BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

17
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penulis akan memasukan penjelasan peneliti-peneliti terdahulu yang berkaitan dengan judul yang saya angkat. Anggun Kembar Sari (2013), alat analisis yang digunakan untuk mengukur analisis pengaruh tingkat pendidikan, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum terhadap pengangguran terdidik di Sumatra barat adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Analisis induktif dalam penelitian ini mencakup uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, analisis regresi panel, uji parsial, dan uji F. hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan yang positif terhadap pengangguran terdidik di Sumatra Barat, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap pengangguran terdidik di Sumatra Barat, serta upah berpengaruh signifikan yang negative terhadap pengangguran terdidik di Sumatara Barat. Sirait, dkk (2013), alat analisis yang di gunakan untuk mengukur analisis beberapa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di provinsi bali adalah menggunakan tehnik analisi regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis secara serempak, ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi, upah minimum regional dan tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. Pengujian secara parsial dilakukan dengan membandingkan t hitung dan t tabel atau melihat signifikansinya dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh bahwa

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penulis akan memasukan penjelasan peneliti-peneliti terdahulu yang

berkaitan dengan judul yang saya angkat. Anggun Kembar Sari (2013), alat

analisis yang digunakan untuk mengukur analisis pengaruh tingkat pendidikan,

pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum terhadap pengangguran terdidik di

Sumatra barat adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Analisis induktif

dalam penelitian ini mencakup uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas,

analisis regresi panel, uji parsial, dan uji F. hasil penelitian menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan berpengaruh signifikan yang positif terhadap pengangguran

terdidik di Sumatra Barat, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan dan positif terhadap pengangguran terdidik di Sumatra Barat, serta upah

berpengaruh signifikan yang negative terhadap pengangguran terdidik di

Sumatara Barat.

Sirait, dkk (2013), alat analisis yang di gunakan untuk mengukur analisis

beberapa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota

di provinsi bali adalah menggunakan tehnik analisi regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil analisis secara serempak, ditemukan bahwa pertumbuhan

ekonomi, upah minimum regional dan tingkat pendidikan berpengaruh secara

signifikan terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Pengujian secara parsial dilakukan dengan membandingkan t hitung dan t tabel

atau melihat signifikansinya dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh bahwa

7

pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif nyata, upah minimum regional

berpengaruh negatif nyata terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di

Provinsi Bali, sedangkan tingkat pendidikan negatif tidak nyata, dan pertumbuhan

ekonomi memilki pengaruh yang paling dominan terhadap jumlah pengangguran

kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Roby Cahyadi Kurniawan (2013), alat analisis yang di gunakan untuk

mengukur analisis pengaruh PDRB, UMK, dan inflasi terhadap Tingkat

pengangguran terbuka di kota malang tahun 1980-2011 adalah menggunakan

analisis model regresi linier berganda. Hasil analisinya adalah pdrb mempunyai

pengaruh negatif terhadap pengangguran terbuka, ha ini mengindikasikan bahwa

pdrb di kota malang sejalan dengan diikutinya penutuna pengangguran terbuka di

kota malang. Upah minimum kota mempunyai pengaruh yang positif terhadap

pengangguran terbuka. Hal ini mengindikasikan apabila UMK meningkat maka

jumlah pengangguran terbuka di kota malang akan naik pula begitu pula

sebaliknya. Tingkat inflasi mempunyai pengaruh negative terhadap pengangguran

terbuka hal in mengindikasikan bahwa ketika inflasi di kota malang naik, maka

pengangguran terbuka yang merupakan indikator ekonomi akan menurun.

Perbedaan penelitian terdahulu sama penelitian saat ini adalah penelitian

saat ini berjudul Analisi Pengaruh Inflasi, Kemiskinan, dan Tingkat Pendidikan

Terhadap Jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Timur. Lokasi penelitian ini

sendiri di fokuskan di Provinsi Jawa Timur dan alat analisis yang di gunakan

dalam penelitian ini adalah alat analisi regresi linier berganda.

8

B. Landasan Teori

1. inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sering kali dijumpai di hampir tiap

negara di dunia adalah Inflasi. Salvatore (2007) menyatakan bahwa definisi

singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara

umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak

disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan

kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.

