BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

21
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Ardhini dan Handayani (2011), alat analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh rasio keuangan daerah terhadap belanja modal untuk pelayanan publik dalam perspektif teori keagenan di kabupaten/kota di Jawa Tengah yaitu rasio kinerja keuangan dan regresi linier berganda. Hasil yang didapat yaitu rasio kemandirian dan rasio efisiensi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap jumlah realisasi belanja modal untuk pelayanan publik. Sedangkan rasio efektivitas dan Sisa Lebih Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) berpengaruh terhadap jumlah belanja modal untuk pelayanan publik. Gerungan dkk (2013), alat analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal sektor publik adalah rasio keuangan, analisis regresi sederhana dan regresi linier berganda. Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut adalah tingkat kemandirian, efektivitas PAD, efisiensi keuangan daerah, dan tingkat keserasian belanja daerah berpengaruh terhadap seberapa besar alokasi belanja modal yang digunakan sebagai pembangunan sedangkan tingkat ketergantungan daerah, dan efektivitas belanja modal tidak mempengaruhi besarnya alokasi belanja modal di Provinsi Sulawesi Utara. Sari dkk (2016), alat analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi perkotaan di Sulawesi Utara tahun 2004-2014 yaitu rasio kinerja keuangan dan analisis regresi linier berganda.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Ardhini dan Handayani (2011), alat analisis yang digunakan untuk mengukur

pengaruh rasio keuangan daerah terhadap belanja modal untuk pelayanan publik

dalam perspektif teori keagenan di kabupaten/kota di Jawa Tengah yaitu rasio

kinerja keuangan dan regresi linier berganda. Hasil yang didapat yaitu rasio

kemandirian dan rasio efisiensi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap

jumlah realisasi belanja modal untuk pelayanan publik. Sedangkan rasio efektivitas

dan Sisa Lebih Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) berpengaruh terhadap

jumlah belanja modal untuk pelayanan publik.

Gerungan dkk (2013), alat analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh

kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal sektor publik adalah rasio

keuangan, analisis regresi sederhana dan regresi linier berganda. Hasil yang didapat

dalam penelitian tersebut adalah tingkat kemandirian, efektivitas PAD, efisiensi

keuangan daerah, dan tingkat keserasian belanja daerah berpengaruh terhadap

seberapa besar alokasi belanja modal yang digunakan sebagai pembangunan

sedangkan tingkat ketergantungan daerah, dan efektivitas belanja modal tidak

mempengaruhi besarnya alokasi belanja modal di Provinsi Sulawesi Utara.

Sari dkk (2016), alat analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh

kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi perkotaan di Sulawesi Utara

tahun 2004-2014 yaitu rasio kinerja keuangan dan analisis regresi linier berganda.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

7

Hasil yang didapat dari penelitian adalah kemandirian keuangan dan efektivitas

keuangan memengaruhi pertumbuhan ekonomi sedangkan keterantungan keuangan

suatu daerah tidak memperngaruhi pertumbuhan ekonomi perkotaan di Sulawesi

Utara.

Sularso dan Restianto (2011), alat analisis yang digunakan untuk mengukur

pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan

ekonomi kabupatem/kota di Jawa Tengah adalah rasio kinerja keuangan, Strucural

Equation Modeling (SEM), dan analisis regresi sederhana. Hasil yang didapat yaitu

pengalokasian belanja modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tidak di pengaruhi

oleh derajat desentralisasi dengan rata-rata alokasi belanja modal yang dilakukan

pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah (21%) masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan rata-rata pemerintah kabupaten/kota secara nasional (28,8%).

Tamawiwy, dkk (2016), alat analisis yang digunakan untuk mengukur kinerja

keuangan pemerintah daerah terhadap belanja modal adalah rasio keuangan dan

regresi linear berganda. Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut adalah

pertumbuhan PAD, efektivitas PAD dan efisiensi keuangan berpengaruh terhadap

belanja modal sedangkan desentralisasi fiskal tidak berpengaruh terhadap belanja

modal.

B. Landasan Teori

1. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)

Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, APBD dapat didefinisikan sebagai rencana

operasional keuangan Pemerintahan Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

8

perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan

proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain

menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah

guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud (Mamesah, 1995 : 20 dalam

Halim 2004).

APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD diatas

menunjukkan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsur-

unsur sebagai berikut :

a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi

biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya

biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengaluaran yang

akan dilaksanakan.

c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

d. Periode anggaran, yaitu biasanya 1(satu) tahun.

2. Keuangan Daerah

Mamesah dalam (Halim,2012:25) mengatakan keuangan daerah secara

sederhana dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban ya ng dapat dinilai

dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang

dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang sebelum dimiliki/dikuasai oleh negara

atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan

ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

9

Keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas keuangan daerah

yang dikelola langsung dan keuangan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk

keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) dan barang-barang investasi milik Negara. Di lain pihak, keuangan

daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. Oleh karena

itu, manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber-

sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki daerah tersebut (Halim,2001). Oleh karena itu pemerintah daerah

dalam membelanjakan dana yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik daerah tersebut dan dalam mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk

membiayai pengeluaran tersebut.

3. Laporan Realisasi Anggaran

Menurut Mursyidi (2009) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) adalah laporan

yang disusun secara sistematis tentang realisasi pendapatan, belanja, dan

pembiayaan selama suatu periode tertentu. Laporan Realisasi Anggaran

menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu

periode pelaporan.

Perbandingan tersebut menunjukkan pencapaian dari target yang telah

disepakati sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Laporan Realisasi

Anggaran memberikan manfaat bagi para pengguna laporan untuk melihat dan

mengevaluasi mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

10

Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 menjelaskan tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah dan unsur yang dicakup dalam Laporan Realisasi

Anggaran terdiri dari :

a. Pendapatan adalah semua penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas

dana dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak

Pemda, dan tidak perlu dibayar kembali oleh Pemda. Pendapatan dibagi

menjadi 3 kategori:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), merupakan semua penerimaan yang berasal

dari sumber ekonomi asli daerah.

2) Dana Perimbangan, merupakan dana yang bersumber dari penerimaan

anggaran pendapatan belanja negara yang dialokasikan pada daerah untuk

membiayai kebutuhan dananya.

3) Lain-lain pendapatan yang sah, adalah pendapatan lain-lain yang dihasilkan

dari dana bantuan dan dana penyeimbang dari Pemerintah Pusat.

b. Belanja adalah semua pengeluaran kas daerah yang mengurangi ekuitas dana

dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, dan tidak akan diperoleh

kembali pembayarannya oleh Pemda. Belanja dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1) Belanja aparatur daerah, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung

dinikmati oleh masyarakat tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur.

2) Belanja pelayanan publik, merupakan belanja yang manfaatnya dapat

dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

11

3) Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan.

c. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam

penganggaran Pemda terutama dimaksudkan untuk menutupi defisit atau

memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan dikategorikan menjadi 2,

antara lain :

1) Sumber Penerimaan Daerah, yaitu :

a) Sisa Lebih Penerimaan Anggaran (SILPA) tahun lalu

b) Penerimaan pinjaman dan obligasi

c) Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan

d) Transfer dari dana cadangan.

2) Sumber Pengeluaran Daerah, yaitu :

a) Pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo

b) Penyertaan modal

c) Transfer ke dana cadangan

d) Sisa Lebih Anggaran tahun sekarang.

4. Kinerja Keuangan Daerah

Menurut Agustina (2013) Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat

pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi

penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang

ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu

periode anggaran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

12

dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan

APBD. Rasio yang dikembangkan berdasarkan data keuangan dari APBD adalah

sebagai berikut :

a. Rasio Ketergantungan Keuangan

Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara

membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah

dengan total penerimaan daerah . Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar

tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau

pemerintahan provinsi. Adapun kriteria untuk menetapkan tingkat ketergantungan

daerah seperti pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1

Kriteria Penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah

Standar Prosentase Pendapatan

Transfer Terhadap Penerimaan Daerah Kriteria

0,00% – 10,00% Sangat Rendah

10,01% – 20,00% Rendah

20,01% – 30,00% Sedang

30,01% – 40,00% Cukup

40,01% – 50,00% Tinggi

> 50,00% Sangat Tinggi

Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991 dalam (Bisma, 2010)

b. Rasio Efektivitas PAD

Pengukuran tingkat efektivitas ini menggambarkan kemampuan pemerintah

daerah dalam merealisasi Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

13

dengan target yang ditetapkan. Adapun kriteria untuk menetapkan Efektivitas

pengelolaan keuangan daerah seperti pada Tabel 2.2 berikut :

