BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Amputasi · Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam,...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Amputasi Amputasi merupakan sebuah frekuensi relatif yang dijalankan dalam sebuah prosedur kesehatan dan seringkali dilakukan sebagai alternatif untuk menangani kasus fraktur yang komplek atau infeksi pada suatu ekstremitas. Amputasi juga merupakan sebuah masalah yang komplek bagi seorang pasien dan bagi system perlindungan atau perawatan kesehatan dalam suatu negara. Sering kali cedera dapat menyebabkan atau menimbulkan pendarahan yang ekstensive, karena dimana seluruh pembuluh darah tidak mungkin dapat mengalami vasoconsentric (Nielsen, 2007). Amputasi berasal dari kata “amputate“ yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi (Bruner dan Sudarth, 2002). 9

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Amputasi · Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam,...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Amputasi

Amputasi merupakan sebuah frekuensi relatif yang dijalankan dalam

sebuah prosedur kesehatan dan seringkali dilakukan sebagai alternatif untuk

menangani kasus fraktur yang komplek atau infeksi pada suatu ekstremitas.

Amputasi juga merupakan sebuah masalah yang komplek bagi seorang pasien

dan bagi system perlindungan atau perawatan kesehatan dalam suatu negara.

Sering kali cedera dapat menyebabkan atau menimbulkan pendarahan yang

ekstensive, karena dimana seluruh pembuluh darah tidak mungkin dapat

mengalami vasoconsentric (Nielsen, 2007).

Amputasi berasal dari kata “amputate“ yang kurang lebih diartikan

“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian

tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu

tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Tindakan ini

merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala

masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat

diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ

dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak

organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi (Bruner

dan Sudarth, 2002).

9

10

Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa

sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem

muskuloskeletal dan sistem cardiovaskuler. Labih lanjut dapat menimbulkan

masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan

penurunan produktifitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau

untuk diamputasi karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut

sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Padahal dalam konteks

pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup (Bruner dan

Sudarth, 2002).

a. Teknik amputasi.

Teknik amputasi ada dua yaitu myodesis dan myoplasty, myodesis

adalah mengikatkan group otot tulang dengan tulang, sedangkan

myoplasty adalah menjahitkan otot dengan jaringan lunak pada sisi yang

lain yaitu pada otot atau fasia sebelahnya (Bruner dan Sudarth, 2002).

Gambar 2.1 Myodesis (www.oandplibrary.com) diakses pada 14 Oktober 2014

11

Gambar 2.2 Myoplasty (www.netterimages.com) diakses pada 14 Oktober 2014

b. Sebab-sebab amputasi.

Etiologi adalah ilmu pengetahuan atau teori tentang faktor-faktor

yang menyebabkan penyakit dan metode masuknya penyebab penyakit

(agen) ke tubuh pejamu , penyebab atau asal mula penyakit atau gangguan

(Dorland, 2006). Dalam pembahasan ini akan diuraikan tentang amputasi.

Faktor- faktor yang menyebabkan amputasi adalah trauma, pheriperal

vascular disease, cancer, congenintal limb deficiencies (Nielsen, 2007).

Trauma berasal dari bahasa Yunani “traumas” atau “traumata”

yang berarti luka dari sumber luar. Trauma dapat disebabkan oleh benda

tajam, benda tumpul atau peluru. Keadaan trauma dapat menyebabkan

perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan

imunologi dan gangguan faal berbagai organ (Hidayat, 1997). Trauma

adalah luka atau cidera, baik fisik / psikis (Dorland, 2006).

Cedera pada trauma dapat terjadi akibat, kecelakaan sepeda motor,

kecelakaan kerja, terkena tembakan peluru, ledakan, luka bakar yang

cukup berat, dan tersengat listrik (Nielsen, 2007).

12

Trauma terdiri dari bermacam–macam jenis yaitu (1) trauma

tumpul berupa benturan, perlambatan. Trauma tumpul kadang tidak

memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat

mengakibatkan konstitusi atau laserasi jaringan ataupun organ di

bawahnya. Cedera perlambatan sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas

karena setelah tabrakan badan masih melaju dan kemudian tertahan suatu

benda sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus

dan menyebabkan terjadinya robekan pada organ tersebut. Cedera ledak

adalah luka / kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh granat, bom dan

ledakan, (2) trauma tembus adalah trauma yang terjadi karena senjata

tajam / tembakan, (3) trauma tajam merupakan luka terbuka yang terjadi

akibat benda yang memiliki sisi tajam / ujung runcing. Benda yang

mempunyai sisi tajam berupa luka sayat (Vulnus scissum), benda yang

memiliki sisi runcing berupa luka tusuk (Vulnus Punctum) (Aston, 1996).