Penelitian lainnya yang terdapat kesamaan serta mendukung penelitian ini

adalah penelitian yang dilakukan oleh Alghofari (2007) yang berjudul ”Analisis

Tingkat Pengangguran Di Indonesia Tahun 1980-2007”. Dalam penelitian beliau,

pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi secara

signifikan dan positif mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia

periode tahun 1980 sampai 2007. Adapun hubungan positif maupun negatif inflasi

terhadap tingkat pengangguran yang terjadi. Apabila tingkat inflasi yang dihitung

adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat

inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga atau

pinjaman. Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi

investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif.

Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi kenaikan

harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Inflasi memiliki tingkat

yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari satu

negara ke negara lainnya (Sadono Sukirno, 2001). Boediono (2008) juga

9

mendefinisikan inflasi merupakan kecendrungan dari harga-harga untuk naik

secara umum dan terus menerus, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua

barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut

meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada sebagian besar dari harga-harga

barang lainnya.

inflasi yang terjadi pada perekonomian disuatu daerah memiliki beberapa

dampak dan akibat yang diantaranya adalah inflasi dapat menyebabkan

perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengan cara memotivasi

perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukannya

tergantung intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang terjadi dalam

perekonomian masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan menambah

jumlah output atau produksi karena inflasi yang ringan dapat mendorong

semangat kerja produsen dari naiknya harga yang mana masih dapat dijangkau

oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk menambah output tentu juga

dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja. Pada

kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat, yang selanjutnya

meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada sehingga dapat mengurangi

pengangguran dan pada akhirnya mendorong laju perekonomian melalui

peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya, apabila inflasi yang terjadi

tergolong berat (hyper inflation) maka perusahaan akan mengurangi jumlah ouput

akibat tidak terbelinya faktor-faktor produksi dan perusahaan juga akan

mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga penyerapan tenaga kerja

semakin berkurang dan pengangguran bertambah. (Nanga 2005:248)

10

Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan

harga barang ekspor, dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan

penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor. Bila harga barang-barang

ekspor (seperti kayu, karet timah dan sebagainya) naik, maka ongkos produksi

dari barang-barang yang menggunakan barang-barang tersebut dalam produksinya

(perumahan, sepatu, kaleng dan sebagainya) akan naik, dan kemudian harga

jualnya akan naik pula (Boediono, 1999).

Berdasarkan dari sebab inflasi dibedakan menjadi yaitu Inflasi tarikan

permintaan (Demand Pull Inflation) merupakan perubahan pada permintaan

agregat. Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan

dengan potensi produktif perekonomian, menarik hingga keatas untuk

menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat. Salah satu teori inflasi

tarikan-permintaan yang berpengaruh menyatakan bahwa jumlah uang beredar

adalah determinan utama inflasi Alasan dibalik pendekatan ini adalah bahwa

pertumbuhan jumlah uang beredar meningkatkan permintaan agregatif, yang pada

gilirannya meningkatkan tingkat harga.Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push

Inflation) yang diakibatkan oleh adanya kenaikan terhadap biaya produksi.

Penambahan biaya produksi mendorong peningkatan harga walaupun menghadapi

resiko pengurangan terhadap permintaan barang yang diproduksinya yang dapat

menimbulkan adanya resesi.

2. Teori Tenaga Kerja

Penduduk dapat dikatakan sebagai tenaga kerja disini apabila sudah masuk

dalam usia kerja dan dapat memproduksi barang dan jasa. Tenaga kerja juga tidak

11

dianggap hanya sebagai orang yang sudah memiliki pekerjaan, tetapi seorang

siswa dan ibu rumah tangga juga bisa dianggap tenaga kerja sesuai dengan

pengertian menurut Simanjuntak (1995), tenaga kerja mencakup penduduk yang

sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan

kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.

Menurut Arfida (2003), yang dimaksud tenaga kerja (manpower) adalah

besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikut sertakan dalam proses ekonomi.

Bagian dari penduduk yang termasuk usia kerja adalah kelompok umur 10 tahun

ke atas.

Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

untuk masyarakat. Tenaga kerja selain mampu memenuhi kebutuhan sendiri

maupun masyarakat juga diharapkan mampu untuk membantu dalam pelaksanaan

pembangunan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah penduduk

usia 15-64 tahun yang mampu bekerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhannya sendiri maupun kebutuhan orang lain.

3. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masala yang muncul dalam

pembangunan bersama-sama dengan pengangguran dan kesenjangan sosial,

dimana ketiganya salaing berkaitan satu sama lain. Sedangkan kemiskinan pada

umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan dengan tiga

12

pengertian yaitu kemiskinan absolute, kemiskinan relatif atau kemiskinan

struktural, dan kemiskinan cultural. Kemiskinan absolute sendiri adalah apabila

pendapatan berada dibawah garis kemiskinan atau dengan kata lain

pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum,

kebutuhan minimum tersebut diantara lain diukur dengan kebutuhan pangan,

sandang, perumahan dan pendidikan yang di perlukan untuk bisa hidup.

Kemiskinan relatif atau kemiskinan structural adalah jika pendapatan seseorang

berada diatas garis kemiskinan, namun secara relatif masih lebih rendah dibanding

dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Kemiskinan relatif erat kaitannya

dengan maalah pembangunan yang bersifat struktiral, yakni kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan pendapatan. Kemiskinan kultural adalah mengacu pada sikap

seseorang atau masyarakat yang karena budayanya tidak mau berusaha untuk

memperbaiki kehidupannya meskipun itu sudah ada bantuan dari luar untuk

membantunya, karena mereka sudah merasa sudah cukup dan tidak merasa

kekurangan.

Perhitungan garis kemiskinan sudah di lakukan oleh pihak BPS sejak tahun

1976 dengan menggunakan patokan dua komponen, yaitu batas kecukupan

makanan yang setara dengan 2100 kalori per kapita per hari ditambah dengan

kebutuhan minimum non makana. Yang digunakan sebagai patokan untuk

mengukur batas kecukupan makanan adalah nilai rupiah yang menghasilkan

energi 2100 kalori per kapita per hari. Patoakan sebesar 2100 kalori per kapita per

hari tersebut diperoleh berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

13

tahun 1978 yang menyatakan bahwa untuk hidup sehat rata-rata setiap orang

membutuhkan 2100 kalori per hari.

Sampai saat ini metode perhitungan garis kemiskinan yang dilakukan BPS

tidak mengalai begitu banyak perubahan. Salah satu penyempurnaan penting

dilakukan pada waktu melakukan perhitungan kemiskinan pada tahin 1993. Pada

metode 1990 dan sebelumnya nilai rupiah tersebut di peroleh dengan

menghasilkan konsumi 2100 kalori dengan harga implicit kalori yang di peroleh

dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), sedangkat pada metode

1993 dan 1996 nilai tersebut diperoleh setelah meneliti paket komoditi makanan

yang umum dikonsumsi oleh masyarakat yang kelasnya sedikit di atas ambang

batas kemiskinan. Penelitian BPS menghasilkan sebanyak 52 komoditi makanan

yang banyak dikonsumsi oleh penduduk pada kelas pengeluaran yang berada

sedikit diatas garis kemiskinan. Dengan mendasarkan pada ke 52 komoditi

makanan tersebut, dapat diketahui nilai komoditi makanan yang minimal harus

dikonsumsi buat bisa hidup sehat atau dengan kata lain batas kecukupan makanan

adalah nilai rupiah dari ke 52 komoditi makanan yang setara dengan 2100 kalori

tersebut.

Pemilihan terhadapa ke 52 komoditi makanan tersebut tidak dibedakan

antara daerah perkotaan dan perdesaan, yang membedakan adalaha kualitas dan

harga komoditinya. Sedangkan antara satu provinsi dengan provinsi yang lain

adalah perbedaan dalam jenis komoditinya, karena pola konsumsi penduduknya

juga berbeda. Demikian pula dengan harga komositi yang di gunakan karena

berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. Standar minimum dari

14

komoditi non-makanan diperoleh dari nilai rupiah yang dikeluarkan untuk

memenuhi kebutuhan minimum terhadap sandang, pendidikan, kesehatan,

perumahan dan transportasi. Pada metode 1990 paket komositi non-makanan yang

dicakup hanya sebanyak 14 komoditi untuk perkotaan dan 12 komositi untuk

perdesaan. Namun mulai metode 1993 paket komoditi yang di pakai diperluas

menjadi 27 kelompok komoditi yang banyak di konsumsi oleh masyarakat yang

berada pada kelompok pengeluaran diatas garis kemiskinan di daerah perkotaan

dan 25 kelompok komoditi untuk perdesaan.

