BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1555/2/BAB II...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1555/2/BAB II...
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Berprestasi
1. Pengertian Motivasi Berprestasi
Koeswara ( dalam Hikmah, 2012) Teori yang membahas mengenai
motivasi berprestasi yaitu teori nilai ekspektasi dari Murray dan
Mc.Clelland di mana gagasan yang mendasari teori nilai ekspektasi adalah
tingkah laku bermotivasi yang berasal dari kombinasi antara kebutuhan-
kebutuhan yang ada pada diri individu dan nilai-nilai dari tujuan-tujuan
yang hendak di capai. Hal ini sejalan dengan pengertian motivasi
berprestasi itu sendiri, yang di jelaskan oleh Murray (dalam Heckhausen,
1991) bahwa motivasi berprestasi adalah suatu kebutuhan untuk mencapai
sesuatu yang sulit, yaitu untuk menguasai, memanipulasi atau mengatur
objek fisik, manusia, atau ide-ide, yang dilakukan secara cepat dan
mandiri untuk mengatasi hambatan dan mencapai standar yang tinggi. Hal
tersebut bertujuan untuk membuat diri sendiri lebih unggul dan dapat
mengungguli orang lain, sehingga harga diri akan meningkat dengan
pencapaian yang maksimal.
McClelland (dalam Munandar, 2014) dengan teorinya yang lebih
dikenal dengan teori kebutuhan, menjelaskan bahwa kebutuhan untuk
berprestasi (need for achievement) adalah dorongan yang kuat untuk
berhasil, dimana individu hanya akan terfokus untuk mengejar prestasi
16
pribadi dari pada imbalan terhadap keberhasilan. Individu juga akan
bergairah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien
dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Dorongan yang seperti inilah
disebut sebagai kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need=
nAch).
Selain itu, Heckhausen (1991) lebih menekankan motivasi
berprestasi tersebut berdasarkan standar keunggulan, bukan berdasarkan
kebutuhan. Menurutnya motivasi berprestasi adalah sebagai suatu usaha
untuk meningkatkan atau menjaga setinggi mungkin kemmapuan individu
pada semua kegiatan berdasarkan standar keunggulan. Woolfolk (dalam
Myres, 2014) juga menjelaskan motivasi berprestasi adalah suatu
keinginan untuk berhasil, berusaha keras dan mengungguli berdasarkan
suatu standard mutu tertentu.
Berdasarkan dari beberapa definisi motivasi berprestasi di atas,
maka dapat di simpulkan definisi motivasi berprestasi adalah sebuah
dorongan yang ada di dalam diri individu untuk terus berhasil dalam
menyelesaikan segala sesuatu, sehingga individu akan bergairah untuk
melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan dengan hasil
sebelumnya.
2. Karakteristik Motivasi Berprestasi
McClelland (1987) menyatakan bahwa individu yang menunjukan
motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik :
a. Bertanggung jawab terhadap kinerja pribadinya.
17
Secara teoritis individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu
memiliki tanggung jawab yang baik terhadap hasil dari tugas yang di
kerjakannya, karena hanya dengan kondisi yang demikian individu bisa
merasakan kepuasan dari mengerjakan sesuatu yang lebih baik. Smith
(2015) mengatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi yang
tinggi menyukai situasi di mana dirinya dapat menguji keberhasilan dan
kegagalan dari tugas yang dilakukannya.
b. Membutuhkan umpan balik dari kinerjanya.
Secara teoritis individu yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi
akan lebih suka untuk bekerja dalam situasi di mana dirinya bisa
mendapatkan umpan balik tentang seberapa baik hal yang telah di lakukan
olehnya. Jika tidak, individu tidak akan memiliki cara untuk mengetahui
apakah dirinya telah melakukan hal yang lebih baik dari pada yang lain
atau tidak. Menurut Smith (2015) individu mencari situasi yang
menawarkan langsung umpan balik mengenai kemajuan atau kekurangan,
dari hal yang dikerjakannya.
c. Memiliki inovasi.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu menemukan cara
belajar yang baru dan unik yang dapat mempermudah dirinya dalam
proses belajar. Individu akan lebih banyak untuk menemukan cara yang
berbeda, singkat, atau lebih efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sehingga individu dapat lebih mengerti dengan apa yang sedang
dikerjakannya. Individu akan lebih banyak untuk menemukan cara yang
18
berbeda, singkat, atau lebih efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Singkatnya individu akan terfokus dengan “bagaimana cara mendapatkan
hasil yang lebih maksimal dengan usaha yang minimalis ?”
d. Memiliki ketekunan.
Individu yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi akan
lebih bertahan lama dalam bekerja di jenis tugas apa pun. Individu tidak
pernah mengerjakan tugasnya secara setengah-setengah dan mudah
menyerah.
e. Pengambilan resiko yang moderat.
