BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf ·...

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian, maka diperlukan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan berkenaan dengan sewa menyewa yang memliki tema hampir sama dengan tema yang diangkat oleh penulis saat ini telah pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya diantara penelitian tersebut adalah: 1. Paulyya Rachman Wijaya 1 , 3450407019. 2012. Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang melakukan penelitian dengan judul Perjanjian Sewa Tanah Pertanian Di Desa Sugihan Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Dalam skripsi ini terdapat beberapa 1 Paulyya Rachman Wijaya, Perjanjian Sewa Tanah Pertanian Di Desa Sugihan Kecamatan Tengarang Kabupaten Semarang, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2012)

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian, maka

diperlukan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan

berkenaan dengan sewa menyewa yang memliki tema hampir sama dengan tema

yang diangkat oleh penulis saat ini telah pernah dilakukan oleh para peneliti

sebelumnya diantara penelitian tersebut adalah:

1. Paulyya Rachman Wijaya1, 3450407019. 2012. Mahasiswa Fakultas

Hukum, Universitas Negeri Semarang melakukan penelitian dengan judul

“Perjanjian Sewa Tanah Pertanian Di Desa Sugihan Kecamatan

Tengaran Kabupaten Semarang” . Dalam skripsi ini terdapat beberapa

1 Paulyya Rachman Wijaya, Perjanjian Sewa Tanah Pertanian Di Desa Sugihan Kecamatan

Tengarang Kabupaten Semarang, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2012)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

permasalahan yang dikaji adalah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa

tanah pertanian dan masalah-masalah yang pernah timbul dalam

pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah pertanian serta upaya

penyelesaiannya di Desa Sugihan Kecamatan Tengaran Kabupaten

Semarang. Pendekatan penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah

yuridis empiris dengan spesifikasi penelitiannya deskriptif kualitatif.

Fokus penelitiannya adalah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah

pertanian di Desa Sugihan Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.

Metode pengumpulan datanya menggunakan studi dokumen/bahan

pustaka dan wawancara dengan para responden yaitu enam orang pemilik

tanah dan enam orang penyewa tanah. Sedangkan informan dalam

penelitian ini adalah Sekretaris Desa Sugihan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah

pertanian berbentuk lisan, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak. Hal yang disepakati adalah tentang luas

tanah yang disewakan yang mempunyai luas antara 1000 m sampai dengan

2000 m, kemudian jangka waktu yang disepakati pada umumnya satu

sampai dua tahun dengan harga sewa pertahun antara Rp.3.000.000,00

sampai dengan Rp.6.000.000,00. Dengan jangka waktu satu tahun

penyewa dapat menanami lahan sewaannya hingga tiga kali panen.

Tanaman yang biasa ditanam adalah padi, jagung, terung dan kubis.

Permasalahan yang terjadi adalah masa sewa yang telah habis namun

penyewa belum bisa panen. Masalah yang timbul tersebut dapat

diselesaikan dengan baik oleh para pihak dengan cara negosiasi dengan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

hasil penyewa diberi tambahan waktu sampai panen dengan menambah

biaya sewa dan ada juga yang tidak memberi tambahan uang sewa.

2. Zumrotunnisyak2 . 95382465, 2010. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, melakukan penelitian dengan judul “ Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Praktek Sewa-Menyewa Tanah Bengkok Di Desa Tumbrep

Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Jawa Tengah”. Pokok masalah

yang dibahas meliputi bagaimana praktek sewa menyewa tanah bengkok

di desa Tumbrep Bandar Batang Jateng dan apakah alasan-alasan yang

melatar belakangi sewa menyewa tanah bengkok tersebut, bagaiman

tinjauan hukum Islam terhadap praktek sewa menyewa tanah tersebut.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dan tipe

penelitiannya adalah deskriptif analitik. Untuk teknik penggunaan data

meliputi dokumentasi, interview dan observasi. Dalam pembahasan skripsi

menggunakan pendekatan normative.Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa praktek sewa menyewa tanah bengkok di desa Tumbrep merupakan

praktek berdasar adat dan berlangsung secara turun temurun dan tetap

dipertahankan oleh masyarakat. Mengenai pemecahan persoalan apabila

perangkat desa berhenti jabatan sementara tanah bengkok masih

disewakan, sewa menyewa tersebut berhenti karena berdasarkan adat

gunung gugur kali ngalih . Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan

dalam Islam karena penyewa telah membayar uang lunas tapi tidak bisa

memanfaatkan tanah itu dan tidak mendapat ganti rugi, ini termasuk

kategori memakan harta orang lain secara bathil. Adat tersebut termasuk

2 Zumrotunnisak, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Sewa-Menyewa Tanah Bengkok Di

Desa Tumbrep Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Jawa Tengah, (Yogyakarta: UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2010)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

adat (al-‘urf) yang fasid karena bertentangan dengan prinsip Islam dan

terdapat kemadharatan.

Table I

Daftar Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Jenis Hasil Persamaan Perbedaan

1 Paulyya

Rachman

Wijaya

(3450407019).

2012

Mahasiswa

Fakultas

Hukum,

Universitas

Negeri

Semarang

Perjanjian

Sewa Tanah

Pertanian Di

Desa

Sugihan

Kecamatan

Tengaran

Kabupaten

Semarang

Jenis

penelitiannya

yuridis

empiris,

deskriptif

kualitatif

Pelaksanaan

sewa menyewa

tanah pertanian

berbentuk lisan

dan

pelaksanaanny

a dilakukan

berdasarkan

kesepakatan

kedua belah

pihak. Masalah

yang timbul

dapat

diselesaikan

dengan baik

oleh para pihak

dengan cara

negosiasi

dengan hasil

penyewa diberi

tambahan

waktu sampai

panen dengan

menambah

biaya sewa dan

ada juga tidak

menambah

uang sewa.

- Sama-sama

meneliti

tentang sewa

menyewa

tanah

pertanian

- Jenis

penelitiannya

menggunaka

n empiris

- Lebih meneliti

pada hanya

praktek sewa

menyewa tanah

pertanian

- pendekatann

penelitian

dengan cara

deskriptif

kualitatif

2 Zumrotunnisy

ak

(95382465),

2010

Mahasiswa

Universitas

Islam Negeri

Tinjauan

Hukum

Islam

Terhadap

Praktek

Sewa-

Menyewa

Tanah

Jenis

penelitiannya

penelitian

lapangan dan

tipenya

deskriptif

analitik.