Peripheral vascular disease (PVD) merujuk pada penyakit-

penyakit dari pembuluh-pembuluh darah (arteri-arteri dan vena-vena) yang

berlokasi diluar jantung dan otak. Sementara ada banyak penyebab-

penyebab dari peripheral vascular disease, dokter-dokter umumnya

menggunakan istilah peripheral vascular disease untuk merujuk pada

peripheral artery disease (peripheral arterial disease, PAD), kondisi yang

berkembang ketika arteri-arteri yang mensuplai darah ke organ-organ

internal, lengan-lengan, dan tungkai-tungkai menjadi terhalangi

13

sepenuhnya atau sebagian sebagai akibat dari atherosclerosis sehingga ada

kemungkinan tungkai harus diamputasi (Nielsen, 2007).

Penyebab amputasi lainya adalah kanker. Menurut WHO (2009),

kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang

dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan

adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker

adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui

batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh

dan menyebar ke organ lain. Proses ini disebut metastasis. Metastasis

merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (WHO, 2009).

Sebab langsung kelainan kongenital sering sekali sukar diketahui,

pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik,

lingkungan atau kombinasi faktor genetik, lingkungan dan faktor yang

tidak diketahui. Akan tetapi, amputasi yang disebabkan kongenital cukup

banyak (Nielsen, 2007).

c. Komplikasi amputasi

Komplikasi-komplikasi yang terjadi setelah dilakukan operasi

amputasi antara lain : (1) Hematoma, (2) Infeksi, (3) Nekrosis, (4)

Kontraktur, (5) Neuroma Traumatik, (6) Phantom Sensation, (7) Gangrene

(Nielsen, 2007).

Hematoma yaitu timbunan darah lama di dalam puntung (stump), ini

terus dicegah dengan penghentian darah secara baik dan teliti (waktu

14

operasi), dan sesudah operasi disarankan dipasang alat sedot darah

hematom (Nielsen, 2007).

Invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh dan

secara klinis mungkin tampak atau timbul cedera selular lokal akibat

kompetisi metabolisme, toksin, replikasi, intrasel atau respon

antigen/antibody. Pada kasus amputasi ini merupakan komplikasi yang

berat, hal ini dapat terjadi karena masih adanya serpihan – serpihan tulang

atau barang lain yang tidak steril didalam puntung (stump) yang kemudian

dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Nielsen, 2007).

Nekrosis yaitu kematian sebagian kulit atau jaringan pada puntung

(stump). Nekrosis yang sedikit dapat diobati secara konservatif sedangkan

pada nekrosis yang berat atau luas dipertimbangkan kemungkinan

perlunya tindakan reamputasi (Nielsen, 2004).

Kontraktur yaitu terjadinya kekakuan sendi tidak dapat bergerak

melalui seluruh ruang gerak yang bersangkutan. Ini merupakan kesalahan

perawatan dan fisioterapi tidak memadai sesudah operasi (Nielsen, 2007).

Neuroma Traumatik yaitu suatu tumor atau neoplasma yang

sebagian besar terdiri dari sel dan serabut syaraf serta merupakan suatu

tumor yang tumbuh dari suatu syaraf. Biasanya timbul setelah dilakukan

amputasi dari suatu ekstremitas (Nielsen, 2007).

Phantom Sensation yaitu perasaan dari penderita dimana masih

merasa mempunyai bagian tungkai yang telah dipotong dan sakit pada

15

bagian tersebut atau sebuah citra atau kesan yangn tidak dicetuskan oleh

rangsangan sesungguhnya (Nielsen, 2007).

