Pp. 174-186 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Daya Ino
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kewarganegaraan
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Secara bahasa, istilah Civic Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan
Kewargaan. Istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Azra dan Tim
ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negeri
(UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi.
Penggunaan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Winataputra dkk
dari tim CICED (Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCED (2005:8).
Menurut Kerr (dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007:4) mengemukakan
bahwa Citizenship Education or Civics Education didefinisikan sebagai berikut:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation
of young people for their roles and responsibilities as citizens and in particular ,
the role of education (trough schooling, teaching and learning) in that
preparatory process.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan
generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga
negara, dan secara khusus peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan,
pengajaran dan belajar dalam proses penyiapan warga negara tersebut.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
10
Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat
berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran
kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat
yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu
pembelajaran dan proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain.
Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-
nilai demokrasi.
Menurut Merphin Panjaitan (Tim ICCE UIN Jakarta, 2005:9) Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik
generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui
suatu pendidikan yang dialogik. Sedangkan menurut Soedijarto (Tim ICCE UIN
Jakarta, 2005: 9) mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politiik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga
negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang
demokratis.
Somantri (2001: 154) mengemukakan bahwa:
PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang
dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
11
Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain
(Somantri, 2001: 158):
a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan
pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu.
b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.
c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.
d. Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya ide fundamental Ilmu Kewarganegaraan.
e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara
serta sejarah perjuangan bangsa.
Ketujuh unsur inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena
pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian
PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS.
Sehubungan dengan itu, PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS yang
menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan
patriotik, maka batasan pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai berikut
(Somantri, 2001: 159):
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu
sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang
diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai
salah satu tujuan pendidikan IPS.
Berdasarkan pendapat dari para sarjana mengenai pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan dapat diketahui bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk warga negara yang baik
(Good Citizenship) yaitu warga negara yang tahu dan melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara dari suatu negara.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
12
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Djahiri (1996: 10) adalah
sebagai berikut:
a. Secara umum.Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional, yaitu: “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa
terhadap Tuhan Yang maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan
pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat,
serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang
bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik
tingkat lokal, negara bagian, dan nasional.
Tujuan pembelajaran PKn secara umum mempersiapkan generasi bangsa
yang unggul dan berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal, regional maupun
global.
Berdasarkan tujuan PKn di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya
dalam setiap tujuan membekali kemampuan-kemampuan pada peserta didik dalam
hal tanggung jawabnya sebagai warga negara, yaitu warga negara yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, rasional dan kreatif,
berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
13
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa lain.
Djahiri (1996:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan:
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup Negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam Negara
RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir
di atas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku
diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
Istilah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengalami
perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan
Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di USA
menunjukkan adanya perluasan dari waktu ke waktu.
Secara historis pertumbuhan Civic Education dapat digambarkan sebagai
berikut (Sumantri, 1975:31):
a. Civics (1790)
b. Civic Education (1901, Harold Wilson).
c. Community Civics (1970, A.W. Dunn)
d. Civic-Citizenship Education (1945, John Mahoney)
e. Civic-Citizenship Education (1971, NCSS)
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1970 di Amerika Serikat
dalam rangka meng-Amerikakan bangsa Amerika atau terkenal dengan theory of
Americanization. Penerbitan majalah “The Citizen” dan “Civics” pada tahun
1886, Henry Randall Waite merumuskan Civic dengan “the science of citizenship
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
14
- the relation of man, the individual, to man in organized collections – the
individual in his relation to the state, creshore, education (Somantri, 1975: 31).
Penjelasan mengenai Civics mempunyai kesamaan yaitu membahas
mengenai government, hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Akan tetapi, arti
Civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi government saja,
kemudian dikenal istilah Community Civics, Economic Civics, dan Vocational
Civics.
Gerakan Community Civics pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A. Dunn
adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari
dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional.
Gerakan Community Civics disebabkan pula karena pelajaran Civics pada waktu
itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintahan saja, akan tetapi kurang
memperhatikan lingkungan sosial.
Selain gerakan Community Civics, timbul pula gerakan Civic Education
atau banyak disebut sebagai Citizenship Education. Ruang lingkaup Civic
Education (Somantri, 1975: 33), antara lain:
a. Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah.
b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang
dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat
demokratis.
c. Dalam civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman,
kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara.
NCSS (Somantri, 1975: 33) merumuskan mengenai Citizenship Education
sebagai berikut:
Citizenship Education is a process comprising all the positive influences which
are intended to shape a citizens view to his role in society. It comes partly from
formal schooling, partly from learning outside the classroom and the home.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
15
Trough Citizenship Education, ouryouth are helped to gain an understanding of
our national ideas, the common good and the process of self government.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih
luas, karena selain mencakup program sekolah juga meliputi pengaruh belajar di
luar kelas, dan pendidikan di rumah. Selanjutnya PKn digunakan untuk membantu
generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional atau tujuan negara dan
dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam
menyelesaikan masalah pribadi, masyarakat dan Negara. Unsur-unsur Civic
Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: mengetahui,
memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional, dan dapat membuat
keputusan-keputusan yang cerdas.