Dalam

Praktek sewa-

menyewa

tanah bengkok

berlangsung

secara turun

temurun dan

tetap

dipertahankan

- Praktek sewa

menyewanya

khusus tanah

bengkok di

tinjau dari

hukum islam

- pendekatan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

(UIN) Sunan

Kalijaga

Yogyakarta

Bengkok Di

Desa

Tumbrep

Kecamatan

Bandar

Kabupaten

Batang Jawa

Tengah

pembahasann

ya

menggunaka

n pendekatan

normatif

oleh

masyarakat.

Pemecahan

persoalan

apabila

perangkat desa

berhenti

jabatan

sementara

tanah bengkok

masih

disewakan.

Sewa

menyewa

tersebut

berhenti karena

berdasarkan

adat gunung

gugur kali

ngalih. Hal ini

bertentangan

dengan prinsip

keadilan dalam

islam karena

penyewa telah

membayar

uang lunas tapi

tidak bisa

memanfaatkan

tanah itu dan

tidak mendapat

ganti rugi, ini

termasuk

memakan harta

orang lain

secara bathil.

Adat tersebut

termasuk adat

(al-‘urf) yang

fasid karena

bertentangan

dengan prinsip

islam dan

terdapat

kemudharatan

penelitian

deskriptif

analitik dan

pendekatan

normatif

3 Rohmatun

Shomad

Perjanjian

Sewa-

Jenis

penelitiannya

- Perjanjian sewa

menyewa sawah

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

(10220077)

Mahasiswa

Fakultas

Syariah,

Jurusan

Hukum Bisnis

Syariah,

Universitas

Islam Negeri

(UIN)

Maulana

Malik Ibrahim

Malang

menyewa

Sawah

Melalui

Lisan di

Desa Potoan

Daya,

Kecamatan

Palengaan,

Kabupaten

Pamekasan

ditinjau dari

Kompilasi

Hukum

Ekonomi

Syariah

empiris

dengan

pendekatan

yuridis

sosiologis

secara lisan di

tinjau dari KHES

- pendekatan

penelitian yuridis

sosiologis

B. Kerangka Teori

1. Pengertian Perjanjian dan Syarat-syarat sahnya

a. Definisi Perjanjian

Dalam KUH Perdata pasal 1313, perjnjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling

berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu

hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan.3

Dengan demikian, perjanjian merupakan sumber terpenting yang

melahirkan perikatan. Selain dari perjanjian, perikatan juga dilahirkan dari

undang-undang4 atau dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari

3 R. Soeroso, Perjanjian di bawah tangan: Pedoman Praktis pembuatan dan aplikasi Hukum. h. 4

4 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1233, h. 323

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Pada kenyataannya yang

paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian.

Sedangkan secara etimologis Perjanjian5atau kontrak diartikan perjanjian

atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana seseorag atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap orang lain atau lebih.6

Dari kedua definisi diatas dapat diketahui bahwa perjanjian adalah suatu

perbuatan kesepakatan antara seseorang atau lebih dengan orang lain untuk

melakukan suatu perbuatan tertentu. Perbuatan tersebut jika di dalam hukum

mempunyai akibat hukum maka perbuatan tersebut diistilahkan dengan perbuatan

hukum.

Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah segala

perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara sengaja untuk menimbulkan hak

dan kewajiban.7 Yang dalam hal ini dijelaskan, yaitu: Pertama, Perbuatan hukum

sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak-satu pihak saja

dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula. Misalnya, Perbuatan

surat wasiat dan pemberian hadiah suatu barang (hibah).

Kedua, perbuatan hukum dua pihak, yaitu perbuatan hukum yang

dilakukan oleh dua pihak daan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

bagi pihak (timbal balik). Misalnya, membuat persetujuan jual beli, sewa

menyewa dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk juga sewa-menyewa tanah

pertanian (sawah).

5 Yang dalam bahasa arab diistilahkan dengan mu‟ahadah Ittifa‟, akad

6 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: CV. Aneka, 1977), h. 248

7CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986),

h. 199

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Jadi, dari paparan diatas dapat diketahui bahwa perbuatan hukum juga

meliputi perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh para pihak. Mengenai apa yang

telah diperjanjikan, masing-masing pihak haruslah saling menghormati terhadap

apa yang telah mereka perjanjikan. Sebagaimana firman Allah yang terdapat

dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan

bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian

itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.8

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa akad atau perjanjian itu termasuk janji

setia kepada Allah, dan juga meliputi perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan

sesama manusia dalam pergaulan hidupnya sehari-hari.

b. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Secara umum yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai

berikut. Yaitu; tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya, harus

sama ridha dan ada pilihan, dan harus jelas dan gamblang9.

Ketiga syarat tersebut dijelaskan berikut ini:

8 Al-Quran Terjemahan QS. Al-Maidah (5): 1 (Bogor: Mushaf Sahmalnour, 2007)

9 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004), h. 2-4

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

a) Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati

Perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang

bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum syariah, sebab

perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum syariah adalah tidak sah,

dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing-masing pihak untuk

menempati atau melaksanakan perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain

apabila isi perjanjian itu merupakan perbuatan yang melawan hukum, maka

perjanjian diadakan dengan sendirinya batal demi hukum.

Dijelaskan pula dalam pasal 26 huruf a Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah bahwa akad tidak sah apabila bertentangan dengan syariat Islam.10

Sehingga apabila perjanjian/akad tersebut bertentangan dengan syariat Islam maka

akad tersebut batal demi hukum.

Dasar hukum tentang kebatalan suatu perjanjian yang melawan hukum

ini dapat dirujuk pada hadits Rasulullah SAW, yang artinya berbunyi sebagai

berikut: “segala bentuk Persyaratan yang tidak ada dalam kitab Allah adalah

batil, sekalipun seribu syarat”.

b) Harus sama ridha dan ada pilihan

Perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan kepada

kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha/rela akan isi

perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan kehendak bebas

masing-masing pihak. Sementara KHES pasal 22 huruf d menjelaskan salah satu

rukun dari suatu akad itu harus atas dasar kesepakatan kedua belah pihak11

.

