BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep...

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Tarwoto & Wartonah, 2006). Konsep diri menurut Potter dan Perry (2005) adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahan pada seluruh aspek kepribadiannya. Menurut Beck, Willian dan Rawlin (1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang maladaptif (Keliat, 1992). 2. Komponen Konsep Diri Konsep diri terdiri dari lima komponen, antara lain: a. Citra diri (body image) Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 1992). Menurut Stuart dan Sundeen (1998) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi 6

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian

Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain (Tarwoto & Wartonah, 2006). Konsep diri

menurut Potter dan Perry (2005) adalah citra mental seseorang terhadap

dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan

kelemahan pada seluruh aspek kepribadiannya.

Menurut Beck, Willian dan Rawlin (1993) menyatakan bahwa

konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik

fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri adalah

semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu

tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan

orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Individu dengan konsep diri positif

dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal,

kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang

negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang maladaptif (Keliat, 1992).

2. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari lima komponen, antara lain:

a. Citra diri (body image)

Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara

sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan

tentang ukuran dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi

tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 1992). Menurut Stuart dan

Sundeen (1998) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap

tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi

6

dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi

tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan

dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.

Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan

perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti

pubertas dan penuaan terlihat jelas terhadap citra diri dibandingkan

dengan aspek-aspek konsep diri yang lain. Selain itu, citra diri juga

dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat

menentukan norma-norma yang diterima luas mengenai citra diri dan

dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal,

warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008).

Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat

menunjukkan tanda dan gejala seperti:

1) Syok psikologis

Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak

perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.

2) Menarik diri

Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari

kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka individu akan lari

atau menghindar secara emosional.

3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan

atau berduka muncul setelah fase ini individu mulai melakukan

realisasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart dan Sundeen,

1998). Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas

adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut

secara menetap maka respon individu dianggap maladaptif

sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu: a) menolak untuk

melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah; b) tidak dapat

menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi tubuh; c)

mengurangi kontak sosial sehingga individu menarik diri; d)

7

perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh; e) preokupasi

dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang; f)

mengungkapkan keputusan; g) mengungkapkan ketakutan ditolak;

h) dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan

tubuh.

b. Ideal diri

Menurut Keliat (1992) Ideal diri adalah persepsi individu

tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi.

Standar dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan

atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri

adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku

berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu

(Stuart dan Sundeen, 1998).

Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku

yang dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal

dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal

dipengaruhi oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari

orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005).

c. Harga diri

Harga diri menurut Alimul (2008), adalah penilaian individu

tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan

ideal diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan

dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga diri adalah penilaian

pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998).

Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang

lain. Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga

diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah

dan terbatas. Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai

oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang

yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang

8

lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter dan

Perry, 2005).

Menurut Mars (1990) dalam Potter dan Perry (2005) harga diri

juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap

tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri

yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya

sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil, seorang individu

dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan

yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang lain

dari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan

Sundeen, 1998) menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada

anak yaitu memberi kesempatan berhasil, menanamkan gagasan,

mendorong aspirasi, membantu membentuk koping.

Coopersmith (1998) membagi harga diri kedalam empat aspek:

1) Kekuasaan (power)

Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang

lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat

yang diterima individu dari orang lain.

2) Keberartian (significance)

Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari

orang lain.

3) Kebajikan (virtue)

Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan

untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.

4) Kemampuan (competence)

Sukses memenuhi tuntutan prestasi.

Menurut Burn (1993) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

gangguan harga diri seperti:

1) Perkembangan individu

Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti

penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan

9

mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk

mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak

mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan

orang terdekat atau penting baginya, ia merasa tidak adekuat

karena selalu tidak percaya untuk mandiri, memutuskan sendiri

akan tanggung jawab terhadap perilakunya.

2) Ideal diri tidak realistis

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa

tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat

standar yang tidak dapat dicapai seperti cita-cita yang terlalu tinggi

dan tidak realistis.

3) Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa

rendah diri.

4) Sistem keluarga yang tidak berfungsi

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak

mampu membangun harga diri dengan baik. Orang tua memberi

umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan terganggu jika

kemampuan penyesuaian masalah tidak adekuat. Akhirnya anak

memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan

dilingkungannya.

5) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya

akibat penganiayaan fisik, emosi dan seksual.

d. Peran diri

Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck,

dkk, 1993). Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan

oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam

masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat

(Alimul, 2008).

10

Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran.

Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau

suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan,

saudara perempuan atau laki-laki, dan teman. Setiap peran mencakup

pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini

mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi

harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya

konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005).

e. Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang

bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari

semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. Menjadi

“diri-sendiri” adalah hal yang terpenting dari identitas (Keliat, 1992).

Identitas sering didapat dari observasi diri seseorang dan dari

apa yang kita katakan tentang diri kita (Stuart & Sundeen, 1998).

Menurut Erikson (1963) dalam Potter dan Perry (2005), selama masa

remaja tugas emosional utama adalah perkembangan rasa diri atau

identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan

sosial. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri

pribadi dan sosial yang membantu mereka mengidentifikasikan tentang

diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas.

Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintregasi

bukan terbelah.

3. Rentang respon konsep diri

Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu perubahan dalam

citra diri, idealdiri, harga diri, peran diri dan identitas personal. Rentang

individu terdapat konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang respon

konsep diri yaitu adaptif sampai maladaptif.

11

Gambar 2.1 Rentang respon konsep diri (Sumber: Stuart dan Sundeen, 1998)

a. Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif

dengan latar belakang pengalaman sukses.

b. Konsep diri yang positif apabila individu mempunyai pengalaman

yang positif dalam mewujudkan dirinya.

c. Harga diri yang rendah adalah transisi antara respon konsep diri

adaptif dan maladaptif.

d. Kerancauan identitas adalah kegagalan individu mengintregasikan

aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan

kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.

e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap

diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak

dapat membedakan diri dengan orang lain.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), ada beberapa faktor-faktor

yang mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari:

a. Teori perkembangan

Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti

mulai mengenal diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembangan

melalui kebiasaan eksplorasi atau pengenalan tubuh, nama panggilan,

pengalaman budaya dan hubungan interpersonal dan kemampuan pada

area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta

aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi diri konsep diri Harga diri kerancuan Depersonali-Positif rendah identitas sasi

12

Remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka

tentang diri mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan

menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh.

Remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene,

berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari

penampilan mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan

tentang ketidak sempurnaan yang diserap (Perry dan Potter, 2005).

Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat

dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry,

2005). Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak

memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.

Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri

yang buruk.

b. Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat)

Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan

orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan

cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain

terhadap diri, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat

dengannya dan pengaruh orang terdekat atau orang penting sepanjang

siklus kehidupan.

Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman

sebayanya secara khas yaitu dengan cara berkumpul untuk melakukan

aktifitas bersama dengan membentuk kelompok. Ketika remaja

mengalami masalah kulit (jerawat) mereka seringkali merasa kurang

percaya diri ketika berhadapan dengan temannya. Banyaknya

informasi serta interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan temannya,

maka akan mengakibatkan remaja tersebut tidak merasa tersingkirkan

dari lingkungannya. Interaksi yang terjadi antara remaja dengan

lingkungannya mempuyai kualitas yang berbeda-beda. Suatu interaksi

dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan kesempatan kepada

13

individu untuk mengembangkan diri dengan segala kelebihan dan

kekurangan yang dimilikinya.

c. Self Perception (persepsi diri sendiri)

Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya

mengenai masalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain:

1) Life Style (gaya hidup)

Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja

sekarang lebih cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan

modern misalnya dalam perawatan muka. Pada remaja putri bagian

wajah seringkali dipoles dengan kosmetik, tujuannya selain untuk

mempercantik diri juga untuk melindungi kulit dari sinar matahari.

Namun pada sore hari kosmetik yang tidak segera dihapus dan

dibersihkan akan menjadi populasi bersama keringat dan debu

yang menempel di wajah sehingga bisa menyebabkan terjadinya

jerawat.

2) Tipe kepribadian

Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi

dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang

menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi

interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004). Orang dengan

kepribadian tipe A (introvert) lebih mudah mengalami gangguan

akibat adanya stress dari pada orang dengan kepribadian tipe B

(ekstrovert).

Ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu

tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah

gelisah, mudah bermusuhan dan mudah tersinggung, sedangkan

orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert) mempunyai ciri-ciri

yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert).

Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering kali

sulit bergaul, hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain

dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini

14

mengakibatkan remaja putri tersebut tidak ada keinginan untuk

mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan

cenderung berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan

(Ahmadi, 2005).

Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert

seringkali mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang

lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri tersebut selalu mencari

solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan

cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka

sendiri.

3) Bentuk Anatomi Tubuh

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan

membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit dapat dengan

mudah dilihat dan diraba dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit

dapat menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan

demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat

penting. Selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup,

kulit juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik, ras dan sarana

komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain.

Menurut Dwikarya (2003), terdapat empat jenis kulit wajah

yaitu:

a) Kulit kering

Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat

hanya dalam jumlah sedikit. Jenis kulit kering

mempunyai ciri penampakan kulit kusam.

b) Kulit berminyak

Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat

terdapat dalam jumlah yang banyak. Jenis kulit

berminyak mempunyai ciri kulit dahi, dagu dan hidung

tampak berminyak, tekstur kulit terasa kasar, pori-pori

15

cenderung besar dan terlihat jelas, make-up cenderung

cepat luntur sehingga tidak bertahan lama, kulit

cenderung berkomedo dan berjerawat. Pada jenis kulit ini

populasi bakteri atau jamur yang senang memakan lemak

(lipofibik) mudah mengalami peningkatan. Masalah yang

sering terjadi pada jenis ini adalah jerawat dan reaksi

gatal diwajah saat berkeringat.

c) Kulit normal

Pada jenis kulit normal, jumlah kelenjar sebasea dan

keringat tidak terlalu banyak karena tersebar secara

merata. Ciri jenis kulit normal adalah kulit tampak

lembut, cerah dan jarang mengalami masalah.

d) Kulit kombinasi

Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea

dan keringat tidak merata. Jenis kulit kombinasi

mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu tampak

mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak

lembut.

5. Kriteria Kepribadian yang Sehat

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) kriteria kepribadian yang

sehat sebagai berikut:

a. Citra tubuh yang positif dan akurat

Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan

perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini

dan masa lalu.

b. Ideal dan realitas

Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai

tujuan hidup yang dapat dicapai.

c. Konsep diri yang positif

Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan

sesuai dalam hidup.

16

d. Harga diri tinggi

Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang

dirinya sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang

dirinya sama dengan apa yang ia inginkan.

e. Kepuasan penampilan peran

Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat

berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan.

Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain serta membina

hubungan interdependen.

f. Identitas jelas

Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah

kehidupan dalam mencapai tujuan.

6. Karakteristik Konsep Diri Rendah

Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 (dalam Tarwoto dan

Wartonah) karakteristik konsep diri rendah sebagai berikut:

a. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu

b. Tidak mau berkaca

c. Menghindari diskusi tentang topik dirinya

d. Menolak usaha rehabilitasi

e. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat

f. Mengingkari perubahan pada dirinya

g. Meningkatkan ketergantungan pada orang lain

h. Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis

i. Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya

j. Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan

alkohol

k. Menghindari kontak sosial

l. Kurang bertanggung jawab.

7. Faktor Resiko Gangguan Konsep Diri

Faktor resiko gangguan konsep diri menurut Tarwoto dan

Wartonah (2006) antara lain:

17

a. Gangguan identitas diri meliputi: perubahan perkembangan, trauma,

jenis kelamin yang tidak sesuai, budaya yang tidak sesuai

b. Gangguan citra tubuh meliputi: hilangnya bagian tubuh, perubahan

perkembangan, kecatatan

c. Gangguan harga diri meliputi: hubungan interpersonal yang tidak

harmonis, kegagalan perkembangan, kegagalan mencapai tujuan

hidup, kegagalan dalam mengikuti aturan moral

d. Gangguan peran meliputi: kehilangan peran, peran ganda, konflik

peran, ketidakmampuan menampilkan peran.

