`BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean...

30
36 `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan bagi penulis untuk mendapatkan referensi dan rujukan untuk mengkaji teori yang digunakan dalam penelitian. Peneliti mengangkat judul dari referensi lain yang berkaitan erat dengan judul yang peneliti bahas sehingga hasil dari referensi dapat dijadikan bahan perbandingan dalam menganalisis data yang diperoleh peneliti a. Dalam jurnal Al Amroshy( 2014 ) Hegemoni Budaya Pop Korea pada Komunitas Korea Lovers Surabaya ( KLOSS ), Al Amroshy membahas mengenai munculnya fanatisme dari anggota KLOSS akan budaya pop Korea tidak dapat lepas dari adanya hegemoni media yang dilakukan oleh pihak- pihak yang lebih dominan di balik media, yaitu melalui ideologi image positif Korea dan juga konsumerisme yang disebarkan dalam budaya pop Korea yang kemudian dapat menciptakan kesadaran palsu yaitu munculnya anggapan bahwa budaya pop Korea adalah suatu kebenaran dimana tidak ada yang salah dengannya sehingga banyak hal - hal yang bisa didapatkan dari mengkonsumsi tayangan dari Korea serta munculnya perasaan bahwa budaya pop Korea merupakan suatu hal yang sangat mereka inginkan dan butuhkan sehingga segala hal yang berkaitan dengan budaya pop Korea menjadi salah satu prioritas utama yang harus dipenuhi. b. Dalam jurnal Nadya (2016 ) menjelaskan pengaruhdari Korean Wave terhadap Fanatisme kaum Muda Indonesia, Nadya membahas mengenai

Transcript of `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean...

Page 1: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

36

`BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan bagi penulis untuk

mendapatkan referensi dan rujukan untuk mengkaji teori yang digunakan dalam

penelitian. Peneliti mengangkat judul dari referensi lain yang berkaitan erat

dengan judul yang peneliti bahas sehingga hasil dari referensi dapat dijadikan

bahan perbandingan dalam menganalisis data yang diperoleh peneliti

a. Dalam jurnal Al Amroshy( 2014 ) Hegemoni Budaya Pop Korea pada

Komunitas Korea Lovers Surabaya ( KLOSS ), Al Amroshy membahas

mengenai munculnya fanatisme dari anggota KLOSS akan budaya pop Korea

tidak dapat lepas dari adanya hegemoni media yang dilakukan oleh pihak-

pihak yang lebih dominan di balik media, yaitu melalui ideologi image positif

Korea dan juga konsumerisme yang disebarkan dalam budaya pop Korea

yang kemudian dapat menciptakan kesadaran palsu yaitu munculnya

anggapan bahwa budaya pop Korea adalah suatu kebenaran dimana tidak ada

yang salah dengannya sehingga banyak hal - hal yang bisa didapatkan dari

mengkonsumsi tayangan dari Korea serta munculnya perasaan bahwa budaya

pop Korea merupakan suatu hal yang sangat mereka inginkan dan butuhkan

sehingga segala hal yang berkaitan dengan budaya pop Korea menjadi salah

satu prioritas utama yang harus dipenuhi.

b. Dalam jurnal Nadya (2016 ) menjelaskan pengaruhdari Korean Wave

terhadap Fanatisme kaum Muda Indonesia, Nadya membahas mengenai

Page 2: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

37

Pengaruh dari Korean Wave terhadap perilaku kaum muda di Indonesia yang

sangat beragam, dimulai dari menunjukkan identitas mereka sebagai penyuka

Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean

Wave, berpenampilan sama seperti Korean Idol-nya, mengakses internet

hingga berjam-jam lamanya untuk stalking idolanya, dan sampai berperilaku

anarkis di sosial media seperti fanwar.

c. Dalam jurnal Olivia (2013) Analisis Gaya Hidup Remaja Mengimitasi

Budaya Pop Korea Melalui Media Massa ( studi pada siswaSMA Negeri 9

Manado ) Olivia membahas mengenai budaya pop Korea yang sangat terlihat

mulai mendominasi remaja SMA Negeri 9 Manado dan tampak jelas mereka

mulai meninggalkan bahkan tidak peduli dengan budaya Indonesia sebagai

pegangan hidup keseharian. Mereka bahkan rela menghabiskan banyak waktu

untuk memperoleh informasi mengenai budaya ini daripada untuk

mempelajari dan memahami budaya sendiri. Hal ini temtunya membuktikan

bahwa adanya pergeseran budaya dan hal tersebut perlu ditindaklanjuti dari

sekarang. Selain itu musik yang trendi dan mengandung candu yang

menyenangkan dengan tarian – tarian yang energik dan menampilkan lekuk

tubuh membuat remaja SMA Negeri 9 Manado banyak yang menyukainya.

d. Dalam jurnal Tiara Putri Ayunita, Fizi Andriani (2018) Fanatisme remaja

perempuan penggemar musik K-pop. Pada jurnal penelitian tersebut terdapat

beberapa temuan yang sangat menarik yang menggambarkan bagaimana

penggemar remaja perempuan mampu mengekspresikan fanatisme musik K-

Pop. Ada berberapa perilaku yang menunjukkan bagaimana penggemar

remaja perempuan dalam mengekspresikan fanatisme musik K-Pop. Yaitu

dengan berberapa aktivitas yang dilakukan penggemar musik K-Pop.

Page 3: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

38

Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain mengikuti perkembangan

musik K-Pop melalui internet, menghadiri konser musik K-Pop , membeli

merchindes yang berkaitan dengan idola mereka, membeli mercehdiseofficial,

membeli album, ikut melakukan donasi yang mengatasnamakan idola dan

menghadiri event yang berkaitan dengan musik K-Pop. Ekspresi sebagai

penggemar dilakukan dengan cara mendukung grup idolanya dengan cara

membeli album nya. Penggemar musik K-Pop cenderung mengoleksi album

yang berkaitan dengan idola mereka, bahkan saat idol mereka baru debut

hingga sekarang, tidak hanya membeli album grup saja melainkan juga album

solois dari salah satu member boyband atauidol gruptersebut.

e. Dalam Jurnal Pintani Linta Tartila ( 2015)FanatismeFans Kpop Dalam Blog

Netizenbuzz, Pintani membahas Secara keseluruhan mengenaifanatismefans

yang digambarkan pada blogNetizenbuzzmerupakan perilaku maupun

aktivitas penggemar yang dilakukan secara berlebihan karena kekaguman

akan artis idolanya sesuai dengan pengertian fanatisme sendiri yaitu

keyakinan atau juga paradigma tentang sesuatu dapat bersifat positif maupun

negatif yang tidak berdasar pada teori atau realitas yang nampak dan

kemudian diyakini secara mendalam sehingga sangat sulit untuk diluruskan

atau diubah. Diluar dari perilaku maupun aktivitas seseorang, fans yang

menunjukkan afeksi kekagumannya tanpa melakukan tindakan dianggap

sebagai fans yang biasa dan bukan fans yang fanatik atau fans yang rela

melakukan apapun untuk idolanya. Fans biasanya akan melakukan Fanwar

apabila idolanya dijelek – jelekan oleh fandom lain

Page 4: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

39

Tabel 2 Penelitian Terdahulu

no Penulis Hasil Relevansi

1. Al Amroshy (2014) Hegemoni Budaya Pop Korea pada Komunitas Korea Lovers Surabaya ( KLOSS )

Terjadinya konsumerisasi pada penggemar budaya K-pop mengakibatkan penggemar merasa bahwa budaya K-pop adalah budaya yang di inginkan sehingga mereka mulai mengikuti budaya Korea. Apalagi ketika melihat budaya Korea semuanya terlihat sangat menyenangkan seperti makanan, hiburan, kehidupan dsb

