BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penulis akan memasukan penjelasan peneliti-peneliti terdahulu yang
berkaitan dengan judul yang saya angkat. Anggun Kembar Sari (2013), alat
analisis yang digunakan untuk mengukur analisis pengaruh tingkat pendidikan,
pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum terhadap pengangguran terdidik di
Sumatra barat adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Analisis induktif
dalam penelitian ini mencakup uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas,
analisis regresi panel, uji parsial, dan uji F. hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan berpengaruh signifikan yang positif terhadap pengangguran
terdidik di Sumatra Barat, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan dan positif terhadap pengangguran terdidik di Sumatra Barat, serta upah
berpengaruh signifikan yang negative terhadap pengangguran terdidik di
Sumatara Barat.
Sirait, dkk (2013), alat analisis yang di gunakan untuk mengukur analisis
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota
di provinsi bali adalah menggunakan tehnik analisi regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis secara serempak, ditemukan bahwa pertumbuhan
ekonomi, upah minimum regional dan tingkat pendidikan berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Pengujian secara parsial dilakukan dengan membandingkan t hitung dan t tabel
atau melihat signifikansinya dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh bahwa
7
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif nyata, upah minimum regional
berpengaruh negatif nyata terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di
Provinsi Bali, sedangkan tingkat pendidikan negatif tidak nyata, dan pertumbuhan
ekonomi memilki pengaruh yang paling dominan terhadap jumlah pengangguran
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Roby Cahyadi Kurniawan (2013), alat analisis yang di gunakan untuk
mengukur analisis pengaruh PDRB, UMK, dan inflasi terhadap Tingkat
pengangguran terbuka di kota malang tahun 1980-2011 adalah menggunakan
analisis model regresi linier berganda. Hasil analisinya adalah pdrb mempunyai
pengaruh negatif terhadap pengangguran terbuka, ha ini mengindikasikan bahwa
pdrb di kota malang sejalan dengan diikutinya penutuna pengangguran terbuka di
kota malang. Upah minimum kota mempunyai pengaruh yang positif terhadap
pengangguran terbuka. Hal ini mengindikasikan apabila UMK meningkat maka
jumlah pengangguran terbuka di kota malang akan naik pula begitu pula
sebaliknya. Tingkat inflasi mempunyai pengaruh negative terhadap pengangguran
terbuka hal in mengindikasikan bahwa ketika inflasi di kota malang naik, maka
pengangguran terbuka yang merupakan indikator ekonomi akan menurun.
Perbedaan penelitian terdahulu sama penelitian saat ini adalah penelitian
saat ini berjudul Analisi Pengaruh Inflasi, Kemiskinan, dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Timur. Lokasi penelitian ini
sendiri di fokuskan di Provinsi Jawa Timur dan alat analisis yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah alat analisi regresi linier berganda.
8
B. Landasan Teori
1. inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sering kali dijumpai di hampir tiap
negara di dunia adalah Inflasi. Salvatore (2007) menyatakan bahwa definisi
singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan
kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Penelitian lainnya yang terdapat kesamaan serta mendukung penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Alghofari (2007) yang berjudul ”Analisis
Tingkat Pengangguran Di Indonesia Tahun 1980-2007”. Dalam penelitian beliau,
pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi secara
signifikan dan positif mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia
periode tahun 1980 sampai 2007. Adapun hubungan positif maupun negatif inflasi
terhadap tingkat pengangguran yang terjadi. Apabila tingkat inflasi yang dihitung
adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat
inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga atau
pinjaman. Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi kenaikan
harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Inflasi memiliki tingkat
yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari satu
negara ke negara lainnya (Sadono Sukirno, 2001). Boediono (2008) juga
9
mendefinisikan inflasi merupakan kecendrungan dari harga-harga untuk naik
secara umum dan terus menerus, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada sebagian besar dari harga-harga
barang lainnya.