B. Jerawat

1. Pengertian

Akne vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang

mengenai folikel pilosebasea (folikel rambut) yang rentang dan paling

sering ditemukan di daerah muka (Smeltzer, 2001). Menurut Price dan

Wilson (1995), jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik

kelenjar-kelenjar polisebasea. Akne vulgaris adalah penyakit peradangan

menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan

dapat sembuh sendiri (Djuanda, 2002).

2. Etiologi

Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun

menurut Harahap (2000) ada berbagai faktor yang berkaitan dengan

patogenesis penyakit akne vulgaris antara lain:

a. Kenaikan ekskresi sebum

Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu

kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak.

Aktifitas kelenjar sebasea diatur oleh androgen yang berperan dalam

proses ini. Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormon

androgen yang normal beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk

metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestoteron). Hormon ini

18

mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan

proliferasi sel penghasil sebum.

Meningkatnya produksi sebum disebabkan oleh organ akhir

yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea

terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa pada

kebanyakan penderita lesi akne hanya ditemukan di beberapa tempat

yang kaya akan kelenjar sebasea.

b. Adanya keratinisasi folikel

Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya

penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat

disebabkan oleh bertambahnya produksi korneosit pada saluran

pilosebasea, pelepasan korneosit yang tidak adekuat.

Pada penderita akne terjadi hiperkeratosis duktus pilo-sebasea

yang secara klinis tampak sebagai komedo. Penyebab terjadinya

hiperkeratosis adalah androgen selain menstimulasi kelenjar sebasea

juga berpengaruh pada hiperkeratosis saluran kelenjar, dan pada

penderita akne komposisi sebum menunjukkan penurunan konsentrasi

asam linoleat yang signifikan dan terdapat hubungan yang terbalik

antara produksi sebum dan konsentrasi asam linoleat. Hal ini secara

teori dikatakan dapat menginduksi hiperkeratosis folikel serta

penurunan fungsi barier epitel (Soetjiningsih, 2004).

c. Bakteri

Tiga macam mikrobia yang terlibat dalam patogenesis akne

adalah Corynebacterium Acne (Propionibacterium Acne),

Staphylococus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia

furfur). Tampaknya ketiga macam bakteri bukanlah penyebab primer

pada proses patologi akne. Beberapa lesi disebabkan oleh

mikroorganisme yang memegang peranan penting, sedangkan pada lesi

yang lain timbul tanpa ada mikroorganisme.

Bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria)

mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam

19

folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang

dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi didalam folikel dan hasil

oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo.

d. Proses inflamasi (peradangan)

Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang

dihasilkan oleh Corynebacterium Acne, seperti lipase, hialuronidase,

protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada

proses peradangan.

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak

memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel

dapat menarik lekosit nukleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila

masuk ke dalam folikel, PMN dapat mencerna Corynebacterium Acne

dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan

dari folikel pilosebasea. Limfosit merupakan pencetus terbentuknya

sitokin.

Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat didalam sel

tanduk, serta lemak dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi

nonspesifik, yang disertai oleh makrofag dan sel-sel raksasa.

Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh

Corynebacterium Acne, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik

dan alternatif (classical and alternative complement pathways).

Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu

antibodi terhadap Corynebacterium Acne juga meningkat pada

penderita akne hebat.

3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Akne (Jerawat):

a. Faktor genetik

Faktor genetik memegang peranan penting terhadap

kemungkinan seseorang menderita akne. Penelitian di Jerman

menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45% remaja yang salah satu

atau ke dua orang tuanya menderita akne, dan hanya 80% bila ke dua

20

orang tuanya tidak menderita akne. Ada hubungan antara sindrom

XYY dengan akne yang berat (Soetjiningsih, 2004).

b. Faktor ras

Warga Amerika berkulit putih lebih banyak menderita akne

dibandingkan dengan yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih

berat dibandingkan dengan orang jepang (Soetjiningsih, 2004).

c. Hormonal

Beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat

mempengaruhi akne. Pada wanita, 60-70% akne yang diderita menjadi

lebih parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai

seminggu setelah menstruasi(Soetjiningsih, 2004).

Menurut Harahap (2000), hormon androgen memegang

peranan penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon

ini. Pada wanita, kadar testoteron plasma sangat meningkat pada

penderita akne. Berbeda dengan konsentrasi testosterone pada

penderita akne pria tidak berbeda dengan yang tidak menderita akne.