Smith (2015) mengatakan individu dengan motivasi berprestasi tinggi
cenderung mengambil resiko yang di perhitungkan dalam setiap tugas
yang dilakukannya. Individu cenderung menetapkan tujuan yang
menantang di bandingkan dengan tujuan yang terlalu sulit atau terlalu
mudah/ringan.
Dalam percobaan yang dilakukan oleh Atkinson (dalam McClelland,
1987) individu dengan n-ach yang tinggi harus memiliki kemampuan
mengemudi lebih baik karena cenderung untuk menghindari resiko yang
ekstrim. Namun pada kenyataannya, Atkinson menemukan hal yang
sebaliknya, pengemudi dengan n-ach yang tinggi cenderung lebih senang
melanggar peraturan lalu lintas, seperti mengemudi tanpa lisensi,
pelanggaran parkir, dan kecepatan di atas maksimal, namun jarang terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas. Artinya pengemudi dengan n-ach yang tinggi
lebih menyukai untuk mengambil sebuah resiko yang di perhitungkan.
19
Selain itu, dalam percobaan yang dilakukan oleh O’Connor, Atkinson, dan
Horner (dalam McClelland, 1987) yang menggunakan model pengambilan
resiko untuk menjelaskan efek dari kemampuan pengemlompokan kinerja
di dalam kelas di peroleh bahwa anak-anak yang memiliki n-ach yang
tinggi lebih senang berada di dalam sebuah ruangan kelas yang berisi
siswa dengan kemampuan yang sama, karena dirinya sadar bahwa prestasi
tidak akan mudah di dapatkan, berbeda dengan di kelas normal, dirinya
akan mudah mendapatkan prestasi atau nilai di atas rata-rata karena dapat
dengan mudah mengalahkan anak-anak yang lain.
f. Memiliki perhatian yang kuat terhadap lingkungan sekitar (Researching
The Environment/RE).
Smith (2015) mengatakan individu dengan motivasi berprestasi yang
tinggi, cenderung lebih menyukai untuk melakukan pendekatan di
lingkuan sekitarnya terlebih pada lingkungan baru. Semuanya dilakukan
dengan hati-hati, memiliki rasa penasaran, dan di lakukan secara sukarela.
Individu cenderung suka untuk mengeksplor apa saja yang ada di likungan
sekitarnya, dengan tujuan akhir hal tersebut dapat membantunya mencapai
kearah tujuan.
Heckhausen (dalam Hikamh, 2012) mengungkapkan karakteristik
individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah sebagai
berikut :
a. Berorientasi sukses, hal ini berarti bahwa jika individu di hadapkan pada
situasi berprestasi, dirinya akan merasa optimis jika sukses akan di raihnya
20
dan dalam mengerjakan tugas individu akan lebih terdorong oleh harapan
untuk sukses dari pada menghindari kegagalan.
b. Berorientasi jauh ke depan, hal ini berarti bahwa individu cenderung
membuat tujuan-tujuan yang hendak dicapainya di waktu yang akan
datang dan sangat menghargai waktu serta individu lebih dapat
menangguhkan pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu
mendatang.
c. Suka tantangan, hal ini bahwa individu menyukai situasi prestasi yang
mengundang resiko yang cukup untuk gagal. Individu suka akan
perbedaan dan kekhasan tersendiri sesuai dengan kompetensi profesional
yang dimilikinya, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
motivasi dan pencapaian prestasi belajar pada siswa.
d. Tangguh, hal ini berarti bahwa individu dalam melakukan tugas-tugasnya
menunjukan keuletan, tidak mudah putus asa dan berusaha terus sesuai
dengan kemampuannya.
Karakteristik di atas didasarkan pada tiga standar keunggulan
motivasi berprestasi dalam setiap individu. Heckhausen (dalam Hawadi,
2001) juga menyebutkan tiga ukuran standar keunggulan bagi individu
yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, antara lain :
a. Self related excellence yaitu suatu perbandingan dengan prestasi yang
pernah tercapai pada masa lalu oleh individu. Individu membuat standar
prestasi yang akan dicapai berdasarkan perbandingannya dengan prestasi
yang pernah dicapainya pada masa lalu.
21
b. Other-related of excellence yaitu perbandingan prestasi dengan orang lain.
Individu menjadikan prestasi yang dicapai oleh orang lain sebagai patokan
atau ukuran keberhasilan diri sendiri.
c. Task related standard of excellence yaitu prestasi untuk menyelesaikan
suatu tugas. Suatu ukuran keberhasilan yang dilihat dari kemampuan
individu dalam menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan dan
sempurna.