Sumber : Mahmudi (2010)

c. Rasio Efisiensi Keuangan

Rasio efisiensi digunakan untuk mengetahui seberapa besar efisiensi dari

pelaksanaan suatu kegiatan dengan mengukur input yang digunakan dan

membandingkan dengan output yang dihasilkan yang memerlukan data-data

realisasi belanja dan realisasi pendapatan.

Adapun kriteria untuk menetapkan Efisiensi pengelolaan keuangan daerah

seperti pada Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah

Standar Prosentase Pengeluaran Belanja Terhadap

Pendapatan Kriteria

> 40% Tidak Efisien 31% - 40% Kurang Efisien 21% - 30% Cukup Efisien 10% - 20% Efisien

< 10% Sangat Efisien Sumber : Mahmudi (2010)

Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Standar Prosentase Realisasi Pendapatan PAD Terhadap Target Pendapatan PAD

Kriteria

> 100% Sangat Efektivitas 100% Efektif

90% - 99% Cukup Efektif 75% - 89% Kurang Efektif

< 75% Tidak Efektif

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

14

d. Rasio Pertumbuhan PAD

Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah bermanfaat untuk mengetahui

apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama

beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan

pendapatan secara positif ataukah negatif.

Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam

mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu

periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-

masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk

mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian. Adapun

kriteria untuk menetapkan Efisiensi pengelolaan keuangan daerah seperti pada

Tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4

Kriteria Penilaian Pertumbuhan PAD

Standar Prosentase Pertumbuhan PAD Kriteria

0,00% – 10,00% Sangat Rendah 10,01% – 20,00% Rendah 20,01% – 30,00% Sedang 30,01% – 40,00% Cukup 40,01% – 50,00% Tinggi > 50,00% Sangat Tinggi

Sumber : Tim Litbang Depdagri (1991) dalam Tamawiwy, dkk (2016)

5. Belanja Modal

Menurut (Hoesada, 2016) Kekuatan utama bangsa besar adalah prasarana

lengkap dan modern, sebagai syarat peningkatan PDB daerah. Kualitas jalan raya,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

15

pelabuhan (darat, sungai, laut, udara) dan pasar adalah utama bagi pemerintah

daerah. Untuk itu perlu adanya pengalokasian belanja yang dikhususkan untuk

pengadaan sarana dan prasaran tersebut. Belanja yang dimaksud adalah belanja

modal.

Belanja Modal adalah belanja barang modal (barang bukan persediaan, tidak

habis pakai, berumur pakai lebih dari setahun) untuk penggunaan sendiri

K/L/Pemda (untuk operasi sesuai tupoksi K/L) atau untuk diserahkan untuk tujuan

mengurangi risiko social (bantuan social, bantuan beupa rumah penduduk

pascabencana), di serahkan kepada anggota masyarakat yang tidak berisiko social

(hibah, bantuan masjid, bantuan tanah bagi pemda untuk pemakaman). (Hoesada,

2016)

Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan

asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja

modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan

bangunan, peralatan, dan asset tak berwujud.

Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 menyebutkan bahwa belanja modal

adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan asset tetap

dan asset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan

untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,

peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan

hewan.

Permendagri No. 13 tahun 2006 mendefinisikan belanja modal sebagai

pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

16

pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12

(dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam

bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan

jaringan, dan asset tetap lainnya.