Progesteron dalam jumlah fisiologik, tak mempunyai efek

terhadap aktifitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus

menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat

menyebabkan akne premenstrual.

d. Diet

Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh

makanan terhadap akne akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata

diet sedikit atau tidak, berpengaruh terhadap akne (Harahap, 2000).

Tidak ditemukan adanya hubungan antara akne dengan asupan

total kalori dan jenis makanan, walaupun beberapa penderita

menyatakan akne bertambah parah setelah mengkonsumsi makanan

tertentu, seperti coklat dan makanan berlemak (Soetjiningsih, 2004).

e. Iklim

Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi

pada stratum korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne,

21

misalnya pada akne tropikal atau akne akibat kerja, sebagai contoh,

pekerjaan ditempat yang lembab dan panas seperti di dapur atau di

tempat cuci pakaian. Pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat

memperburuk akne (Soetjiningsih, 2004).

Menurut Cunliffe, 1989 (dalam Harahap, 2000), pada musim

panas didapatkan 60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan, dan

20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya akne pada musim panas

bukan disebabkan oleh sinar U. V., melainkan oleh banyaknya keringat

pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut.

f. Lingkungan

Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di

daerah industri dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.

Berbagai faktor mungkin berparan antara lain: genetik, iklim, polusi

dan lain-lain (Soetjiningsih, 2004).

g. Stress

Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita

dengan stress emosional (Soetjiningsih, 2004).

Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat

menyebabkan eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita

memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan

pada dinding folikel dan timbul lesi beradang yang baru. Teori lain

mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya

produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum,

bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat (Harahap, 2000).

4. Epidemiologi

Akne merupakan kelainan kulit yang paling sering terjadi pada

remaja. Insiden akne bervariasi antara 30-60% dengan insiden terbanyak

pada umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria. Kligman

melaporkan 15% remaja mempunyai akne klinis (akne major) dan 85%

akne fisiologis (akne minor), yaitu akne yang hanya terdiri dari beberapa

komedo (Soetjiningsih, 2004).

22

5. Manifestasi Klinis

Lesi jerawat terutama terdapat di wajah, punggung, dada dan

lengan atas. Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang polienorfi, walaupun

dapat terjadi salah satu bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau

sepanjang perjalanan penyakit. Manifestasi klinik jerawat dapat berupa

lesi non inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup) lesi inflamasi

superficial (papul, pustul0 dan lesi inflamasi dalam (nodul).

a. Komedo

Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, sering muncul 1-2

tahun sebelum pubertas. Lesi dapat berupa komedo terbuka atau

komedo tertutup.

Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang dasar atau sedikit

meninggi dengan sunbu folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan

lipid. Ukuran bervariasi antara 2-3mm, biasanya bahan keratin terlepas

dan tidak terjadi inflamasi kecuali bila terjadi trauma.

Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1mm,

berwarna pucat, mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami

inflamasi sehingga dianggap lebih penting secara klinis.

b. Papul

Papul merupakan reaksi radang dengan diameter < 5mm. papul

superficial sembuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut,

tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada

remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam,

penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat

meninggalkan jaringan parut.

c. Pustul

Pustul jerawat merupakan papul dengan puncak berupa pus atau

nanah. Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul.

23

d. Nodul

Merupakan lesi radang dengan diameter 1cm atau lebih, disertai

nyeri dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi

bentuk inilah biasanya yang menyebabkan jaringan parut

(Soetjiningsih, 2004).

6. Patofisiologi

Jerawat berasal dari folikel sebasea dan lesi awal berupa komedo.

Pemberitahuan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat

masuknya bahan keratin sehingga dinding felikel menjadi tipis dan

menggelembung. Secara bertahap akan terjadi penumpukan keratin

sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan dilatasi

(Soetjiningsih, 2004).

Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan

diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah

terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis, komedo terbuka

mempunyai lubang patulous dan bahan keratin tersusun dalam bentuk

lamelar yang konsentris dengan rambut sebagian pusatnya. Komedo

tertutup mempunyai keratin yang tidak padat dan lubang folikelnya

sempit. Komedo terbuka jarang mengalami inflamasi, kecuali bila sering

terkena trauma. Mikrokomedo dan komedo tertutup merupakan sumber

timbulnya lesi yang inflamasi.

Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem

dan kemudian timbul reaksi selular pada dermis. Ketika pecah, seluruh isi

komedo masuk ke dermis, reaksi yang timbul lebih hebat dan terdapat sel

raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrate ditemukan

bakteri difteroid gram positif dengan bentuk khas P.Acnes di luar dan

didalam sel lekosit.

Lesi yang pecah nampak sebagai pustul, nodul atau nodul dengan

pustul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selajutnya

kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbukan jaringan parut

(Soetjiningsing, 2004).

24

7. Klasifikasi

Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo dikutip dari Djuanda (2002), klasifikasi jerawat

yaitu:

a) Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul

pada jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.

b) Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul

atau terdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah.

c) Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah.

8. Diagnosis

Diagnosis jerawat pada umumnya mudah ditegakkan. Keluhan

penderita dapat berupa rasa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan

penderita lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan kulit didapatkan

erupsi kulit pada tempat predileksi yang bersifat polimorfi, yang terdiri

dari komedo (tanda patognomonik akne vulgaris), papul, pustul dan nodul.

Salah satu dari tipe lesi ini dapat lebih menonjol, sehingga diagnosis yang

ditegakkan berdasarkan atas lesi yang dominan, misalnya akne vulgaris

komedonal bila lesi yang dominan adalah komedo (Soetjiningsih, 2004).

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanan ini adalah untuk mengurangi

koloni bakteri, menurunkan aktivitas kelenjar sebasea, mencegah agar

folikel tidak tersumbat, mengurangi inflamasi, memerangi infeksi

sekunder, meminimalkan pembentukan jaringan parut dan mengeliminasi

faktor-faktor predisposisi terjadinya akne (Smelter, 2001).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan akne,

yaitu:

a. Perhatian terhadap keadaan emosional remaja tidak boleh

diabaikan

b. Pengobatan perlu waktu beberapa bulan dan pengobatan topikal

sering menyebabkan akne lebih parah dalam 3-4 minggu

25

c. Diet makanan tidak meningkatkan keparahan akne sehingga

pembatasan diet tidak diperlukan, kecuali pada penderita yang

mengeluhkan penyakitnya memburuk setelah mengkonsumsi

makanan tertentu

d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

Penderita wanita perlu diperiksa adanya histurisme, alopsia dan

obesitas. Perlu ditanyakan tentang siklus menstruasi dan

penggunaan pil kontrasepsi oral (Soetjiningsih, 2004).

C. Remaja

Adolesens (remaja) adalah periode perkembangan selama dimana

individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,

biasanya antara usia 13-20 tahun (Potter dan Perry, 2005).

Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang

besar dari penduduk dunia. WHO menetapkan batasan usia 10-20 tahun

sebagai batasan usia remaja dan membagi kurun usia tersebut dalam dua

bagian yaitu awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Menurut

Sarwono (2001), pedoman umum remaja Indonesia menggunakan batasan usia

11-24 tahun dan belum menikah. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik

(1999) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22% yang terdiri dari

50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (Nancy P. , 2002 dalam

Soetjiningsih, 2004).

Masa remaja ditandai dengan perubahan jasmani dan perubahan

kejiwaan, sehingga berpengaruh terhadap perilaku, cara berfikir, perasaan,

hubungan dalam bergaul dan minat, berbagai perubahan tersebut membuat

remaja menjadi mudah bergejolak, sehingga masa ini sering disebut sebagai

masa strom dan stress, artinya masa yang penuh badai dan tekanan (BKKBN,

2000). Awal masa remaja disebut sebagai masa puber atau pubertas, atau awal

masa akil balaigh (Sarwono, 2001).

Hurlock (1999) menyatakan bahwa pada masa ini ada beberapa

perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi, perubahan fisik,

26

perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, nilai-nilai dan

sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berikut ini dijelaskan satu persatu

dari ciri-ciri perubahan yang terjadi pada masa remaja.