10

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 26 huruf a 11

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 22 huruf d

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu

kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak

mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan kepada kehendak bebas

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

c) Harus jelas dan gamblang

Dalam pasal 25 ayat (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES),

shighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan, dan/atau

perbuatan.12

Maksudnya,apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang

tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya

kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka perjanjikan

dikemudian hari.

Dengan demikian pada saat pelaksanaan/penerapan perjanjian masing-

masing pihak yang mengadakan perjanjian atau yang mengikatkan diri dalam

perjanjian haruslah mempunyai interpretasi yang sama tentang apa yang telah

mereka perjanjikan, baik terhadap isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh

perjanjian itu.

Adapun syarat sahnya akad/perjanjian dalam KUHPerdata yang terdapat

dalam pasal 1320 KUHPerdata13

dan dalam KHES yang terdapat dalam pasal 23 -

26 adalah sama sebagaimana penjelasan berikut:

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan

kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Sesuai disini adalah

pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat diihat/diketahui orang lain.

12

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 25 ayat (2) 13

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1320, h. 339

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Artinya akad/perjanjian tersebut haruslah jelas, baik itu menggunakan

lisan, tulisan, maupun perbuatan. Dalam KHES hal ini dipaparkan dalam pasal 25

ayat (2).

Adapun menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya yang berjudul

“Mengenal Hukum (Suatu Pengantar)”, terdapat lima cara terjadinya persesuaian

pernyataan kehendak, yaitu14

:

- Bahasa yang sempurna dan tertulis

- Bahasa yang sempurna secara lisan

- Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan,

karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan

dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak

lawannya

- Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya

- Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu

dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan

perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para

pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian

hari.

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum/kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan

menimbulkan akibat hukum. Orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah

orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan

hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.15

Orang yang cakap

14

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1986), h. 7 15

Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: sinar grafika, 2006), h.

33-34

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah

dewasa16

. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:

- Anak dibawah umur

- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan

- Istri17

. Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan

perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam pasal 31 UU No. 1

tahun 1974 jo. SEMA No. 3 tahun 1963

Dalam literatur lain juga dijelaskan bahwa orang yang tidak cakap

yaitu18

;

Pertama, orang yang belum dewasa. Dalam hal ini mereka yang belum

genap berumur 21 tahun dan tidak telah kawin, tetapi apabila seseorang

berumur di bawah 21 tahun tetapi sudah kawin dianggap telah dewasa

menurut hukum.Kedua, Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu

setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan gila, dungu, atau lemah

akal walaupun ia kadang-kadang cakap menggunakan fikirannya dan

seorang dewasa yang boros. Ketiga, Perempuan yang telah kawin.

Dalam pasal 1330 ayat (3) KUHPerdata dan pasal 108 KUHPerdata

perempuan yang telah kawin tidak cakap membuat suatu perjanjian.

Lain dari pada itu masih ada orang yang cakap untuk bertindak tetapi

tidak berwenang untuk melakukan perjanjian, yaitu suami istri yang dinyatakan

tidak berwenang untuk melakukan transaksi jual beli yang satu kepada yang

lain.19

Dalam pasal 23 ayat (2) KHES, orang yang hendak berakad harus cakap

hukum, berakal, dan tamyiz.20

Hal ini sudah jelas bahwa baik KUHPerdata

16

Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. 17

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1330, h. 341 18

R. Soeroso, Perjanjian di bawah tangan: Pedoman Praktis pembuatan dan aplikasi Hukum., h.

12-13 19

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1467, h. 367 20

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 23 ayat (2)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

maupun KHES itu juga mensyaratkan suatu akad/perjanjian itu haruslah cakap

melakukan perbuatan hukum.

3. Adanya objek perjanjian

Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian).

Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak

kreditur.21

Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif, yaitu:22

- Memberikan sesuatu

- Berbuat sesuatu

- Tidak berbuat sesuatu

Prestasi yang terdapat dalam perjanjian sewa menyewa sawah disini

adalah menyerahkan hak manfaat atas tanah dan menyerahkan uang harga dari

penyewaan tanah tersebut.

Selanjutnya dalam pasal 24 ayat (2) KHES dijelaskan bahwa objek akad

haruslah suci, bermanfaat, milik sempurna dan dapat diserahterimakan.23

Sedangkan dalam pasal 1333 KUHPerdata juga dijelaskan bahwa objek yang

diperjanjikan dalam suatu perjanjian adalah harus suatu hal atau suatu barang

yang cukup jelas atau tertentu, yakni paling sedikit ditentukan jenisnya. Dalam hal

ini suatu hal atau suatu barang yang diperjanjikan bisa diserahterimakan dan jelas

adanya, yakni hal yang yang diperjanjikan adalah sewa menyewa sawah.

4. Adanya kuasa yang halal

Dalam KHES hal ini termasuk dalam kategori hukum akad, dimana

terdapat dalam pasal 26 bahwa: akad tidak sah apabila bertentangan dengan; (a)

21

Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, h. 34 22

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1234, h. 323 23

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 24 ayat (2)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

syariat Islam, (b) peraturan perundang-undangan, (c) ketertiban umum; dan/atau

(d) kesusilaan.Maksudnya bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan

Undang-Undang, Ketentuan Umum, Moral dan Kesusilaan.24

2. Pengertian Sewa menyewa, Syarat Sahnya, dan Sewa Menywa Tanah

a. Definisi Sewa menyewa

Dalam fiqih Islam sewa menyewa dikenal dengan “Ijarah”. Adapun

definisinya disampaikan oleh kalangan fuqaha, yang mana hanafiyah

mendefinisikan ijarah adalah:

Ijarah adalah akad atau transaksi terhadap manfaat dengan pengganti

imbalan.

Hal ini berarti bahwa pendapat ini lebih mengacu pada ijarah yang

mentransaksikan manfaat SDM yang biasa disebut perburuhan. Sementara

Syafi‟iyah mendefinisikan ijarah adalah :

Ijarah adalah transaksi terhadap manfaat yang dikehendaki secara jelas

harta yang bersifat mubah dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu.