Relevansi dari kedua penelitian ini sama – sama memiliki hiperealitas dalam suatu komunitas penggemar K-Pop. Dimana dari sifat komsumerisme yang membeli barang – barang K-Pop,makan di restoran Korea hingga meniru apapun yang dikenakan oleh idolanya, media mampu mempengaruhi sudut pandang seseorang Perbedaan : Tidak menggunakan teori Hiperrealitas jean baudrillard

2. Nadya (2016 ) Pengaruh Korean Wave terhadap Fanatisme kaum Muda Indonesia

Gelombang Hallyu wave yang masuk ke Indonesia kemudian diterima oleh sebagian besar generasi muda mengakibatkan para generasi muda mengidolakannya dan tidak segan – segan melakukan fanwar jika idolanya di hina

Relevansinya yaitu bagi penggemar kpop mereka akan dengan senang hati membeli merchindes yang berkaitan dengan idolanya , menggunakan pakian seperti layaknya idol – idol korea dan sering kali para fans – fans yang terhubung dalam satu komunitas- komunitas yang sama ini saling fanwar atau saling berselisih paham untuk saling membanggakan idola mereka masing – masing Perbedaan : tidak mennggunakan teori hiperrealitas jean baudrillard dan dan hanya membahas perang antar fans(fanwar) saja

Page 5: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

40

3. Olivia (2013) Analisis Gaya Hidup Remaja Mengimitasi Budaya Pop Korea Melalui Media Massa ( studi pada siswaSMA Negeri 9 Manado )

Generasi muda khususnya siswa SMA Negeri 9 Manado mulai mengadopsi budaya korea dan meninggalkan budaya aslinya.

Relevansinya yaitu para penggemar kpop ini lebih suka dengan budaya korea dari pada budayanya sendiri, sehingga terjadi pergeseran budaya dimana budaya indonesia menjadi di nomor duakan atau tersisihkan oleh budaya korea, karena para remaja khususnya kpopers lebih tertarik dengan budaya korea terlebih lagi dengan musik dan tarian dan konsep –konsep unik yang di usung. Perbedaan : Tidak emnggunakan teori Hiperrealitas Jean baudrillard,penelitian tersebut lebih menjelaskan perubahan kehidupan sosial saja.

4. Tiara Putri Ayunita, Fizi Andriani (2018) Fanatisme remaja perempuan penggemar musik Kpop

Fanatisme remaja pada K-pop di luapkan dengan cara mengoleksi merchindes idolanya,menghadiri konser, hafal semualagu – lagu idolanya hingga selalu update berita seputar idolanya.

Relevansinya yaitu penggemar akan melakukan segala macam cara untuk menunjukan rasa fanatismenya kepada idolanya yaitu dengan menggunakan atribut yang berhubungan dengan idolanya, membeli album,melakukan aksi donasi atas nama idolanya,menghadiri konser dan lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan suka rela dan bangga karena telah melakukan hal yang disukai olehidolanya. Perbedaan: Tidak menggunakan teori hiperrealitas jean

Page 6: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

41

baudrillard

5. Pintani Linta Tartila ( 2015)Fanatisme Fans Kpop Dalam Blog Netizenbuzz

Netizen yang merasaidolanya di jelek – jelekan tidak segan – segan untuk melakukan fanwar di media sosial atau bahkan di dunia nyata.

Relevansinya yaitu ketika idola dari fandom tersebut mengalami pemberitaan yang negatif maka fans dariidola tersebut akan menyerang portal berita yang memberitakan idolanya dengan negatid bahkan fans tersebut tidak segan – segan untuk memboikot portal berita yang tersebut. Selain itu jika di ketahui fandom lain menghina atau menjelek – jelekan idolanyamaka fans tidak segan – segan untuk fanwar baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Perbedaan : tidak menggunakan teori hiperrealitas jean baudrillard

Page 7: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

42

B. Tinjauan Pustaka

1. Hiperrealitas Budaya K-Pop

Budrillard (1983) menggambarkan bahwa dunia ini sebagai hiperrealitas,

sebagi contoh media sudah tidak lagi menjadi cermin realitas akan tetapi

sudah menjadi realitas atau bahkan lebih rill daripada realitas. Jean

Baudrillard menegaskan bahwa semua yang nyata kini telah menjadi simulasi

“All that is real becomes simulation”

Hiperrealitas merupakan konsep dimana realitas yang pada konstruksinya

tidak dapat dilepaskan dari produksi dan permainan tanda – tanda yang

melampaui dari realitas aslinya. Kondisi ini kemudian mengakibatkan

kepalsuan menyatu dengan keaslian. Hiperrealitas mampu menghadirkan

model – model kenyataan menjadi sebuah simulasi bagi penikmatnya

(simulacrum). Simulasi adalah suatu proses dimana representasi (gambaran)

atas dasar tanda – tanda realitas (sign of reality) dimana tanda – tanda tersebut

justru malah menggantikan objek itu sendiri(Kellner, 1989d:118).

Baudrillard menggunakan istilah simulacrum yang merupakan cara

pemenuhan kebutuhan masyarakat kontemporer akan sebuah tanda yang pada

akhirnya memiliki arti bahwa suatu realitas sengaja untuk diciptakan guna

menggambarkan suatu realitas, namun realitas sesungguhnya mungkin justru

tidak ada. Sehingga realitas yang palsu tersebut justru dianggap sebagai

realitas yang sesungguhnya(Ritzer,Goodman 2016:678).

Page 8: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

43

Hiperrealitas budaya K-Pop merupakan fenomena dimana budaya K-Pop

sudah menjadi budaya asli dalam kehidupan sehari- hari. Budaya yang

kemudian melekat dalam diri individu sebagai identitas.

Hiperrealitas budaya K-Pop lahir akibat dari gebrakan yang di mulai dari

boygroup dan girlgroup , dengan menampilkan musik yang fresh yang

diiringi dengan tarian dan gerakan yang energik serta paras yang rupawan,K-

Pop berhasil membius banyak orang untuk menggemari , selain itu K-drama

atau drama Korean make up, fashion, Korean Food merupakan beberapa

faktor pendukung budaya K-Pop banyak di gemari dan juga menjadi bagian

dari penyebaran budaya K-Pop.