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan
karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi adalah
memiliki bertanggung jawab atas kinerja pribadinya, membutuhkan umpan
balik dari kinerjanya, inovativ, memiliki ketekunan, menyukai untuk
mengambil tugas dengan resiko yang moderat, dan memiliki perhatian
yang kuat terhadap lingkungan sekitar (Researching The
Environment/RE), dan memiliki karakteristik berorientasi untuk sukses,
berorientasi jauh kedepan, suka tantangan, dan tangguh. Selain itu,
individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga memiliki standar
keunggulan tersendiri yaitu, self related excellence, other-related of
excellence, task related standard of excellence.
Dari beberapa uraian di atas, peneliti akan menggunakan
karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi yang di
dasarkan pada teori McClelland. Adapun karakteristik yang di sampaikan
oleh McClelland yaitu 1) bertanggung jawab terhadap kinerja pribadinya;
2) membutuhkan umpan balik dari kinerjanya; 3) memiliki Inovasi; 4)
22
memiliki ketekunan; 5) pengambilan resiko yang moderat; 6) memiliki
perhatian yang kuat dengan lingkungan sekitarnya (Researching The
Environment/RE). Alasan peneliti menggunakan teori dari McClelland
adalah karakteristik yang di sampaikan jauh lebih spesifik dan jelas.
Karakteristik yang di jelaskan juga dapat diamati dengan observasi,
sehingga lebih memudahkan peneliti untuk membuat item-item bagi
penyusunan alat ukur untuk mengungkap perilaku motivasi berprestasi
mahasiswa.
3. Faktor-Faktor Motivasi Berprestasi
Fernald & Fernald (1999) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi berprestasi individu adalah :
a. Keluarga dan pengaruh budaya: untuk menuju sebuah prestasi yang stabil,
baru-baru ini peran keluarga menjadi pengaruh yang sangat kuat. Anak-
anak yang di dorong untuk menggunakan kemampuan konstruktifnya,
sehingga mengetahui tentang hal-hal yang ada di dalam dirinya sendiri.
Faktor lain yang berpengaruh adalah tingkat pekerjaan orang tua. Semakin
tinggi tingkat pekerjaan orang tua maka semakin besar motivasi
berprestasi yang ada pada diri anak.
b. Peran konsep diri: ketika individu dapat membayangkan dan menafsirkan
dunia dengan cara yang tampaknya tidak mungkin bagi organisme lain,
dan faktor penting di sini adalah konsep diri, yang merupakan cara
individu berpikir tentang dirinya sendiri dalam arti global. Ini termasuk
23
“perasaan individu” seperti seorang laki-laki yang memiliki konsep diri
yang tinggi melalui prestasi.
c. Pengaruh peran sex: di Amerika Serikat dan negara lainnya. Prestasi
tinggi, identik dengan maskulinitas, yang bertentangan dengan konsep dari
wanita ideal. Namun stereotip tersebut memudar.
d. Pengakuan dan prestasi: pengakuan dan prestasi ini mengacu kepada setiap
peningkatan motivasi dan kinerja yang terjadi pada dasarnya karena
individu menerima pengakuan. Jika individu menyadari bahwa ada orang
lain yang peduli kepada nya, hal tersebut menjadi motivasi untuk bekerja
keras.
Lain halnya, Suryabrata (2002) menjelaskan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi adalah :
a. Faktor Eksternal
1) Faktor Sosial, faktor sosial adalah manusia yang sangat berperan dalam
kegiatan belajar individu, seperti :
a) Orang tua: Sunaryo (2002) menyatakan orang tua yang mampu
mendidik dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh
perhatian terhadap anak, tahu kebutuhan dan kesulitan yang di
hadapi anak, dan mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-
anaknya, akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar anak
tersebut dan sebaliknya. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Jeynes (2007) bahwa adanya hubungan yang positif
24
dan signifikan antara keterlibatan orang tua dengan prestasi
akademik anak.
b) Guru: Salamah (2006) menyatakan guru sebagai pelaksana
pendidikan merupakan faktor manusia yang di perkirakan paling
besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan. Keberhasilan
pendidikan tergantung pada perilaku guru dalam melaksanakan
tugas-tugas pengajaran. Unsur-unsur meningkatkan kemampuan
secara teknis guru sudah banyak dilakukan melalui berbagai
penataran, lokakarya, seminar dan sebagainya, hal ini kaitannya agar
guru-guru memiliki seni mengajar yang lebih baik lagi, sehingga
dapat memotivasi peserta didik sehingga memiliki hasil belajar yang
baik.
c) Teman sebaya: Menurut Buhrmester (dalam Feldman Papalia, 2009)
teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan
tuntutan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana
untuk mencapai otonomi dan kemandirian dari orang tua bagi
remaja.
d) Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung: Iklim belajar
yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan
sikap optimisme bagi peserta didik dalam belajar, cenderung akan
mendorong individu untuk tertarik belajar, memiliki toleransi
terhadap suasana kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan. Hal
ini di buktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Korir (2014)
25
yang berjudul The Impact Of School Environment And Peer
Influences On Students Academic Performance In Vihiga Country,
Kenya bahwa lingkungan sekolah selaku institusi di mana tempat
belajar yang dianggap juga sebagai rumah kedua bagi peserta didik
memiliki hubungan yang kuat dengan hasil akademik dari peserta
didik.