Disusul dengan pendapat Malikiyah dan Hanabilah bahwa ijarah adalah :

24

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1337, h. 342 25

Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu, juz IV, (Bairut: Dar al Fikr, 1989), h. 731-

733 26

Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu, h. 731-733

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Ijarah adalah pemilikan manfaat suatu harta benda yang bersifat mubah

selama periode waktu tertentu dengan suatu imbalan.

Jadi dari tiga pendapat di atas, yakni menurut syafi‟iyah, malikiyah dan

hanabilah dapat diartikan bahwa ijarah disini lebih mengacu pada transaksi pada

pemanfaatan terhadap harta benda yang dikenal dengan persewaan atau sewa

menyewa.

Adapun hukum transaksi ijarah ini boleh, sesuai dengan firman Allah

SWT:

27

Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu, h. 731-733

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi

makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani

melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita

kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun

berkewajiban demikian.Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)

dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas

keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada

dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa

yang kamu kerjakan.28

Hadits Rasulullah SAW;

29

“ Diriwayatkan dari Ibn abbas ra. Bahwasanya Rasulullah SAW pernah

berbekam, kemudian beliau memberikan kepada tukang bekam tersebut upahnya”

Didukung pula dengan ijma‟ bahwa umat islam pada masa sahabat telah

berijma‟ bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.

Dari landasan diatas, baik al-Quran, hadits maupun ijma‟ telah

menerangkan dengan jelas bahwa hukum dari Ijarah (sewa menyewa ) itu adalah

mubah. Kemudian salah satu objek dari ijarah adalah ijarah yang

mentransaksikan manfaat harta barang yang lazim disebut persewaan. Misalnya

sewa tanah.

Akan tetapi tidak semua harta benda boleh diakadkan ijarah kecuali

yang memenuhi persyaratan berikut ini30

:

1) Manfaat dari obyek akad harus diketahui secara jelas.

28

QS. Al Baqarah (2): 233 29

Muhammad ibn Isma‟il Shun‟aniy, subulus Salam, Juz III (Bandung: Maktabah Dahlan, tt), h.

80 30

Ghufron A. Mas‟adi. Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),

Ed. 1, Cet. 1, h. 184-185

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

2) Obyek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung

dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya.

3) Obyek ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan

hukum syara‟

4) Obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda.

5) Harta yang menjadi obyek ijarah haruslah harta benda yang bersifat

isti’maliy31

bukan yang bersifat istihlaki32

. Sebagaimana bunyi kaidah;

“ setiap harta benda yang dimanfaatkan sedang zatnya tidak mengalami

perubahan, boleh diakadkan ijarah, jika sebaliknya maka tidak boleh.”

Adapun Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam babVII Buku III KUH

Perdata yang berjudul “Tentang Sewa Menyewa” yang meliputi pasal 1548

sampai dengan pasal 1600 KUHPerdata.34

Definisi perjanjian sewa menyewa

menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

“ Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak

yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang

lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan

pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah

disanggupi pembayaranya.”35

Jadi Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual. artinya ia sudah

sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur

pokoknya, yaitu barang dan harga.

31

Isti’maliy merupakan harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa megakibatkan

kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya. Seperti tanah, rumah, mobil dll 32

Istihlaki merupaka harta benda yang mudah rusak atau berkurang sifatnya karena pemakaian.

Seperti, makanan, buku tulis, dll 33

Abdul Rahman Jazairy, Kitab Al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah, Juz.III (Bairut: Dar Al-Fikr,

1996), h. 111 34

Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, h. 6 35

Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya

Paramita, 2004), h. 381

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Sewa menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

dan dalam bahasa Inggris disebut dengan rent atau hire. Sewa menyewa

merupkan salah satu perjanjian timbal balik. Sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa

dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.36

Beberapa pengertian perjanjian sewa menyewa di atas dapat diketahui

bahwa unsur dari perjanjian sewa menyewa, yaitu:

1. „Aqidain (orang yang berakad), yaitu pihak penyewa dan pihak yang

menyewakan

2. Objek ijarah (ma’qud ‘alaih), ialah suatu manfaat barang yang dijadikan

sebagai objek ijarah. Jika berupa manfaat harta barang maka disebut sewa

menyewa, Sedangkan bila berupa manfaat suatu perbuatan maka disebut upah-

mengupah. Kenikmatan manfaat dalam hal ini adalah penyewa dapat

menggunakan barang yang disewa serta menikmati hasil dari barang tersebut.

Bagi pihak yang menyewakan akan memperoleh kontra prestasi berupa uang,

barang, atau jasa menurut apa yang diperjanjikan sebelumnya.

3. Sighat al-‘aqd, yaitu pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak sebagai

bentuk kesepakatan.

b. Syarat Sahnya Sewa Menyewa

Syarat sahnya ijarah yaitu sebagai berikut:37

1. Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa menyewa

36

Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), H. 1439. 37

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, h. 35-54

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Maksudnya kalau di dalam perjanjian sewa menyewa itu terdapat unsur

pemaksaan, maka sewa menyewa itu tidak sah. Hal ini sesuai dengan firman Allah

dalam surat An-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi:

“Hai Orang-Orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta

sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka

sama suka diantara kamu, sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu”.38

2. Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan

Yaitu barang yang dipersewakan disaksikan sendiri , termasuk juga masa

sewa (lama waktu sewa menyewa berlangsung) dan besarnya uang sewa yang

diperjanjikan.

3. Objek sewa menyewa dapat dipergunakan sesuai peruntukannya

Kegunaan barang yang disewakan itu harus jelas, dan dapat

dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan peruntukannya (kegunaannya) barang

38

Al-Quran Terjemahan, QS. An-nisa (4): 29 (Bogor: Mushaf Sahmalnour, 2007

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

tersebut.Seandainya barang itu tidak dapat digunakan sebagaimana yang

diperjanjikan maka perjanjiannya dapat dibatalkan.

4. Objek sewa menyewa dapat diserahkan

Barang yang diperjanjikan dalam sewa menyewa harus dapat diserahkan

sesuai dengan yang diperjanjikan, dan oleh karena itu barang yang akan ada dan

barang yang rusak tidak dapat dijadikan sebagai objek perjanjian sewa menyewa,

sebab barang yang demikian tidak dapat mendatangkan kegunaan bagi pihak

penyewa.

5. Kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang dibolehkan dalam agama

Perjanjian sewa menyewa barang yang kemanfaatannya tidak dibolehkan

oleh ketentuan hukum agama adalah tidak sah dan wajib untuk ditinggalkan,

misalnya perjanjian sewa menyewa rumah, yang mana rumah itu digunkan untuk

kegiatan prostitusi, atau menjual minuman keras serta tempat perjudian.

c. Sewa Menyewa Tanah

Sewa-menyewa tanah dalam hukum perjanjian Islam dapat dibenarkan

keberadaannya, baik tanah itu digunakan untuk tanah pertanian atau juga untuk

pertapakan bangunan atau kepentingan lainnya.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal perjanjian sewa

menyewa tanah antara lain adalah untuk apakah tanah tersebut di gunakan, sebab

apabila dgunakan untuk lahan pertanian, maka harus diterangkan dalam perjanjian

jenis apakah tanaman yang akan ditanam di tanah tersebut, sebab jenis tanaman

yang akan ditanam akan berpengaruh terhadap jangka waktu sewa menyewa, dan

dengan sendirinya berpengaruh pula terhadap jumlah uang sewanya.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Namun demikian dapat juga dikemukakan bahwa keanekaragaman

tanaman dapat juga dilakukan asal saja orang yang menyewakan/pemilik

mengizinkan tanahnya untuk ditanami apa saja yang dikehendaki oleh pihak

penyewa, namun lazimnya bukan jenis tanaman tua.

Apabila dalam sewa menyewa tanah tidak dijelaskan untuk apakah tanah

tersebut digunakan, maka sewa menyewa yang diadakan dinyatakan batal (fasid),

sebab kegunaan tanah sangat beragam, dengan tidak jelasnya penggunaan tanah

itu dalam perjanjian, dikhawatirkan akan melahirkan persepsi yang berbeda antara

pemilik tanah dengan pihak penyewa dan pada akhirnya akan menimbulkan

persengketaan antara kedua belah pihak.

3. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

a. Sejarah Singkat Penyusunan KHES

Kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) merupakan

kebutuhan yang sangat mendesak bagi ketersediaan sumber hukum terapan

peradilan agama di bidang ekonomi syariah pasca lahirnya Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006. Di samping itu, kehadiran KHES adalah sebuah kebutuhan

yang mendesak di tengah-tengah menggelaitnya sistem ekonomi Islam atau

syariah dengan menjamurnya perbankan syariah di segenap pelosok tanah air.39

Mahkamah Agung RI dalam merealusasikan kewenangan baru Peradilan

Agama tersebut telah menetapkan beberapa kebijakan anatara lain40

;

Pertama, memperbaiki sarana dan prasarana lembaga Peradilan Agama

baik hal-hal yang menyangkut fisik gedung maupun hal-hal yang menyangkut

39

Abbas Arfan, Kaidah-Kaidah Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya Dalam Ekonomi Islam &

Perbankan Syariah, h. 127 40

Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, 2008

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

peralatan, kedua, meningkatkan kemampuan teknis Sumber Daya Manusia (SDM)

Peradilan Agama dengan mengadakan kerjasama dengan beberapa Perguruan

Tinggi untuk mendidik para aparat Peradilan Agama, terutama para hakim dalam

bidang ekonomi syariah.

Ketiga, membentuk hukum formil dan materil agar menjadi pedoman

bagi aparat Peradilan Agama dalam memeriksa,mengadili dan memutuskan

perkara ekonomi syariah, dan keempat, membenahi sistem dan prosedur agar

perkara yang menyangkut ekonomi syariah dapat dilaksanakan secara sederhana,

mudah dan biaya ringan.

Terbitnya peraturan MA No. 2/2008 tentang KHES adalah tidaklah cepat

dan mudah, bahkan mulai kajian dan diskusi yang cukup lama dan bertahun-

tahun. Namun diskusi dan kajian para pakar itu di realisasikan secara formal

dengan diadakannya seminar tentang Kompilasi Nas dan Hujjah Shar’iyyah

Bidang Ekonomi Syariah yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum

Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia bekerja sama

dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, tanggal 10 s.d 12 Juli 2006 di Jakarta.

Tujuan penyelenggaran Seminar Tentang Kompilasi Nas dan Hujjah

Shar’iyyah Bidang Ekonomi Syariah, adalah untuk: 1) menghimpun Nas dan

Hujjah Shar’iyyah Bidang Ekonomi Syariah secara komprehensif-integral; 2)

mendokumentasikan pemikiran hukum Islam (fiqh ijtihadi) para pakar hukum

Islam yang diramu dengan bingkai keindonesiaan; 3) memformulasikan masukan

(feed-back) bagi penyempurnaan hukum ekonomi Shari‟ah; dan 4) memberikan

bahan kajian awal bagi upaya transformasi hukum Islam bidang ekonomi Syariah

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

ke dalam hukum nasional. Seminar ini diikuti oleh kalangan akademisi dan

praktisi di bidang hukum dan ekonomi khususnya ekonomi syariah, antara lain

dari berbagai universitas/perguruan tinggi negeri dan swasta, para hakim agama,

pakar hukum dan ekonomi, praktisi ekonomi syariah, organisasi massa Islam,

lembaga swadaya masyarakat ekonomi syariah, dan wakil dari instasi pemerintah

terkait.

b. Kedudukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Tim Perumus menyimpulkan Seminar Tentang Kompilasi Nas dan Hujjah

Shar’iyyah Bidang Ekonomi Syariah, sebagai berikut41

:

1. Kedudukan, Standard dan Model Kompilasi

a) Kedudukan Kompilasi Nas dan Hujjah Shar’iyyah Bidang Ekonomi

Syariah idealnya lebih kuat dibanding Kompilasi Hukum Islam yang

hanya ditetapkan dengan Istruksi Presiden sehinggan mempunyai kekuatan

hukum mengikat.

b) Standard Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah memuat hukum materiil dan

formil yang berkaitan dengan masalah ekonomi yang dapat dijadikan

acuan bagi para hakim, dosen, mahasiswa, dan instasi yang memerluakan,

serta dapat diaplikasikan secaara nasional.

c) Model Kompilasi Nas dan Hujjah Shar’iyyah Bidang Ekonomi Syariah

memuat kaidah-kaidah Nas Al-Qur‟an dan Al-Hadis, kaidah-kaidah

fiqhiyyah, kaidah-kaidah qanuniyyah, dan aqwal al-ulama.