Menurut Sularso dan Restianto (2011), belanja modal di klasifikasikan dalam

dua kelompok, kelompok pertama adalah belanja publik yaitu belanja yang

manfaatnya dapat langsung dinikmati masyarakat misalnya : pembangunan

jembatan, pembelian mobil ambulan untuk umum dan lain-lain. Kelompok kedua

adalah belanja aparatur yaitu belanja yang manfaatnya tidak dinikmati langsung

oleh masyarakat tetapi dapat dirasakan langsung oleh aparatur misalnya :

pembangunan gedung dewan, pembelian mobil dinas, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwasannya belanja modal merupakan

belanja yang memiliki peranan penting bagi pembangunan suatu daerah, dimana

pengalokasian dari belanja modal digunakan untuk pelayanan publik yang

bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga porsi dari belanja modal

seharusnya lebih diutamakan. Karena semakin besar rasio belanja modal dalam

struktur APBD diharapkan akan semakin baik pengaruhnya bagi pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Alokasi belanja modal pada pemerintah daerah dapat bersumber dari berbagai

pendapatan dan pembiayaan. Sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah

adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain

Pendapaan yang Sah.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

17

Pemerintah daerah yang memiliki peran sebagai organisasi sektor publik

mempunyai sumber pendapatan, baik dari pemerintah pusat yang dalam bentuk

dana perimbangan dan yang berasal dari daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli

daerah. Pendapatan pemerintah daerah tersebut digunakan untuk pelayanan umum

kepada masyarakat dan untuk pembangunan yang disebut sebagai belanja modal.

6. Hubungan Ketergantungan Keuangan Daerah dengan Belanja Modal

Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang

keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi

daerah. Untuk melihat ketergantungan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan

mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dan mengukur

kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah khususnya

dibidang keuangan, dapat diukur dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan bila

didanai sepenuhnya oleh Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil.

Menurut Halim (2001), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan

otonomi adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut

memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan,

mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan; (2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus

seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar

yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Penyelenggaraan tugas pemerintah daerah otonom berbasis APBD,

bersumber dari PAD, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah, serta

dana peimbangan. Dana perimbangan adalah bagian daerah atas Pajak Bumi dan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

18

Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Penerimaan dari

Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. (Hoesada,

2016)

Menurut Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri (2013) mayoritas dana

transfer yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah digunakan

untuk mensejahterakan pegawai negeri sipil (PNS). Hal tersebut terlihat dari data

yang diformulasi oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef)

yang dikutip oleh Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri (2013) bahwa pada tahun

2013, rata-rata belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota sebesar sebesar 49

persen, sedangkan rata-rata belanja modal hanya 25,3 persen. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa dana transfer daerah yang jumlahnya terus meningkat tidak

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan karena habis untuk

belanja pegawai.

Menurut Yustikasari dan Darwanto (2007) dalam Novianto dan Hanafiah

(2015), faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi keputusan dalam

pengalokasian belanja daerah, termasuk pengalokasian belanja modal dibagi

menjadi 2 variabel, yakni variabel non keuangan dan variabel keuangan.

Variabel non keuangan meliputi: kebijakan pemerintahan dan kondisi

makroekonomi, sedangkan variabel keuangan meliputi: ukuran-ukuran atau jenis-

jenis penerimaan pemerintah daerah lainnya. Variabel non keuangan yang

digunakan adalah pertumbuhan ekonomi sebagai cerminan kondisi makroekonomi

daerah yang diteliti, sedangkan variabel keuangan yang digunakan adalah beberapa

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

19

ukuran atau jenis penerimaan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

Dana Alokasi Umum (DAU).

Pertumbuhan DAU menuju 75% atau lebih, dari seluruh jumlah transfer ke

daerah, risiko pertumbuhan nisbah (rasio, perbandingan) belanja pegawai dalam

DAU menuju 100% dan risiko alokasi DAU yang melanggar asas keadilan

distribusi kepada 17.504 pulau. (Hoesada, 2016)

Risiko fiskal berbentuk menguatnya mental ketergantungan pemerintah

daerah kepada DAU, tidak ada pertanggungjawaban peningkatan kualitas layanan

publik berdasarkan peningkatan DAU, dan risiko DAU meningkat karena

perubahan nisbah (rasio) DAU terhadap Penerimaan Dalam Negeri.

Risiko transfer ke daerah berbentuk (1) alokasi transfer kurang adil dan

bijaksana, misalnya daerah dengan senjang fiskal (fiscal gap) yang kapasitas

fiskalnya tidak memperoleh dana transfer memadai dan (2) transfer salah sasaran

dikarenakan : kesalahan formulasi alokasi, data tentang daerah tidak valid atau

kurang tepat.

