BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf ·...

25
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintas Di dalam KUHP tidak dijelaskan mengenai arti pelanggaran. Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku pelanggaran umumnya lebih ringan dari pelaku kejahatan. Istilah “pelanggaran” adalah delik undang-undang (wetsdelicten) yaitu perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada undang-undang yang mengaturnya. 10 Maka suatu tindakan dinyatakan telah melanggar apabila akibat dari perbuatan itu menimbulkan adanya sifat melawan hukum dan telah ada aturan atau telah ada undang-undang yang mengaturnya. Walaupun perbuatan itu telah menimbulkan suatu sifat melawan hukum namun belum dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk pelanggaran sebelum diatur dalam peraturan perundang- undangan. 11 Pelanggaran menurut Sudarto, 12 wetsdelict, yakni perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana, karena undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancam dengan pidana, misalnya memparkir motor di sebelah kanan jalanan”. 10 Rusli Effendy dan Poppy Andi Lolo, Asas-asas Hukum Pidana, Ujung Pandang: Umithohs Press, 1989, hlm 74 11 Gusti Ngurah Alit Ardiyasa, Kajian Kriminologis Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan oleh Anak, https://media.neliti.com/media/publications/149603-ID-kajian-kriminologis- mengenai-pelanggaran.pdf 12 Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 57.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelanggaran Lalu Lintas

Di dalam KUHP tidak dijelaskan mengenai arti pelanggaran.

Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan.

Sanksi bagi pelaku pelanggaran umumnya lebih ringan dari pelaku kejahatan.

Istilah “pelanggaran” adalah delik undang-undang (wetsdelicten) yaitu

perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada

undang-undang yang mengaturnya.10

Maka suatu tindakan dinyatakan telah melanggar apabila akibat dari

perbuatan itu menimbulkan adanya sifat melawan hukum dan telah ada aturan

atau telah ada undang-undang yang mengaturnya. Walaupun perbuatan itu

telah menimbulkan suatu sifat melawan hukum namun belum dapat dinyatakan

sebagai suatu bentuk pelanggaran sebelum diatur dalam peraturan perundang-

undangan.11

Pelanggaran menurut Sudarto,12 “wetsdelict, yakni perbuatan yang oleh

umum baru disadari sebagai tindak pidana, karena undang-undang

menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancam

dengan pidana, misalnya memparkir motor di sebelah kanan jalanan”.

10 Rusli Effendy dan Poppy Andi Lolo, Asas-asas Hukum Pidana, Ujung Pandang: Umithohs Press,

1989, hlm 74 11 Gusti Ngurah Alit Ardiyasa, Kajian Kriminologis Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas yang

Dilakukan oleh Anak, https://media.neliti.com/media/publications/149603-ID-kajian-kriminologis-

mengenai-pelanggaran.pdf 12 Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 57.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

16

Pengertian pelanggaran tersebut berbeda dengan pendapat Wirjono

Prodjodikoro,13 yang mengartikan pelanggaran sebagai “perbuatan melanggar

sesuatu dan berhubungan dengan hukum, yang berarti lain dari pada perbuatan

melanggar hukum”.

Adapun pengertian lalu lintas angkutan jalan di dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dirumuskan

tentang pengertian lalu lintas angkutan jalan secara sendiri-sendiri yakni

sebagai berikut: Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:

“Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang

terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan,

Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolanya”.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan:

“Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas

Jalan”.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan:

“Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat

ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas

Jalan”.

Melihat rumusan Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa lalu lintas angkutan jalan adalah gerak pindah orang atau

barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan dan

13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Eresco, 1981, hlm. 28.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

17

sarana jalan yang diperuntukkan bagi umum. Kendaraan yang dimaksud adalah

meliputi baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor.