Kuhn (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 71) mengemukakan bahwa,
perkembangan istilah Civics dan Civic Education di Indonesia terjadi pada tahun:
1. Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan
kewargaan Negara.
2. Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik.
3. Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan
kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
4. Pendidikan Kewargaan Negara (1969) tampil dalam bentuk pengajaran
konstitusi dan ketetapan MPRS.
5. Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikkan dengan pengajaran
IPS.
6. Pendidikan Moral Pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN
dengan isi pembahasan P4.
7. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994) sebagai penggabungan
bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam
bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
16
4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagaimana layaknya suatu bidang studi yang diajarkan di sekolah,
materi Pendidikan Kewarganegaraan menurut Branson (1999: 4) harus mencakup
tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic
Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak
kewarganegaraan). Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan
kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga Negara”
(Branson, 1999: 8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang
dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan
demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian
multidisipliner. Secara lebih rinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi
pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga Negara, hak asasi manusia,
prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah,
identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang
bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam
masyarakat.
Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills)
dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Contoh: keterampilan intelektual yaitu keterampilan dalam
merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD.
Contoh : keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas
terjadinya kejahatan yang diketahui.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
17
Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini
sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantive dan esensial dalam
mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai
“muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan
visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai
dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang
bersifat afektif.
Berdasarkan rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan bahwa kurukulum
untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah, terdiri atas
lima kelompok mata pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata pelajaran
Kewarganegaraan dan Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan
untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air.
5. Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan
Persekolahan
Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu
didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
18
yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi
sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah mempunyai cukup
kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar,
dan penilaian hasil pembelajaran.
Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian
besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan
dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan
penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurukulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dijelaskan:
1. Kurukulum dan silabus SD/MI/SLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat
menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis,
kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 ayat 6).
2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di
bawah supervise Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab
terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK (Pasal 17 Ayat 2).
3. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,materi
ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal
20).
Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran termasuk
dalam pembelajaran PKn. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Winataputra, 2007: 103):
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
19
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah pemuda, Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partsisipasi dalam pembelaan Negara,
sikap positif terhadap Negara Kesatuan Negara Indonesia, Keterbukaan dan
jaminan keadilan.
b. Norma, hukum dan peraturan,yang meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,
tatatertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan
daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem
hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
c. Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan warga Negara, melipiti: Hidup gotong royong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan
warga Negara.
e. Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan
dasar Negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem
politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem
pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
g. Pancasila, meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi
Negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka.
h. Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar negari
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1. Prinsip Dasar Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prinsip dasar
pembelajaran. Menurut Budimansyah (2002: 8) prinsip-prinsip pembelajaran
tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok
belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan
mengajar yang reaktif (reactive learning). Keempat prinsip tersebut dijelaskan
sebagai berikut (Budimansyah, 2002: 8-13).
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
20
a. Prinsip Belajar Siswa Aktif
Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktifitas siswa hampir di
seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan
lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktifitas siswa terlihat pada saat
mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain storming).
Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, tentu saja yang
berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan
voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas.
Dalam fase kegiatan lapangan, aktifitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai
teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuisioner, dan lain-lain)
mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan
informasi tersebut, mereka mengambil foto, membuat sketsa, membuat kliping,
bahkan ada kalanya mengabadikan peristiwa penting dalan video.
b. Kelompok Belajar Kooperatif
Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu
proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerjasama yang dimaksud adalah
kerjasama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk
kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerjasama antar
siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian
bersama.
Dengan komponen-komponen sekolah lainnya juga seringkali harus
dilakukan kerjasama. Misalnya pada saat para siswa hendak mengumpulkan data
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
21
dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya dengan
jadwal latihan olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang diubah.
Kasus seperti itu memerlukan kerjasama, walaupun dalam lingkup kecil dan
sederhana. Hal serupa juga seringkali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tua
perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak terlambat dari
sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Sekali lagi, dari
peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah dengan orang tua
dalam upaya membangun kesepahaman.
Kerjasama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa
merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang
menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas
peparkiran, mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui kebijakan
mengenai penertiban pedagang kaki lima. Mengamati dampak pembuangan
limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya. Kegiatan para siswa
tentu saja perlu dibekali surat pengantar dari kepala sekolah selaku
penanggungjawab kegiatan sekolah.
c. Pembelajaran Partisipatorik
Selain prinsip pembelajaran di atas, PKn juga menganut prinsip dasar
pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model ini siswa belajar sambil
melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa
belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah model ini memiliki makna
yang ada hubungannya dengan praktik hidup berdemokrasi.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
22
Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih
makna bahwa siswa dapat mengahargai dan menerima pendapat yang didukung
suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar
mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan
kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin.
Proses ini mendukung Adagium yang menyatakan bahwa democracy is not in
heredity but learning (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan
dialami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang
demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya dapat
dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan
prinsip belajar partisipatorik.
d. Reactive Teaching
Prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar
murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru memahami situasi
sehingga materi pembelajaran menarik, tidak membosankan, guru harus
mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan
pembelajaran sudah membosankan siswa, jika hal ini terjadi maka guru harus
segera mencari cara untuk menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu.