Sejarah mencatat bahwa PAD tertinggi mencapai hanya 20% belanja

pemerintah daerah. Sekitar 75% transfer APBN kepada APBD digunakan untuk

belanja pegawai pemerintah daerah. Hanya sebagian kecil APBD berbentuk belanja

modal. Belum ada kesadaran nasional bahwa pemeliharaan dan pembangunan

prasarana perekonomian daerah berhubungan langsung dengan pertumbuhan PDB

daerah, kesempatan kerja dan pendapatan perkapita daerah (Hoesada, 2016).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

20

7. Hubungan Efektivitas PAD dengan Belanja Modal

Menurut Halim dan Kusufi (2014) Efektivitas adalah ukuran berhasil

tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil

mencapai tujuan, maka organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif. Efekivitas

hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai kegiatan yang

telah ditetapkan. Pengukuran efektivitas mengukur hasil akhir dari suatu pelayanan

dikaitkan dengan outputnya (cost of outcome).

Menurut Abdullah (1983) efektivitas berhubungan dengan tindakan-tindakan

dan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang berhasil dalam mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai suatu indikator untuk mengukur tindakan

pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu, maka perlu dikaitkan antara

pengeluaran dan tindakan dengan hasil-hasil yang dicapai. Jika dari suatu tindakan

itu hasil-hasil tidak tercapai, maka pengeluaran tidak efektif.

Efektivitas PAD merupakan perbandingan antara realisasi PAD dengan target

PAD yang ditetapkan (Gerungan, dkk 2013). Semakin tinggi rasio efektivitas

menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik dengan kata lain

pemerintah daerah dalam hal merealisasikan anggaran yang ditargetkan secara

optimal.

Menurut Fitri, dkk (2013) efektivitas PAD tidak berpengaruh terhadap

belanja modal. Hal ini disebabkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat

cenderung diabaikan sehingga pengalokasian belanja modal tidak terealisasi

dengan efektif dan dapat menghambat pembangunan untuk meningkatkan

pelayanan publik.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

21

8. Hubungan Efisiensi Keuangan Daerah dengan Belanja Modal

Menurut Halim dan Kusufi (2014) Efisiensi merupakan perbandingan output

atau input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.

Dimana ukuran efisiensi dapat dikembangkan dengan menghubungkan biaya yang

sesungguhnya dengan biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya (misalnya

anggaran).

Menurut Due (1984) Efisiensi sering juga disebut sebagai optimalitas pareto.

Optimalitas pareto menunjuk kepada keadaan dimana sumber-sumber daya

dialokasikan secara efisien. Suatu optimum pareto dikatakan terjadi apabila

sumber-sumber daya dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak seorangpun

dapat menjadi lebih baik keadaannya tanpa merugikan orang lain, dan produksi

suatu komoditi tidak dapat ditingkatkan tanpa mengurangi produksi komoditi lain.

Menurut Mahmudi (2011) Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian

antara lain :

a. Efisiensi pada sektor usaha swasta. Efisiensi pada sektor usaha swasta

dijelaskan dengan konsep input output yaitu rasio dari output dan input.

b. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang

dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin atau dengan kata lain

suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan

tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan

biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.

c. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan

memperhatikan aspek hubungan dan tata kerja antar instansi pemerintah

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

22

daerah dengan memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.

Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan

pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran (output) dengan biaya (input) yang

terendah atau dengan biaya (input) minimal diperoleh hasil (output) yang

diinginkan.

Menurut Halim dan Kusufi (2014) Efisiensi merupakan hal penting dari

ketiga pokok bahasan value for money. Efisiensi diukur dengan rasio antara output

dan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat

efisiensi suatu organisasi. Ukuran efisiensi mengukur seberapa baik organisasi

mampu memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan output

(Mahmudi, 2007).