Sementara itu pengertian secara limitative tentang apa yang dimaksud

dengan pelanggaran lalu lintas tidak ditemukan di dalam pengertian umum

yang diatur Pasal 1 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Menurut Awaloedin bahwa pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau

tindakan seseorang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

lalu lintas jalan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 (1) dan (2), Pasal

33 (1) huruf a dan b, Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 atau peraturan

perundang-undangan yang lainnya.14

Definisi pelanggaran lalu lintas yang dikemukakan oleh Awaloedin

tersebut di atas ternyata masih menggunakan rujukan atau dasar perundang-

undangan yang lama yakni UU No 14 Tahun 1992 yang telah diganti dengan

UU No. 22 Tahun 2009, akan tetapi hal tersebut dapat dijadikan suatu masukan

berharga dalam membahas tentang pengertian pelanggaran lalu lintas.

Ramdlon Naning sendiri menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

pelanggaran lalu lintas jalan adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan

dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas.15

Pelanggaran yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 105

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 yang berbunyi: Setiap orang yang

menggunakan Jalan Wajib:

14 Naning Rondlon, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum

dan Lalu Lintas, Jakarta: Bina Ilmu, 1983, hlm. 19. 15 Ibid.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

18

1. Berperilaku tertib; dan/atau

2. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan

dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat

menimbulkan kerusakan jalan

Jika ketentuan tersebut di atas dilanggar maka akan dikualifikasikan

sebagai suatu pelanggaran yang terlibat dalam kecelakaan.

Untuk memberikan penjelasan tentang pelanggaran lalu lintas yang

lebih terperinci, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pelanggaran itu

sendiri. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana

dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai

kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu tentang Kejahatan.

Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu tentang Pelanggaran.

Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai criteria pembagian

tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu bersifat kualitatif dan

kuantitatif.

Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa suatu

perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang

yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht

delicten yang berarti suatu yang dipandang sebagai perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana

dalam suatu undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat

kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan dari

kejahatan. Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya “Handen Leer Boek

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

19

Van Het Nederlandse Strafrecht” menyatakan bahwa perbedaan antara kedua

golongan tindak pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat

kualitatif, tetapi hanya kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam

dengan hukuman yang lebih berat dari pada pelanggaran dan nampaknya ini

didasarkan pada sifat lebih berat dari kejahatan.16

Apabila pernyataan tersebut di atas dihubungkan dengan kenyataan

praktek yang dilakukan sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap pelaku

kejahatan memang pada umumnya lebih berat dari pada sanksi yang diberikan

kepada pelaku pelanggaran. Untuk menguraikan pengertian pelanggaran, maka

diperlukan para pendapat Sarjana Hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro,17

pengertian pelanggaran adalah “overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu

perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti

tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum. Sedangkan menurut Bambang

Poernomo,18 mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan

kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan

yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa

negara. Sedangkan crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang

bertentangan dengan hukum.

Dari berbagai definisi pelanggaran tersebut diatas maka dapat

disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:

1. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan

16 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm.40. 17 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung: Refika Aditama, 2003, hlm.33. 18 Bambang Poernomo, Op.cit, hlm.40.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

20

2. Menimbulkan akibat hukum

Maka dari berbagai pengertian di atas maka dapat mengambil

kesimpulan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berpedoman pada pengertian tentang pelanggaran dan pengertian lalu

lintas diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan

pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan

seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga

pejalan kaki yang bertentangan dengan peaturan perundang-undangan lalu

lintas yang berlaku.19

Ketertiban lalu lintas adalah salah satu perwujudan disiplin nasional

yang merupakan cermin budaya bangsa karena itulah setiap insan wajib turut

mewujudkannya. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran lalu lintas maka

diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan melaksanakan serta patuh

terhadap peraturan lalu lintas yang terdapat pada jalan raya.

Di wilayah hukum Kota Malang, kesadaran pengguna kendaraan

bermotor untuk tertib berlalu lintas di Kota Malang ternyata masih rendah.

