BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB...

24
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada Janda Bercerai 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kata “sejahtera” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti aman, sentosa, dan makmur, selamat (lepas dari segala macam gangguan). Sementara kesejahtraan” merupakan hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman;- jiwa kesehatan jiwa;- sosial keadaan sejahtera (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan,dan cara hidup yang berbeda akan mempunyai nilai yang berbeda tentang faktor faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional dalam Nuryani, 2007). Kesejahteraan menurut Ryff dan Singer (1996) adalah suatu konsep yang terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia yang utuh. Istilah psychological well-being atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu dan suatu keadaan dimana individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, memiliki relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesejahtraan Psikologis Pada Janda Bercerai

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Kata “sejahtera” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti aman,

sentosa, dan makmur, selamat (lepas dari segala macam gangguan). Sementara

“kesejahtraan” merupakan hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan,

ketenteraman;- jiwa kesehatan jiwa;- sosial keadaan sejahtera (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2003). Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat

subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki

pedoman, tujuan,dan cara hidup yang berbeda akan mempunyai nilai yang

berbeda tentang faktor – faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Badan

Kependudukan Keluarga Berencana Nasional dalam Nuryani, 2007).

Kesejahteraan menurut Ryff dan Singer (1996) adalah suatu konsep yang

terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia

yang utuh. Istilah psychological well-being atau kesejahteraan psikologis

merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu dan suatu

keadaan dimana individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa

adanya, memiliki tujuan hidup, memiliki relasi yang positif dengan orang lain,

menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus

bertumbuh secara personal.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

2

Ryff & Singer (1986) menggali kesejahteraan psikologis dalam konteks

aplikasi kehidupan dan memberikan batasan istilah, tidak hanya pencapaian

kebahagiaan tetapi juga sebagai tujuan yang mengarah kepada kesempurnaan.

Kesejahteraan psikologis tidak hanya berbicara mengenai kesehatan mental yang

negatif saja, akan tetapi juga berbicara mengenai bagaimana seseorang individu

mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya secara

optimal, sebagimana individu yang berfungsi baik secara fisik, emosional maupun

psikologis (Ryff, 1995).

Kesejahteraan psikologis pada individu tidak hanya digambarkan sebagai

kondisi dimana tidak adanya gangguan mental yang terjadi pada diri seseorang,

tetapi juga bagaimana individu tersebut menyadari sumber daya psikologis yang

ada di dalam dirinya serta mampu mengaplikasikan sumber daya psikologis

tersebut (Christopher, 1990;Huppert, 2009; Moeenizadeh & Sala-game, 2010).

Seluruh aktivitas yang berlangsung setiap hari yang dilakukan oleh individu

dimana dalam setiap proses tersebut memungkinkan individu mengalami

goncangan pikiran dan perasaan yang diawali dari kondisi mental yang negatif

sampai pada kondisi mental yang positif (Bradburn dalam Ryff & Keyes,1995).

Ryff (dalam Carr, 2008) mendefinisikan kesejahteraan piskologis adalah

suatu dorongan untuk mengetahui lebih dalam potensi dalam diri individu secara

keseluruhan. Dorongan tersebut dapat menjadi suatu penyebab seseorang menjadi

pasrah akan keadaan yang menyebabkan kesejahteraan psikologis individu terebut

menjadi rendah atau berusaha untuk merubah keadaan hidup yang akan membuat

kesejahteraan psikologis individu tersebut menjadi tinggi (Ryff & Keyes, 1995).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

3

Konsep Ryff mengenai kesejahteraan psikologis mengarah pada

pandangan Rogers mengenai orang yang berfungsi penuh (fully-functioning

person), pandangan Maslow mengenai aktualisasi diri (self actualization),

pandangan Jung mengenai individuasi (individuation), konsep Allport mengenai

kematangan, konsep Erikson dalam mengilustrasikan individu yang mencapai

integrasi dibandingkan dengan putus asa, konsep Neugarten mengenai kepuasan

hidup, serta karakteristik positif pada individu yang bermental sehat yang

dikemukakan oleh Johada (dalam Ryff,1989).

Individu dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi ialah individu yang

merasa puas akan hidupnya, positif dalam kondisi emosional, mampu

menyelesaikan peristiwa-peristiwa buruk agar dapat menimbulkan kondisi

emosional yang negatif, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu

menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung pada orang lain, dapat mengontrol

kondisi lingkungan sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan mampu

mengembangkan dirinya sendiri (Ryff, 1989).

Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989) adalah keadaan dimana

individu mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan

yang hangan dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial,

mampu mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu

merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu (Ryff ,1989).

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan

psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang disarankan

individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

4

pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu

sebagai hasil dari pengalaman hidupnya.

2. Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Sesuai dengan hasil penelitian Ryff (dalam Papalia, 2002) yang menyebut‐

kan bahwa dimensi yang menyusun psychological well‐being antara lain:

a. Penerimaan Diri (self acceptance)

Penerimaan diri adalah bagaimana kemampuan seseorang

menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini maupun pada

masa lalu. Individu yang memahami dan menerima berbagai aspek diri

termasuk didalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat

mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif terhadap

kehidupan yang dijalaninya merupakan seseorang yang memiliki

penerimaan diri yang baik. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri

sendiri, selalu merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada

kehidupan masa lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya, ingin

menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa

adanya, dan menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi

dirinya (Ryff,1995).

Bisa disimpulkan bahwa penerimaan diri seseorang bisa dilihat dari

bagaimana individu memandang keadaan dirinya secara positif serta bisa

menerima keadaan masa lalunya secara bijak tanpa harus menyalahkan diri

sendiri maupun menjadikan orang lain sebagai kambing hitam atas

permasalahannya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

5

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut

menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di lingkungan sekitarnya.

Individu yang memiliki hubungan positif yang baik ditandai dengan

individu tersebut mampu untuk membangun hubungan yang baik, hangat,

dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga

memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain bukan hanya

kesejahteraan diri sendiri. Sebaliknya, individu yang memiliki hubungan

positif yang buruk dalam hubungan positif dengan orang lain seperti

merasa terisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan

interpersonal dengan orang lain, tidak berkeinginan untuk berkompromi

dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ryff, 1995).

Kesimpulannya individu yang memiliki hubungan yang positif

dengan orang lain adalah individu yang dapat membuka diri dan berbaur

dengan lingkungannya dan memiliki keinginan untuk berbagi kasih sayang

dan kepercayaan dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Otonomi dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk

memiliki hak untuk bebas seperti kebebasan untuk berperilku, berpikir ,

dan berpendapat namun tetap mampu mengikuti norma dan keadaan yang

ada di lingkungannya. Individu yang memiliki otonomi yang baik ditandai

dengan menggunakan hak yang dia miliki sebaik mungkin sesuai dengan

keadaannya , mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

6

dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan untuk mandiri, mampu

mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya

campur tangan orang lain. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam

aspek ini akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan

evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk

mmembuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan

sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu (Ryff,

1995).

Kesimpulannya individu yang otonom adalah individu yang

senantiasa mempercayai kemampuan dirinya dan mengerti akan hak

dirinya dalam menghadapi lingkungan termasuk bila ada situasi yang

dianggap dapat mengancam dirinya serta memiliki keterampilan yang baik

dalam mengambil keputusan atas suatu permasalahan.

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Penguasaan lingkungan digambarkan dengan bagaimana

kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan

kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol

lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi

penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam

mengatur lingkungannya. Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal dan

internal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan

mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan

yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

7

lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Penguasaan lingkungan

adalah kemampuan individu untuk memilih atau mengubah lingkungan

sehingga sesuai dengan kebutuhannya.

Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang

rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa

tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan

sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri

lingkungan sekitarnya (Ryff, 1995).

Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki

kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan

kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai kemampuan dalam

menghadapi kejadian-kejadian diluar dirinya. Hal inilah yang dimaksud

dalam dimensi ini untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan

kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk

mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental.

Sebaliknya individu yang kurang baik pada dimensi ini akan menampakkan

ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang

memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.

e. Tujuan hidup (purpose of life)

Dimensi tujuan hidup meliputi keyakinan-keyakinan yang

memberikan perasaan bahwa terdapat tujuan dan makna didalam

hidupnya, baik masa lalu maupun yang sedang dijalaninya kini. Tujuan

hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

8

tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu

mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di

masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi

dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam

hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah

dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta

memiliki tujuan dan sasaran hidup.

Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan

kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat

makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta

tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada

kehidupan (Ryff,1995).

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai

dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan

dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan

berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki

kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan

peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta

dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki

pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki

pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi,

tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

9

kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu

dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik (Ryff,1995).

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan

psikologis memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan antara satu dengan

yang lainnya. Menurut Ryff terdapat lima dimensi dalam kesejahteraan psikologis,

yang dapat menentukan apakah kesejahteraan psikologisnya baik atau buruk.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada diri

individu (Ryff, 1989), yakni:

a. Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989) ditemukan adanya

perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis pada orang dari berbagai

kelompok usia (Ryff, 1989b, 1991; Ryff & Keyes,1995; Ryff & Singer,

1998c). Ryff membagi kelompok usia ke dalam tiga bagian yakni dewasa

awal (25-29 tahun), dewasa madya (30-64tahun), dan dewasa akhir (> 65

tahun). Pada individu dewasa akhir, memiliki skor tinggi pada dimensi

otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan

penerimaan diri sementara pada dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan

hidup memiliki skor rendah. Individu yang berada dalam usia dewasa

madya memiliki skor tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan,

otonomi, dan hubungan positif dengan orang lain sementara pada dimensi

pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, dan penerimaan diri mendapat skor

rendah. Individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor tinggi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

10

dalam dimensi pertumbuhan pribadi, penerimaan diri, dan tujuan hidup

sementara pada dimensi hubungan positif dengan orang lain, penguasaan

lingkungan, dan otonomi memiliki skor rendah (Ryff dalam Ryan & Deci,

2001).

b. Gender

Hasil penelitian Ryff (1989) menyatakan bahwa dalam dimensi

hubungan dengan orang lain atau interpersonal dan pertumbungan pribadi,

wanita memiliki nilai signifikan yang lebih tinggi dibanding pria karena

kemampuan wanita dalam berinteraksi dengan lingkungan lebih baik

dibanding pria.Keluarga sejak kecil telah menanamkan dalam diri anak

laki-laki sebagai sosok yang agresif, kuat, kasar dan mandiri, sementara itu

perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, tidak

berdaya, serta sensitif terhadap perasaan orang lain dan hal ini akan

terbawa sampai anak beranjak dewasa.

Tidak mengherankan bahwa sifat-sifat streotip ini akhirnya terbawa

oleh individu sampai beranjak dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan

tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya

wanita terbiasa untuk membina keadaan harmoni dengan orang-ornang di

sekitarnya. Inilah yang menyebabkan mengapa wanita memiliki

kesejahteraan psikologis yang tinggi dalam dimensi hubungan positif

karena ia dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain

(Papalia & Feldman, 2008).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

11

c. Status Sosial Ekonomi

Ryff mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan

dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan

pertumbuhan diri (dalam Ryan & Decci, 2001). Perbedaan status sosial

ekonomi dalam kesejahteraan psikologis berkaitan erat dengan

kesejahteraan fisik maupun mental seseorang. Individu dari status sosial

rendah cenderung lebih mudah stress dibanding individu yang memiliki

status sosial yang tinggi (Adler, Marmot, McEwen, & Stewart, 1999).

d. Pendidikan

Pendidikan menjadi satu faktor yang dapat mempengaruhi

kesejahteraan psikologis . Semakin tinggi pendidikan maka individu

tersebut akan lebih mudah mencari solusi atas permasalahan yang

dihadapinya dibanding individu berpendidikan rendah. Faktor pendidikan

ini juga berkaitan erat dengan dimensi tujan hidup individu (Ryff, Magee,

Kling & Wing, 1999).

e. Budaya

Ryff (1995) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme atau

kolektivisme memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis yang

dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam

dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan budaya timur yang

menjunjung tinggi nilai kolektivisme memiliki nilai yang tinggi pada

dimensi hubungan positif dengan orang lain.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

12

Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa faktor yag dapat mempengaruhi

kesejahteraan psikologis yang digunakan oleh Ryff, pada faktor-faktor tersebut

memiliki kriteria masing-masing.