1. Perubahan Fisik

Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek

fisiologi, dimasa remaja kelenjar hipofesa menjadi masak dan

mengeluarkan beberapa hormon. Dalam usia puber, hormon androgen

menstimulasi kelenjar sebasea dan menyebabkan kelenjar tersebut

membesar serta mensekresi suatu minyak alami, yaitu sebum yang

merembas naik hingga puncak folikel rambut dan mengalir pada

permukaan kulit. Pada remaja yang berjerawat stimulasi androgenik akan

meningkatkan daya responsif kelenjar sebasea sehingga akne terjadi ketika

duktus pilosebasea tersumbat oleh tumpukan sebum (Smeltzer, 2001).

2. Perubahan emosional

Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi masa

kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin

tahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada

ransangan yang membangkitkan emosi dan pengendalian dalam

mengekspresikan emosi. Remaja umumnya memiliki pengalaman emosi

yang ekstrim dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999).

Bila pada akhir masa remaja mampu menahan diri untuk tidak

mengekspresikan emosi secara ekstrim dan mampu mengekspresikan

emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dan

dengan cara yang diterima masyarakat, dengan kata lain remaja yang

mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi emosi yang stabil

(Hurlock, 1999). Ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang

ditandai dengan sikap sebagai berikut : (a) tidak bersikap kekanak-

kanakan, (b)bersikap rasional, (c) bersikap obyektif, (d) dapat menerima

kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih lanjut, (e)

bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan, (f) mampu

menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi.

27

3. Perubahan sosial

Perubaan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan

perubahan dan perkembangan remaja, Monks dkk (1999) menyebutkan

dua bentuk perkembangan remaja yaitu memisahkan diri dari orang tua

dan menuju kearah teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari

otoritas orang tua dengan maksud menemukan jati diri. Remaja lebih

banyak berada diluar rumah dan dan berkumpul bersama teman sebayanya

dengan membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang

dimiliki. Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh

teman dalam hal minat, sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang

paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja akan

memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis

menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan, dan dicintai

oleh lawan jenis dan kelompoknya.

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran, karena

selama periode ini individu mempunyai tugas perkembangan sebelum menjadi

individu dewasa yang matang. Tugas-tugas ini bervariasi sesuai budaya

individu itu sendiri dan tujuan hidup mereka. Tugas-tugas perkembangan ini

terdiri dari: 1) menerima citra tubuh; 2) menerima identitas seksual; 3)

mengembangkan sistem nilai personal; 4) membuat persiapan untuk hidup

mandiri; 5) menjadi mandiri atau bebas dari orang tua; 6) mengembangkan

ketrampilan mengambil keputusan; 7) mengembangkan identitas seseorang

yang dewasa (Bobak, 2004). Salah satu tugas penting remaja ialah

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan. Keputusan yang

berkenaan dengan aktivitas seksual, kehilangan dan menjadi orang tua.

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu

berintegerasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa

di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan berada di dalam tingkatan

yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1999).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah

masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa yang berkisar antara

28

usia 10-24 tahun dimana pada masa ini terjadi perubahan psikologis dan

fisiologis.

Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara masa

kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapkan

individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu

pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku

seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini,

sering kali menyebabkan perilaku-perilaku aneh, canggung dan kalau tidak

terkontrol bisa menjadikan kenakalan (Purwanto, 1998).

Dalam usahanya untuk mencari identitas dirinya sendiri, seseorang

remaja sering membantah orang tuanya karena ia mulai punya pendapat-

pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orang

tuanya (Purwanto, 1998). Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat

berkaitan erat dengan pembentukan identitas. Pengalaman yang positif pada

masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri

mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri

yang buruk. Anak-anak yang memasuki masa remaja dengan perasaan negatif

menghadapi periode yang sulit ini bahkan lebih menyulitkan lagi.

29

B. Kerangka TeoriFaktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri:

Gambar 2.2 Kerangka Teori

[Sumber; dimodifikasi dari Keliat (1992); Ahmadi (2005); Djuanda, Adhi (2007)]

30

Significan Other (Orang yang terpenting atau terdekat)

Teori Perkembangan

Self Perception (Persepsi diri sendiri)

Konsep Diri

Remaja

Life Style (Gaya Hidup)Tipe Kepribadian

Bentuk Anatomi tubuh (Jenis kulit berminyak / berjerawat)

Jerawat

Gambaran DiriIdeal DiriHarga DiriPeranIdentitas