K-Pop termasuk dalam divisi global dalam produksi dan penyebaran

musik, di mana seluruh pasar musik belum tentu tersegmentasi sesuai dengan

selera musik dunia dalam berbagai cabang budaya seperti klasik dan juga

pop, musik kelas atas atau kelas bawah (Oh & Park, 2013: 8). Produksi musik

yang dijual di pasar diproduksi oleh sistem baru divisi global.

Hal ini membuat K-pop dapat dipersembahkan secara matang oleh

produsen sehingga mampu dinikmati secara luas bagi para konsumen global.

Keberhasilan Korea dalam menyebarkan K-Pop merupakan bagian dari

keberhasilan mengekspor kebudayaannya sebagai bagian dari industri

budaya. Strategi yang membuat K-Pop dapat menarik khalayak dan juga

penggemar secara global adalah jumlah (nomor), fisik, dan koordinasi antara

suara dan tarian (Oh & Park, 2013: 9). Setiap ekspresi artistik memiliki pola

Page 9: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

44

dasar yang berasal dari seni tradisi yang sudah ada sejak lama ataupun

legenda yang berasal dari luar negara Korea (asing) yakni negara barat.

2. Penggemar K-Pop

Menurut KBBI Penggemar berasal dari kata dasar “gemar” yang memiliki

arti suka sekali atau sangat. Penggemar merupakan kesukaan seseorang

terhadap sesuatu yang memiliki daya tarik bagi yang menyukainya.

Penggemar dalam baha inggis diartikan sebagaai fans. Dalam dunia K-Pop,

fans sendiri memliki sebutan yaitu K-Popers. Di Korea Selatan idol K-Pop

membentuk komunitasnya sendiri, pada setiap boyband dan girlband memiliki

nama fandom resmi masing - masing yang dikeluarkan oleh agensi yang

menaungi boyband dan girlband terkait. Fandom adalah sebutan lain dari

sekelompok penggemar. Fandom merupakan istilah yang digunakan untuk

menunjuk pada subkultur tertentu, berbagai hal dan berbagai kegiatan yang

berkenaan dengan penggemar dan juga kegemarannya (Zaini,2018:48).

Budaya populer seringkali cenderung untuk membentuk kelompok atau

komunitas penggemar, atau yang disebut dengan fandom. Fandom merupakan

fan, kependekan dari kata fanatic dan akhiran dom seperti dalam kingdom atau

freedom ( kebebasan). Dengan kata lain, fandom adalah komunitas penggemar

yang memiliki antusias dan memiliki ketertarikan terhadap hal yang sama.

Fandom merupakan subculture fans yang menawarkan ruang bagi komunitas

yang dapat memungkinkan orang-orang dengan latar belakang dan

pengalaman yang beragam membentuk ikatan diseputar minat yang sama.

Komunitas seperti ini membuat para penggemar tahu bahwa mereka tidak

Page 10: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

45

sendirian dalam kegemaran dan minat mereka. Fandom dapat menciptakan

ruang terbatas dimana hanya orang-orang yang terlibat dapat mengekspresikan

diri mereka yang sebenarnya

Fandom terbagi menjadi 2 sebutan berdasarkan pada jenis kelamin yaitu

Fangirl meupakan sebutan bagi fans perempuan dan Fanboy merupakan

sebutan bagi fans laki - laki. Sebutan tersebut sangat familiar di kalangan

penggemar K-Pop.

3. K –Pop (Korean Populer )

K-Pop merupakan istilah kependekatan dari Korean Pop atau musik pop

Korea yang berasal dari Korea Selatan. Secara historis, perkembangan musik

modern di Korea Selatan, mempunya catatan yang sangat panjang. Hal ini

dapat dilihat dalam buku Keith Howard (2006), Korean Pop Musik: Riding the

Wave. Pada buku ini dapat digambarkan secara historis dinamika perjalanan

musik pop Korea pada masa pendudukan Jepang (1910-1945) hingga pada

tahun 1990-an. Perjalanan musik Korea dimulai dari pengaruh musik

tradisional hingga pada musik yang bersifat universal atau umum, terutama

musik Barat yang turut berperan besar dalam membawa musik Korea ke

tingkat global pada masa sekarang ini(Zaini,2018:503).

Munculnya musik modern Korea atau yang lebih terkenal dengan Korea

Pop (K-Pop). Menurut pengamat musik, Franki Raden (2014), perkembangan

K-pop tersebut karena adanya kesiapan infrastruktur dan mekanisme korea

selatan, Korea yang telah berhasil menanamkan kesadaran mengenai

pentingnya musik dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sangat berhasil

Page 11: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

46

dalam hal ini. Sehingga membuat konsumsi musik di Korea sangatlah tinggi,

baik untuk musik tradisional, pop, rock, jazz maupun musik

klasik(Zaini,2018:504)

Keberhasilan Korea membawa K-Pop ke tingkat internasional

membutuhkan waktu yang panjang dan tantangan yang harus dilalui dengan

kemauan keras para musisi Korea sendiri untuk mampu menghasilkan musik

yang sesuai dengan selera kaum muda yang sanagt dinamis. Namun, apabila

dilihat dalam perjalanan musik modern Korea, K-Pop menyebar ke

mancaranegara besamaan dengan menyebarnya budaya populer Korea yang

dikenal dengan gelombang Hallyu wave, di Indonesia sendiri lebih populer

dengan sebutan gelombang budaya Korea. Hallyu pertama kali diperkenalkan

di negara China, sebagai fenomena penyebaran budaya populer Korea,

terutama pada musik, drama TV, film, dan fashion di Asia Timur dan Asia

Tenggara, yang juga China termasuk kedalamnya, Taiwan dan Vietnam (Park

Jung-Sun, 2006: 244).

Kemudian dari fonomena ini muncul berbagai pengaruh dalam bidang

lainnya, seperti Korean food, Korean fashion dan Korean literature, Korean

Make Up dsb. Namun, dalam perkembangan K-Pop yang cukup populer dan

yang banyak mendapat perhatian dari masyarakat internasional adalah K-

drama dan K-Pop.

C. Landasan Teori : Hiperrealitas Jean Baudrillard

Hiperealitas merupakan untuk menjelaskan ketidakmampuan kesadaran

hipotetis membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya

Page 12: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

47

paskamodern berteknologi tinggi. Hiperealitas merupakan makna untuk

mempersifatkan bagaimana kesadaran mendefinisikan "kenyataan" sejati di dunia,

dimana keanekaragaman media dapat secara mengakar,membentuk dan

menyaring kejadian atau pengalaman yang sesungguhnya.

Bagi Jean Baudrillard, hiperealitas mampu mempertentangkan simulasi dan

representasi. Simulasi bagi Baudrillard adalah simulakrum dalam pengertian

khusus, yang disebutnya simulakrum sejati, pada pengertian bahwa sesuatu tidak

menduplikasi dari sesuatu yang lain sebagai model rujukannya, namun

menduplikasi dirinya sendiri ( Tiffin, John; Nobuyoshi Terashima 2005).