4. Pengertian Janda

Janda dapat diartikan sebagai perempuan yang tidak memiliki suami lagi,

baik karena perceraian maupun ditinggal mati oleh pasangannya (Departemen

Pendidikan Nasional, 2003). Status janda bukanlah posisi yang

menguntungkan bagi perempuan secara biologis, psikologis, maupun

sosiologis. Kaum janda kadang ditempatkan sebagai perempuan pada posisi

yang tidak berdaya, lemah, dan perlu dikasihani sehingga dalam kondisi

sosial budaya yang seringkali terjadi ketidakadilan terhadap kaum perempuan,

khususnya kaum janda (Munir, 2009).

Janda bercerai merupakan perempuan yang tidak memiliki pasangan dan

status kesendirian karena berpisah dengan suami baik berpisah karena perceraian

maupun karena ditinngal mati. Laki-laki maupun perempuan yang telah menikah

kemudian berpisah, baik yang disebabkan karena perceraian maupun kematian

tetap berstatus sama. Hanya karena latar belakang budaya yang memberikan

kekuasaan kepada pria atas perempuandan lebih banyak menunjuk status

perempuan sebagai janda (Munir, 2009).

Garner dan Marcer dalam (Ollenburger dan Moore, 1996) menyatakan

mengenai norma yang berlaku di masyarakat, bahwa kehidupan menjanda

khususnya mempengaruhi perempuan karena:

1. Perempuan cenderung hidup lebih lama daripada pria.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

13

2. Perempuan pada umumnya menikahi pria yang lbih tua dari mereka

sendiri

3. Laki-laki tua lebih mungkin menikah kembali dibandingan perempuan

tua.

4. Ada norma-norma sosial yang kuat, yang menentang perempuan tua

menikahi pria muda, dan juga norma-norma yang menentang

perempuan tua menikah lagi

Berdasarkan uraian diatas janda dapat dikategorikan sebagai janda yang di

tinggal mati oleh pasangannya, atau janda yang mengalami perceraian dan

berpisah dengan suaminya. Pria atau wanita yang sudah bercerai memiliki status

yang sama yaitu tidak memiliki pasangan lagi dan memiliki kehidupan masing-

masing setelah bercerai. Adapun norma yang berlaku di masyarakat mengenai

kehidupan menjanda yang mempengaruhi perempuan.

5. Pengertian Perceraian

Istilah atau Kata “cerai” menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003)

berarti: verb (kata kerja), a. Pisah; b. Putus hubungan sebagai suami istri;

talak. Kemudian kata “perceraian” mengandung arti noun (katabenda), 1.

Perpisahan; 2. Perihal bercerai antara suami istri, percpecahan. Adapun kata

“bercerai” mengandung arti verb (kata kerja) ,tidak bercampur (berhubungan,

bersatu,dsb) lagi; 2. Berhenti berlaki bini. Istilah “Perceraian” terdapat dalam

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang

memuat tentang ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus karena : a.

Kematian, b.Perceraian, c. Atas putusan pengadilan”. Jadi, istilah

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

14

“perceraian”secara yuridis berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan

putusnya hubungan sebagai suami istri.

Perceraian (divorce) adalah salah satu peristiwa perpisahan yang resmi

antara suami-istri dan mereka kebetulan tidak bisa melanjutkan tugas dan

kewajiban sebagai suami-istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah

bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi. Mereka yang telah bercerai tetapi

belum memiliki anak, maka perpisahan tidak menimbulkan dampak traumatis

psikologis bagi anak-anak. Namun mereka yang telah memiliki keturunan, tentu

saja perceraian menimbulkan masalah psiko-emosional bagi anak-anak (Amato,

2000; Olson & DeFrain, 2003). Disisi lain, mungkin saja anak-anak yang

dilahirkan selama mereka hidup sebagai suami-istri, akan diikut sertakan kepada

salah satu orang tuanya apakah mengikuti ayah atau ibunya (Olson & DeFrain,

2003).

Menurut Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa:

”Putusnya perkawinan karena kematian disebut dengan “cerai mati”,

sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian ada dua istilah,

yaitu: a. Cerai gugat ( khulu’ ) dan b. Cerai Talak. Putusnya perkawinan

kerena putusnya pengadilan disebut dengan istilah “ Cerai batal”.