Indikasinya, angka pelanggaran lalu lintas cenderung mengalami peningkatan

setiap bulannya. Jumlah pelanggaran lalu lintas dari bulan Juli hingga 22

Agustus 2017 mengalami peningkatan signifikan. Data sidang lalu lintas di PN

Malang menunjukkan pada bulan Juli 2017, jumlah pelanggaran total adalah

1.813. Sedangkan jumlah pelanggaran hingga 22 Agustus 2017, mencapai

19 Ramdlon Naning, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum

Dalam Lalu Lintas, Surabaya: Bina Ilmu, 1983, hlm. 23.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

21

2.295. Kenaikan pelanggaran lalu lintas ini mencapai 26 persen.20 Kemudian

sepanjang Oktober 2017, angka pelanggaran lalu lintas bahkan menjadi yang

tertinggi selama kalender 2017. Satlantas Polres Malang Kota mencatat ada

3.960 pelanggaran lalu lintas yang terjadi di bulan itu. Dari angka itu, sebanyak

1.216 pelanggaran di antaranya dilakukan oleh pengendara berusia 21–30

tahun. Rentang usia itu dikategorikan sebagai generasi milenial (kelahiran

tahun 1980 hingga 1997).21

B. Balap Mobil Liar

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, balap diartikan sebagai

(lomba) adu kecepatan.22 Balapan (race) mengandung pengertian balapan

kendaraan bermotor baik roda dua (sepeda motor) maupan roda empat (mobil)

yang dilangsungkan di trek aspal.23

Adapun liar diartikan sebagai tidak teratur; tidak menurut aturan

(hukum); tidak resmi ditunjuk atau diakui oleh yang berwenang; tanpa izin

resmi dari yang berwenang.24 Pengertian liar adalah tidak resmi ditunjuk atau

tidak diakui oleh yang berwenang, tanpa izin resmi dari yang berwenang, tidak

memiliki izin usaha, mendirikan atau membagun. Kata liar memang identik

dengan binatang, seperti singa liar, sapi liar, kambing liar, dan lain sebagainya.

Pengertiannya adalah binatang-binatang tersebut hidup dengan bebas dan tidak

20 Malang Post, 23 Agustus 2017, Pelanggaran Lalin Capai 2295 Orang, https://www.malang-

post.com/kriminal/pelanggaran-lalin-capai-2295-orang 21 Fajrus Shiddiq, 2 November 2017, Generasi Milenial Kok Langgar Lalu Lintas?,

http://www.radarmalang.id/generasi-milenial-kok-langgar-lalu-lintas/ 22 KBBI Daring, Balap, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/balap 23 Ash Habul Kahfi, Sirkuit Balap Nasional di Semarang, Canopy: Journal of Architecture, Vol. 2

(1), 2013: 21-31. 24 KBBI Daring, Liar, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/liar

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

22

ada pemiliknya atau tidak ada yang memelihara. Bisa juga dimaknai sebagai

binatang yang belum jinak, yang tidak kalah umum, mungkin kita biasa

menyebut tumbuhan yang tidak terawat dengan istilah tumbuhan atau tanaman

liar, ini jamak digunakan. Hal yang tidak kalah umum, mungkin kita biasa

menyebut tumbuhan yang tidak terawat dengan istilah tumbuhan atau tanaman

liar, ini telah jamak digunakan. Sekarang ini dapat dengan mudah menemukan

kata liar yang digunakan untuk berbagai macam istilah, seperti mata liar yang

diperuntukan bagi mata-mata yang menatap penuh waspada, atau pandangan

yang tanpa kontrol.25

Balap liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda motor

maupun mobil, yang dilakukan diatas lintasan umum. Artinya kegiatan ini

sama sekali tidak digelar di lintasan balap resmi, melainkan di jalan raya.26

Balap liar merupakan suatu ajang peraduan balap dimana balapan ini dilakukan

tanpa izin resmi dan diselenggarakan di jalan raya yang termasuk fasilitas

umum yang tentunya juga banyak dilalui oleh kendaraan umum lainnya.27

Menurut Kartini Kartono,28 kebut-kebutan atau balapan liar di jalanan

yang mengganggu keamanan lalulintas dan membahayakan jiwa sendiri serta

orang lain adalah salah satu wujud atau bentuk perilaku delinkuen atau nakal.

Pada umumnya mereka tidak memiliki kesadaran sosial dan kesadaran moral.