Ciri guru yang reaktif itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.
b) Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami
siswa.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
23
c) Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat
materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan
siswa.
d) Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa
bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.
Samana (1994: 30) menjelaskan bahwa guru professional dituntut memiliki
10 hal, yaitu:
1) Menguasai bahan ajar.
2) Mampu mengelola program belajar mengajar.
3) Mampu mengelola kelas.
4) Mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
5) Menguasai landasan-landasan kependidikan.
6) Mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
7) Mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran.
8) Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
9) Mengenal dan mampu ikut menyelenggarakan administrasi sekolah.
10) Memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu menafsirkan
hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.
2. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Sudjana (1989: 147), strategi mengajar adalah “ tindakan guru
melaksanakan rencana mengajar, artinya usaha guru dalam menggunakan
beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode dan alat serta evaluasi) agar
dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Dengan
demikian, strategi mengajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau
praktek guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih
efektif dan lebih efisien. Secara umum, strategi pembelajaran merupakan cara-
cara, ilmu, maupun rencana pembelajaran yang akan digunakan oleh pengajar
dalam proses belajar mengajar dengan memperhatikan tujuan, bahan, metode, dan
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
24
alat, serta evaluasi, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan
maksimal.
Selain itu, dalam belajar mengajar juga terdapat empat strategi dasar
seperti yang dikemukakan Djamarah dan Zain (2010:5) yaitu:
a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam
menunaikan kegiatan mengajarnya.
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
melakukan evaluasi hasil belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan
umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan
secara keseluruhan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seorang guru khususnya guru PKn
harus mampu merencanakan atau mempersiapkan strategi pembelajaran secara
cermat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan hasil yang
diharapkan.
3. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan substansi yang akan disampaikan dalam
proses pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2002: 50).Guru mempunyai tugas yang
penting dalam mengembangkan dan memperkaya materi pembelajaran, karena hal
tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan
pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2002: 51). Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran, yaitu:
1) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan
siswa pada umumnya.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
25
3) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan
berkesinambungan.
4) Meteri pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat tekstual
maupun kontekstual.
Berdasarkan hal tersebut, maka materi pembelajaran PKn harus
berdasarkan pada kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang dibelajarkan harus
bermakna bagi siswa dan merupakan hal yang benar-benar penting, baik dilihat
dari kompetensi yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk menentukan materi
pada proses pembelajaran selanjutnya.
Print dalam Sunarso (2006:11) berpendapat bahwa isi Pendidikan
Kewarganegaraan yang prinsip adalah:
1) hak dan tanggung jawab warga negara,
2) pemerintah dan lembaga-lembaga,
3) sejarah dan konstitusi,
4) identitas nasional,
5) sistem hukum dan rule of law,
6) hak asasi manusia, hak-hak politik, ekonomi dan sosial,
7) proses dan prinsip-prinsip demokrasi,
8) wawasan internasional,
9) nilai-nilai kewarganegaraan demokrasi.
4. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Djahiri (1995/1996: 28) dalam bukunya “Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-
Moral VCT dan Games dalam VCT”, bahwa metode merupakan kumpulan
sejumlah teknik. Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran PKn yang
dikemukakan Djahiri (1985: 36), antara lain:
a. Ceramah (lecturing)
Pada umumnya metode pembelajaran memerlukan ceramah, sehingga
tidaklah benar pernyataan bahwa metode ini jelek dan harus dibuang. Akan tetapi,
yang harus dihindari adalah penggunaan metode ceramah selama satu jam
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
26
pelajaran penuh terus menerus dengan memakai pola ceramah murni yang naratif,
monoton dan bersifat normatif imperatif.
Beberapa keunggulan dari metode ceramah, antara lain:
1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah (lepas dari
benar-salah).
2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan
perguruan/sekolah.
3) Bersifat praktis, mudah, murah dan cepat menyampaikan substansi
sehingga target waktu bisa dikejar.
4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya bahan.
5) Tidak membutuhkan persiapan pengembangan media.
6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasi isi atau pesan dalam bahasa
yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal mampu diungkap secara
verbal.
7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga.
8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki.
9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metode ini adalah:
a) Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain.
b) Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan bicara.
c) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum
diungkap sumber atau pihak lain.
Sedangkan kelebihan metode ceramah menurut Suryosubroto (dalam
Taniredja, dkk 2011: 48) adalah:
1) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas.
2) Organisasi kelas sederhana.
Kelemahan metode ceramah antara lain:
1) Guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah mengerti
pembicaraannya.
2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang dimaksud guru.
b. Ekspositorik
Ekspositorik berasal dari kata „ekspose‟ yang berarti menunjukkan,
memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode belajar ekspositorik adalah
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
27
metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk menciptakan KBM yang
terarah dan terkendali menuju target sasaran guru atau pengajar.
c. Metode Pengajaran Konsep (teaching konsep)
Sebelum menggunakan metode pengajaran konsep, seorang pengajar terlebih
dahulu harus memahami pengertian data dan fakta. Djahiri (1995/1996)
mengungkapkan bahwa:
1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik fisik-non fisik, materiil-
immateriil, dan personal-kondisional.
2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk kepada suatu
konsep.