Perceraian merupakan salah satu maslaah paling sulit yang dihadapi oleh

setiap pasangan pernikahan. Pasangan suami istri ibarat dua sisi mata uang hanya

bernilai jika utuh, artinya jika dipisahkan maka hilanglah nilainya dan tidak bisa

digunakan sebagai alat tukar yang sah. Demikian halnya pasangan suami istri,

bermakna dan bersinergi hanya jika mereka tetap bersatu dan utuh sebagai

keluarga. Sebaliknya jika keduanya dipisahkan, hilang pula makna dan sinerginya

(Surbakti, 2008).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

15

Tidak mudah menjalani hidup dengan perceraian, baik bagi laki-laki

mauppun perempuan. Meskipun tuturan bahasa bisa diperhalus sedemikian rupa

supaya tampak nirmal dan penampilan dimanipulasi supaya tampak tegar, atau

susasana hati direkayasa sedemikian rupa supaya tampak wajar, namun hati nurani

adalah mahkamah yang tidak pernah berbohong (Surbakti, 2008).

Banyak pasangan yang menganggap perceraian merupakan cara paling

mudah dan praktis untuk menyelesaikan kemelut rumah tangga yang berlarut-

larut. Banyak pasangan menaruh harap bahwa dengan bercerai, persoalan rumah

tangga akan selesai dengan sendirinya. Meskipun argumentasi ini terkesan sangan

naïf, mencerminkan keputusasaan, menunjukan longgarnya komitmen pernikahan,

dan minimnya tanggung jawab terhadap eksistensi rumah tangga, tetapi semakin

banyak pasangan suami istri yang memutuskan perceraian sebagai pilihan akhir

untuk menyelesaikan kemelut pernikahan (Surbakti, 2008).

6. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian

Menurut para ahli, seperti Nakamura (1989), Turner & Helms

(1995), Sudarto & Wirawan (2001), ada beberapa faktor penyebab perceraian

yaitu a) kekerasan verbal, b) masalah atau kekerasan ekonomi, c) keterlibatan

dalam perjudian, d) keterlibatan dalam penyalahgunaan minuman keras dan

narkotika, e) perselingkuhan. Namun demikian, mereka tidak memerinci secara

jelas faktor-faktor penyebab tersebut.

a. Kekerasan Verbal

Kekerasan verbal (verbal violence) merupakan sebuah

penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pasangan terhadap pasangan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

16

lainnya, dengan menggunakan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar,

tidak menghargai, mengejek, mencaci-maki, menghina, menyakiti

perasaan dan merendahkan harkat-martabat. Akibat mendengarkan dan

menghadapi perilaku pasangan hidup yang demikian, membuat

seseorang merasa terhina, kecewa, terluka batinnya dan tidak betah

untuk hidup berdampingan dalam perkawinan.

b. Masalah ekonomi-finansial

Salah satu faktor keberlangsungan dan kebahagiaan sebuah

perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi-finansialnya.

Kebutuhan-kebutuhan hidup akan dapat tercukupi dengan baik bila

pasangan suami-istri memiliki sumber finansial yang memadai. Dalam

masyarakat tradisional maupun modern, seorang suami tetap memegang

peran besar untuk menopang ekonomi keluarga, sehingga mau tidak mau

seorang suami harus bekerja agar dapat memiliki penghasilan. Oleh

karena itu, dengan keuangan tersebut akan dapat menegakkan kebutuhan

ekonomi keluarganya. Sebaliknya dengan adanya kondisi masalah

keuangan atau ekonomi akan berakibat buruk seperti kebutuhan-

kebutuhan keluarga tidak dapat terpenuhi dengan baik, anak-anak

mengalami kelaparan, mudah sakit, mudah menimbulkan konfliks

pertengkaran suami-istri, akhirnya berdampak buruk dengan munculnya

perceraian (Nakamura, 1990).

Di satu sisi , terdapat keluarga yang secara finansial berkecukupan,

namun suami memiliki perilaku buruk yaitu berupaya membatasi sumber

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

17

keuangan kepada istrinya dan menghamburkan keuangan yang tidak

seharusnya. Hal ini dinamakan kekerasan ekonomi. Yang dimaksud

dengan kekerasan ekonomi, yaitu suatu kondisi kehidupan finansial yang

sulit dalam melangsungkan kegiatan rumah tangga, akibat perlakuan

sengaja dari pasangan hidupnya, terutama suami. Walaupun seorang

suami berpenghasilan secara memadai, akan tetapi ia membatasi

pemberian uang untuk kegiatan ekonomi rumah tangga, sehingga keluarga

merasa kekurangan dan menderita secara finansial.

c. Masalah perilaku buruk seperti kebiasaan berjudi

Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk

memperoleh keberuntungan yang lebih besar dengan mempertaruhkan

sejumlah uang atau barang tertentu. Seorang suami seharusnya mengang-

garkan kebutuhan finansial untuk keperluan keluarga secara bijaksana.