Dengan menggunakan garis kemiskinan tersebut, BPS kemudian

menghiting jumlah dan presentase penduduk miskin, baik untuk tingkat nasional

maupun propinsi demikian pula menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Jadi

penduduk miskin adalah penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi

kebutuhan makanan setara 2100 kalori perhari dan kebutuhan non-makanan yang

paling mendasar atau dengan kata lain, penduduk miskin adalah penduduk yang

pengeluarannya lebih kecil dari garis kemiskinan. (Laporan Sosial Indonsia,1998 )

Salah satu teori kemiskinan, yaitu teori Lingkaran Setan Kemiskinan

(Vicious Circle of Poverty) yang dikemukakan oleh Nurkse (1953;27) mengatakan

bahwa, suatu negara miskin karena negara itu pada dasarnya memang miskin.

Teori ini merupakan konsep yang mengandaikan suatu hubungan melingkar dari

sumber-sumber daya yang cenderung saling mempengaruhi satu sama lain secara

sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam

suasana kemiskinan. Dengan kata lain, lingkaran setan merupakan analogi yang

15

mengumpamakan bahwa kemiskinan itu ibarat sebuah lingkaran yang tidak

memiliki pangkal ujung, sehingga akan terus berputar pada lingkaran yang sama.

Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada

hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh

ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan

pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse

mengatakan : “Suatu negara menjadi miskin karena ia merupakan negara miskin”

(A country is poor because it is poor).

Menurut pendapatnya, inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-

keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap terciptanya tingkat

pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan

oleh tingkat tabungan, dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal.

Di negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya

tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi menurut pandangan Nurkse, terdapat

dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi negara berkembang

mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu dari segi penawaran modal dan

dari segi permintaan modal.

Dari segi penawaran modal lingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan

secara berikut. Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, yang diakibatkan

oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat

untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan tingkat pembentukan modal

yang rendah. Keadaan yang terakhir ini selanjutnya akan dapat menyebabkan

suatu negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat

16

produktivitas akan tetap rendah. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran

setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda. Di negara-negara miskin

perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar

untuk berbagi jenis barang terbatas, dan hal yang belakangan disebutkan ini

disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang rendah.Sedangkan pendapatan yang

rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah yang diwujudkan oleh

pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu. Pembentukan modal yang

terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal.

Di sisi lain Nurkse menyatakan bahwa peningkatan pembentukan modal

bukan saja dibatasi oleh lingkaran perangkap kemiskinan seperti yang dijelaskan

di atas, tetapi juga oleh adanya international demonstration effect. Yang

dimaksudkan dengan ini adalah kecenderungan untuk mencontoh gaya konsumsi

di kalangan masyarakat yang lebih maju.

4. Tingkat Pendidikan

Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya meningkatkan

kualitas manusia yang menyangkut pengembangan aktivitas dalam bidang

pendidikan dan latihan. Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam

mengembangkan kecerdasan, kemampuan pengetahuan dan keterampilan, melalui

pendidikan yang baik. Kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa dapat lebih

ditingkatkan, hal ini sesuai dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, yaitu

merubah sikap pengetahuan dan prilaku peserta pendidikan sesuai yang

diharapkan. (Anggun 2013). Pendidikan tersebut termasuk kedalam salah satu

investasi pada bidang sumber daya manusia, yang mana investasi tersebut

17

dinamakan dengan Human Capital (teori modal manusia). Invetasi pendidikan

merupakan kegiatan yang dapat dinilai stock manusia, dimana nilai stock manusia

setelah mengikuti pendidikan dengan berbagai jenis dan bentuk pendidikan

diharapkan dapat meningkatkan berbagai bentuk nilai berupa peningkatan

penghasilan individu, peningkatan produktivitas kerja, dan peningkatan nilai

rasional (social benefit) individu dibandingkan dengan sebelum mengecap

pendidikan. (Idris, 2007:69).

Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu

daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital)

yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi rata-

rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-

rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk

usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti. Untuk

meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program

wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP.

5. Pengangguran

Menurut Edwards dalam Lincolin (1997;79), bentuk – bentuk pengangguran

adalah :

1) Pengangguran Terbuka, adalah para tenaga kerja yang mampu dan ingin

untuk bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang sesuai.

2) Setengah Pengangguran, adalah para tenaga kerja yang secara nominal

bekerja penuh namun produktifitasnya rendah, sehingga pengurangan dalam

jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara keseluruhan.

18

3) Tenaga kerja yang lemah, adalah para tenaga kerja yang bekerja penuh,

tetapi intensitasnya lemah dikarenakan kekurangan gizi atau berpenyakit.