3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah fakta
menuju suatu pengertian/makna isi pesan dan atau fungsi peran atau
harga/nilai. Jadi, konsep merupakan sesuatu yang memiliki ciri esensial
tertentu.
d. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA yang tinggi, karena
pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi diri siswa.
e. Partisipatorik
Partisipatorik sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar,
membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan nyata ataupun yang
simulatif. Sarana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan keluarga atau
masyarakat, instansi kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium, atau pusat
modeling. Jenis partisipatorik antara lain studi lapangan, kegiatan bakti sosial,
magang, modeling atau simulasi, dan studi proyek.
f. Diskusi dan Kelompok Belajar
Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar mengajar yakni
demokratis. Metode diskusi mengundang dan melibatkan banyak orang serta tidak
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
28
ada dominasi seseorang, memiliki indikator CBSA yang tinggi karena meminta
daya analisis dan evaluatif terhadap masalah yang dilontarkan atau tanggapan dan
sanggahan terhadap orang lain. Djahiri (1995/1996: 53) mengungkapkan bahwa
diskusi adalah kegiatan belajar siswa dialogistik sacara intra potensi diri antar
potensi orang lain serta potensi dunia keilmuan dan kehidupan.
Ciri esensial dari diskusi antara lain:
1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif
dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang lain
atau dengan dunia nyata serta keilmuan.
2) Adanya sharing ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi
yang benar dan memiliki landasan), ada proses bereproduksi dan
berekspresi.
3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan sesuatu.
4) Adanya proses sosialisasi diri.
Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996 :58) antara lain:
1) Diskusi kelas
2) Diskusi kelompok
3) Diskusi panel
4) Seminar
5) Lokakarya
6) Diskusi penjaring
Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk melakukan
kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri (1995/1996: 20)
mengemukakan bahwa “kelompok belajar yang sesuai dengan pembelajaran PKn
adalah kelompok belajar kooperatif”.
Kelompok belajar kooperatif merupakan perpaduan antara kelompok
belajar dan pola kegiatan kooperatif. Kooperatif di sini ialah kebersamaan
kebersamaan dan kesetiakawanan social yang tinggi. Kelompok belajar kooperatif
merupakan kegiatan belajar yang dapat menciptakan persaingan yang sehat,
artinya tidak mendidik siswa untuk bersifat individualis.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
29
g. Metode Inkuiri dan Pemecahan masalah
Kedua metode ini pada dasarnya sama, tetapi dalam metode pemecahan
masalah hanya sampai pada proses penentuan alternatif pemecahan/keputusan,
sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan penetapan yang terbaik.
Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996: 58) antara lain:
1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar.
2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata.
3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berlandas.
4) Mensosialisasikan siswa .
5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar.
Jenis inkuiri ini adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai. Inkuiri
sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses dilaksanakan, hanya hakekat
dasarnya saja yakni mengkaji, mencari, dan menentukan pilihan. Inkuiri yang
lengkap merupakan metode khusus yang langkah dan prosesnya telah baku,
sedangkan inkuiri nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya
pada nilai moral.
5. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran. Djahiri
(1995/1996: 31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran merupakan tempat
di mana butir mata pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti
buku, perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata, dan lain-lain. Sedangkan
media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan perannya.
Djahiri (1995/1996) mengemukakan bahwa dengan adanya media
pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk:
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
30
1) Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan peningkatan Hasil
Belajar Real.
2) Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses Kegiatan Mengajar Guru
interaktif-reaktif.
3) Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik.
4) Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan keberhasilan
pengajaran.
5) Meningkatkan proses KBM secara efektif, efisien dan optimal.
6) Menyegarkan KBM.
Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya (Harmianto, tt : 26):
1. Media visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, dan komik.
2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
3. Projected still media : slide, over head projektor ( OHP), in focus dan
sejenisnya.
4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR) komputer
dan sejenisnya.
Penggunaan media dalam KBM hendaknya memperhatikan kualifikasi
standar kompetensi, kompetensi dasar dan metode pembelajaran yang akan
digunakan.
6. Sumber Belajar
Menurut Winataputra dan Ardiwinata (Djamarah dan Zain, 2010 : 48)
sumber belajar adalah sebagai “sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat
dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang”. Dengan
demikian, sumber belajar juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan
sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai
wahana peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Roestiyah (Djamarah dan Zain, 2010: 48-49) mengatakan bahwa sumber-
sumber belajar itu adalah:
a. Manusia ( dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat).
b. Buku/Perpustakaan.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
31
c. Media Massa (majalah, surat kabar, radio, televisi, dan lain-lain).
d. Dalam Lingkungan.
e. Alat pengajaran ( buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur,
spidol dan lain-lain).
f. Museum ( tempat penyimpanan benda-benda kuno).
Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru
apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan
seseorang dapat memanfaatkan sumber belajar.
7. Evaluasi Pembelajaran
Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010: 50), evaluasi adalah
suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Berkaitan
dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi dilakuakn pada kegiatan akhir dalam
bentuk refleksi dan praktek pembelajaran. Dalam mengevaluasi pembelajaran
guru sebaiknya mengadakan berbagai macam penilaian. Mulai dari ulangan
harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.