Penghasilan yang diperoleh melalui usaha atau bekerja, dipergunakan

untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan sebagian lagi ditabung untuk

keperluan di masa depan, seperti keperluan membeli rumah, mobil

atau, pendidikan anak-anak. Namun ketika seorang suami melupakan

atau mengabaikan kebutuhan keluarga, sehingga semua penghasilan

dipertaruhkan untuk perjudian, maka hal ini sangat mengecewakan bagi

istri maupun anak-anak. Mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang

sejahtera dan selalu menderita secara finansial. Oleh karena itu,

mereka protes dan menggugat untuk bercerai dari suami, daripada hidup

dalam penderitaan yang berkepanjangan. Sebab judi tak akan pernah

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

18

menyebabkan seseorang menjadi kaya-raya, tetapi selalu membawa

kesengsaraan hidup.

d. Perselingkuhan

Perselingkuhan merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh

seseorang terhadap orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup yang

sah, padahal ia telah terikat dalam perkawinan secara resmi dengan

pasangan hidupnya. Perselingkuhan dapat disimpulkan sebagai aktivitas

hubungan seksual diluar perkawinan atau istilahnya extra marital sexual

relationship (Soewondo, 2001). Perselingkuan mungkin awalnya tidak

diketahui oleh pasangan hidupnya, akan tetapi lama kelamaan diketahui

secara pasti (Satiadarma, 2001). Oleh karena itu, seseorang akan merasa

sangat kecewa, sakit hati, sedih, stres dan depresi setelah mengetahui

bahwa pasangan hidupnya melakukan parselingkuhan, sebab dirinya telah

dikianati secara diam-diam. Akibat semua itu, kemungkinan seseorang

memilih untuk bercerai dari pasangan hidupnya (Sudarto & Wirawan,

2001). Perselingkuhan dapat dilakukan oleh siapa saja yaitu tergantung

siapa yang melakukannya apakah dilakukan oleh seorang suami atau

seorang istri (Satiadarma, 2001).

e. Penyalahgunaan narkoba

Banyak orang yang memiliki perilaku temperamental, agresif, kasar

dan tidak bisa mengendalikan emosi akibat penyalahgunaan dan

ketergantungan terhadap minum-minuman keras atau narkoba (narkotika

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

19

dan obat-obatan terlarang). Sebagai suami, seharusnya dapat bersikap

bijaksana sabar dan membimbing istrinya. Demikian pula, ketika berperan

sebagai ayah, maka perilaku seorang laki-laki dewasa dapat menunjukkan

pribadi yang matang untuk membina, mendidik dan mengarahkan anak-

anak untuk tumbuh dewasa. akibat pengaruh ketergantungan alkohol

atau obat-obatan, sehingga gambaran suami dan ayah yang bijaksana

tak dapat dipenuhi dengan baik, tetapi justru berperangai sangat buruk.

Hal ini tentu menyebabkan penderitaan dan tekanan batin bagi isiri

maupun anak-anaknya. Berdasarkan pemikiran tersebut, akhirnya

seorang istri dapat menggunggat untuk bercerai dari suaminya.

f. Pengalaman sebelum dan menjelang perceraian

Pasangan suami-istri yang akan bercerai merasakan bahwa sebuah

perkawinan yang dibina sejak awal seolah-olah tidak dapat dilanjutkan

lagi karena terjadi ketidakcocokkan yang menyebabkan konflik,

pertengkaran atau percekcokkan terus menerus. Padahal ketika mereka

memutuskan untuk menikah, mereka merasa sudah cocok dan

menganggap bahwa orang yang dinikahinya adalah satu-satunya orang

yang dapat membahagiakan hidupnya.