Baudrilland juga menggambarkan bahwa dunia postmodern adalah dunia ini

di tandai oleh simulasi: kita hidup pada “zaman simulasi”( Baudrillard, 1983:4;

Der Derian, 1994). Proses simulasi ini dapat mengarah pada terciptanya simulacra

atau reproduksi objek atau perisiwa. Ketika pemisahan antara tanda dan realitas

mengalami implosi sulit untuk memperkirakan hal – hal yang riil dari hal – hal

yang menyimulasikan hal – hal rill tersebut.

Baudrillard (1983) menggambarkan bahwa dunia ini sebagai hiperrealitas.

Sebagai contoh media tidak lagi menjadi cermin suatu realitas melainkan menjadi

realitas atau bahkan lebih riil daripada realitas aslinya.Akibatnya adalah bahwa

hal – hal yang riil tersubordinasi dan pada akhirnya musnah seluruhnya.

Dalam hal ini Baudrillard memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan yang

dipandang mengalami resolusi masif dan “katastrofis”. Revolusi tersebut

melibatkan massa yang semakin pasif, daripada semakin membangkang

sebagimana massadalampemikiran marxis. Jadi,massa dipandang sebagai “lubang

Page 13: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

48

hitam” yang menyerap seluruh makna,informasi, komunikasi,pesan dan lain

sebagainya, sehingga menjadikan mereka tidak bermakna massa dengan murung

mengikuti saja dan tanpa pedulipada usaha untuk dapat

memanipulasinya.(Kellner, 1989d:85 dalam Ritzer, Goodman,2016:678)

Menurut Baudrillard, konsep hiperrealitas sendiri dipengaruhi oleh beberapa

term-term sebelum menjadi hiperrealitas pada masyarakat pascamodern sebagai

berikut:

Konsep Hiperrealitas

Tanda ( Sign )

Tanda merupakan cerminan realitas.

Atau apa yang nampak oleh indera,bisa

di persepsikan sebagai indra kita

sendiri

Contoh:

Kenyataan yang sesungguhnya yang

kemudian di manipulasi oleh ralitas

semu yaitu indera manusia

Simulasi

Merupakan proses penciptaan bentuk nyata melalui model –model yang tidak memiliki asal usul atau realitas aslinya, sehingga manusia menciptakan khayalan fantasi yang tampak menjadi nyata.

Contoh:

Menggemari idol Korea tanpa mengetahui bagaimana tampak asli dari idolanya tersebut

Simulakra

Merupakan suatu duplikasi dari sebuah duplikasi yang aslinya sebenarnya tidak pernah ada sehinggaperbedaan antara yang asli dan yang palsu menjadi kabur

Contoh:

Menirukan gaya berpakaian, gaya make up dan gaya rambut dari boyband dan girlband korea atau bahkan melakukan perasi plastik agar mirip dengan idolanya

Page 14: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

49

Terdapat beberapa konsep dalam teori Baudrillard dimana term – term

tersebut merupakan konsep dari Hiperrealitas antara lain:

a. Konsep simbol, tanda, dan Kode

Pada pemahaman dunia tradisional perbedaan antara tanda dengan objek yang

ditandai hampir tidak kelihatan, bahkan masih terdapat nilai yang sama.

Pengertian ini dimaksudkan bahwa relasi antara tanda dan objek yang ditandai

masih bersifat objektif, artinya nilai yang ada pada suatu tanda masih

menunjukkan pada nilai yang sama dengan objek yang ditandai. Misalnya saja

pembuatan alat-alat kerja masih menggunakan bahan dasarnya dari alam.

Citra (image)

Merupakan sesuatu yang nampak oleh indra. Baudrillard berbicara tentang citra secara khusus dalam hubungannya dengan peran sentral dari media dalam menyebarkan aneka bentuk simulasi ke dalam seluruh lapisan masyarakat.

Contoh:

Media mampu menciptakan dan mempengaruhi opini publik seperti midsalnya membentuk citra dari Boyband korea berusaha menampilkan image dan kesan yang bagus di depan media ,masyarakat dan di depan fansnya agar mereka dapat tetap terlihat baik

Fashion ( Life Style )

Jean Baudrillard menjelaskan fashion merupakan tahap akhir dari sebuah bentuk komoditas dengan percepatan danperkembangan pesan,informasi, tandadan model maka fashion merupakanlingkaran total dankomoditas dunia linier akan selesai. Secara spesifik fashion merujuk pada gaya hidup

Contoh:

Gaya hidup yangmengadopsi budaya korea seperti selera fashion, musik, make up, amkanan dan berpakaian

Page 15: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

50

Referensi tanda masih pada realitas yang objektif. Tanda merupakan

cerminan dari realitas. Perkembangan selanjutnya, tahap kedua tanda telah

kehilangan statusnya sebagai simbol kesatuan yang normatif dan berubah menjadi

sarana yang terpisah dari realitas. Pada tahap ini tanda bukan lagi sebagai tiruan

langsung dari realitas melainkan sebagai manipulasi alat-alat produksi akibat

perkembangan teknologi dan industrialisasi. Misalnya, robot dan mesin otomatis

sebagai tiruan manusia sekaligus menggantikan pekerjaan manusia. Yang terjadi

di sini bukan lagi proses imitasi, akan tetapi proses produksi.

Realitas imitasi kemudian dapat menggantikan realitas produksi dan

industrialisasi. Tanda kini telah kehilangan referensinya. Dengan demikian jarak

antara tanda dengan objek yang ditandai semakin kabur. Tahap ketiga ini disebut

Baudrilard sebagai tahapan stadium simulasi tanda. Tanda sepenuhnya tidak lagi

merujuk pada suatu realitas objektif (alam dan kerja) melainkan dari dirinya

sendiri. Inilah tanda berakhirnya kerja, produksi dan ekonomi politik. Misalnya

mobil tidak lagi konsumsi seturut fungsi produksi dan kegunaannya dalam

kehidupan manusia, akan tetapi semata-mata menunjuk pada penentuan status

sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, tidak dikenal lagi distingsi antara

simbol dengan realitas objektif antara tanda dan yang ditandakan.

Akibatnya, Baudrillard memandang bahwa sistem objek konsumsi dan sistem

komunikasi pada dasarnya periklanan sebagai pembentukan “sebuah kode yang

signifikansi” yang mengontrol objek dan individu di tengah masyarakat. Klaim

sentralnya adalah bahwa objek menjadi tanda (sign) dan nilainya kemudian

ditentukan oleh aturan kode.

Page 16: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

51

Dalam sistem pertandaan dunia kapitalisme, benda-benda diproduksi sebagai

tanda yang tidak lagi mengacu pada realitas di luar dirinya atau realitas aslinya,

melainkan sebagai artefak yang terbentuk melalui manipulasi teknis medium dan

unsur-unsur kodenya (code). Dunia realitas disaring, dikemas, difragmentasi dan

dielaborasikan menjadi hypersign, lewat mekanisme komodifikasi tanda-tanda.