Pasaribu dan Simanjuntak (Djamarah dan Zain, 2010 : 50-51), menegaskan
bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:
a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
32
1) Merangsang kegiatan siswa
2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan
bakat siswa yang bersangkutan.
C. Materi Hukum
1. Pengertian Hukum
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat.
Hukum sebagai jaminan kepentingan bersama (Suparmin dan Cahyo, 2012: 9).
Hukum dibuat oleh badan-badan resmi dalam masyarakat atau negara. Pengertian
hukum menurut para ahli hukum terkemuka yaang dikutip oleh Suparmin dan
Cahyo (2012: 9):
1) Leon Dagait
Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat. Aturan tersebut daya
penggunaannya pada saat tertentu dipatuhi oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama. Pelanggaran terhadapnya akan
menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya.
2) Utrecht
Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat. Hukum harus ditaati oleh masyarakat itu.
3) Prof. Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan.
Hukum ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat. Hukum
menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.
4) S.M. Amin, S.H
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi
tujuannya mewujudkan ketertiban dalam pergaulan manusia.
Menurut Mertokusumo (2005: 40) menyatakan bahwa hukum adalah
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama
yang dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
33
Sedangkan pengertian hukum menurut para ahli lain yang dikutip oleh Tim
Edukatif (2012: 27-28):
a. J.C.T Simorangkir,S.H dan Woerjono Sastropranoto
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-
badan resmi yang berwajib.
b. MH Tirtaamidjaja, S.H
Hukum adalah semua aturan yang harus diturui dalam tingkah laku tindakan-
tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian.
c. Immanuel Kant
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari
orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang
lain, menuruti aturan hukum tentang kemerdekaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian hukum
adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia dalam masyarakat,
dibuat oleh badan-badan yang berwenang, bersifat memaksa dan memiliki sanksi
yang tegas.
2. Tujuan Hukum
Tujuan hukum, antara lain (Suparmin dan Cahyo, 2012: 11):
a) Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
b) Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, kemakmuran, keadilan,
dan kebenaran.
c) Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam
pergaulan masyarakat.
Tujuan Hukum menurut para ahli yang dikutip oleh Kansil (1989:40):
1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam
masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum
harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan
antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang
harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat
Apeldorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum,
teori etis dan utilitis.
2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari
hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil
dan apa yang tidak adil.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
34
3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam
melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban
bagi masyarakatnya.
4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan
hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh
unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau
tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini.
Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran
untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.
5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori
utilitasnya, bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi
orang. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi
orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan.
Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan
faedah sebanyak-sebanyaknya.
6. Prof. J. Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap
manusia supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu.
Dengan tujuan ini, akan dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri
terhadap orang lain, karena tindakan itu dicegah oleh hukum.
Sedangkan Menurut Soeroso (2004:8) fungsi hukum dalam perkembangan
masyarakat dapat terdiri dari:
a) Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum
berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk,
sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
b) Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan
hukum memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat
memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa
yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman
sanksi bagi pelanggarnya.
c) Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari
hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan
pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke
arah yang lebih maju.
d) Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh
melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa
yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi
negara.
e) Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris
dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam
hukum perdata.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
35
f) Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-
hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Secara umum, tujuan hukum adalah sebagai berikut (Tim Edukatif, 2012:
31).
1. Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
2. Untuk mencapai keadilan dan ketertiban.
3. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
4. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat.
5. Menjamin kebahagiaan pada orang sebanyak-banyaknya.
3. Unsur-unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum
Menurut Kansil (1989:39) Unsur-unsur hukum,yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Selanjutnya, agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah
mengetahui ciri-ciri hukum. Menurut Kansil (1989: 39) ciri-ciri hukum adalah
sebagai berikut:
a.Terdapat perintah dan/atau larangan.
b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Hukum mempunyai sifat. Sifat hukum, yaitu (Suparmin dan Cahyo, 2012:
9):
1) Mengatur
Hukum bersifat mengatur berarti hukum memuat peraturan-peraturan berupa
perintah dan larangan yang mengatur tingkah laku manusia dalam hidup
bermasyarakat demi terciptanya ketertiban dalam masyarakat.
2) Memaksa
Hukum bersifat memaksa berarti hukum dapat memaksa anggota masyarakat
untuk mematuhinya. Apabila melanggar hukum akan menerima sanksi yang
tegas.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
36
D. Kedisplinan Siswa
1. Pengertian Kedisiplinan
Disiplin berasal dari bahasa latin discere yang berarti belajar. Berdasarkan
kata ini timbul kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Sekarang ini
kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian.
Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk
pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang
bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib (dalam Gunadarma,
2011). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Disiplin adalah tata tertib (di
sekolah, kemiliteran, dan sebagainya) atau ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan
(tata tertib, dan sebagainya). Disiplin merupakan sikap patuh dan taat pada
peraturan (Sunarso, 2009:82).
Sikap disiplin menciptakan kehidupan yang teratur. Menurut Moeliono (1993)
disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan,
atau norma, dan lain sebagainya (dalam Djarot, 2012). Kedisiplinan adalah suatu
kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan
ketertiban. Sedangkan menurut Rohman dan Amri (2012: 65) disiplin siswa
adalah kadar atau derajat kepatuhan siswa terhadap aturan atau ketentuan sekolah.