2. Penyerapan Nas-Nas al-Qur‟an dan al-Hadis kedalam Kompilasi Bidang

Ekonomi Syariah

41

Abbas Arfan, Kaidah-Kaidah Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya Dalam Ekonomi Islam &

Perbankan Syariah, h. 128

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

a) Di dalam al-Qur‟an terdapat sejumlah surat dan atau ayat yang

membicarakan ihwal ekonomi dan keuangan, terutama berkenaan

dengan norma-norma dasar hukum ekonomi dan keuangan. Ayat-ayat

hukum tersebut secara substansi dimungkinkan untuk diserap ke dalam

kompilasi hukum bidang ekonomi syariah berdasarkan istinbat hukum

(Istinbat al-Ahkam) dari ayat-ayat hukum ekonomi.Nas ayat-ayat al-

Quran yang dapat diserap itu antara lain adalah: (a) surah al-

Muthaffifin ayat 1 – 4, (b) Surah al-Maidah ayat 1 dan (c) Surah al-

Nisa‟ ayat 29,

b) Hadis sebagai sumber kedua hukum Islam juga sangat besar

kemungkinan Nas-Nas nya untuk diserap ke dalam Kompilasi Hukum

Bidang Ekonomi Syariah. Beberapa Nas Hadis yang dapat diserap itu

antara lain: (a) la darara wa la dirara (tidak boleh membuat

kemudharatan pada diri sendiri dan orang lain) (b) innama al-bay’ ‘an

taradin (jual beli harus atas dasar saling meridhai) (c) al-bay’ani bi al-

khiyar ma lam yatafarraqa ( penjual dan pembeli boleh melakukan

khiyar selama keduanya belum berpisah)

c) Beberapa problema dasar yang mungkin timbul pada saat Nas-Nas

hadis akan dijadikan acuan hukum, adalah: (a) otentisitas Hadis,

karena tidak semua Hadis berkualitas shahih; perbedaan budaya dalam

tata cara jual beli dan kegiatan ekonomi; (c) pergeseran nilai kebiasaan

atau ‘urf.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

d) Tim Kompilasi Hukum Islam Bidang Ekonomi Syariah yang nantinya

akan dibentuk harus melibatkan pakar Hadis guna penelusuran dan

penentuan otentisitas Hadis-Hadis yang dijadikan dasar.

3. Kompilasi Hujjah Shar’iyyah (Qawa’id al-Ushuliyah dan al-Fiqhiyyah)

Tentang Ekonomi Syariah

a) Sebagaimana Nas-Nas al-Quran dan al-Hadis kaidah-kaidah

usuliyah dan fiqhiyyah juga digunakan untuk merumuskan

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

b) Kaidah-kaidah usuliyah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam

merumuskan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah antara lain

adalah: (a) al-asl fi al-amr li al-wujub (asal dari perintah adalah

wajib), (b) al-asl fi al-nahy li al-tahrim (asal dari larangan adalah

haram) dan (c) al-‘ibrah bi ‘umum al-lafzi la bi khusus al-sabab

(yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafaz bukan

kekhususan sebab yang melatarinya).

c) Kaidah-kaidah fiqhiyyah yang dapat digunakan sebagai acuan

dalam merumuskan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah antara

lain adalah: (a) al-asl fi al-mu’amalat al-ibahah illa an yadulla

dalil ‘ala tahrimiha (pada dasarnya semua bentuk muamalat boleh

dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya), (b) al-darar

yuzal (bahaya harus dihilangkan) dan (c) al-‘adah muhakkamah

(adat kebiasaan [yang baik] dapat dijadikan hukum)

4. Rekomendasi

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

a) Hasil seminar ini direkomendasikan untuk ditindaklanjuti dalam

bentuk draft Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

b) Draft kompilasi tersebut selanjutnya dibawa ke dalam Kongres

Umat Islam, sehingga menjadi ijma’ ulama se-Indonesia

c) Hasil Kongres Umat Islam tersebut perlu dibawa ke forum seminar

Internasional

d) Dalam penyusunan materi Kompilasi Hukum Islam Bidang

Ekonomi seharusnya setiap negara Islam atau negara Muslim

melakukan Taswiyatul manhaj (penyamaan metodologi) sehingga

persoalan hukum yang sama dapat ditetapkan hukum yang sama

pula.

Dari hasil seminar itu ditindaklanjuti dengan keluarnya Surat Keputusan

(SK) Mahkamah Agung RI Nomor KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20 oktober

2006 tentang tim penyusunan KHES yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Abdul

Manan, S.H, S.Ip, M.Hum; Hakim Agung RI dengan ketentuan bahwa kerja tim

harus berakhir pada tanggal 31 Desember 2007.

Dan setelah tim melakukan beberapa dengan membentuk sub-sub tim

untnk melakukan diskusi, kajian pustaka dan studi banding ke beberapa Negara

sseperti Malaysia dan Pakistan. Dan juga membentuk tim konsultan yang

dikoordinasi oleh: Prof. H.A. Djazuli, M.A. Yang akhirnya,hasil kerja tim

konsultan selama empat bulan telah menghasilkan draft KHES sebanyak 1015

pasal dan telah didiskusikan bersama oleh pakar Hukum Islam dan pakar Ekonomi

Syariah bersama tim konsultan, anggota POKJA Perdata Agama Mahkamah

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Agung RI dan tim penyusun KHES di Hotel Yasmin, Palasari, Pacet Cianjur

Bogor tanggal 14 s/d 28 Juli 2007.