inflasi yang terjadi pada perekonomian disuatu daerah memiliki beberapa
dampak dan akibat yang diantaranya adalah inflasi dapat menyebabkan
perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengan cara memotivasi
perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukannya
tergantung intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang terjadi dalam
perekonomian masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan menambah
jumlah output atau produksi karena inflasi yang ringan dapat mendorong
semangat kerja produsen dari naiknya harga yang mana masih dapat dijangkau
oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk menambah output tentu juga
dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja. Pada
kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat, yang selanjutnya
meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada sehingga dapat mengurangi
pengangguran dan pada akhirnya mendorong laju perekonomian melalui
peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya, apabila inflasi yang terjadi
tergolong berat (hyper inflation) maka perusahaan akan mengurangi jumlah ouput
akibat tidak terbelinya faktor-faktor produksi dan perusahaan juga akan
mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga penyerapan tenaga kerja
semakin berkurang dan pengangguran bertambah. (Nanga 2005:248)
10
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan
harga barang ekspor, dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan
penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor. Bila harga barang-barang
ekspor (seperti kayu, karet timah dan sebagainya) naik, maka ongkos produksi
dari barang-barang yang menggunakan barang-barang tersebut dalam produksinya
(perumahan, sepatu, kaleng dan sebagainya) akan naik, dan kemudian harga
jualnya akan naik pula (Boediono, 1999).
Berdasarkan dari sebab inflasi dibedakan menjadi yaitu Inflasi tarikan
permintaan (Demand Pull Inflation) merupakan perubahan pada permintaan
agregat. Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan
dengan potensi produktif perekonomian, menarik hingga keatas untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat. Salah satu teori inflasi
tarikan-permintaan yang berpengaruh menyatakan bahwa jumlah uang beredar
adalah determinan utama inflasi Alasan dibalik pendekatan ini adalah bahwa
pertumbuhan jumlah uang beredar meningkatkan permintaan agregatif, yang pada
gilirannya meningkatkan tingkat harga.Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push
Inflation) yang diakibatkan oleh adanya kenaikan terhadap biaya produksi.
Penambahan biaya produksi mendorong peningkatan harga walaupun menghadapi
resiko pengurangan terhadap permintaan barang yang diproduksinya yang dapat
menimbulkan adanya resesi.
2. Teori Tenaga Kerja
Penduduk dapat dikatakan sebagai tenaga kerja disini apabila sudah masuk
dalam usia kerja dan dapat memproduksi barang dan jasa. Tenaga kerja juga tidak
11
dianggap hanya sebagai orang yang sudah memiliki pekerjaan, tetapi seorang
siswa dan ibu rumah tangga juga bisa dianggap tenaga kerja sesuai dengan
pengertian menurut Simanjuntak (1995), tenaga kerja mencakup penduduk yang
sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Menurut Arfida (2003), yang dimaksud tenaga kerja (manpower) adalah
besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikut sertakan dalam proses ekonomi.
Bagian dari penduduk yang termasuk usia kerja adalah kelompok umur 10 tahun
ke atas.
Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Tenaga kerja selain mampu memenuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat juga diharapkan mampu untuk membantu dalam pelaksanaan
pembangunan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah penduduk
usia 15-64 tahun yang mampu bekerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri maupun kebutuhan orang lain.
3. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masala yang muncul dalam
pembangunan bersama-sama dengan pengangguran dan kesenjangan sosial,
dimana ketiganya salaing berkaitan satu sama lain. Sedangkan kemiskinan pada
umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan dengan tiga
12
pengertian yaitu kemiskinan absolute, kemiskinan relatif atau kemiskinan
struktural, dan kemiskinan cultural. Kemiskinan absolute sendiri adalah apabila
pendapatan berada dibawah garis kemiskinan atau dengan kata lain
pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum,
kebutuhan minimum tersebut diantara lain diukur dengan kebutuhan pangan,
sandang, perumahan dan pendidikan yang di perlukan untuk bisa hidup.
Kemiskinan relatif atau kemiskinan structural adalah jika pendapatan seseorang
berada diatas garis kemiskinan, namun secara relatif masih lebih rendah dibanding
dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Kemiskinan relatif erat kaitannya
dengan maalah pembangunan yang bersifat struktiral, yakni kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan pendapatan. Kemiskinan kultural adalah mengacu pada sikap
seseorang atau masyarakat yang karena budayanya tidak mau berusaha untuk
memperbaiki kehidupannya meskipun itu sudah ada bantuan dari luar untuk
membantunya, karena mereka sudah merasa sudah cukup dan tidak merasa
kekurangan.