2) Faktor Non Sosial: adalah segala sesuatu di sekitar individu dalam
wujud benda konkrit atau abstrak.
a) Sarana yang dipakai untuk belajar: Sunaryo (2004) menyatakan alat
bantu belajar mengajar (ABBM) yang lengkap akan membantu
proses belajar atau sebaliknya. Ketersediaan fasilitas informasi
elektronik seperti internet dan notebook merupakan hal yang penting
untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran.
b) Kondisi cuaca, suhu, dan udara: ruang kelas yang terlalu sempit akan
mempengaruhi kenyamanan peserta didik dalam belajar. Begitu juga
dengan penataan ruang kelas, kelas yang tidak ditata dengan rapi,
tidak ada ventilasi yang memadai akan membuat suasana menjadi
tidak nyaman, dan membuat peserta didik merasa bosan, dan tidak
bergairah selama proses belajar. Sunaryo (2004) faktor udara, cuaca,
waktu, tempat dapat mempengaruhi proses belajar bagi individu.
b. Faktor Internal
1) Faktor fisiologis
26
a) Kesehatan individu: Sunaryo (2004) menyatakan kondisi badan
yang tidak sehat seperti sakit-sakitan, kurang vitamin dan
sebagainya akan mempengaruhi proses belajar individu yang
nantinya juga akan berimbas kepada motivasi berprestasinya.
b) Cacat tubuh: individu dengan gangguan cacat tubuh seperti
memiliki kelemahan atau gangguan berbicara, membaca, atau
gangguan dengan alat indranya rentan untuk memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi. meskipun tidak semua individu dengan
cacat tubuh memiliki motivasi berprestasi yang rendah (Sunaryo,
2004).
2) Faktor psikologis
a) Motivasi: Hamzah (2006) menyatakan motivasi berasal dari kata
motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat di dalam
individu, yang menyebakan individu tersebut berbuat atau
bertindak. Begitu pula dalam hal berprestasi, Winkel (1996) motif
adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu (dalam Hamzah,
2006).
b) Ingatan: Walgito (2002) ingatan memiliki fungsi untuk memasukan
(learning), menyimpan (retention), dan fungsi untuk menimbulkan
kembali (remembering). Kaitannya dengan motivasi berprestasi,
individu yang telah memperhatikan sebuah stimulus yang
menurutnya menarik, dan memberikan perhatian pada stimulus
27
tersebut, secara singkat individu akan mempersepsinya, lalu
menyimpan nya dalam memori otak. Seperti individu yang telah
menyadari tujuan nya untuk melanjutkan pendidikannya ke
pendidikan tinggi, maka akan secara sadar dan terencana
mengetahui hal-hal dan perilaku seperti apa yang harus di lakukan.
c) Pengalaman: pada penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2014)
yang berjudul Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Berprestasi
Dari Keluarga Tidak Mampu Secara Ekonomi, diperoleh
kesimpulan bahwa motivasi untuk berprestasi juga di pengaruhi
oleh faktor ekstrinsik yaitu, reward, orang yang lebih dahulu
sukses/berprestasi dan fenomena di sekitar individu.
Faktor-faktor lain motivasi berprestasi dijelaskan oleh Speece dan
Helmerich (dalam) motivasi berprestasi terdiri dari beberapa faktor, yaitu :
a. Mastery of needs, yaitu seseorang lebih menyukai pekerjaan yang
menantang dan menuntut pada intelektual.
b. Work orientation, yaitu individu mengambil sikap proaktif dan
menunjukan bahwa dirinya menyukai pekerjaan itu. Individu akan
mendapat kepuasan dari pekerjaan yang dilakukan dan berupaya
mengembangkan dirinya.
c. Competition, seorang individu berharap memperoleh kemenangan dan
mempunyai hasrat untuk dapat unggul di bandingkan dengan yang lain.
Dari beberapa penjelasan mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa
28
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat motivasi berprestasi
individu adalah keluarga dan pengaruh budaya, peran konsep diri,
pengaruh peran sex, serta pengakuan dan prestasi. Selain itu ada pula
faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seperti, 1)
faktor eksternal yang terdiri dari faktor sosial yaitu orang tua, guru, serta
teman sebaya, dan faktor non sosial yaitu sarana yang di gunakan untuk
belajar serta cuaca, suhu dan udara. Dan 2) faktor internal yang terdiri dari
faktor fisologis yaitu kesehatan individu, serta cacat tubuh dan faktor
psikologis yaitu motivasi, ingatan serta pengalaman disekitar individu,
serta faktor Mastery of needs, Work orientation, dan Competition. Dalam
penelitian ini peneliti lebih sejalan dengan faktor-faktor yang di sampikan
oleh Suryabrata, yaitu 1) faktor eksternal yang terdiri dari faktor sosial
yaitu orang tua, guru, serta teman sebaya, dan faktor non sosial yaitu
sarana yang di gunakan untuk belajar serta cuaca, suhu dan udara. Dan 2)
faktor internal yang terdiri dari faktor fisologis yaitu kesehatan individu,
serta cacat tubuh dan faktor psikologis yaitu motivasi, ingatan serta
pengalaman disekitar individu, dimana ada faktor eksternal yaitu teman
sebaya yang sesuai dengan teori kondisi psikososial remaja yang
dijelaskan sebelumya.