Konflik suami istri dapat menjadi pemicu perceraian bila tidak

terselesaikan dengan baik-baik. Konfilk-konflik tersebut juga dipengaruhi

oleh berbagai faktor yang mungkin terakumulasi selama beberapa waktu

sebelumnya, namun kurang mendapat perhatian serius dan tidak

terselesaikan secara tuntas, akibatnya mempengaruhi perilaku emosional

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

20

pasangan suami-istri. Puncak konflik yang tidak dapat terbendung lagi

akan menimbulkan perseteruan terbuka dan seringkali harus melibatkan

pihak ke tiga untuk proses penyelesaiannya, seperti pihak lembaga

pengadilan.

7. Pandangan Masyarakat Terhadap Janda

Karim (1999) menyebut bahwa perceraian sebagai cerai hidup antara

pasangan suami istri akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran

masing-masing. Dalam hal ini, Erna Karim melihat perceraian sebagai akhir dari

suatu ketidakstabilan perkawinan di mana pasangan suami istri kemudian hidup

berpisah dan secara resmi disahkan oleh hukum yang berlaku di suatu tempat.

Sementara menurut Goode dalam (Sahlan, 2012) tidak memberi definisi

perceraian secara spesifik. justru mengangkat isu yang lebih umum dan

menurutnya lebih penting dari sekedar persoalan perceraian, yaitu kekacauan

dalam rumah tangga. Menurut Goode, kekacauan keluarga dapat ditafsirkan

sebagai pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran

sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka

sepenuhnya. Menurut Goode bahwa kekacauan keluarga tidak hanya terjadi dalam

bentuk perceraian, melainkan dapat dilihat dalam berbagai bentuk, di antaranya

adalah: 1). ketidakabsahan; 2). pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggal;

3). keluarga selaput kosong; 4). ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang

tidak diinginkan; 5). kegagalan peran penting yang tak diinginkan. Di antara

bentuk-bentu kekacauan tersebut, menurut Goode, keluarga selaput kosong

merupakan bentuk kekacauan yang jarang mendapat perhatian. Di sini anggota-

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

21

anggota keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa atau

bekerjasama satu dengan yang lain dan terutama gagal memberikan dukungan

emosional satu kepada yang lain.

Namun, dari beberapa definisi yang disebutkan para ahli, definisi

perceraian yang diberikan oleh Erma Karim sepertinya lebih mudah dipahami.

Karena bagaimanapun, legalitas perceraian yang diputuskan melalui proses

pengadilan penting sebagai pegangan para pihak (suami istri) dan juga

masyarakat. Sementara perceraian tanpa legalitas hukum atau tidak melalui jalur

peradilan dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan masalah dikemudian hari

baik secara administratif maupun sosial.

Menurut Sahlan (2012) masyarakat masih memandang negatif terhadap

pasangan yang memutuskan bercerai. Bagi masyarakat, perceraian itu buruk,

jahat, melukai perasaan salah satu pasangan dan berdampak tidak baik bagi anak

dan keluarga kedua belah pihak. Perceraian yang diinginkan istri atau gugat cerai

terhadap suami bahkan dipandang lebih buruk lagi dibanding talak yang

dijatuhkan suami terhadap istri. Hal ini terjadi karena tradisi dan keyakinan

masyarakat, posisi suami lebih tinggi derajatnya secara agama dan kultural

dibandingkan istri. Sebelumnya barangkali juga jarang ada kasus dimana istri

menggugat cerai suaminya seperti yang marak terjadi belakangan ini.

Paradigma negatif terhadap perceraian juga tidak terlepas dari pemahaman

umum masyarakat yang menganggap bahwa perkawinan sebagai sebuah peristiwa

sakral yang dilakukan di bawah otoritas agama dan pemerintah. Perkawinan tidak

hanya melibatkan calon suami dan istri, tetapi juga melibatkan kerabat dekat,

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

22

keluarga besar, masyarakat, pemangku adat dan agama. Karena itu, perkawinan

yang berakhir dengan perceraian dinilai tidak hanya melecehkan keluarga, tapi

juga melecehkan masyarakat, adat dan agama.

Menurut Julianto dkk (2016) faktor-faktor penyebab perceraian antara

lain; tidak tanggung jawab, tidak memberi nafkah, perselingkuhan, perselisihan

dan pertengkaran, tinggal wajib, belum dikarunia anak, meninggalkan kewajiban,

penikahan pada usia muda.