Namun akhirnya Kompilasi Hukum Ekonomi S yariah (KHES) yang bisa

disepakati berjumlah 790 pasal dengan empat buku (bagian) dari draft usulan

sebanyak 1015 pasal dengan jumlah 4 buku, yang mana 1 tentang subyek hukum

dan harta (amwal), buku II tentang akad, buku III tentang zakad dan hibah dan

buku IV tentang akutansi Shari‟ah.

c. Materi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Draft materi KHES adalah sebagai berikut:

1. BUKU I : SUBYEK HUKUM DAN AMWAL

Pada buku I ini terdiri dari 3 bab. Bab I mengenai ketentuan umum, bab

II mengenai subyek hukum, di mana terdiri dari kecakapan hukum dan perwalian,

dan bab III mengenai amwal, yang terdiri dari asas pemilikan amwal, cara

perolehan amwal, dan sifat pemilikan amwal.

2. BUKU II : TENTANG AKAD

Pada buku II ini terdiri dari 29 bab. Bab I tentang ketentuan umum, bab

II tentang asas akad, bab III tentang rukun, syarat, kategori hukum, „aib, akibat,

dan penafsiran akad, bab IV tentang al-bai‟, bab V tentang akibat bai‟, bab VI

tentang syirkah, bab VII tentang syirkah milk, bab VIII tentang mudharabah, bab

IX tentang muzara‟ah dan musaqah, bab X tentang khiyar, bab XI tentang ijarah,

bab XII tentang kafalah, bab XIII tentang hawalah, bab XIV tentang rahn, bab XV

tentang wadi‟ah, bab XVI tentang gashb dan itlaf, bab XVII tentang wakalah, bab

XVIII tentang shulh, bab XIX tentang pelepasan hak, bab XX tentang ta‟min, bab

XXI tentang obligasi syariah mudharabah, bab XXII tentang pasar modal, bab

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

XXIII tentang reksadana syariah, bab XXIV tentang sertifikat bank indonesia

syariah (SBI Syariah), bab XXV tentang obligasi syariah, bab XXVI tentang

pembiayaan multi jasa, bab XXVII tentang al-qardh, bab XXVIII tentang

pembiayaan rekening koran syariah, dan bab XXIX tentang dana pensiun syariah.

3. BUKU III : ZAKAT DAN HIBAH

Pada buku III terdiri dari 4 bab. Bab I tentang ketentuan umum, bab II

tentang zakat, bab III tentang harta-harta yang wajib dizakati, dan bab IV tentang

hibah.

4. BUKU IV : AKUNTANSI SYARIAH

Pada buku IV ini terdiri dari 7 bab. Bab I tentang cakupan akuntansi

syariah, bab II tentang akuntansi piutang, bab III tentang akuntansi pembiayaan,

bab IV tentang akuntansi kewajiban, bab V akuntansi investasi tidak terikat, bab

VI tentang akuntansi equitas, dan bab VII tentang akuntansi zis dan qardh

KHES menyebut Perjanjian Sewa menyewa dalam bab Ijarah. Ketentuan

mengenai ijarah dalam KHES terdapat dalam Bab XI pasal 295 – 321, dengan

pengklasifikasikan dalam delapan bagian, yaitu:

1) Bagian Pertama tentang Rukun Ijarah (pasal 295-300)

2) Bagian Kedua tentang Syarat Pelaksanaan dan Penyelesaian Ijarah (pasal

301-306)

3) Bagian Ketiga tentang Uang Ijarah dan Cara Pembayarannya (pasal 307-

308)

4) Bagian Keempat tentang Penggunaan Ma’jur (pasal 309-311)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

5) Bagian Kelima tentang Pemeliharaan Ma’jur, Tanggungjawab Kerusakan

(pasal 312-314)

6) Bagian Keenam tentang Harga dan Jangka Waktu Ijarah (pasal 315-317)

7) Bagian Ketujuh tentang Jenis Ma’jur (pasal 318-319)

8) Bagian Kedelapan tentang Pengembalian Ma’jur (pasal 320-321)

Berikut perincian dan penjelasan dari masing-masing bagian:

a. Rukun Ijarah

Rukun ijarah adalah42

; (a) Musta’jir/pihak yang menyewa; (b)

Mu’ajir/pihak yang menyewakan; (c) Ma’jur/benda yang diijarahkan; (d) Akad.

Adapun shighat dalam akad dan shighat dalam akadijarah itu sama,

yaitu;Sighat akad dan shighat akad ijarah harus menggunakan kalimat yang jelas

dan dapat dilakukan dengan lisan, tulisan, dan atau isyarat.43

Akad ijarah dapat diubah, diperpanjang, dan atau dibatalkan berdasarkan

kesepakatan.44

akad ijarah dapat diberlakukan untuk waktu yang akan datang dan

para pihak yang melakukan akad ijarah tidak boleh membatalkan hanya karena

akad itu masih belum berlaku.45

Akad ijarah yang sudah disepakati tidak dapat dibatalkan karena ada

penawaran yang lebih tinggi dari pihak ketiga46

. Apabila musta’jir menjadi

pemilik dari ma’jur, maka akad ijarah berakhir dengan sendirinyadan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga pada ijarah jama‟i/kolektif.47

42

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 295 huruf a - d 43

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 296 ayat (1) dan (2) 44

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 297 45

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 298 ayat (1) dan (2) 46

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 299 47

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 300 ayat (1) dan (2)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

b. Syarat Pelaksanaan dan Penyelesaian Ijarah

Untuk menyelesaikan suatu proses akad ijarah, pihak-pihak yang

melakukan akad harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatan hukum.48

Perbuatan hukum di sini adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum.

Adapun akad ijarah dapat dilakukan dengan tatap muka maupun jarak

jauh49

dan mu’jir haruslah pemilik, wakilnya, atau pengampunya50

. Sedangkan

penggunaan ma’jur harus dicantumkan dalam akad ijarah dan apabila penggunaan

ma’jur tidak dinyatakan secara pasti dalam akad, maka ma’jur tidak digunakan

berdasarkan aturan umum dan kebiasaan51

.