Perhitungan garis kemiskinan sudah di lakukan oleh pihak BPS sejak tahun
1976 dengan menggunakan patokan dua komponen, yaitu batas kecukupan
makanan yang setara dengan 2100 kalori per kapita per hari ditambah dengan
kebutuhan minimum non makana. Yang digunakan sebagai patokan untuk
mengukur batas kecukupan makanan adalah nilai rupiah yang menghasilkan
energi 2100 kalori per kapita per hari. Patoakan sebesar 2100 kalori per kapita per
hari tersebut diperoleh berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
13
tahun 1978 yang menyatakan bahwa untuk hidup sehat rata-rata setiap orang
membutuhkan 2100 kalori per hari.
Sampai saat ini metode perhitungan garis kemiskinan yang dilakukan BPS
tidak mengalai begitu banyak perubahan. Salah satu penyempurnaan penting
dilakukan pada waktu melakukan perhitungan kemiskinan pada tahin 1993. Pada
metode 1990 dan sebelumnya nilai rupiah tersebut di peroleh dengan
menghasilkan konsumi 2100 kalori dengan harga implicit kalori yang di peroleh
dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), sedangkat pada metode
1993 dan 1996 nilai tersebut diperoleh setelah meneliti paket komoditi makanan
yang umum dikonsumsi oleh masyarakat yang kelasnya sedikit di atas ambang
batas kemiskinan. Penelitian BPS menghasilkan sebanyak 52 komoditi makanan
yang banyak dikonsumsi oleh penduduk pada kelas pengeluaran yang berada
sedikit diatas garis kemiskinan. Dengan mendasarkan pada ke 52 komoditi
makanan tersebut, dapat diketahui nilai komoditi makanan yang minimal harus
dikonsumsi buat bisa hidup sehat atau dengan kata lain batas kecukupan makanan
adalah nilai rupiah dari ke 52 komoditi makanan yang setara dengan 2100 kalori
tersebut.
Pemilihan terhadapa ke 52 komoditi makanan tersebut tidak dibedakan
antara daerah perkotaan dan perdesaan, yang membedakan adalaha kualitas dan
harga komoditinya. Sedangkan antara satu provinsi dengan provinsi yang lain
adalah perbedaan dalam jenis komoditinya, karena pola konsumsi penduduknya
juga berbeda. Demikian pula dengan harga komositi yang di gunakan karena
berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. Standar minimum dari
14
komoditi non-makanan diperoleh dari nilai rupiah yang dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan minimum terhadap sandang, pendidikan, kesehatan,
perumahan dan transportasi. Pada metode 1990 paket komositi non-makanan yang
dicakup hanya sebanyak 14 komoditi untuk perkotaan dan 12 komositi untuk
perdesaan. Namun mulai metode 1993 paket komoditi yang di pakai diperluas
menjadi 27 kelompok komoditi yang banyak di konsumsi oleh masyarakat yang
berada pada kelompok pengeluaran diatas garis kemiskinan di daerah perkotaan
dan 25 kelompok komoditi untuk perdesaan.
Dengan menggunakan garis kemiskinan tersebut, BPS kemudian
menghiting jumlah dan presentase penduduk miskin, baik untuk tingkat nasional
maupun propinsi demikian pula menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Jadi
penduduk miskin adalah penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi
kebutuhan makanan setara 2100 kalori perhari dan kebutuhan non-makanan yang
paling mendasar atau dengan kata lain, penduduk miskin adalah penduduk yang
pengeluarannya lebih kecil dari garis kemiskinan. (Laporan Sosial Indonsia,1998 )
Salah satu teori kemiskinan, yaitu teori Lingkaran Setan Kemiskinan
(Vicious Circle of Poverty) yang dikemukakan oleh Nurkse (1953;27) mengatakan
bahwa, suatu negara miskin karena negara itu pada dasarnya memang miskin.