Sekar (2017) mengatakan bahwa semakin berkembangnya zaman dan

pendidikan tidak membuat stigma status janda membaik. Bisa dilihat dari

beberapa lagu, film dan beberapa oknum yang menjelekkan atau merendahkan

status janda itu sendiri. Seorang janda sering diperlihatkan sebagai wanita lemah,

tak berdaya, bahkan menjadi penggoda suami orang. Saat seorang wanita

berstatus janda, maka selentingan negatif mulai bertebaran. Berbeda dengan pria

yang terlihat tetap terhormat dengan status sebagai duda.

Sekar (2017) bahwa di budaya kita sendiri, seorang janda akan menjadi

pergunjingan luar biasa. Apalagi di daerah pedesaan, dimana kata janda masih

awam sekali di telinga mereka. Menjadi janda itu sangat rentan dari segala

permasalahan dan pandangan masyarakat sehingga banyak dari mereka yang

sedikit berlebihan dalam menanggapi status itu. Tentu saja berat menjadi seorang

janda, dia harus tetap menjaga harkat dan martabat dirinya di tengah–tengah

stigma negatif masyarakat dan harus mampu bertahan demi diri sendiri dan anak-

anak tanpa didampingi sesosok pria yang bisa menjaga, menyayangi dan

mengayominya.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

23

Menurut Ollenburger dan Moore (1996) menyatakan bahwa kehidupan

seorang wanita yang menyandang status janda sangat memengaruhi psikis karena

wanita cenderung hidup lebih lama dari pria. Wanita pada umumnya menikahi

pria yang usianya lebih tua dari mereka sendiri, pria tua lebih mungkin menikah

kembali dibandingkan wanita tua. Adanya norma-norma yang menentang

perempuan tua menikahi pria muda dan juga norma-norma yang menentang

wanita tua menikah lagi. Dampak dari norma-norma tersebut yaitu pada pasangan

wanita tua yang menikahi pria muda biasanya menjadi bahan gunjingan oleh

lingkungan sekitar.

Kata janda semestinya tidak lagi menjadi kata dengan konotasi negatif.

Pasalnya eksistensi janda sudah lazim dalam kehidupan sehari-hari. Jika melihat

rekam sejarah perceraian di Indonesia, pada 1950-an angka perceraian sempat

mencapai 50 persen (O’Shaughnessy, 2009) dan mulai menurun drastis pada

pertengahan 1970-an. Menguatnya stigma negatif terhadap janda pada masa Orde

Baru (1966-1998) juga diungkapkan oleh Parker (2016) saat melacak transformasi

sosial kultural di Indonesia. Melalui pendidikan dan pengembangan ideologi

tentang gender dan keluarga, pemerintahan Orde Baru berusaha

mentransformasikan hubungan pernikahan dan perceraian. Pada masa ini

pembentukan keluarga inti mendapat pujian dari pemerintah Orde Baru,

sebaliknya perceraian dianggap melawan pemerintah.

Menurut Hidir (2008) karena adanya bias persepsi dalam masyarakat yang

negatif, tampaknya telah menyebabkan kaum perempuan untuk menjadi takut

berstatus janda. Ketakutan ini cukup beralasan, selain karena faktor budaya juga

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahtraan Psikologis Pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4810/3/BAB II.pdf · Hubungan positif bisa dilihat dari bagaimana individu tersebut menjalin

24

terkadang secara ekonomipun perempuan seringkali sangat tergantung pada

suaminya. Fenomena tentang stereotipe janda dan duda ini dapat diamati dari

ukuran cepat lambatnya menikah kembali antara janda dan duda. Artinya, bila

seorang janda itu cepat menikah kembali dan mendahului mantan suaminya dalam

memperoleh jodoh untuk yang kedua kalinya seringkali juga hal ini dianggap

sesuatu yang tidak wajar. Maka dianggapnyalah seorang janda itu janda yang

genit, dan segudang predikat negatif lainnya. Tetapi sebaliknya bila mantan

suaminya yang lebih dahulu menikah, hal ini dianggap wajar dan lumrah oleh

masyarakat..

B. Pertanyaan penelitian

Dalam penelitian kualitatif pertanyaan penelitian merupakan hal yang

sangat esensial. Terdapat dua bagian dalam pertanyaan penelitian kualitatif yaitu

central question san sub question (Creswell, 2014).

1) Central Question

Central question merupakan pertanyaan pokok atau utama dalam

penelitian kualitatif. Central question dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana gambaran kesejahteraan psikologis pada janda bercerai?”