25 Dimas Prasetiya, Respon Masyarakat Terhadap Balap Liar di Kalangan Remaja (Studi di PKOR

Way Halim Bandar Lampung), Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung,

2016. 26 Lismaharia Febry, Balapan Liar di Kalangan Remaja (Studi Kasus Pelajar SMP-SMA Kelurahan

Sri Meranti Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru), JOM: Jurnal Online Mahasiswa FISIP, Vol. 4,

No. 1, Februari 2017, 1-13. 27 Dimas Prasetiya, Op.cit., hlm. 24. 28 Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 (Gangguan-Gangguan Kejiwaan), Jakarta, PT.RajaGrafindo

Persada, 1997, hlm.21.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

23

Tidak ada pembentukan ego dan super-ego, karena hidupnya didasarkan pada

basis instinktif yang primitif. Mental dan kemauannya jadi lemah, hingga

impuls-impuls, dorongan-dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi seperti

tingkah lakunya liar berlebih-lebihan. Tingkah laku yang dilakukan remaja

tersebut dengan maksud mempertahankan harga dirinya dan untuk membeli

status sosial untuk mendapatkan perhatian lebih dan penghargaan dari

lingkungan.29

Faktor-faktor penyebab seseorang melakukan balap liar adalah faktor

karena hobi, karena faktor taruhan (judi), faktor lingkungan, faktor keluarga

dan faktor pengaruh teknologi.30 Selain itu ada faktor-faktor lain yang menjadi

pendorong terjadinya balap liar, yaitu: 31

a. Ketiadaan fasilitas sirkuit untuk balapan membuat pencinta otomotif

ini memilih jalan raya umum sebagai gantinya, jikapun tersedia,

biasanya harus melalui proses yang panjang.

b. Gengsi dan nama besar, selain itu ternyata balap liar juga merupakan

ajang adu gengsi dan pertaruhan nama besar.

c. Kemudian uang taruhan juga menjadi faktor yang membuat balap

liar menjadi suatu hobi.

d. Kesenangan dan memacu adrenalin. Bagi pelaku pembalap liar

mengemukakan mereka mendapatkan kesenangan dari sensasi balap

liar, ada rasa yang luar biasa yang tak dapat digambarkan ketika usai

balapan.

e. Keluarga dan lingkungan. Kurangnya perhatian orang tua, terjadi

masalah dalam keluarga atau ketika terlalu berlebihannya perhatian

orang tua kepada anak dan sebagainya juga dapat menjadi faktor

pendorang anak melakukan aktivitas-aktivitas negatif seperti balap

liar. Selain itu pengaruh atau ajakan teman juga dapat menjadi

faktor.

29 Kartini Kartono, Op.cit, hlm. 209. 30 Ni Putu Rai Yuliartini, Kajian Kriminologis Kenakalan Anak Dalam Fenomena Balapan Liar di

Wilayah Hukum Polres Buleleng, Jurnal Psikologi, Vol. 7, No. 3, 2014. 31 Kartini Kartono, Patologi Sosial Kenakalan Remaja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm

44

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

24

Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas

dan angkutan jalan, ketentuan pidana mengenai pelanggaran yang terkait

dengan balapan liar diatur dalam Pasal 57 angka (1) dan (3), Pasal 115, Pasal

283, Pasal 284, Pasal 287 Ayat (5), Pasal 297, Pasal 311 Ayat (1). Adapun

rinciannya adalah sebagai berikut:

Pasal 57 angka (1) dan (3)

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib

dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.

(3) Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi

Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang-kurangnya

terdiri atas:

a. sabuk keselamatan;

b. ban cadangan;

c. segitiga pengaman;

d. dongkrak;

e. pembuka roda;

f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan

Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-

rumah; dan

g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas.

Pasal 106 angka (4)

(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan

wajib mematuhi ketentuan:

a. rambu perintah atau rambu larangan;

b. Marka Jalan;

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d. gerakan Lalu Lintas;

e. berhenti dan Parkir;

f. peringatan dengan bunyi dan sinar;

g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau

h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan

lain.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

25

Pasal 115

Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:

a. mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi

yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

dan/atau

b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.