B. Dukungan Sosial Teman Sebaya
1. Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya
29
Cohen & Hoberman (dalam Isnawati, 2013) menjelaskan dukungan
sosial adalah berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar
pribadi seseorang yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu yang
bersangkutan. Menurutnya dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi
bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu
keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan
bantuan tersebut dirasakan dapat menaikan perasaan positif serta
mengangkat harga diri.
Sarafino (2014) menjelaskan dukungan sosial adalah tindakan yang
dilakukan oleh orang lain, yang tindakan tersebut dapat memberikan
sensasi atau persepsi kepada individu penerima, bahwa kenyamanan,
kepedulian, dan bantuan adalah ada bagi dirinya. Rook (dalam Nursalam,
2007) menjelaskan dukungan sosial adalah sebuah fungsi pertalian/ikatan
sosial yang segi fungsionalnya mencakup dukungan emosional,
mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasehat atau informasi,
pemberian bantuan material. Depanfillis (1996) Dukungan sosial adalah
suatu pemikiran terbaik sebagai suatu konstruk multidimensional yang
terdiri dari komponen fungsional dan struktural (dalam Roberts, 2009).
Dukungan sosial merujuk kepada tindakan yang orang lain lakukan ketika
dirinya menyampaikan bantuan.
Scot & Carrington, (2011) juga menjelaskan relasi positif
kelompok teman sebaya ternyata juga memiliki arti penting bagi
terbentuknya dukungan sosial terhadap sesama teman sebaya. Santrock
30
(2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa sumber dukungan sosial yang
di terima individu, salah satunya adalah teman sebaya. Cober dan
koleganya (dalam Scot & Carrington, 2011), mendefinisikan dukungan
sosial sebagai semua proses relasi sosial yang bisa meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan individu. Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat di simpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya adalah sumber
daya berupa bantuan yang dirasakan oleh individu dari orang lain yang
memiliki tingkat usia yang sama dan memiliki sebuah relasi antar pribadi,
yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dari individu penerima.
2. Bentuk Dukungan Sosial
Cohen & Hoberman (dalam Isnawati, 2013) mengklarifikasikan
dukungan sosial kedalam empat bentuk, yaitu :
a. Appraisal support yaitu adanya bantuan berupa nasihat yang berkaitan
dengan pemecahan suatu masalah untuk membantu mengurangi stressor,
atau suatu bentuk bantuan yang membantu individu dalam memahami
kejadian yang menekan dengan lebih baik serta memberikan pilihan
strategi coping yang harus dilakukan guna menghadapi suatu masalah
(Sari, 2010).
b. Tangible support yaitu bantuan yang nyata yang berupa tindakan atau
bantuan fisik dalam menyelesaikan tugas atau bantuan bantuan yang
bersifat pelayanan, juga bantuan secara finansial.
c. Self-Esteem support yaitu dukungan yang di berikan oleh orang lain
terhadap perasaaan kompeten atau harga diri individu/perasaan seseorang
31
sebagai bagian dari sebuah kelompok di mana para anggotanya memiliki
dukungan yang berkaitan dengan self-esteem seseorang. Singkatnya
individu penerima akan merasakan adanya perasaan positif akan dirinya,
bila di bandingkan keadaan yang di miliki oleh orang lain, yang membuat
individu merasa sejajar dengan orang lain seusianya.
d. Belonging Support yaitu menunjukan perasaan di terima menjadi bagian
dari suatu kelompok dan rasa kebersamaan, atau suatu bentuk bantuan di
mana individu tahu bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan ketika
dirinya ingin melakukan suatu kegiatan bersama.
House (dalam Smet, 1994) menjelaskan ada empat bentuk
dukungan sosial, antara lain :
a. Dukungan emosional: mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap individu yang bersangkutan serta memberikan rasa
aman, rasa saling memiliki dan di cintai.
b. Dukungan penghargaan: terjadi melalui ungkapan hormat atau
penghargaan yang positif bagi individu, dorongan untuk maju atau
gagasan perasaan individu dan perbandingan individu tersebut dengan
individu yang lain yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya atau
menambah penghargaan diri.
c. Dukungan instrumental: mencakup bantuan langsung sesuai dengan yang
di butuhkan oleh seseorang. Seperti memberi pinjaman uang kepada
individu yang sedang memerlukan atau membantu individu dalam
mengerjakan tugas/pekerjaan saat sedang mengalami stress.
