BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lemak dan Minyak 1....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lemak dan Minyak 1....
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lemak dan Minyak
1. Pengertian Lemak dan Minyak
Banyak literatur ilmiah yang mengatakan istilah Lipid diartikan sebagai
lemak, minyak atau unsur yang didapat dalam pangan dan dibutuhkan oleh
manusia. Fungsi lemak sangat penting bagi tubuh yaitu sebagai sumber energi
dalam kebutuhan tubuh manusia. Berdasarkan bobotnya, energi lemak lebih besar
daripada energi yang berasal dari karbohidrat dan protein. Lemak pada pangan
bila digunakan dalam jumlah yang sedang, membuat rasa pangan menjadi lebih
baik. Rasa enak dalam pangan diperoleh dari lemak dalam pangan.
Lemak dalam pangan selain fungsinya sebagai sumber energi bagi tubuh
dimana tiap gram lemak menghasilkan sekitar 9-9,3 kkal/g juga memiliki fungsi
lain yakni menghemat protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama,
pemberi cita rasa dan keharuman yang lebih baik, memberi zat gizi lain yang
dibutuhkan oleh tubuh.
Lemak adalah bahan padat yang terletak pada suhu ruang, dimana
disebabkan oleh kandungan asam lemak yang tinggi yang tidak memiliki ikatan
rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi, sedangkan minyak
adalah bahan cair pada suhu ruang karena disebabkan oleh tingginya kandungan
asam lemak yang tidak jenuh yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap
diantara karbon atom-atomnya sehingga memiliki titik lebur yang rendah
(Winarno, 2004).
7
2. Sumber Lemak dan Minyak
Berdasarkan sumbernya lemak dibedakan menjadi 2 yaitu dari tanaman
dan hewan. Klasifikasinya sebagai berikut : (Suniastuti, 2008).
a. Minyak dan Lemak dari tanaman (Nabati)
Diperoleh dari biji-bijian seperti tanaman jagung, kacang tanah,
wijen, kedelai, bunga matahari, kelapa sawit dll. Lemak nabati mempunyai
kandungan fitosterol dan asam lemak tak jenuh yang banyak sehingga
pada umumnya lemak nabati berbentuk cair.
b. Minyak dan Lemak dari hewan (Hewani)
Diperoleh dari hewan darat seperti tallow (minyak hewan sapi),
lemak babi (Lard), minyak ikan, minyak hewan laut seperti ikan paus, dan
minyak ikan sarden. Lemak hewani banyak mengandung sterol yang
disebut dengan kolesterol, sehingga lemak hewani berbentuk padat.
3. Sifat Fisika Kimia Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan kelompok senyawa yang disebut dengan
Lipida, umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air. Sifat lemak
dan minyak ada 2 yakni fisika dan kimia.
a. Sifat Fisika
1) Warna, terdiri dari 2 golongan yakni golongan pertama zat warna
alamiah dimana secara alamiah terdapat dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada
proses ekstraksi. Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil
degradasi zat warna alamiah.
8
2) Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak
(castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter,
karbon disulfide, dan pelarut halogen.
3) Titik cair dan polymorphism, minyak tidak dapat mencair dengan
tepat pada suatu temperatur tertentu. Polymorphism adalah suatu
keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal.
4) Titik lunak (Softening Point), ditetapkan untuk identifikasi minyak,
dengan cara penetapannya menggunakan tabung kapiler yang diisi
dengan minyak.
5) Titik didih (Boiling Point), dengan bertambah panjangnya rantai
karbon asam lemak maka titik didih dari asam lemak akan semakin
meningkat.
6) Titik kekeruhan (Turbidity Point), temperatur pada waktu mulai
terjadi kekeruhan. Ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak dengan pelarut lemak.
7) Titik asap, temperatur pada minyak atau lemak menghasilkan asap
kebiru-biruan pada saat pemanasan.
8) Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga
terjadi karena pembentukkan asam yang berantai sangat pendek.
9) Bobot jenis, ditentukan pada suhu kamar, untuk lemak yang titik
cairnya tinggi diukur menggunakan suhu 40˚C atau 60˚C.
10) Indeks bias, dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk
pengujian kemurnian minyak (Sutiah, dkk., 2008).
9
b. Sifat Kimia
1) Hidrolisa, enzim lipase secara alamiah terkandung pada lemak dan
minyak enzim ini dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini
dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada
bahan makanan berlemak. Asam lemak yang terbentuk akan
memberikan rasa dan bau tidak sedap. Reaksi hidrolisa
mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak dikarenakan terdapat
jumlah air dalam lemak dan minyak.