Pasal 311 angka (1)

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan

Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi

nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun atau denda paling banyak Rp.3.000.000,00 (tiga juta

rupiah).

C. Kewenangan Kepolisian

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disebut dengan Undang-Undang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa, “Kepolisian

adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik

Indonesia disebutkan bahwa:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya

keamanan dalam negeri. 2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional

yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Fungsi polisi diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

26

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di

bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Adapun tugas pokok dan wewenang polisi diatur dalam Pasal 13, 14

ayat (1), dan 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, yaitu:

Pasal 13

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Pasal 14 Ayat (1)

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga

masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-

undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran

kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian

untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

27

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 15

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia

secara umum berwenang:

a. menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang

diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan

pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta

kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara

waktu.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan lainnya berwenang :

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan

kegiatan masyarakat lainnya;

b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor;

c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak, dan senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan

terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

28

g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis

kepolisian;

h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam

menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang

asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi

instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi

kepolisian internasional;

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup

tugas kepolisian.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (e) Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, bahwa urusan

pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan

pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu

lintas, serta pendidikan berlalu lintas, diselenggarakan oleh Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Tugas Kepolisian di bidang lalu lintas tersebut meliputi:

(a) pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) Kendaraan

Bermotor;

(b) pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor

(BPKB, STNK, TNBK);

(c) pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan;

(d) pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

(e) pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;

(f) penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan

penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;

(g) pendidikan berlalu lintas;

(h) pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan

(i) pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada

Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian kedudukan polres berada di ibukota

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

29

kabupaten/kota di daerah hukum masing-masing. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2)

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian

Resort dan Kepolisian disebutkan bahwa, Polres terdiri dari:

a. Tipe Metropolitan; b. Tipe Polrestabes; c. Tipe Polresta; dan d. Tipe Polres.

Tugas polres adalah menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dan melaksanakan tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polres,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan Pasal

6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian

Resort dan Kepolisian Polres menyelenggarakan fungsi:

a. pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam bentuk

penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan, pemberian bantuan

dan pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan

instansi pemerintah, dan pelayanan surat izin/keterangan, serta

pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan; b. pelaksanaan fungsi intelijen dalam bidang keamanan guna

terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini

(early warning); c. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, fungsi identifikasi dan

fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan

hukum, serta pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil (PPNS); d. pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat

melalui perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan

kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

30

ketentuan peraturan perundang-undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan masyarakat, koordinasi dan pengawasan

kepolisian khusus; e. pelaksanaan fungsi Sabhara, meliputi kegiatan pengaturan,

penjagaan pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan

kegiatan masyarakat dan pemerintah, termasuk penindakan tindak

pidana ringan (Tipiring), pengamanan unjuk rasa dan pengendalian

massa, serta pengamanan objek vital, pariwisata dan Very Important

Person (VIP); f. pelaksanaan fungsi lalu lintas, meliputi kegiatan Turjawali lalu

lintas, termasuk penindakan pelanggaran dan penyidikan kecelakaan

lalu lintas serta registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dalam

rangka penegakan hukum dan pembinaan keamanan, keselamatan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas; g. pelaksanaan fungsi kepolisian perairan, meliputi kegiatan patroli

perairan, penanganan pertama terhadap tindak pidana perairan,

pencarian dan penyelamatan kecelakaan di wilayah perairan,

pembinaan masyarakat perairan dalam rangka pencegahan

kejahatan, dan pemeliharaan keamanan di wilayah perairan; dan h. pelaksanaan fungsi-fungsi lain, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan Polres memiliki beberapa unsur pelaksana

tugas pokok yang berada di bawah Kapolres.