32
d. Dukungan informatif : mencakup memberi nasehat, petunjuk, saran-
saran, dan umpan balik.
Sarafino (2014) mengkalrifikasikan dukungan sosial kedalam lima
bentuk, yaitu:
a. Dukungan emosional: dukungan yang melibatkan ekspresi dan empati,
kepedulian, dan perhatian kepada orang lain. Seperti memberikan bahu
ketika individu sedang menangis atau berkeluh kesah, dan persahabatan.
Dukungan ini dapat memberikan rasa, aman, dan nyaman perasaan
dimiliki dan dicintai yang dirasakan individu.
b. Dukungan penghargaan: dukungan yang terjadi, melalui ungkapan
penghargaan positif kepada orang lain. Dorongan untuk maju atau
persetujuan dengan pendapat dan perasaan individu, serta adanya
pembanding positif dari individu dengan orang lain.
c. Dukungan instrumental: dukungan yang berupa pemberian bantuan
secara langsung seperti bantuan uang atau materi lainnya.
d. Dukungan informasi: dukungan yang terdiri dari pemberian nasihat,
arahan, saran atau umpan balik mengenai apa yang dilakukan orang lain.
e. Dukungan dari jaingan sosial: dukungan yang menimbulkan perasaan
memiliki pada individu, karena dirinya menjadi anggota di dalam
kelompok. Dalam hal ini individu dapat membagi minat serta aktifitas
sosialnya, sehingga individu merasa dirinya dapat di terima oleh
kelompok tersebut.
33
Tracy (dalam Roberts, 2009) menjelaskan ada beberapa jenis dari
dukungan sosial, seperti :
a. Dukungan emosional: adanya seseorang mendengarkan perasaan anda,
atau memberikan dorongan
b. Dukungan informasional: adanya seseorang mengajarkan anda sesuatu,
memberikan informasi atau nasehat, atau membantu dalam membuat
suatu keputusan utama.
c. Dukungan konkret: adanya seseorang membantu anda dengan cara yang
kasat mata, seperti meminjamkan sesuatu, memberikan informasi,
membantu mengerjakan tugas, atau mengambilkan suatu pesanan anda.
Nursalam (2007) hampir setiap individu tidak mampu
menyelesaikan masalah sendiri, tetapi lebih cenderung memerlukan bantuan
orang lain. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dukungan sosial merupakan
mediator yang penting dalam menyelesaikan masalah individu. Hal ini
karena individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah, relasi
kerja, kegiatan agama ataupun bagian dari kelompok lainnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan,
jenis dukungan sosial adalah Appraisal Support, Tanggible Support, Self-
Esteem Support, dan Beloging Support, sementara bentuk-bentuk dukungan
sosial juga dapat berupa, dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dan dukungan informatif. Adapun bentuk-bentuk
dukungan sosial lain juga dapat berupa, dukungan informasional, dukungan
konkret, serta dukungan dari jaringan sosial. Sementara dalam penelitian ini,
34
peneliti akan menggunakan jenis-jenis dukungan sosial yang disampaikan
oleh Cohen & Hoberman yaitu (1) Appraisal support, berupa bantuan dalam
bentuk nasehat, atau saran (2) Tangiable Support, berupa bantuan secara
langsung baik secara fisik seperti membantu mengerjakan tugas, atau
bantuan secara finansial (3) Self-Esteem, berupa rasa dukungan untuk maju
atau dukungan positif untuk individu, dan (4) Belonging Support berupa
rasa simpati dan empati.
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Motivasi
Berprestasi Mahasiswa
Menurut Gunarsa (2004) mahasiswa yang berada pada masa
remaja lanjut memang menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dan
tidak semua mampu mengatasinya secara seorang diri. Bahkan banyak
mahasiswa membutuhkan bantuan baik dalam menyesuaikan diri karena
status barunya sebagai mahasiswa dengan berbagai persoalan dalam
pergaulan maupun dalam studi.
Kesulitan yang di hadapi oleh mahasiswa yang berada pada masa
remaja lanjut salah satunya adalah kurikulum yang berbeda dengan masa
sekolah menegah atas. Di bidang pengetahuan eksakta cenderung lebih ketat
daripada non-eksakta. Jika individu kebetulan menyukai dengan
bidang/jurusan yang di pilih, maka kelanjutan studi dan kegairahan belajar
terjamin lebih lancar. Namun sebaliknya apabaila jurusan yang di pilih tidak
sesuai dapat mengakibatkan kegairahan belajar akan menurun dan studinya
menjadi tidak lancar (dalam Gunarsa, 2004)
35
Oleh karenanya mahasiswa yang masih berada di tahap remaja
lanjut memerlukan orang lain untuk membantunya menyelesaikan masalah
tersebut. Desmita (2013) remaja menghabiskan sebagaian besar waktunya
untuk berhubungan dan bergaul dengan teman sebayanya. Santrock (2007)
menjelaskan para remaja dan teman sebayanya kemudian membentuk suatu
relasi yang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif.