Elemen-elemen tanda yang merupakan bagian dari realitas kini telah

dikombinasikan dan berbaur dengan elemen- elemen tanda yang bukan realitas

(fantasi, imajinasi, ideologi) sehingga mulai membentuk semacam realitas baru

yang tidak lagi berkaitan dengan realitas asli atau yang sesungguhnya

b. Simulakra dan Simulasi

Istilah simulacra (simulacrum) dan simulasi memiliki perbedaan yang sangat

tipis. The Oxford English Dictionary memberikan pengertian simulacra dengan

“aksi atau tindakan menirukan dengan maksud untuk menipu.” Selanjutnya

dikemukakan penjelasan lain: bahwa asumsi atau penampilan palsu, kemiripan

permukaan, tiruan dari sesuatu. Istilah atau konsep ini dipakai oleh Baudrillard

untuk menjelaskan situasi dari dunia postmodern ini, yang telah mengalami

kemunduran dan kejatuhan akibat hilangnya distingsi yang mendasar dari realitas.

Baudrillard mengungkapkan bahwa di era sekarang ini telah kehilangan

keasliannya dan secara cepat digantikan dengan pesona kepalsuan yang

ditawarkan oleh dunia. Inilah yang disebut sebagai “Era Simulasi” yang dibuka

oleh musnahnya dari segala yang bersifat referensial. Era simulasi telah

mengancam bentuk orisinil dari realitas dan sekaligus mampu mengubahnya

dalam bentuknya yang lain, tanpa substansi, tanpa makna dan tanpa kebenaran.

Page 17: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

52

Era simulasi, secara radikal mampu menghapus perbedaan antara yang nyata

dengan yang fantasi, “yang real dengan yang imaginer” dan saling bercampur.

Penyatuan dan percampuran antara yang asli (real) dan yang palsu (imaginary) ini

kemudian membentuk sebuah kenyataan baru yang lebih benar dari yang benar,

lebih nyata daripada yang nyata. Batas yang dulunya nampak secara jelas, kini

sudah menjadi kabur, bahkan hancur ke dalam “longsoran simulacra”.

Sehingga secara garis besar simulacra merupakan perpaduan dan kesatuan

antara nilai, fakta, tanda, citra dan kode, yang tak dapat dibedakan lagi dari

masing-masing unsur tersebut. Konsep simulacra dari Jean Baudrillard hadir

akibat perkembangan teknologi dan perkembangan ekonomi, terutama dengan

pekembangan reproduksi mekanis, dan juga kemudian produksi elektronik dunia

virtual.

Penjelasan ini dapat ditelaah dari dunia medis dan kedokteran, yang mana

untuk seorang pemula atau seorang yang ingin menjadi dokter diberikan simulasi

manusia (tiruan manusia) sebagai contoh atau model untuk dapat melatih seorang

calon dokter dalam membedah melalui tiruan tersebut. Sehingga dengan

demikian, simulacra dapat didefenisikan sebagai “sebuah citra material” atau

gambaran yang dibuat sebagai perwujudan dari beberapa orang atau sesuatu yang

memiliki bentuk dan penampilan tertentu, akan teapi kurang menunjukkan sesuatu

yang real seperti keadaannya yang benar.

Dalam bukuSimulacra and Simulation, Baudrillard mengungkapkan bahwa

simulasi “bukan lagi sebuah teritori (territory), keberadaan referensial (referential

being), atau sebuah substansi (substance)”, melainkan sebuah “gerakan oleh

Page 18: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

53

model dari yang riil (real) tanpa adanya keaslian”, di mana di dalamnya, “teritori

tidak lagi mendahului peta, akan tetapi peta yang mendahului teritori/wilayah.

Sehingga, bila dalam kenyataannya peta dibuat setelah mengetahui adanya sebuah

wilayah atau peta merupakan representasi dari sebuah wilayah, maka di dalam

sistem simulasi yang terjadi justru sebaliknya.

Dalam ruang lingkup simulasi, realitas dibentuk dari model-model dan

model-model itu dijadikan rujukan bagi nilai dan referensi bagi makna budaya,

sosial, dan politik, dimana kemudian disebarluaskan melalui media informasi

seperti televisi, iklan, film, internet dan juga lain sebagainya.

Baudrillard membagi simulacra dalam 3 tingkatan untuk membedakan antara

simulacra itu sendiri dengan simulasi, sekaligus ingin menunjukkan tahapan-

tahapan perkembangan simulacra atau perintah-perintah simulacra dalam

hubungannya dengan periode atau suatu massa tertentu, antara lain sebagai

berikut: Tingkatan pertama yaitu simulacra yang berlangsung sejak era

Renaissance hingga permulaan revolusi industri. Pada tingkatan ini, bahasa, tanda

dan objek merupakan representasi dari realitas alamiah dan mulai membentuk

yang imaginasi (tiruannya), sekaligus memiliki sifat yang transenden.

Representasi tersebut masih memiliki jarak dan perbedaan dengan realitas

alamiah tersebut. Sebagai contoh: karya seni, misalnya, masih dibuat berdasarkan

representasi dengan realitas alamiahnya atau realitas transenden. Lukisan-lukisan

berusaha menggambarkan sebuah realitas alamiah, yang walau tidak sama persis

dengan realitas, namun masih merepresentasikan realitas. Di sana ada sifat

transendensi yang dihasilkan.

Page 19: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

54

Simulacra tingkat kedua, terjadi seiring perkembangan era industrialisasi.

Pada tingkatan ini terjadi pergeseran mekanisme representasi akibat dari berbagai

dampak negatif industrialisasi. Pada tingkatan ini berlaku mekanisme representasi

berkat adanya teknologi reproduksi dan segala bentuk materialisasi oleh kekuatan

mesin, yakni sebuah objek tiruan tidak lagi mempunyai jarak dengan objek yang

asli. Lukisan, misalnya, kini bisa digantikan dengan foto, yang memiliki

keserupaan dengan objek aslinya.

Mekanisme representasi pada tingkat ini merupakan mekanisme reproduksi

material yang mulai kehilangan aura transendensinya. Simulacra pada tingkat ini

sering disebut Baudrillard sebagai stadium akhir dari sebuah simulasi, yang mana,

terjadi berkat adanya dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

informasi, media massa, komunikasi global dan konsumerisme. Pada tingkatan ini

simulacra merupakan wujud silang antara tanda dan kode budaya, yang tidak bisa

lagi mempunyai representasinya atas realitas. Simulacra pada tingkatan ini yang

dinamakan secara khusus sebagai “simulasi”. Sehingga, menurut Baudrillard, kita

telah bergerak dari meniru benda-benda yang real (periode Renaissance dan

simulacra tingkat pertama), lalu memproduksi barang-barang yang real

(kapitalisme konsumen atau simulacra tingkat kedua), ke mereproduksi proses

peniruan itu sendiri (simulasi)

c. Hiperrealitas

Menurut Baudrillard, konsep mengenai hiperrealitas tidak dapat dilepas

dan dipisahkan dari istilah simulacra dan simulasi, karena masing-masing

pemahaman ini saling terkait satu sama lain dan jugamempunyai relasi yang

Page 20: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

55

cukup dekat. Hiperrealitas dalam pengertiannya mengandung pemahaman

mengenai suatu realitas baru, yang melampaui dari realitas itu sendiri

ataupenciptaan melalui model-model sesuatu yang nyata tanpa memiliki asal usul

atau realitas.