Salah satu unsur pelaksana tugas pokok adalah Satlantas. Menurut Pasal

1 angka (20) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat

Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor disebutkan bahwa, Satuan Lalu Lintas

yang selanjutnya disingkat Satlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok

fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 59-62 Peraturan Kapolri Nomor

23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres

dan Polsek, yaitu bahwa Satuan Lalu Lintas (Satlantas) adalah unsur pelaksana

tugas pokok fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan

masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

31

kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan

penegakan hukum di bidang lalu lintas. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Satlantas menyelenggarakan fungsi:

(j) pembinaan lalu lintas kepolisian;

(k) pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas

sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu

lintas; (l) pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka

penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban,

kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas); (m) pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor serta pengemudi; (n) pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta

penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan

hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya; (o) pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan (p) perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

D. Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penegakan hukum adalah

kegiatan menyerasikan hubungan nila-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-

kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir

untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan

hidup.32 Adapun menurut Purnadi Purbacaraka bahwa penegakan hukum dapat

dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya

penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti

luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam

setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan

32 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali

Press, 2010, hlm. 35

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

32

hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu

untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya.33

Sementara menurut Barda Nawawi Arief bahwa penegakan hukum

adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi

rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan

terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku

kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat

diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil

untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum

pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-

undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan

untuk masa-masa yang akan datang.34

Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa penegakan hukum adalah sebagai suatu kegiatan yang

dilakukan secara bersengaja dalam upaya menyerasikan nilai-nilai yang

tercermin dalam perilaku masyarakat untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

33 Purnadi Purbacaraka, Penegakan Hukum dan Mensukseskan Pembangunan, Bandung: Alumni,

1977, hlm. 34 34 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 109

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

33

2. Teori Penegakan Hukum

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3

bagian, yaitu:35

a. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana

sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive

law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin

dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara

pidana yang antara lain mencakup aturanaturan penangkapan, penahanan,

penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Di samping itu

mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-

batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat

penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang

dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement.

b. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang

bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan

hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara

maksimal.

c. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini

dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasan-

keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan

sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya

discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.

35 Shant Dellyana, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1988, hlm 39.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

34

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti hanya pada

pelaksanaan perundang-undangan saja atau berupa keputusan-keputusan

hakim. Masalah pokok yang melanda penegakan hukum yakni terdapat pada

faktor-faktor yang mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dapat

menyebabkan dampak positif maupun dampak negatif dilihat dari segi faktor

penegakan hukum itu menjadikan agar suatu kaidah hukum benar-benar

berfungsi. Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktornya adalah:36

a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri

Dapat dilihat dari adannya peraturan undang-undang, yang dibuat oleh

pemerintah dengan mengharapkan dampak positif yang akan didapatkan

dari penegakan hukum. Dijalankan berdasarkan peraturan undang-undang

tersebut, sehingga mencapai tujuan yang efektif. Di dalam undang-undang

itu sendiri masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat

menghambat penegakan hukum, yakni:

1) Tidak diikuti asas-asas berlakunya undang-undang.

2) Belum adanya peraturan-pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang.

3) Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta

penerapannya.

36 Soerjono Soekanto, Op.cit.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

35

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk dan

menerapkan hukum

Istilah penegakan hukum mencakup mereka yang secara langsung

maupun tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum, seperti:

di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan

permasyarakatan. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam

masyarakat, yang sudah seharusnya mempunyai kemampuan-kemampuan

tertentu guna menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka

terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi suatu

kesadaran bahwa persoalan tersebut ada hubungannya dengan penegakan

hukum itu sendiri.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

Kepastian penanganan suatu perkara senantiasa tergantung pada

masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Di dalam pencegahan dan

penanganan tindak pidana prostitusi yang terjadi melalui alat komunikasi,

maka diperlukan yang namanya teknologi deteksi kriminalitas guna

memberi kepastian dan kecepatan dalam penanganan pelaku prostitusi.

Tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar tanpa adanya

sarana atau fasilitas tertentu yang ikut mendukung dalam pelaksanaannya.

Maka menurut Purnadi Purbacaraka,37 dan Soerjono Soekanto,38 sebaiknya

37 Purnadi Purbacaraka, Op.cit. 38 Soerjono Soekanto, Op.cit.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

36

untuk melengkapi sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum perlu dianut

jalan pikiran sebagai berikut:

1) Yang tidak ada, harus diadakan dengan yang baru

2) Yang rusak atau salah, harus diperbaiki atau dibetulkan.