Scot & Carrington (2011) relasi yang positif kelompok teman sebaya
ternyata juga memiliki arti penting bagi terbentuknya dukungan sosial
terhadap sesama teman sebaya. Meningkatnya intensitas pertemuan di
antara para remaja mengakibatkan dukungan sosial dari teman sebaya
memiliki peran penting bagi kehidupan remaja. Dukungan sosial yang di
berikan teman sebaya dapat membuat remaja termotivasi untuk menggapai
prestasi atau cita-cita. Berprestasi merupakan salah satu kebutuhan manusia.
Dengan meraih suatu prestasi, maka akan tumbuh suatu semangat baru
untuk menjalani aktifitas (Muray, dalam Hikmah 2012).
Bagitu pula dengan motivasi berprestasi mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan Tinggi di Universitas Mercu Buana Yogyakarta,
dengan dukungan sosial yang di berikan oleh teman sebaya seperti
dukungan apraisal support yaitu berupa nasehat atau pemberian saran serta
arahan yang diberikan melalui teman sebaya. Hal ini dapat membuat
motivasi berprestasi individu menjadi baik, karena individu tau bagaimana
seharusnya dirinya bertindak, melalui saran, nasehat dan informasi yang
diberikan dari teman sebayanya, selain itu melalui saran atau nasehat yang
36
di berikan oleh teman sebayanya akan meningkatkan kebutuhan individu
akan umpan balik dari orang lain. Diketahui bahwa beberapa fungsi teman
sebaya bagi remaja adalah saling memberikan dukungan sosial dan
memberikan informasi penting yang dapat di jadikan refrensi dalam
membandingkan keyakinan, nilai, sikap, dan kemampuannya dengan remaja
yang lain. Hal tersebut berarti bahwa teman sebaya memberikan informasi
berupa memberikan ajaran, memberikan informasi, memberi nasehat,
memberi saran, memberi pengetahuan, memberi petunjuk, dan memberikan
bimbingan (Zastrow dan Ashman dalam Hikmah, 2012).
Selain itu, individu juga akan mengembangkan inovasi khusus
dalam mengerjakan berbagai tugas dan tanggung jawabnya, dari berbagai
saran dan informasi yang di berikan oleh teman sebaya. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Haque (2014) yang berjudul
“Implication Of College Peer Culture on Achievement Motivation” yang
menekankan bahwa 50% dari jumlah subjek 13 dari 26 subjek sebagian
besar mahasiswa bergantung pada pendapat dan nilai dari rekan rekan nya.
Oleh karena itu, untuk meningkat motivasi berprestasi individu di buthkan
informasi yang hanya bisa di peroleh dari sesama teman sebayanya yang
ternyata dukungan informasi dari teman sebaya ini sangat mempengaruhi
pengatahuan individu. Sebaliknya jika individu tidak mendapatkan
dukungan apraisal support maka individu tersebut terindikasi akan
memiliki tingkat motivasi berprestasi yang rendah, karena individu tidak
mendapatkan masukan atau respon dari orang lain berupa nasehat, saran,
37
atau arahan agar dirinya menjadi lebih baik lagi dalam pencapaian
prestasinya.
Selain itu tangiable support, yang berupa bantuan secara langsung
baik secara fisik seperti membantu mengerjakan tugas, atau bantuan secara
finansial, dirasa dapat mendongkrak semangat untuk memiliki motivasi
berprestasi pada setiap mahasiwa UMBY, karena bantuan inilah yang
merupakan bantuan yang dapat dirasakan secara nyata manfaatnya. House,
Collins, Dunkel-Schetter, Lobel, dan Schrimshaw (dalam Hikmah, 2012)
mengemukakan bahwa bantuan nyata dapat membantu individu dalam
melakukan kegiatan sehari-hari melalui pemberian bantuan langsung atau
materi yang nyata dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Oleh karena itu, seorang mahasiswa yang sedang kesulitan dirasa
akan bersemangat lagi setelah mendapatkan uluran bantuan dari orang
lain, seperti mendapatkan pinjaman uang, buku, alat-alat penunjang kuliah,
dan materi lainnya yang termasuk dalam dukungan insrumental, sehingga
motivasi berprestasinya juga akan kembali meningkat. Dukungan tersebut
akan mempengaruhi individu dalam mengerjakan tugas-tugas pribadinya
selama masa perkuliahan. Sepfitri (2011) menjelaskan bahwa kehadiran
orang lain dalam kehidupan individu sangat di perlukan, karena pada
dasarnya setiap individu saling membutuhkan untuk memberikan
dukungan dalam menghadapi masalah yang timbul. Begitu pula sebaliknya
apabila individu tidak mendapatkan uluran bantuan dari teman sebayanya,
individu tidak akan bisa survive atau melewati masa-masa sulitnya selama
38
masa studi sehingga tingkat motivasi untuk berprestasinya akan semakin
menurun.