Referensi dari duplikasi bukan lagi hanya sekedar realitas, melainkan juga

apa yang tidak nyata-yaitu, fantasi. Oleh sebab itu fantasi dapat disimulasi

menjadi (seolah-olah) nyata, maka perbedaan antara realitas dan yang fantasi

sudah tidak ada. Dengan ini, maka pengertian dari hiperrealitas dalam pemikiran

Baudrillard merupakan suatu kadaan atau situasi di mana yang nyata (real) tidak

lagi menjadi sebuah referensi bagi sebuah hiperrealitas melainkan tiruan dari

tiruan realitas yang semu (palsu) atau tiruan di atas tiruan model palsu. Sehingga

hiprrealitas bagi Baudrillard adalah simulasi dari realitas.

Hiperrealitas merupakan efek, keadaan atau pengalaman kebendaan atau juga

ruang yang dihasikan dari proses terjadinya tahapan simulasi itu sendiri. Awal

dari era hiperealitas, Baudrillard, ditandai dengan teah lenyapnya pertanda, dan

metafisika representasi; runtuhnya ideologi, dan kemudian bangkrutnya realitas

itu sendiri, yang kemudian diambil alih oleh duplikasi dari dunia nostalgia dan

fantasi, atau kenyataan atau realitas menjadi realitas pengganti realitas, pemujaan

(fetish) objek yang hilang bukan lagi sebagai objek representasi, akan tetapi

ektase penyangkalan dan pemusnahan ritual itu sendiri.

Simulasi merupakan unsur utama dalam terbentuknya sebuah hiperrealitas.

Hiperrealitas seratus persen terdapat dalam simulasi dan ia tidak diproduksi, tetapi

“iaselalu siap untuk di reproduksi”. Hal itu berarti, hiperrealitas adalah sebuah

Page 21: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

56

simulasi yang lebih nyata daripada yang nyata, lebih cantik daripada yang cantik,

lebih benar daripada yang benar.

Yasraf Amir Pilliang dalam sebuah jurnal edisi khusus Anthony Giddes,

menyatakan bahwa hiperrealitas merupakan sebuah cara untuk melampaui fungsi,

melampaui tujuan. Seseorang yang berjalan melewati garis finish; adalah sesuatu

yang pergi terlalu jauh. Dalam pengertian ini, hiperrealitas merupakan suatu

kondisi atau situasi di mana sesuatu, entah itu seks, komoditi, media atau apa pun

itu, berkembang melampaui tapal batas total yang seharusnya tidak boleh ia

lewati, ada semacam titik balik yang dihasilkannya sendiri, yang dapat

menghancurkan objektifnya sendiri.

Sehingga dengan demikian, hiperrealitas merupakan penghancuran atas objek

untuk mendapatkan objek. Dunia hiperealitas merupakan dunia yang sama sekali

disarati oleh silih bergantinya reproduksi objek-objek simulacrumobjek-objek

yang murni dari penampakannya, yang tercabut dari realitas sosial masa lalunya,

atau sama sekali tak mempunyai realitas sosial sebagai bahan untuk referensinya.

Di dalam dunia seperti ini subjek sebagai konsumer digiring ke dalam pengalaman

ruang hiperealitaspengalaman dengan silih bergantinya penempakan di dalam

ruang, berbaur dan meleburnya realitas dengan fantasi, fiksi, halusinasi dan juga

nostalgia, sehingga perbedaan antara satu sama lainnya sulit untuk ditemukan.

Bagi Baudrillard bahwa apa yang direproduksi dalam dunia hiperealitas tidak

saja realitas yang hilang, namun juga dunia tak nyata seperti: fantasi, ilusi,

halusianasi, atau science fiction. Menurut Baudrillard hiperealisme dibentuk dari

bagian integral realitas yang dikodekan dan juga diabaikan, tanpa mengubah apa-

Page 22: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

57

apa.Sehingga, maka hiperealitas merupakan duplikat atau kopi dari realitas yang

didekodifikasikan.

d. Citra (Image)

Salah satu keyword penting yang dipakai Baudrillard dalam pemikirannya

adalah kata “citra” atau “imaji” (image). Konsep dari “citra” mempunyai peranan

sentral dalam merefleksikan sebuah realitas dan hiperealitas. Kata ini tentu bukan

merupakan neologi Baudrillard, akan tetapi terdapat konsep orisinil yang

dipaparkan melalui kata - kata ini. Sebagaimana dalam kaitannya dengan realitas.

Baudrillard mengurutkan dengan cara bertahap dari fase citraan ini antara lain

Tahap pertama, citraan merupakan refleksi dasar dari realitas. Pada tatanan ini

pemalsuan atau peniruan terhadap yang asli telah terjadi, misalnya pemolesan dan

mencontoh yang asli. Di sini kontrol masyarakat hanya memberikan petanda pada

sebuah pemalsuan. Tahap kedua, citraan menutupi dan mendistorsi dari realitas.

Pada tahap ini dicirikan oleh produksi dan rangkaian reproduksi murni dari sebuah

objek, dan identik dengan “pengulangan objek yang sama” misalnya pada industri

mobil atau yang lainya masih menghasilkan reproduksi yang sama atau hampir

sama. Tahap ketiga, citraan menutup ketiadaan atau leyapnya dasar dari sebuah

realitas.

Pada tahapan ini didominasi oleh kode dan simulasi di dalamnya oleh

penciptaan model-model ketimbang produksi industri. Tahap yang terakhir,

citraan melahirkan sebuah ketidakberhubungan terhadap berbagai realitas apa pun,

citraan bukan lagi kemurnian simulacrum itu sendiri. Inilah yang disebut tahap

akhir budaya kita merupakan fraktal atau perkembangan yang tidak pernah selesai

Page 23: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

58

dan mencekam dunia sosial. Namun pada dasarnya, Baudrillard sendiri tidak

terlalu menjelaskan secara khusus mengenai arti dari citra.

Thomas W. J. Mitchel kemudian mengusulkan beberapa tipologi citra secara

ontologis. Menurutnya, ada citra grafisyang berupa gambar, patung dan desain.

Ada pula citra optikal,yang berupa cermin atau gambar di layar dari sebuah

proyektor. Ada pula citra perseptual,yang berupa data, spesies, dan penampakan.

Ada lagi citra mental, yang berupa mimpi, memori, ide dan fantasi. Terakhir ,

terdapat citra verbal berupa metafora dan juga deskripsi.

