagai
regulator dan pihak swasta sebagai pelaksana.55
Mengacu dari berbagai pengertian yang dijelaskan mengenai collaborative
governance, dapat diterangkan bahwa pada dasarnya kebutuhan untuk
berkolaborasi muncul dari hubungan saling ketergantungan yang terjalin antar
pihak atay antar stakeholders. Collaborative governance dapat diterangkan
sebagai srbuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling
menguntungkan antar aktor governance. Melalui perspektif collaborative
governance, tujuan-tujuan positif dari masing-masing pihak dapat tercapai.56
53
Irawan, Denny. 2017. Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya). Ejournal Kebijakan dan
Manajemen Publik. ISSN 2303-341X Vol 5, Nomor 3. Hal 5 54
Ibid 55
Ibid hal 5-6 56
Ibid hal 6
-
46
Selanjutnya menurut Ratner, di dalam collaborative governance terdapat tiga
fokus fase atau tiga tahapan yang merupakan proses kolaborasi dalam tata kelola
pemerintahan. Maka dapat diketahui tiga tahap tersebut meliputi57
:
1. Fase Mendengarkan (Identifying Obtacles and Opportunities)
Pada tahap ini pemerintah dan stakeholders atau pemangku kebijakan yang
melakukan kolaborasi yaitu pihak swasta dan masyarakat, akan melakukan
identifikasi mengenai berbagai jenis hambatan yang akan dihadapi selama
proses tata kelola pemerintahan. Pada tahap ini setiap stakeholders saling
menerangkan mengenai permasalahan dan stakeholders lain saling
mendengarkan setiap permasalahan yang diterangkan oleh setiap stakeholders
yang terlibat. Kemudian memperhitungkan mengenai peluang dalam
penyelesaian setiap permasalahan yang telah diidentifikasi, seperti solusi dari
permasalahan yang akan terjadi. Setiap stakeholders memiliki kewenangan
yang sama dalam menentukan kebijakan pada setiap permasalahan yang telah
diidentifikasi dan memperhitungkan peluang berupa achievment yang dapat
diperoleh dari masing-masing pihak yang terlibat. Pada dasarnya, fase ini
merupakan fase saling mendengarkanmengenai permasalahan dan kesempatan
untuk dapat memanfaatkan dari setiap permasalahan yang diterangkan oleh
masing-masing stakeholders.
2. Fase Dialog (Debating Strategies For Influence)
Pada tahap ini stakeholders atau pemangku kebijakan yang terlibat dalam
tata kelola pemerintahan melakukan dialog ataupun diskusi mengenai
hambatan yang telah diterangkan pada fase pertama. Diskusi yang dilakukan
57
Irawan, Denny. 2017. Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya). Ejournal Kebijakan dan
Manajemen Publik. ISSN 2303-341X Vol 5, Nomor 3. Hal 6
-
47
oleh masing-masing stakeholders yang terlibat meliputi diskusi mengenai
langkah yang dipilih sebagai langkah yang paling efektif untuk memecahkan
permasalahan dlaam tata kelola pemerintahan yang telah diterangkan.
3. Fase Pilihan (planning Collaborative Actions)
Setelah melalui tahapan mendengarkan mengenai permasalahan yang akan
dihadapi dalam proses tata kelola pemerintahan dan melakukan diskusi
mengenai penentuan strategi yang efektid untuk mengantusipasi
permasalahan, pada tahap ini stakeholders atau pemangku kebijakan yang
terlibat akan mulai melakukan perencanaan mengenai implementasi dari setiap
strategi yang telah didiskusikan pada tahap sebelumnya, seperti langkah awal
yang akan dilakukan dalam kolaborasi antar stakeholders yaitu pemerintah,
pihak swasta dan masyarakat. Kemudian mengidentifikasi pengukuran setiap
proses yang dilakukan dan menentukan langkah untuk menjaga proses
kolaborasi agar terus berlangsung dalam jangka panjang.