Bentuk dukungan sosial yang lain yaitu dukungan self-esteem,
yang berupa dorongan untuk maju atau dukungan positif untuk individu
dirasa dapat meningkatkan motivasi berprestasi individu. Hikmah (2012)
menyatakan bahwa kebutuhan akan penghargaan ini dapat membuat
individu mngenal dirinya sendiri dan menghargai diri, sehingga
menimbulkan rasa percaya diri pada dirinya sendiri. Dengan ungkapan
penghargaan yang positif, serta persetujuan yang postif tentang hal yang
dilakukan oleh individu, akan membuat individu merasa dihargai, karena
mendapatan respon atau feed back dari individu lain. Hal tersebut sejalan
dengan pernyataan Sarafino (1994) yang menyatakan bahwa, dukungan
penghargaan memberikan perasaan berharga bagi remaja di mana dirinya
menganggap memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang lain
sehingga menimbulkan rasa percaya diri pada individu.
Oleh karena hal tersebut, bentuk dukungan self-esteem ini akan
memicu sebuah sifat tekun dalam diri individu, karena timbul persepsi
bahwa ada orang lain yang memiliki rasa bangga terhadap dirinya. Sepfitri
(2011) menytakan hal tersebut akan membuat individu mengarahkan
motivasi berprestasinya kearah yang lebih baik, dan sikap belajarnya pun
menjadi positif, selain itu indvidu akan mengembangkan cara belajar yang
efektif dan adaptif dalam menyikapi tantangan sebagai mahasiswa yang
sedang berada di dalam semester kruisial. McClelland (1987) Karena pada
39
dasarnya setiap individu membutuhkan sebuah feed back atau umpan balik
dari setiap tindakan yang dilakukannya. Begitu pula sebaliknya individu
yang tidak mendapatkan dukungan berupa dukungan positif ini akan
memiliki motivasi berprestasi yang rendah karena tidak adanya unsur
pendorong atau penyemangat dalam diri individu, sehingga individu tidak
memiliki arah belajar yang positif.
Sedangkan, bentuk dukungan belonging support yang berupa rasa
simpati, empati, dan kebersamaan dapat mendongkrak semangat individu
untuk terus berjuang selama masa studi karena merasa dirinya berharga,
dicintai, dan bagian dari jaringan sosial sehingga muncul sebuah persepsi
untuk tidak mengecewakan orang lain (Sarafino, 2014). Hal ini juga dapat
menumbuhkan pandangan kepada individu bahwa kebutuhan untuk
“bersosialisasi” dengan lingkungannya, juga dapat membantu
mewujudkan tujuannya.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan hal di atas telah
dilakukan oleh Toding (2015) dengan judul Hubungan dukungan sosial
dengan Motivasi Beprestasi Pada Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, dalam penelitiannya partisipan
yang digunakan adalah sebanyak 91.1% mendapat dukungan sosial yang
rendah, sedangkan sisanya 8.9% mendapatkan dukungan sosial yang
tinggi. kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat hubungan
positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi berprestasi
mahasiswa. Penelitian lain juga menyatakan bahwa jenis-jenis dukungan
40
sosial yang di berikan oleh teman sebaya dapat mempengaruhi aspek-
aspek dari motivasi berprestasi.
Hal tersebut juga di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sepfitri (2011) berjudul Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap
Motivasi Berprestasi Siswa MAN 6 Jakarta bahwa ada pengaruh yang
signifikan dimensi dukungan penghargaan terhadap motivasi berprestasi
pada siswa MAN 6 Jakarta, begitu pula juga dengan dukungan
instrumental, dukungan informasi, serta dukungan jaringan. Dukungan
sosial teman sebaya yang di berikan diharapkan mampu memberikan
dukungan positif terhadap mahasiswa. Ketika mahasiswa mendapatkan
dukungan sosial dari teman-teman yang sejatinya sedang mengalami hal
yang sama yaitu masa belajar di pendidikan tinggi, maka akan
menimbulkan motivasi untuk sama-sama berjuang sehingga individu akan
akan memiliki penghargaan yang positif terhadap diri sendiri, yang
membuat semakin positifnya motivasi untuk berprestasi.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan
yang positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan motivasi
berprestasi Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Semakin
tinggi dukungan sosial teman sebaya yang diperoleh maka semakin baik
pula tingkat motivasi berprestasinya, dan begitu pula sebaliknya semakin
rendah dukungan sosial teman sebaya yang diperoleh maka semakin buruk
pula tingkat motivasi berprestasinya.