Menurut Wibowo, (2012:100) disiplin adalah tindakan yang menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Berdasarkan berbagai macam pendapat tentang definisi disiplin di atas, dapat
diketahui bahwa disiplin merupakan suatu sikap moral siswa yang terbentuk
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
37
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, keteraturan dan ketertiban berdasarkan acuan nilai moral.
2. Ciri-ciri orang yang memiliki sikap disiplin
Menurut Sunarso (2009:82) ciri-ciri orang yang memiliki sikap disiplin antara
lain:
a. Memiliki hidup tertib dan teratur
b. Selalu menepati janji
c. Mempunyai jadwal kegiatan yang rapi
d. Menjalankan tugas dengan baik.
Menurut Wijaya dan Rusyan (1994) disiplin mengandung ciri-ciri sebagai
berikut (dalam Fakir, 2011):
1. Melaksanakan tata tertib dengan baik, baik bagi guru atau siswa karena tata
tertib yang berlaku merupakan aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Oleh
siapapun demi kelancaran proses pendidikan tersebut yang meliputi:
a. Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan
b. Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah atau satu
lembaga tertentu
c. Tidak membangkang pada peraturan berlaku
d. Tidak membohong
e. Tingkah laku yang menyenangkan
f. Rutin dalam mengajar
g. Tidak suka malas dalam mengajar
h. Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya
i. Tepat waktu dalam belajar mengajar
j. Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar
k. Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar
2. Taat terhadap kebijaksanaan atau kebijaksanan yang berlaku:
a. Menerima, menganalisis dan mengkaji berbagai pembaharuan pendidikan
b. Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan yang
ada.
c. Menguasai dan intropeksi diri.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
38
3. Tujuan Kedisiplinan
Disiplin itu penting. Tiap orang harus disiplin. Tujuannya agar sesuatu yang
dijalankan lebih rapi dan teratur (Sunarso, 2009: 83). Sikap disiplin dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab. Manfaat kedisiplinan adalah membuat siswa
menjadi lebih tertib dan teratur dalam menjalankan kehidupannya, serta siswa
juga dapat mengerti bahwa kedisiplinan itu amat sangat penting bagi masa
depannya kelak, karena dapat membangun kepribadian siswa yang kokoh dan bisa
diharapkan berguna bagi semua pihak.
Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1)
memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2)
mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa
memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi
melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya
(dalam Gunadarma, 2011).
Tujuan Kedisiplinan menurut para ahli yang dikutip oleh Sudrajat (2008):
a) Moles, Joan Gaustad(1992) mengemukakan: “School discipline has two
main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an
environment conducive to learning” berarti "disiplin sekolah memiliki
duatujuan utama: (1) menjamin keamananstaf dan mahasiswa, dan (2)
menciptakan lingkungan yang kondusifuntuk belajar".
b) Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once
the need for it is determined, should be to help students accept personal
responsibility for their actions, understand why a behavior change is
necessary, and commit themselves to change” berarti “tujuan disiplin,
setelah kebutuhan untuk ituditentukan, harus membantu siswa menerima
tanggung jawab pribadi atas tindakan mereka, memahami mengapa
perubahan perilaku yang diperlukan, dan berkomitmen untuk berubah".
c) Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk menciptakan
keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman terutama di kelas. Di dalam
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
39
kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik
maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh
penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk
mencapai prestasi belajar siswa.
d) Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to
enforce”.Organization standarts” berarti “disiplin adalah tindakan
manajemen untuk menegakkan". Organisasi standarts.
Menurut Rachman (dalam Tu‟u 2004), pentingnya disiplin bagi para siswa
sebagai berikut:
a. Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.
b. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan.
c. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didiknya terhadap
lingkungannya.
d. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu
lainnya.
e. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.
f. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.
g. Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.
h. Kebiasaan baik itu menyebabakan ketenangan jiwanya dan lingkungannya.
4. Upaya-upaya Membentuk Kedisiplinan Siswa di Sekolah
Rohman dan Amri (2012:65) banyak cara yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan kedisiplinan siswa antara lain:
1. Pendekatan negatif yaitu pendekatan yang memakai kekuatan dan kekuasaan
untuk menekan siswa. Sanksi yang diberikan pada siswa bertujuan agar siswa
jera dan takut melakukan hal yang dilarang sekolah.
2. Pendekatan positif yaitu berusaha menciptakan iklim sekolah yang dapat
mendorong siswa untuk mematuhi aturan yang ada, atas kemauannya sendiri.
Adapun teknik yang dapat dilaksanakan dalam mengadakan hubungan
antara sekolah dengan masyarakat antara lain (Rohman dan Amri , 2012:65):
a. Laporan orang tua murid.
b. Majalah sekolah.
c. Pameran sekolah.
d. Kunjungan ke sekolah.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
40
e. Kunjungan ke rumah murid.
f. Melalui media massa.
Menurut Gunadarma (2011) Beberapa usaha yang dapat dilakukan sekolah
dalam pendisplinan siswa di sekolah adalah:
a) Guru hendaknya bisa menjadi contoh dalam berdisiplin, misalnya tepat waktu.