2) Oksidasi, terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak
atau lemak sehingga mengakibatkan bau tengik pada minyak.
3) Esterifikasi, bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester melalui reaksi kimia yang disebut
interferifikasi.
4) Hidrogenasi, bertujuan memperoleh kestabilan terhadap oksidasi,
memperbaiki warna, dan terutama mengubah lemak cair menjadi
bersifat plastis yang penting dalam industri makanan (Ketaren,
2008).
10
B. Minyak Goreng
1. Pengertian Minyak Goreng
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih
efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat
menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4
kkal/gram. Khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial
seperti asam linoeat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai
sumber dan pelarut bagi vitamin A, D, E dan K (Ketaren, 2008).
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Dalam keseharian kita, minyak
goreng erat kaitannya dengan kebutuhan pangan serta kesehatan tubuh kita, maka
dari itu fungsi minyak sangat penting yakni sebagai medium penghantar panas,
menambah cita rasa yang enak, menambah nilai gizi dan kalori dalam pangan.
Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-
3741-2002 (Wijana, dkk, 2005). Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan
dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI-01-3741-2002,
SNI ini revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak
goreng seperti berikut :
11
Tabel 2. Standar Mutu Minyak Goreng
Sumber : Standar Nasional Indonesia 01-3741-2002
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna
dan rasa
- Normal
Air % b/b Maks 0.30
Asam lemak bebas
(dihitung sebagai asam
laurat)
% b/b
Maks 0.30
Bahan Makanan
Tambahan
Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam :
- Besi (Fe)
- Tembaga (Cu)
- Raksa (Hg)
- Timbal (Pb)
- Timah (Sn)
- Seng (Zn)
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Maks 1.5
Maks 0.1
Maks 0.1
Maks 40.0
Maks0.005
Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks 0.1
Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1
Catatan * Dalam kemasan kaleng
2. Proses Penggorengan
Pada proses penggorengan, udara merupakan faktor utama penyebab
kerusakan minyak goreng karena kontak antara udara dan minyak sulit untuk
dihindari. Proses penggorengan dilakukan apabila terjadi panas dari minyak ke
bahan pangan, penguapan massa air, dan penyerapan minyak oleh bahan pangan.
12
Suhu penggorengan yang dianjurkan adalah 177-201˚C, atau tergantung jenis
bahan yang digoreng (Winarno, 2004).
Terdapat 2 (dua) cara proses menggoreng, yaitu menggoreng gangsa (pan
frying/ contact frying) dan deep frying.
Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan titik asap
yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu
pemanasan pada system deep frying. Ciri khas dari proses gangsa ialah, bahan
pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak dan hanya dibatasi
oleh selaput tipis minyak.
Deep frying merupakan proses menggoreng yang memungkinkan bahan
pangan terendam dalam minyak yang suhunya mungkin dapat mencapai 200-
205˚C dan seluruh bagian permukaannya mendapat perlakuan panas yang sama
sehingga menghasilkan tekstur dan flavor produk yang diinginkan. Keuntungan
dari deep frying yakni bahan pangan goreng memiliki rasa yang enak, bahan
makanan akan dilapisi dengan permukaan yang renyah, warna yang disukai,
adanya penyerapan minyak oleh produk goreng akan menimbulkan mouthfeel
yang diinginkan, mudah untuk direkonstruksi, dan bahan pangan akan terbebas
dari mikroorganisme yang berbahaya.
3. Kualitas Minyak Goreng
Proses menggoreng berkaitan dengan panas yang tinggi. Jika mempunyai
stabilitas yang tinggi terhadap panas maka minyak goreng bisa dikatakan
berkualitas. Selain itu, ditentukan pula oleh titik asapnya, makin tinggi titik
13
asapnya makin baik mutu minyak goreng, dimana titik asap pada minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas.
4. Penyebab Kerusakan Minyak Goreng
Kerusakan pada minyak goreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi
bahan pangan (Ketaren, 2008). Kerusakan minyak goreng yang utama timbulnya
dari bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar
asam lemak bebas (FFA), bilangan iodium, angka peroksida, TBA, angka karbonit
dan timbulnya kekentalan minyak. Selain itu, juga terbentuknya busa dan adanya
kotoran pada bahan pangan yang digoreng menyebabkan kerusakan pada minyak
goreng.
5. Minyak Sisa Penggorengan (Jelantah)
Minyak sisa penggorengan atau yang sering dikenal dengan minyak
jelantah merupakan minyak goreng yang telah berulang kali digunakan untuk
memasak. Ciri-ciri dari minyak jelantah adalah warna coklat kehitaman, bau yang
tengik, serta penampakannya yang tidak menarik lagi.