Pengukuran kinerja berdasarkan value for money, efisiensi dapat dibagi

menjadi dua, yaitu efisiensi alokasi dan efisiensi teknis atau manajerial. Efisiensi

alokasi terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber daya input pada

tingkat kapasitas optimal. Efisiensi teknis (manajerial) terkait dengan kemampuan

mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output tertentu. (Halim dan

Kusufi, 2014)

Rasio efisiensi keuangan daerah diukur dengan membandingkan pengeluaran

belanja daerah dengan pendapatan daerah (Gerungan dkk, 2013). Dimana jika nilai

rasio efisiensi yang didapatkan tinggi menandakan kinerja keungan pemerintah

daerah tidak berjalan secara efisien. Jika nilai efisiensi tinggi maka jumlah belanja

diindikasikan tinggi.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

23

Semakin tinggi rasio efisiensi, pengeluaran daerah dalam hal ini belanja

modal semakin menurun. Penggunaan keuangan daerah yang tidak efisien dengan

angka rasio yang tinggi dapat disebabkan karena jumlah realisasi pengeluaran lebih

besar daripada jumlah penerimaan itu sendiri, sehingga terjadi pemborosan untuk

belanja daerah tetapi tidak digunakan secara maksimal untuk belanja modal. Hal

tersebut dikarenakan lebih besarnya belanja pegawai di daerah dibandingkan

belanja modal guna pengembangan dan pembangunan di daerah. (Martini, 2015)

9. Hubungan Pertumbuhan PAD dengan Belanja Modal

Menurut Halim dan Kusufi (2012 : 101) Pendapatan Asli Daerah merupakan

semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok

pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yakni sebagai

berikut :

a. Pajak daerah

Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Jenis

pajak kabupaten/kota tersusun dari pajak : pajak hotel, pajak restoran, pajak

hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan

galian golongan c, dan pajak lingkungan.

b. Retribusi daerah

Retribusi merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Retribusi

daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

dibagi menjadi tiga yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan

retribusi perizinan tertentu.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

24

c. Hasil pengolahan kekayaan milij daerah yang dipisahkan

Hasil pengolahan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan

penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci menurut objek pendapatan yang

mencakup : bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

Negara/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan

milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain

milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi : hasil penjualan asset

daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas

tuntutan ganti kerugian daerah, dan lain-lain.

Pertumbuhan PAD ini digunakan mengukur seberapa besar kemampuan

pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya

yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya

pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan

pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu

mendapatkan perhatian (Halim, 2007:241).

Menurut Fitri dkk (2014) Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh

terhadap belanja modal. Hal ini terbukti semakin banyak PAD yang didapat

semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya

sendiri tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

25

bahwa pemerintah daerah tersebut telah mampu untuk mandiri dengan manajemen

keuangan yang tranparasi, dan akuntabel.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sejak diberlakukannya otonomi daerah menyebabkan beberapa dampak salah

satunya yaitu adanya desentralisasi fiscal. Dimana pemerinah daerah mempunyai

wewenang lebih dalam pengelolaan keuangan daerah. Keuangan daerah yang baik

dapat ditunjukkan dengan kinerja keuangan yang baik pula. Kinerja keuangan dapat

diukur menggunakan beberapa rasio kinerja keuangan seperti : Rasio

ketergantungan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi, dan rasio

pertumbuhan. Kinerja keuangan dapat digunakan untuk meningkatkan alokasi

APBD

Laporan Realisasi Anggaran

Penilaian Kinerja Keuangan

Rasio

Efisiensi

Rasio

Ketergantun

gan Daerah

Rasio

Efektivitas PAD

Rasio

Pertumbuhan

PAD

Belanja Modal

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/35275/3/jiptummpp-gdl-putriretno-48457-3-babii.pdf · pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan

26

belanja modal pemerintah daerah untuk pembangunan sarana dan prasarana yang

digunakan untuk kepentingan masyarakat dan menunjung pertumbuhan daerah.

D. Hipotesis Penelitian

H1 : Rasio ketergantungan keuangan daerah berpengaruh secara negatif signifikan

terhadap besarnya belanja modal

H2 : Rasio efektivitas PAD berpengaruh secara negatif signifikan terhadap

besarnya belanja modal

H3 : Rasio efisiensi keuangan daerah berpengaruh secara negatif signifikan

terhadap besarnya belanja modal

H4 : Rasio pertumbuhan PAD berpengaruh secara positif signifikan terhadap

besarnya belanja modal.