Siswa tidak akan memiliki disiplin manakala melihat gurunya sendiri juga
tidak disiplin. Guru harus menghindari kebiasaan masuk menggunakan jam
karet, molor dan selalu terlambat masuk kelas.
b) Memberlakukan peraturan tata tertib yang jelas dan tegas, sehingga mudah
untuk diikuti dan mampu menciptakan suasana kondusif untuk belajar.
c) Secara konsisten para guru terus mensosialisasikan kepada siswa tentang
pentingnya disiplin dalam belajar untuk dapat mencapai hasil optimal, melalui
pembinaan dan yang lebih penting lagi melalui keteladanan.
Sedangkan menurut Maisya (2010) upaya dalam menegakkan kedisiplinan
di sekolah, antara lain: Pertama, kedisiplinan mesti diterapkan tanpa
menunjukkan kelemahan, tanpa menunjukkan amarah dan kebencian. Bahkan
kalau perlu dengan kelembutan agar para pelanggar kedisiplinan menyadari
bahwa disiplin itu diterapkan demi kebaikan dan kemajuan dirinya. Kedua,
kedisiplinan mesti diterapkan secara tegas, adil dan konsisten. Aturan disiplin
diterapkan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi masyarakat sekolah.
Ketidakadilan dan inkonsistensi dalam menegakkan disiplin hanya akan membuat
ketidakjelasan dan kebingungan bagi siswa serta hilangnya kewibawaan dan
kepercayaan semua pihak terhadap sekolah. Ketiga, ketika kedisiplinan mulai
menampakkan pertumbuhannya, sama seperti biji tanaman yang baru tumbuh,
benih itu mesti dijaga dan dirawat dengan penuh kesabaran. Sebaiknya hindari
menggunakan ancaman-ancaman dan kekerasan karena hal itu hanya akan
menjadi panasnya terik matahari yang akan menghanguskan benih yang sedang
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
41
tumbuh itu. Perlu dipakai cara-cara yang selaras dengan perkembangan dan
kebutuhan siswa sehingga mereka semakin jatuh cinta pada kegiatan belajar.
5. Kedisiplinan Siswa Sekolah Menengah Kejuruan
Menurut Wibowo (2012:100) Indikator disiplin sekolah antara lain:
memiliki catatan kehadiran, memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang
disiplin, memiliki tata tertib sekolah dan membiasakan warga sekolah untuk
disiplin. Sedangkan indikator disiplin kelasnya antara lain: membiasakan hadir
tepat waktu, membiasakan mematuhi aturan, menggunakan pakaian praktik
sesuai program studi keahliannya (SMK), dan penyimpanannya dan pengeluaran
alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
Indikator kedisiplinan menurut beberapa Sarjana yang dikutip oleh
Gunarsa (dalam Faqiir, 2004) adalah jujur, tepat waktu, tegas dan
bertanggungjawab. Dari ciri-ciri tersebut, penulis akan menjelaskan secara
singkat, yaitu sebagai berikut:
1. Jujur
Jujur menurut Cece Wijaya (1994: 17) adalah tulus ikhlas dalam menjalankan
tugasnya sebagai guru, sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak pamrih dan
sesuai dengan norma-norma yang berlaku.Sementara menurut Hamzah Ya‟qub
(1983: 980) jujur adalah kesetiaan, ketulusan hati dan kepercayaan. Artinya, suatu
sikap pribadi yang setia, tulus hati dalam melaksanakan sesuatu yang
dipercayakan kepadanya baik berupa harta benda, rahasia maupun tugas
kewajiban. Seorang yang jujur selalu menepati janji, tidak cepat mengubah
haluan, teliti dalam melaksanakan tugas, berani mengakui kesalahan dan
kekurangan sendiri dan selalu berusaha agar tindakannya tidak bertentangan
dengan perkataannya (Ngalim Purwanto, 2000: 14).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa jujur adalah sifat benar
dapat dipercaya baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan dan dapat
menjaga kepercayaan orang lain yang dibebankan kepadanya.Sifat jujur sudah
seharusnya dimiliki oleh guru, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
42
sekolah, di rumah dan masyarakat. Selain itu sifat jujur harus diterapkan dalam
pembelajaran. Artinya, apa yang ia sampaikan kepada siswa selalu ia amalkan
dalam kehidupannya. Selain itu juga guru harus jujur dalam menyampaikan
ilmunya. Artinya, ia harus mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu
salah.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kejujuran bagi seorang guru mutlak
dibutuhkan, guru yang tidak jujur akan merugikan siswa dan lembaga pendidikan
tempat ia mengajar. Apabila sifat jujur sudah dimiliki oleh guru berarti ia
memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang
pengajar dan pendidik.
2. Tepat Waktu
Kamus besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976: 55) tepat mengandung
arti: 1) Betul, lurus, kebetulan benar; 2) Kena benar; 3) Tidak ada selisih
sedikitpun; 4) Betul, cocok dan 5) Betul mengena. Sedangkan waktu dalam kamus
besar Bahasa Indonesia (1976: 1140) saat tertentu untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian tepat waktu dalam mengajar berarti suatu aktivitas mengajar
yang dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan atau sesuai dengan
aturan.