Penggunaan minyak goreng yang berulangkali memiliki angka peroksida
yang tinggi sehingga terjadi perubahan mutu dan kerusakan pada minyak goreng,
dikarenakan asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 2005).
Minyak jelantah pada penggunaannya yang berulang kali akan
menyebabkan terbentuknya senyawa akrolein yang membuat rasa gatal pada
tenggorokan. Sifatnya yang karsinogen dapat menyebabkan kanker. Bila disimpan
terlalu lama minyak jelantah menimbulkan bau yang tengik, membuat ikatan
14
trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh
(Ketaren, 2008).
C. Bilangan Peroksida
1. Pengertian Bilangan Peroksida
Mutu minyak goreng yang jelek dipengaruhi dengan adanya kerusakan
pada minyak goreng. Kerusakan minyak goreng dipengaruhi karena oksidasi
secara oto oksidasi (enzimatis) maupun non enzimatis. Kerusakan minyak goreng
dapat dilihat kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang dinyatakan
sebagai angka TBA (thiobarbituric acid) (Ketaren, 2008). Bilangan peroksida
adalah miligram oksigen per 100 gram minyak atau lemak (Abdul Rohman,
2007). Tingginya bilangan peroksida menandakan oksidasi yang berkelanjutan,
tetapi rendahnya bilangan peroksida bukan berarti bebas dari oksidasi.
2. Faktor Munculnya Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida merupakan produk awal dari reaksi yang sifatnya labil,
reaksinya dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak, sehingga membuat minyak mempunyai bau yang tengik (Ketaren, 2008).
Hal tersebut disebabkan oleh adanya reaksi antara oksigen dan asam lemak tidak
jenuh. Minyak mengalami oksidasi menjadi senyawa peroksida yang sifatnya
tidak stabil saat dipanaskan (Raharjo S, 2007).
Kerusakan pada minyak yang menyebabkan mutu atau kualitas minyak
menurun tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat yaitu dengan cara melihat
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor pengaruhnya adalah prooksidan
yang mempercepat oksidasi dan antioksidan yang menghambat oksidasi. Salah
15
satu cara untuk mengurangi (menurunkan) kadar bilangan peroksida pada minyak
jelantah dengan daur ulang sederhana menggunakan lidah buaya yaitu dengan
penjernihan (bleaching) minyak goreng.
3. Penetapan Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan
setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam
pelarut asam asetat dan kloroform (3:1), kemudian iodin yang terbentuk
ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3 (Winarno, 2004).
Hasil bilangan peroksida dinyatakan dalam miligram oksigen per 100
gram minyak atau lemak (Abdul Rohman, 2007).
D. Lidah Buaya
1. Pengertian Lidah Buaya
Lidah buaya (Aloe Vera) telah dikenal masyarakat sejak berabad-abad
lamanya. Tanaman tersebut dapat dijumpai dimana-mana, baik di daerah panas
maupun dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan. Karena banyak
manfaat yang terkandung dalam lidah buaya maka dari itu lidah buaya banyak di
cari untuk bahan industri, kosmetik, obat tradisional dan lain sebagainya
(Yohanes, 2006).
2. Sejarah dan Taksonomi Lidah Buaya
Sejarah lidah buaya dibawa ke Indonesia oleh bangsa Cina pada abad ke-
17. Semula pemanfaatan tanaman tersebut terbatas sebagai tanaman hias, ramuan
obat-obat tradisional dan perluasan penggunaan untuk bahan baku minuman yang
16
dimulai sejak tahun 1900-an, ditandai dengan dibukanya lahan pertanian di
Kalimantan Barat kota Pontianak khusus untuk tanaman lidah buaya.
Taksonomi tanaman lidah buaya seperti berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Aloe
Jenis : Aloe Vera
3. Morfologi Lidah Buaya
Tanaman menyerupai kaktus jenis sekulen atau banyak mengandung
cairan. Akar lidah buaya membentuk serabut, berbatang pendek dan kecil yang
dikelilingi pelepah daun.Lidah buaya tidak mempunyai cabang, daun lidah buaya
melekat dari bagian bawah batang satu dengan yang lain berhadap-hadapan
membentuk struktur khas yang disebut roset. Panjang daun mencapai 30-50 cm
dan lebar 10 cm, bagian bawah melebar dan bagian atas meruncing.
Daun lidah buaya mengandung gel yang apabila daun tersebut dikupas
terlihat lendir yang mengeras yang merupakan timbunan cadangan makanan
(Sudarto, 1997).