Gangrene terbagi menjadi dua tipe yaitu (1) gangrene kering,

gangrene kering merupakan kematian dari suatu bagian, biasanya anggota

gerak, disebabkan oleh ischemia tanpa adanya udema atau infeksi

mikroskopik, (2) gangrene basah, gangrene basah disebabkan oleh bagian

busuk yang membengkak, organ atau anggota gerak yang terjadi setelah

sumbatan arterial atau kadang – kadang sumbatan vena yang sering kali

disertai infeksi. Gangrene disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) vaskuler,

meliputi pembuluh darah, spasme vaskuler, tekanan luar, embolisme, (2)

traumatik, contohnya cedera akibat benturan / tekanan yang diikuti dengan

kekurangan pasokan darah, (3) fisiko - kimia, contohnya panas, dingin,

asam, alkali, sinar-X, (4) infeksi, contohnya gas gangrene, (5) penyakit

syaraf (Nielsen, 2007).

d. Level amputasi

Level-level amputasi pada anggota gerak bawah terdiri dari (1)

Hemipelvectomy yaitu amputasi tidak hanya menghilangkan sendi pada

hip, tetapi juga menghilangkan sebagian dari pelvic, (2) Hip

disarticulation yaitu amputasi tepat pada sendi panggul, (3) Above Knee

yaitu amputasi pada atas lutut, (4) Knee disarticulation yaitu amputasi

tepat pada sendi lutut, (5) Below Knee yaitu amputasi pada bawah lutut, (6)

Ankle disarticulation yaitu amputasi tepat pada sendi pergelangan kaki, (7)

16

Symes yaitu amputasi tepat pada sendi pergelangan kaki dengan maleolus

tibia dan fibula ikut hilang, (8) Chopart yaitu amputasi pada sendi talo

navicular dan talo cuneiforme 1 sampai 3.

Gambar 2.3

Level amputasi pada anggota gerak bawah (Harry, 2009)

Keterangan gambar :

1. Helmipelvectomy

2. Hip disarticulation

3. Transfemoral

4. Knee disarticulation

5. Transtibial

17

6. Ankle disarticulation

7. Symes

8. Chopart

2. Panjang Puntung

Panjang puntung merupakan pembagian beda panjang dari stiap level

amputasi anggota gerak bawah. Dalam hal ini, yang termasuk dalam level

amputasi anggota gerak bawah adalah transtibial amputation dan

transfemoral amputations. Berikut ini adalah tiga jenis panjang puntung dari

masing-masing level amputasi anggota gerak bawah, yaitu :

a. Level amputasi pada atas lutut adalah:

1) Short transfemoral amputations adalah amputasi pada tulang femur

dimana panjang femur kurang dari 35% dari femur yang masih ada

(Vitriana, 2002).

2) Medium transfemoral amputations adalah amputasi pada tulang femur

dimana sekitar lebih dari 35% hingga 60% sisa femur yang ada.

Idealnya pada transfemoral amputations adalah 4 inc atau 10cm di

atasa dari ujung distal femur untuk tempat bagi joint saat pembuatan

transfemoral prostesis (Vitriana, 2002).

3) Long transfemoral amputations adalah amputasi pada tulang femur

dimana lebih dari 60% femur masih ada dan juga tidak dapat digunakan

untuk end bearing (Vitriana, 2002).

18

b. Level amputasi pada bawah lutut adalah :

1) Short transtibial amputation adalah amputasi pada tulang tibia dimana

panjang tibia yang ada kurang dari 20%. Biasanya terjadi akibat trauma

dan memiliki kestabilan yang kurang serta susah melakukan ekstensi

pada lutut (Vitriana, 2002).

2) Medium transtibial amputation adalah amputasi pada tulang tibia

dimana 20% hingga 50% tibia masih ada. Merupakan amputasi yang

ideal setidaknya 8cm panjang tibia tersisa untuk mendapatkan hasil

fitting prostesis yang optimal (Vitriana, 2002).

3) Long transtibial amputation adalah amputasi pada tulang tibia dimana

lebih dari 50% tulang tibia masih ada (Vitriana, 2002).

3. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah rasio standar berat terhadap tinggi,

dan sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum. IMT dihitung

dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan

(dalam meter). Angka IMT antara 18,5 dan 24,9 dianggap normal untuk

kebanyakan orang dewasa. IMT yang lebih tinggi mungkin mengindikasikan

kelebihan berat badan atau obesitas (Hill, 2005).

IMT dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (Kg) dibagi tinggi

badan dalam meter dikuadratkan (m²) dan tidak terikat pada jenis kelamin.

IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak tubuh total sehingga

dapat dengan mudah mewakili kadar lemak tubuh. Saat ini, IMT secara

19

internasional diterima sebagai alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat

badan dan obesitas (Hill, 2005)

Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18

tahun keatas. IMT tidak diterapkan kepada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan

olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan

khusus (penyakit) lainya seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa,

2001).

Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang

berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat

mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian

menyatakan bahwa hubungan panjang puntung (stump) dan Indeks Massa

Tubuh (IMT) terhadap tingkat keseimbangan berjalan pada pasien pasca

amputasi anggota gerak bawah mungkin tidak menggambarkan risiko yang

sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.

Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. Obesitas merupakan peningkatan berat

badan dengan IMT = 25 kg/m² akibat akumulasi lemak yang berlebihan (Hill,

2005).

Alat ukur indeks massa tubuh adalah timbangan berat badan orang dewasa

dan meteran dinding. Cara kerja menentukan IMT adalah dengan sampel diukur

terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi

badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

20

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan WHO (2009)

IMT (kg/m²) Klasifikasi

<16 Kurang Energi Protein III

16-16,9 Kurang Energi Protein II

17,0-18,5 Kurang Energi Protein I

18,5-24,9 Normal

25,0-29,9 Kelebihan Berat Badan (Overweight)

30,0-34,9 Obesitas I

35,0-39,9 Obesitas II

>40,0 Obesitas III

21

Tabel 2.2 Kalsifikasi IMT berdasarkan Depkes RI (2003)

IMT (Kg/m²) Kategori

<17,0 Kekurangan berat badan tingkat berat Kurus

17,0-18,4 Kekurangan berat badan tingkat ringan Kurus

18,5-25,0 Normal Normal

25,1-27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk

>27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat Gemuk

4. Keseimbangan

a. Definisi Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan

equilibrium baik statis maupun dinamis tubuh ketika di tempatkan pada

berbagai posisi (Delitto, 2003). Keseimbangan adalah kemampuan untuk

mempertahankan pusat gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika

dalam posisi tegak. Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan

dinamis (Abrahamova dan Hlavacka, 2008).

Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan

posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah. Contoh

keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki, menggunakan papan

keseimbangan. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk

mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah, misalnya saat

berjalan (Abrahamova dan Hlavacka, 2008).

22

Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem

somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik

(musculoskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya

diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal

tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, Cerebellum,

area assosiasi (Batson, 2009).

Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh

dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga seseorang tidak jatuh walaupun

tubuh berubah posisi. Equlibrium statis yaitu kemampuan tubuh untuk

menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri

dengan satu kaki. Equilibrium dinamik adalah kemampuan tubuh untuk

mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah

kualitas yang terisolasi, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan

berbagai kegiatan yang merupakan kehidupan kegiatan normal sehari-hari

(Huxham et al., 2001).

b. Fisiologi Keseimbangan

Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita

untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah

proprioception yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk

merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al.,

2006).

Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi,

dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan

23

lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya

berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam

pengaturan ortopedi klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan

keseimbangan pada atlet membantu mereka untuk mencapai kinerja atletik

yang unggul (Riemann et al., 2002).

Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual,

vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan

peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam

meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor.

Meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang

terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh

bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui

reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan

geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi.

Mechanoreceptors sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif

terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi

impuls saraf (Riemann et al., 2002).

Mereka yang bertanggung jawab untuk proprioception yang pada

umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara

tekanan reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Riemann et al., 2002).

Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di

tubuh manusia, bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami

gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh

24

(imbalance), sistem indera yang mengatur/mengontrol keseimbangan

adalah visual, vestibular, dan somatosensoris (tactile dan proprioceptive).

Gambar 2.4

Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor dibawah ini adalah

faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu :

1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada

semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi

terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of gravity

adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata, pada

manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam

25

keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka

titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan gangguan

keseimbangan (Unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara

otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika center of

gravity terletak di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan

seimbang, jika berada diluar tubuh maka akan terjadi keadaan

unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada

1 inchi di depan vertebrae Sacrum 2 (Bishop, et al., 2009).

Pada pengguna transfemoral prosthesis COG sangat berperan

penting dalam keseimbangan statis maupun dinamis. Oleh karena itu

COG merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan

pengguna transfemoral prosthesis.

2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang

berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh

ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan

base of support (bidang tumpu) (Bishop, et al., 2009).

26

Gambar 2.5

Line Of Gravity (http://sielearning.tafensw.edu.au) diakses pada 24 Desember

2014

3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang

berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat

berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas

yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar

bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua

kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin

dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin

tinggi (Yi, et al., 2009).

4) Kekuatan otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot

menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara

dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi

27

otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat

berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka

keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik

seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya (Bishop, et

al., 2009).