Teori ini merupakan konsep yang mengandaikan suatu hubungan melingkar dari
sumber-sumber daya yang cenderung saling mempengaruhi satu sama lain secara
sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam
suasana kemiskinan. Dengan kata lain, lingkaran setan merupakan analogi yang
15
mengumpamakan bahwa kemiskinan itu ibarat sebuah lingkaran yang tidak
memiliki pangkal ujung, sehingga akan terus berputar pada lingkaran yang sama.
Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada
hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh
ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan
pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse
mengatakan : “Suatu negara menjadi miskin karena ia merupakan negara miskin”
(A country is poor because it is poor).
Menurut pendapatnya, inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-
keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap terciptanya tingkat
pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan
oleh tingkat tabungan, dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal.
Di negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya
tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi menurut pandangan Nurkse, terdapat
dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi negara berkembang
mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu dari segi penawaran modal dan
dari segi permintaan modal.
Dari segi penawaran modal lingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan
secara berikut. Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, yang diakibatkan
oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat
untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan tingkat pembentukan modal
yang rendah. Keadaan yang terakhir ini selanjutnya akan dapat menyebabkan
suatu negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat
16
produktivitas akan tetap rendah. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran
setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda. Di negara-negara miskin
perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar
untuk berbagi jenis barang terbatas, dan hal yang belakangan disebutkan ini
disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang rendah.Sedangkan pendapatan yang
rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah yang diwujudkan oleh
pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu. Pembentukan modal yang
terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal.
Di sisi lain Nurkse menyatakan bahwa peningkatan pembentukan modal
bukan saja dibatasi oleh lingkaran perangkap kemiskinan seperti yang dijelaskan
di atas, tetapi juga oleh adanya international demonstration effect. Yang
dimaksudkan dengan ini adalah kecenderungan untuk mencontoh gaya konsumsi
di kalangan masyarakat yang lebih maju.
4. Tingkat Pendidikan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya meningkatkan
kualitas manusia yang menyangkut pengembangan aktivitas dalam bidang
pendidikan dan latihan. Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam
mengembangkan kecerdasan, kemampuan pengetahuan dan keterampilan, melalui
pendidikan yang baik. Kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa dapat lebih
ditingkatkan, hal ini sesuai dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, yaitu
merubah sikap pengetahuan dan prilaku peserta pendidikan sesuai yang
diharapkan. (Anggun 2013). Pendidikan tersebut termasuk kedalam salah satu
investasi pada bidang sumber daya manusia, yang mana investasi tersebut
17
dinamakan dengan Human Capital (teori modal manusia). Invetasi pendidikan
merupakan kegiatan yang dapat dinilai stock manusia, dimana nilai stock manusia
setelah mengikuti pendidikan dengan berbagai jenis dan bentuk pendidikan
diharapkan dapat meningkatkan berbagai bentuk nilai berupa peningkatan
penghasilan individu, peningkatan produktivitas kerja, dan peningkatan nilai
rasional (social benefit) individu dibandingkan dengan sebelum mengecap
pendidikan. (Idris, 2007:69).
Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu
daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital)
yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi rata-
rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-
rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk
usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti. Untuk
meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program
wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP.
5. Pengangguran
Menurut Edwards dalam Lincolin (1997;79), bentuk – bentuk pengangguran
adalah :
1) Pengangguran Terbuka, adalah para tenaga kerja yang mampu dan ingin
untuk bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang sesuai.
2) Setengah Pengangguran, adalah para tenaga kerja yang secara nominal
bekerja penuh namun produktifitasnya rendah, sehingga pengurangan dalam
jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara keseluruhan.
18
3) Tenaga kerja yang lemah, adalah para tenaga kerja yang bekerja penuh,
tetapi intensitasnya lemah dikarenakan kekurangan gizi atau berpenyakit.
4) Tenaga kerja yang tidak produktif adalah para tenaga kerja yang mampu
bekerja secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik.