17
4. Kandungan Gizi Lidah Buaya
Kandungan lidah buaya sangat banyak diperlukan oleh tubuh, yakni
seperti vitamin, mineral, kalsium (Ca), magnesium (Mg), sodium (Na), besi (Fe),
Potassium (K) dan masih banyak lagi kandungannya.
Lidah buaya yang segar mengandung enzim katalase, amilase,
karboksipeptidase, karboksihelolase, selulase dan bradikinase. Katalase salah satu
enzim yang berfungsi memecah ikatan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi zat
yang tidak berbahaya, yaitu oksigen (O2) dan air (H2O) sehingga dapat
menurunkan kadar peroksida pada minyak jelantah.
Enzim katalase
Reaksi : 2H2O2 2H2O + O2
Tabel 3. Komponen Nutrisi Lidah Buaya per 100 gram gel
Sumber : http://sites.google.com/site/alternatiftani/lidahbuaya
Komponen Jumlah
Karbohirat 0.300 gram
Kalori 1,750 – 2,300 kal
Lemak 0,050 – 0,090 gram
Protein 0,010 – 0,061 gram
Vitamin A 2,000 – 4,600 IU
Vitamin C 0,500 – 4,200 mg
Thiamin 0,003 – 0,004 mg
Riboflavin 0,01 – 0,04 mg
Niacin 0,038 – 0,040 mg
Kalsium 9,920 – 10,920 mg
Besi 0,060 – 0,320 mg
18
5. Manfaat Lidah Buaya
Selain kandungan gizi lidah buaya yang dibutuhkan oleh tubuh, tanaman
lidah buaya memiliki khasiat sebagai penyembuhan kencing manis serta
memperbaiki fungsi pankreas (Wijoyo, 2012).
Lidah buaya juga merupakan tanaman yang bermanfaat untuk
memperbaiki kualitas atau fisik minyak goreng (Yohanes, 2006).
E. Enzim Katalase
1. Pengertian Enzim Katalase
Enzim katalase merupakan enzim hidroperoksidase, yang melindungi
tubuh terhadap senyawa-senyawa peroksida yang berbahaya. Penumpukan
senyawa peroksida dapat menghasilkan radikal bebas, yang selanjutnya akan
merusak membran sel dan kemungkinan menimbulkan penyakit kanker serta
arterosklerosis.
2. Karakteristik Enzim Katalase
a. Enzim katalase dapat bekerja optimal pada pH netral (7) sampai pH
basa lemah.
b. Suhu optimal yang baik pada suhu ruangan (25-30˚).
c. Konsentrasi larutan H2O2 mempengaruhi kerja enzim.
3. Aktivasi Enzim Katalase
a. Aktivitas peroksidase, mengoksidasi senyawa yang analog dengan
substrat.
19
b. Aktivitas katalase, enzim ini mampu menggunakan satu molekul H2O2
sebagai substrat atau donor elektron dan molekul H2O2 yang lain
sebagai oksidan atau akseptor elektron.
4. Cara Kerja Enzim Katalase
Enzim katalase mempercepat reaksi penguraian peroksida (H2O2) menjadi air
(H2O) dan oksigen (O2). Penguraian peroksida (H2O2) ditandai dengan
timbulnya gelembung. Bentuk reaksi kiminya adalah
Enzim katalase
2H2O2 2H2O + O2
20
F. Kerangka Teori
G. Kerangka Konsep
Kualitas Minyak
Goreng
Mutu Minyak
Goreng yang
baik/tidak baik
Kerusakan
Minyak
Goreng
-Angka
Peroksida
-Bilangan Iodium
-FFA
-TBA
-Angka Karbonit
-Bau dan Rasa
Tengik
-Kekentalan
Minyak
Daur ulang
sederhana dengan
lidah buaya
(Perendaman)
Minyak
Jelantah
Penurunan
Bilangan
Peroksida
Variasi Lama Perendaman
Lidah Buaya 20% b/v 2 jam, 4
jam, 6 jam, 8 jam dan 10 jam
pada Minyak Jelantah
Penurunan Bilangan
Peroksida
Variabel Bebas Variabel Terikat
21
H. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiyono, 2013).
Hipotesis pada penelitan ini adalah :
Ho =Tidak ada pengaruh variasi lama perendaman lidah buaya 20%
b/v terhadap penurunan bilangan peroksida pada minyak jelantah.
Ha = Ada pengaruh variasi lama perendaman lidah buaya 20% b/v
terhadap penurunan bilangan peroksida pada minyak jelantah.