4) Tenaga kerja yang tidak produktif adalah para tenaga kerja yang mampu

bekerja secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik.

Pengangguran menurut Djohanputro (2006) adalah mereka yang ingin

bekerja, sedang berusaha mendapatkan (atau mengembangkan) pekerjaan tetapi

belum berhasih mendapatkannya (menemukannya). Menurut Sukirno (2008),

Menjelaskan pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang

tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum

dapat memperolehnya. Jadi dapat di simpulkan bawa pengangguran adalah

dimana orang yang sudah termasuk angkatan kerja yang belum mendapatkan

pekerjaan atau sedang mencari kerja.

menurut Sukirno (2000;44) pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis

berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:

a. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh

tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja

yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

b. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya

perubahan struktur dalam perekonomian.

c. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh

kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan

dalam permintaan agregat.

19

Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan

pengeluaran agegat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksut

ingin mencari keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan diperoleh apabila

para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksi. Semakin besar

permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang akan mereka wujudkan.

Kenaikan produksi yang dilaukan akan menambah penggunaan tenaga kerja.

Dengan demikian , terdapat hubungan yang erat diantara tingkat pendapatan

nasional yang di capai (GDP) dengan penggunaan enaga kerja yang dilakukan,

semakin tinggi pendapatan nasional (GDP), semakin banyak penggunaan tenaga

kerja dalam perekonomian. (Alghofari, 2011)

6. Hubungan Inflasi dengan Pengangguran

inflasi yang terjadi pada perekonomian disuatu daerah memiliki beberapa

dampak dan akibat yang diantaranya adalah inflasi dapat menyebabkan

perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengancara memotivasi perusahaan

untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukannya tergantung

intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang terjadi dalam perekonomian

masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan menambah jumlah output atau

produksi karena inflasi yang ringan dapat mendorong semangat kerja produsen

dari naiknya harga yang mana masih dapat dijangkau oleh produsen. Keinginan

perusahaan untuk menambah output tentu juga dibarengi oleh pertambahan faktor-

faktor produksi seperti tenaga kerja. Padakondisi tersebut permintaan tenaga kerja

akan meningkat, yang selanjutnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang

ada sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pada akhirnya mendorong laju

20

perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya, apabila

inflasi yang terjadi tergolong berat (hyper inflation) maka perusahaan akan

mengurangi jumlah ouput akibat tidak terbelinya faktor-faktor produksi dan

perusahaan juga akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga

penyerapan tenaga kerja semakin berkurang dan pengangguran bertambah.

(Nanga 2005:248)

7. Hubungan Kemiskinan dengan Pengangguran

Menurut Sukirno (2004;45), efek buruk dari pengangguran adalah

mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat

kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan

masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka

terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila

pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu

berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan

dalam jangka panjang.

8. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengangguran

Invetasi pendidikan merupakan kegiatan yang dapat dinilai stock manusia,

dimana nilai stock manusia setelah mengikuti pendidikan dengan berbagai jenis

dan bentuk pendidikan diharapkan dapat meningkatkan berbagai bentuk nilai

berupa peningkatan penghasilan individu, peningkatan produktivitas kerja, dan

peningkatan nilai rasional (social benefit) individu dibandingkan dengan sebelum

mengecap pendidikan. (Idris, 2007:69). jika tingkat pendidikan tinggi

menyebabkan kualitas tenaga kerja semakin membaik sehingga banyak tenaga

21

kerja diterima di perusahan menyebabkan pengangguran berkurang sebaliknya

jika tingkat pendidikan belum memenuhi rata-rata makan akan susah untuk

mendapatkan pekerjaan yang di inginkan.

Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu

daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital)

yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi rata-

rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-

rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk

usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti. Untuk

meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program

wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Tingkat Pendidikan

(X3)

Inflasi

(X1)

Kemiskinan

(X2)

Pengangguran

(Y)

22

D. Hipotesis

Dari rumusan kerangka pikir tersebut dapat ditentukan hipotesis penelitian

yaitu :

H1 : Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran di

Provinsi Jawa Timur.

H2 : Kemiskinan berpengaruh positif signifikan terhadap pengangguran di

Provinsi Jawa Timur.

H3 : Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif signifikan terhadap

pengangguran di Provinsi Jawa Timur.