Berdasarkan pada tipologi citra secara ontologisme ini, Yasraf Amir Piliang

membedakan lagi beberapa tipologi dari citra, yang berkembang dari tipologi citra

secara ontologism tersebut. Menurut Piliang, terdapat citra fatamorgana, citra

kamuflase dan citra nomad.Pertama, citra fatamorgana merupakan penampakan

visual yang memiliki sifat palsu, sebuah halusinasi tentang objek tertentu yang

diprasangka ada, akan tetapi sebenarnya tidak memiliki wujud yang konkrit

(berdasarkan hukum alam).

Secara semiotik dapat disebutkan bahwa penanda (signifier) tertentu,

melahirkan petanda (signified) yang palsu. Berati dengan kata lain, citra

fatamorgana merupakan petanda yang hampa, hasil dari halusinasi belaka. Citra

fatamorgana, bila diterapkan pada dunia teknologi, akan tampak secara nyata

dalam sistem televisi dan cyberspace yang melahirkan berbagai citra yang tampak

nyata juga, akan tetapi sebenarnya adalah palsu, karena tidak mempunyai rujukan

atau referensi pada realitas konkrit berdasakan hukum alam.

Page 24: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

59

Kedua, citra kamuflase (camouflage image) atau disebut juga citra bunglon,

merupakan citra samaran yang menggunakan tanda-tanda dusta atau keplasuan

(false sign), yang menggiring orang kepada tanda-tanda yang palsu juga (pseudo

sign), atau mengarahkan orang pada tanda-tanda yang salah (false sign). Ketiga,

citra nomad (nomad image) merupakan sebuah citra yang terus berpindah-pindah

dengan cepat, dari sistem tanda yang satu ke sistem tanda yang lainnya, di mana

tanda-tanda tersebut seringkali saling bertentangan. Citra nomad inilah yang

dimaksudkan oleh Baudrillard dalam konsepnya tentang hiperrealitas, sehingga di

mana di dalamnya, gambaran-gambaran dari suatu objek atau peristiwa yang

berubah-ubah sedemikian cepatnya, sering terdapat persilangan antara gambaran

yang satu dengan gambaran yang lainnya, yang melahirkan realitas baru yang

bertentangan dengan representasi pada awalnya.

Dari pemaparan atas tahapan dari citraan sebagai bagian dari rangkaian

simulasi atas realitas dan beberapa tipologi dari citra tersebut dapat dikemukakan

bahwa citra merupakan gambaran mental tentang sesuatu yang terasa lebih

konkrit, entah gambaran tersebut berasal dari benda konkrit atau juga berasal dari

imajinasi yang telah dikonkritkan ke dalam bentuk tertentu di dalam benak

seseorang. Apabila disimak dengan baik, Baudrillard membicarakan tentang citra

secara khusus dalam hubungannya dengan peran sentral dari media dalam

menyebarkan berbagai bentuk simulasi ke dalam seluruh lapisan masyarakat.

e. Masyarakat simulakra Menurut Jean Budrillard

Pada era postmodern sebagaimana yang dikatakan Baudrillard telah

memasuki suatu tatanan baru yang sudah kehilangan tonggak penyangganya

Page 25: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

60

(dasarnya atas realitas). Segala sesuatu yang bergerak tanpa tujuan dan finalitas

sekaligus berdinamisasi tanpa adanya arah yang pasti. Sebuah kerajaan simulasi

telah sepenuhnya mampu memimpin manusia di bawah kontrol dari sebuah tanda

dan kode.

Sistem makna dan nilai luhur dari sebuah tatanan masyarakat yang selama

ini menjadi tempat untuk berpijak memahami sebuah realitas, telah digantikan

dengan pedoman-pedoman umum yang terus berubah sebagai satu-satunya tolak

ukur sudut pandang dan sekaligus ikut menentukan. Berkembangnya ilmu

pengetahuan dan teknologi mutakhir yang menyatakan diri melalui dunia

periklanan, turirme, pasar bebas dan juga konsumerisme telah membuatcarut

marut sistem kebudayaan masyarakat secara menyeluruh dengan membangun

kembali sebuah sistem yang baru. Masyarakat di era ini telah berada sepenuhnya

di dalam penjara tanpa adanya sebuah makna, tanpa sebuah substansi, tanpa

sebuah realitas absolut yang terus-menerus berubah dan juga tanpa kebenaran.

Masyarakat simulacra merupakan masyarakat yang hidup dalam sistem

tanda atau citra simulasi tersebut. Karakter yang secara khas melekat pada diri

masyarakat simulacra adalah berada di bawah organisir dari tanda dan kode.

Masyarakat tidak lagi dapat untuk mengkonsumsi apa yang sebenarnya mereka

butuhkan melainkan apa yang hanya disampaikan oleh tanda dan kode kepadanya.

Dengan demikian fungsi dan nilai kegunaan dari suatu barang atau komoditas

tidak lagi mendapatkan tempat di hati masyarakat dewasa ini.

Masyarakat lebih cenderung untuk mengkonsumsi sesuatu yang dapat

mempengaruhi sekaligus membedakannya dalam sebuah tatanan hierarki sosial

Page 26: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

61

masyarakat. Misalnya, ketika mengkonsumsi mobil dan pakaian, yang mana

mobil dan pakaian yang dibeli bukanah semata-mata karena kebutuhannya akan

pakaian dan mobil itu, akan tetapi tujuannya yang lebih jauh daripada itu, agar

masyarakat tertentu yang menggunakan pakaian mahal atau bermerek dan mobil

mewah (BMW) secara langsung dapat menggolongkannya ke dalam masyarakat

kelas atas (elit) dan membedakannya dari masyarakat yang lain di dalam kelas

sosial. Sehingga, mobil BMW dan pakain bermerek yang dikonsumsi menjadi

sistem tanda sekaligus menjadi nilai lebih dari sebuah tatanan masyarakat.

Kebutuhan yang semata-mata merupakan apa yang disampaikan oleh

tanda dan kode. Bahwa hari ini, yang mana sebuah sistem telah dibanjiri oleh apa

yang tidak dapat menentukan, dan segala realitas telah diikat oleh hiperrealitas

dari kode dan juga simulasi. Prinsip dari simulasi inilah yang menentukan kita

sekarang, sebuah model dari sebuah prinsip realitas.

Sehingga kenyataan demikian dipandang oleh Baudrillard sebagai sesuatu

yang penuh dengan ilusi, citra dan juga kepalsuan (simulasi). Yang riil lenyap

bukan semata- mata untuk menyelamatkan yang imajiner, akan tetapi demi yang

lebih riil dari yang riil itulah yang disebut hiperrealitas. Lebih benar dari yang

benar itu meruapakan simulasi. Dengan ini, prinsip realitas kemudian bergeser

dan diganti dengan prinsip dari simulasi. Realitas telah dihancurkanke dalam

longsoran simulasi yang kemudian bercampur menjadi satu, yang tertinggal

sekarang hanya sebuah realitas simulasi. Simulasi telah berubah menjadi yang

paling nyata dari yang nyata, yang lebih benar dari yang benar, lebih indah dari

yang indah.