Apabila salah satu syarat dalam akad ijarah tidak ada, maka akad itu

batal52

.Uang ijarah tidak harus dibayar apabila akad ijarahnya batal dan harga

ijarah yang wajar/ujrahal-mitsli adalah harga ijarah yang ditentukan oleh ahli

yang berpengalaman dan jujur.53

c. Uang Ijarahdan Cara Pembayarannya

Jasa ijarah dapat berupa uang, surat berharga, dan atau barang lain

berdasarkan kesepakatan dan jasa ijarah dapat dibayar dengan atau tanpa uang

muka, pembayaran didahulukan, pembayaran setelah ma’jur selesai digunakan,

atau diutang berdasarkan kesepakatan.54

Sedangkan uang muka ijarah yang sudah dibayar tidak dapat

dikembalikan kecuali ditentukan lain dalam akad dan uang muka ijarah harus

48

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 301 49

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 302 50

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 303 51

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 304 ayat (1) dan (2) 52

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 305 53

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 306 ayat (1) dan (2) 54

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 307 ayat (1) dan (2)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

dikembalikan oleh mu’ajir apabila pembatalan ijarah dilakukan olehnya serta

Uang muka ijarah tidak harus dikembalikan oleh mu’ajir apabila pembatalan

ijarah dilakukan oleh musta’jir.55

d. Penggunaan Ma‟jur

Musta’jir dapat menggunakan ma’jur secara bebas apabila akad ijarah

dilakukan secara mutlak dan musta’jir hanya dapat menggunakan ma’jur secara

tertentu apabila akad ijarah dilakukan secara terbatas.56

Selanjutnya, musta’jir dilarang menyewakan dan meminjamkan ma’jur

kepada pihak lain kecuali atas izin dari pihak yang menyewakan57

. Bahkan, uang

ijarah wajib dibayar oleh pihak musta’jir meskipun ma’jur tidak digunakan.58

e. Pemeliharaan Ma’jurdan Tanggungjawab Kerusakan

Pemeliharaan ma’jur adalah tanggungjawab musta’jir kecuali ditentukan

lain dalam akad59

. Sedangkan Kerusakan ma’jur karena kelalaian musta’jir adalah

tanggungjawabnya, kecuali ditentukan lain dalam akad danapabila ma’jur rusak

selama masa akad yang terjadi bukan karena kelalaian musta’jir, maka mu’ajir

wajib menggantinya, serta apabila dalam akad ijarah tidak ditetapkan mengenai

pihak yang bertanggungjawab atas kerusakan ma’jur maka hukum kebiasaan yang

berlaku dikalangan mereka yang dijadikan hukum60

.

f. Harga dan Jangka Waktu Ijarah

55

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 308 ayat (1) , (2), dan (3) 56

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 309 ayat (1) dan (2) 57

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 310 58

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 311 59

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 312 60

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 313 ayat (1), (2), dan (3)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

Nilai atau harga ijarah antara lain ditentukan berdasarkan satuan waktu.

Satuan waktu yang dimaksud dalam ayat (1) adalah menit, jam, hari, bulan, dan

atau tahun.61

. Adapun penetuan waktu atau awal waktu ijarah ditetapkan dalam

akad atau atas dasar kebiasaan dan waktu ijarah dapat diubah berdasarkan

kesepakatan para pihak.62

Kelebihan waktu dalam ijarah yang dilakukan oleh musta’jir, harus

dibayar berdasarkan kesepakan atau kebiasaan.63

g. Jenis Ma’jur

Ma’jur harus benda yang halal atau mubah dan ma’jur harus digunakan

untuk hal-hal yang dibenarkan menurut syari‟at. karena setiap benda yang dapat

dijadikan obyek bai’ dapat dijadikan ma’jur.64

Ijarah dapat dilakukan terhadap keseluruhan ma’jur atau sebagiannya

sesuai kesepakatan.Hak-hak tambahan musta’jir yang berkaitan dengan ma’jur

ditetapkan dalam akad dan apabila hak-hak tambahan musta’jir sebagaimana

dalam ayat (2) tidak ditetapkan dalam akad, maka hak-hak tambahan tersebut

ditentukan berdasarkan kebiasaan.65

h. Pengembalian Ma’jur

Ijarah berakhir dengan berakhirnya waktu ijarah yang ditetapkan dalam

akad.66

Cara pengembalian ma’jur dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat

61

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal315 ayat (1) dan (2) 62

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 316 ayat (1) dan (2) 63

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 317 64

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 318 ayat (1), (2),dan (3) 65

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 319 ayat (1), (2), dan (3) 66

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 320

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahuluetheses.uin-malang.ac.id/378/5/10220077 Bab 2.pdf · A. Penelitian Terdahulu Agar dapat melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian,

dalam akad dan apabila cara pengembalian ma’jur tidak ditentukan dalam akad,

maka pengembalian ma’jur dilakukan sesuai dengan kebiasaan.67

d. Urgensi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah atau KHES ini sangat berguna

sebagai bahan dasar bagi pedoman pelaku ekonomi syariah dan aparat hukum

serta akademisi. Bagi para hakim tentu berguna sebagai pedoman bila suatu hari

menghadapi kasus sengketa di bidang ini,68

bagi masyarakat yang melakukan

berbagai aktivitas ekonomi syariah berguna agar kegiatannya itu benar-benar

sesuai dengan hukum syariah. Sementara bagi akademisi juga sangat penting

untuk mengkaji lebih mendalam agar KHES ini mencapai wujudnya yang

mendekati keperluan nyata masyarakat Indonesia khususnya.

Dewan Syariah Nasional, disingkat DSN, adalah organ organisasi Majelis

Ulama Indosesia, disingkat MUI, yang mulai hadir pada awal tahun 1999.

kehadiran DSN seiring dengan keperluan dan hajat masyarakat Indonesia akan

fatwa dalam melakukan kegiatan ekonomi syari‟ah seiring dengan tumbuhnya

perbankan Islam di Indonesia sejak tahun 1992 yang terus berkembang dengan

relative subur, dengan segala ikutannya, seperti asuransi syariah, akuntansi

syariah,dsb.

Dalam penelitian ini permasalahan yang dikaji adalah permasalah

perekonomian, yaitu masalah perjanjian sewa menyewa yang mana sangat

berhubungan sekali dengan KHES. KHES sendiri sudah mengatur di dalamnya

tentang sewa menyewa yang terdapat dalam Buku II Bab XI tentang sewa

menyewa.

67

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pasal 321 ayat (1) dan (2) 68

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, 2008