Pengangguran menurut Djohanputro (2006) adalah mereka yang ingin
bekerja, sedang berusaha mendapatkan (atau mengembangkan) pekerjaan tetapi
belum berhasih mendapatkannya (menemukannya). Menurut Sukirno (2008),
Menjelaskan pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum
dapat memperolehnya. Jadi dapat di simpulkan bawa pengangguran adalah
dimana orang yang sudah termasuk angkatan kerja yang belum mendapatkan
pekerjaan atau sedang mencari kerja.
menurut Sukirno (2000;44) pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis
berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:
a. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh
tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja
yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.
b. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya
perubahan struktur dalam perekonomian.
c. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh
kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan
dalam permintaan agregat.
19
Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan
pengeluaran agegat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksut
ingin mencari keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan diperoleh apabila
para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksi. Semakin besar
permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang akan mereka wujudkan.
Kenaikan produksi yang dilaukan akan menambah penggunaan tenaga kerja.
Dengan demikian , terdapat hubungan yang erat diantara tingkat pendapatan
nasional yang di capai (GDP) dengan penggunaan enaga kerja yang dilakukan,
semakin tinggi pendapatan nasional (GDP), semakin banyak penggunaan tenaga
kerja dalam perekonomian. (Alghofari, 2011)
6. Hubungan Inflasi dengan Pengangguran
inflasi yang terjadi pada perekonomian disuatu daerah memiliki beberapa
dampak dan akibat yang diantaranya adalah inflasi dapat menyebabkan
perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengancara memotivasi perusahaan
untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukannya tergantung
intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang terjadi dalam perekonomian
masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan menambah jumlah output atau
produksi karena inflasi yang ringan dapat mendorong semangat kerja produsen
dari naiknya harga yang mana masih dapat dijangkau oleh produsen. Keinginan
perusahaan untuk menambah output tentu juga dibarengi oleh pertambahan faktor-
faktor produksi seperti tenaga kerja. Padakondisi tersebut permintaan tenaga kerja
akan meningkat, yang selanjutnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang
ada sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pada akhirnya mendorong laju
20
perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya, apabila
inflasi yang terjadi tergolong berat (hyper inflation) maka perusahaan akan
mengurangi jumlah ouput akibat tidak terbelinya faktor-faktor produksi dan
perusahaan juga akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga
penyerapan tenaga kerja semakin berkurang dan pengangguran bertambah.
(Nanga 2005:248)
7. Hubungan Kemiskinan dengan Pengangguran
Menurut Sukirno (2004;45), efek buruk dari pengangguran adalah
mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat
kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan
masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka
terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila
pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu
berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan
dalam jangka panjang.
8. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengangguran
Invetasi pendidikan merupakan kegiatan yang dapat dinilai stock manusia,
dimana nilai stock manusia setelah mengikuti pendidikan dengan berbagai jenis
dan bentuk pendidikan diharapkan dapat meningkatkan berbagai bentuk nilai
berupa peningkatan penghasilan individu, peningkatan produktivitas kerja, dan
peningkatan nilai rasional (social benefit) individu dibandingkan dengan sebelum
mengecap pendidikan. (Idris, 2007:69). jika tingkat pendidikan tinggi
menyebabkan kualitas tenaga kerja semakin membaik sehingga banyak tenaga
21
kerja diterima di perusahan menyebabkan pengangguran berkurang sebaliknya
jika tingkat pendidikan belum memenuhi rata-rata makan akan susah untuk
mendapatkan pekerjaan yang di inginkan.
Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu
daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital)
yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi rata-
rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-
rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk
usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti. Untuk
meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program
wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP.
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tingkat Pendidikan
(X3)
Inflasi
(X1)
Kemiskinan
(X2)
Pengangguran
(Y)
22
D. Hipotesis
Dari rumusan kerangka pikir tersebut dapat ditentukan hipotesis penelitian
yaitu :
H1 : Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran di
Provinsi Jawa Timur.
H2 : Kemiskinan berpengaruh positif signifikan terhadap pengangguran di
Provinsi Jawa Timur.
H3 : Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif signifikan terhadap
pengangguran di Provinsi Jawa Timur.