3) Yang kurang, harus ditambah

4) Yang macet harus dilancarkan

5) Yang mundur atau merosot, harus dimajukan dan ditingkatkan.

d. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

dan diterapkan.

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri. Secara langsung

masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat

dari pendapat masyarakat mengenai hukum. Maka muncul kecendrungan

yang besar pada masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas,

dalam hal ini adalah penegak hukumnya sendiri. Ada pula dalam golongan

masyarakat tertentu yang mengartikan hukum sebagai tata hukum atau

hukum positif tertulis. Pada setiap tindak pidana atau usaha dalam rangka

penegakan hukum, tidak semuanya diterima masyarakat sebagai sikap

tindak yang baik, ada kalanya ketaatan terhadap hukum yang dilakukan

dengan hanya mengetengahkan sanksi-sanksi negatif yang berwujud

hukuman atau penjatuhan pidana apabila dilanggar. Hal itu hanya

menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap para penegak hukum semata

atau petugasnya saja.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

37

Faktor-faktor yang memungkinkan mendekatnya penegak hukum pada

pola isolasi adalah:39

1) Pengalaman dari warga masyarakat yang pernah berhubungan dengan

penegak hukum dan merasakan adanya suatu intervensi terhadap

kepentingan-kepentingan pribadinya yang dianggap sebagai gangguan

terhadap ketentraman (pribadi).

2) Peristiwa-peristiwa yang terjadi yang melibatkan penegak hukum dalam

tindakan kekerasan dan paksaan yang menimbulkan rasa takut.

3) Pada masyarakat yang mempunyai taraf stigmatisasi yang relatif tinggi

atau cap yang negatif pada warga masyarakat yang pernah berhubungan

dengan penegak hukum.

4) Adanya haluan tertentu dari atasan penegak hukum agar membatasi

hubungan dengan warga masyarakat, oleh karena ada golongan tertentu

yang diduga akan dapat memberikan pengaruh buruk kepada penegak

hukum.

Misalnya penanggulangan atau pemberantasan tindak pidana prostitusi

melalui alat komunikasi harus ditujukan kepada pelaku pembuat konten

terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar ia bertanggung jawab atas

perbuatannya. Bagi para gadis-gadis yang ikut dijajakan di dalam konten

dapat diberi efek jera meskipun tidak berupa penjatuhan pidana, tetapi lebih

cenderung pada hukuman non pidana.

39 Ibid, hlm. 70

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

38

e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kebudayaan atau sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai

yang mendasari hukum yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari

keadilan. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai

apa yang dianggap baik seharusnya diikuti dan apa yang dianggap buruk

seharusnya dihindari. Mengenai faktor kebudayaan terdapat pasangan nilai-

nilai yang berpengaruh dalam hukum, yakni:

1) Nilai ketertiban dan nilai ketentraman

2) Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah (keakhlakan).

3) Nilai konservatisme dan nilai inovatisme.

Kelima faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap

penegakan hukum, baik pengaruh positif maupun pengaruh yang bersifat

negatif. Dalam hal ini factor penegak hukum bersifat sentral. Hal ini

disebabkan karena undang-undang yang disusun oleh penegak hukum,

penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum itu sendiri dan penegak

hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas.

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan keadilan dan

bermanfaat bagi masyarakat. Penetapan tentang perilaku yang melanggar

hukum senantiasa dilengkapi dengan pembentukan organ-organ

penegakannya. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, di antaranya:

a. Harapan masyarakat yakni apakah penegakan tersebut sesuai atau tidak

dengan nilai-nilai masyarakat.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelanggaran Lalu Lintaseprints.umm.ac.id/39936/3/BAB II.pdf · Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang diberikan. Sanksi bagi pelaku

39

b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan

melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut.

c. Kemampuan dan kewibawaan dari pada organisasi penegak hukum.40

40 M. Husen Harun, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1990,

hlm. 41