Page 27: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

62

Hiperrealitas dari penggemar kpop itu sendiri yang dinilai terlalu

berlebihan dalam mengartikan sebuah kekaguman kepada idol kpop maupun

budaya kpop. Tidak jarang kita banyak sekali menemukan banyak sekali

khususnya remaja – remaja yang menyukai kpop berdandan layaknya idol korea

atau meniru fashion korea. Misalnya saja mereka menggunakan rok minimalis dan

pakaian cropty , mengecat rambut, dan berbicara menggunakan bahasa korea,

mungkin bagi sebagian penggemar kpop itu dinilai wajar namun itu dikonstruksi

sebagai hal yang aneh karena ketidaksesuaian kebudayaan antara budaya korea

dengan budaya indonesia.

Penggemar akan menilai bahwa dirinya akan cocok berdadan layaknya idol

– idol korea seperti itu, namun pada kenyatanya itu tidak sesuai dengan cara

berpakaian dan berdandan yang sudah menjadi konstruksi bagi masyarakat

indonesia bahwa orang indonesia itu berambut hitam , menggunakan pakaian yang

tidak terbuka dan sopan, dan menggunakan bahasa indonesia atau bahasa daerah.

Bukan hanya bagi penggemar kpop , non penggemar kpop yang berpakaian

minimalis dan terbuka dengan gaya ala – ala kebarat – baratan pun juga akan

dinilai aneh oleh masyarakat indonesia sama dengan kpopers, masyarakat luas pun

yang menggunakan pakaian terbuka dan sangat minimalis pun akan dinilai aneh

atau dinilai tidak memiliki rasa sopan santun karena menggunakan pakaian yang

serba minimalis seperti itu.

Fenomena lain yang muncul dari hiperealitas penggemar kpop ini adalah

khayalan, mengapa demikian? Banyak dari penggemar kpop menyebut idol

mereka adalah “suami” atau pun “ kekasih” mereka akan melakukan segala cara

untuk menyenangkan idola mereka mulai dari memberikan hadiah , menghadiri

Page 28: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

63

fanmeeting , menghadiri konser hingga melakukan vote pada ajang penghargaan

baik nasional maupun internasional agar idola mereka menang, para kpopers

sebenarnya menyadari bahwa bukan hanya dia saja yang menjadi “istri” atau

“kekasih” khayalan dari sang idol, ada ribuan bahkan berpuluh ribu penggemar

yang dipanggil sama oleh sang idol namun tetap saja para kpopers ini sangat

senang dengan sebuatan “istri” atau “kekasih” tersebut, mereka beranggapan

bahwa dengan sebutan itu mereka terasa memiliki sang idolanya tersebut.

Banyak dari penggemar ini memaksa idolanya untuk tidak memiliki kekasih

dan para idol ini pun juga mengetahui bahwa ketika sang idol memiliki kekasih

maka kepopuleran mereka seketika akan turun, karena para penggemar sangat

membenci apabila idolanya berkencan sehingga mereka akan berhenti

mengidolakan idol tersebut apabila mereka berkencan atau memiliki kekasih, hal

ini berkaitan dengan adanya rasa memiliki bahwa sang idol itu adalah miliknya,

bebrapa penggemar akan meninggalkannya karena merasa telah dikhianati oleh

sang idola mereka. Maka dari itu banyak idol yang berkencan atau memiliki

kekasih secara diam – diam agar mereka tidak menyakiti hati penggemarnya dan

menurunkan popularitasnya, ketika sang idol sudah ketahuan bahwa ia berkencan

atau memiliki kekasih tidak sedikit penggemar yang membully kekasih mereka.

Atau bahakan idola mereka hanya tertimpa rumor berkencan saja para penggemar

ini sudah membully orang yang dirumorkan berkencan dengan idola mereka.

Fenomena lain dari hiperealitas penggemar kpop ini adalah membangga –

banggakan idola mereka yang memiliki paras tampan atau cantik rupawan, dan

sebagaian besar kpopers juga mengetahui bahwa idol korea sebagian besar

memiliki wajah yang rupawan karena melakukan operasi plastik namun ini

Page 29: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

64

tidaklah secara keseluruhan. Bagi non penggemar kpop mereka menilai bahwa

ketampanan idola kpop itu biasa saja karena mereka melakukan operasi plastik,

karena wajah asli para idol itu sebenarnya biasa – biasa saja dan tidak memiliki

daya tarik, selain itu baik pria maupun wanita korea mereka sama – sama

menggunakan kosmetik dimana hal itu dinilai sangat aneh bagi kebanyakan orang

ketika melihat seorang pria menggunakan produk – produk kecantikan yang

seharusnya digunakan oleh wanita. Hal tersebut akan dinilai berbeda oleh

penggemar kpop mereka akan bersih keras bahwa ketampanan idola mereka itu

bukan karena oplas melainkan karena make up yang mereka gunakan karena

tuntutan profesi yang mengharuskan idola mereka menggunakan make up, ada

juga penggemar yang menyadari bahwa idola mereka memang melakukan oplas

namun mereka menilai itu merupakan hak semua orang untuk terlihat tampan dan

cantik karena semua orang ingin terlihat tampan dan cantik.

Mereka akan membela idola mereka bahwa produk – produk kecantikan

yang idola mereka gunakan merupakan penunjang dari profesi mereka yang

mengharuskan mereka tampil fresh dan rupawan. Para penggemar ini akan

membela idola mereka mati – matian karena dimata mereka idola mereka adalah

hidup mereka. Mereka akan sangat marah ketika idola mereka di jelek – jelekan

dan tidak segan – segan bertengkar dengan seseorang yang menjelek – jelekan

idola mereka.

Fenomena yang baru – baru ini menjadi heboh baik bagi para penggemar

kpop maupun tidak adalah berita tentang meninggalnya vokalis utama dari grup

Shinee yaitu kim jonghyun yang menjadi trending topik di seluruh dunia. Hal

tentunya menjadi banyak diperbincangkan oleh masyarakat seluruh dunia,

Page 30: `BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49032/3/BAB II.pdf · Korean Wave, lalu membeli merchindes yang berhubungan dengan Korean Wave, berpenampilan sama

65

pasalnya ketika berita meninggalnya jonghyun shinee ini mencuak ke publik tidak

sedikit dari penggemar shinee yang akrab dengan sebutan shawols ini yang juga

ikut – ikutan bunuh diri dan jumlahnya pun hingga sampai saat ini sudah

mencapai 150 jiwa lebih. Ini maka semakin menambah kenyataan bahwa

fenomena hiperealitas pada penggemar kpop ini merupakan hal yang sangat

menyeramkan ketika kita sendiri sebagai kpopers tidak bisa mengendalikan diri

kita sendiri dan membatasi diri ikita sendirin untuk bertindak sewajarnya.