Berdasarakan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketepatan
waktu berada di sekolah untuk setiap guru merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh hasil yang baik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk siswa.
Sikap untuk selalu hadir setiap waktu ini adalah suatu tanda kedisiplinan untuk
guru dalam mengajar.
Disiplin waktu bagi guru dalam mengajar merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam belajar. Seorang guru harus menjadi
suri tauladan bagi setiap siswanya, maka dengan demikian setiap siswa akan
termotivasi untuk dapat belajar lebih giat lagi. Kalau setiap guru tidak disiplin
waktu dalam mengajar atau selalu terlambat, maka bagaimana guru itu dapat
menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya. Kalau guru sudah dapat disiplin dalam
hal mengajar, maka siswanya akan termotivasi dengan baik dan akhirnya
prestasinyapun akan baik, tetapi sebaliknya jika guru tidak disiplin waktu dalam
mengajar mungkin siswanya malas untuk mengikuti pelajaran, maka hasilnyapun
akan jelek. Dengan demikian seorang guru dituntut untuk disiplin dalam hal
waktu mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik
3. Tegas
Poerwadarminta (1985: 913) mengemukakan dalam kamus besar Bahasa
Indonesia bahwa tegas mengandung arti: 1) jelas dan tenang benar, nyata; 2) tentu
dan pasti (tidak ragu-ragu atau tidak samar-samar dan 3) jelas.Setiap guru
hendaknya memiliki sikap tegas, karena dengan memiliki sikap inisetiap siswa
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
43
akan patuh dan taat untuk dapat belajar dengan baik, guru yang tegas akan
mendorong siswa pada perbuatan yang baik dan menegur siswa apabila
melakukan hal-hal yang melanggar aturan.
4. Tanggung jawab
Seorang guru harus yakin bahwa pada haekekatnya mengajar atau mendidik
adalah amanat yang sangat suci dan mulia yang diberikan oleh Allah SWT.
Dengan demikian seorang guru benar-benar menyadari dan menjalankan amanat
tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Setelah timbulnya rasa tanggung
jawab pada diri seorang guru, maka akan tumbuh pula dalam diri seorang guru
rasa disiplin akan haknya yaitu menjalankan tugas. Adapun tugas dan tanggung
jawab seorang guru adalah mengajar dan mendidik, dengan demikian guru
bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar mengajar. Apabila proses
belajar mengajar dapat dicapai dengan baik, maka guru dapat dikatakan
bertanggung jawab.
Oleh karena itu, maka dapat dipahami bahwa seorang guru hendaknya
menenamkan rasa tanggung jawab terhadap tugasnya yang dibebankan
kepadanya, yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup, tugas mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, sedangkan melatih adalah
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Sehingga tujuan
pendidikan dan pengajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Disamping itu,
tidak boleh dilupakan pula tugas-tugas dan pekerjaan lain yang memerlukan
tanggung jawabnya. Selain tugasnya sebagai guru di sekolah, gurupun merupakan
anggota masyarakat yang mempunyai tugas dan kewajiban lain.
Kerlinger dan Pedhazur (dalam Asrori, 2011) menyebutkan sejumlah ciri-ciri
atau indikator disiplin siswa yaitu:
a. Kepatuhan siswa pada jam-jam sekolah
Siswa tepat waktu dalam mengikuti jam pelajaran di sekolah, tidak
membolos apalagi kabur pada saat jam sekolah.
b. Kepatuhan siswa terhadap perintah dari pimpinan serta taat aturan dan tata
tertib yang berlaku
Siswa mematuhi dan menjalankan tata tertib yang berlaku di sekolah baik yang
berisi perintaha maupun laranagan.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
44
c. Berpakaian seragam sekolah
Siswa mengenakan seragam sesuai dengan aturan di sekolah. Misalnya: hari
Senin-Selasa mengenakan seragam OSIS, hari Rabu-Kamis mengenakan seragam
identitas sekolah dan hari Jumat-Sabtu mengenakan seragam pramuka. Begitu
juga pada saat jam pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga mengenakan
seragam olahraga.
d. Menggunakan dan memelihara alat-alat dan perlengkapan sekolah
Siswa menggunakan dan memelihara alat-alat perlengkapan sekolah,
misalnya alat praktikum yang sudah digunakan dibersihkan dan ditata seperti
sebelumnya.
Sedangkan menurut Mustari (2011:46) di sekolah disiplin berarti taat pada
peraturan sekolah. Seorang murid dikatakan berdisiplin apabila ia mengikuti
peraturan yang ada di sekolah. Di sini pihak sekolah melaksanakannya secara adil
dan tidak memihak.
Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan
keteraturan terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara terarah
dan teratur. Dengan demikian, siswa yang berdisiplin akan lebih mampu
mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar.
Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013
45
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dalam penelitian ini peneliti
membatasi Indikator/ kedisiplinan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
yaitu:
1. Kepatuhan siswa pada jam-jam sekolah
2. Berpakaian seragam dan atribut sekolah
3. Menggunakan dan memelihara alat-alat dan perlengkapan sekolah
4. Mengikuti peraturan yang ada di sekolah.
Peran Pembelajaran Pendidikan..., Rini Puji Susanti, FKIP UMP, 2013