5) Gangguan keseimbangan

Sebuah gangguan yang menyebabkan seseorang merasa pusing,

goyang, dan seperti berpindah tempat, dan seakan akan dunia serasa

berputar. Sebuah organ telinga bagian dalam yaitu labyrinth merupakan

organ yang berperan dalam mengatur keseimbangan dan ini merupakan

sistem yang bekerja didalam tubuh yaitu (sistem vestibular) kita. Sistem

vestibular berinteraksi dengan sistem tubuh seperti visual, dan skeletal

sistem, untuk menjaga keseimbangan posisi tubuh yang mana sistem ini

berhubungan dengan otak dan sistem saraf, dapat menjadi masalah

keseimbangan (Boese, 2011).

5. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang untuk mampu

berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Apabila

seseorang tidak memiliki rasa percaya pada dirinya sendiri maka akan timbul

masalah karena kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang

yang berfungsi mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya (Rupang, et.al.,

2013).

28

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah percaya diri (self

confidence), yang merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus

ditumbuhkan pada diri agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang

mampu mengontrol berbagai aspek yang ada pada dirinya, dengan

kemampuan tersebut akan lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran

pribadi yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku

menuju keberhasilan. Kpercayaan diri merupakan suatu keadaan dalam diri

seseorang yang berisi kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki

seseorang, dengan kurangnya percaya diri, maka rasa rendah diri akan

menguasai seseorang dalam kehidupannya, dan ia akan tumbuh menjadi

pribadi yang pesimis (Rohayati, 2011).

Menurut Fatimah (2006) untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri

yang proporsional, individu tersebut harus memulai dari diri sendiri. Adapun

cara yang digunakan adalah:

a. Evaluasi Diri Secara Objektif

Individu harus belajar untuk menerima diri secara objektif dan jujur.

Membuat daftar potensi yang ada dalam diri baik yang telah diraih

ataupun belum. Kenali apa yang menjadi penyebab terhalangnya

kemunculan potensi yang ada dalam diri.

b. Memberi penghargaan yang jujur terhadap diri

Menyadari dan menghargai sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang

dimiliki.

29

c. Positif Thinking

Mencoba untuk melawan setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif

yang muncul dalam benak, dan tidak membiarkan pikiran negatif berlarut-

larut.

d. Gunakan Self Affirmation

Menggunakan self affirmation memerangi negatif thinking, contohnya:

“Saya pasti bisa!”

e. Berani Mengambil Resiko

Setelah memahami secara objektif, maka akan dapat memprediksi resiko

setiap tantangan yang dihadapi, sehingga tidak perlu menghindari

melainkan lebih menggunakan strategistrategi untuk menghindari,

mencegah, atau mengatasi resiko.

f. Belajar Mensyukuri dan Menikmati

Rahmat Tuhan Individu tersebut harus dapat melihat dirinya secara positif.

g. Melakukan Tujuan yang Relistik

Mengevaluasi segala tujuan yang telah ditetapkan, apakah tujuan tersebut

realistik atau tidak. Tujuan yang realistik akan memudahkan dalam

pencapaian tujuan.

Rasa percaya diri merupakan pengalaman masa kanak-kanak hingga

dewasa, terutama sebagai akibat dari hubungan dengan orang lain.. Para ahli

berkeyakinan bahwa kepercayaan diri diperoleh melalui proses yang

30

berlangsung sejak usia dini. Adapun faktor yang mempengaruhi kepercayaan

diri, yang antara lain disebutkan oleh Santrock (2007) :

a. Faktor Internal

1) Konsep diri

Terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali

dengan perkembangan konsep diri. Konsep diri merupakan evaluasi

terhadap sesuatu yang sangat spesifik dari diri seseorang. Pada

dasarnya apabila seseorang sudah memiliki konsep diri yang baik,

maka orang tersebut juga akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

2) Kondisi fisik

Kondisi fisik merupakan keadaan yang tampak secara langsung

dan melekat pada diri individu. Kepercayaan diri seseorang berawal

dari pengenalan diri secara fisik, bagaimana ia menilai, menerima atau

menolak gambaran dirinya. Individu yang merasa puas dengan kondisi

fisiknya cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sehingga

dapat dikatakan bahwa kondisi fisik berkorelasi sangat kuat dengan

kepercayaan diri.

3) Pengalaman

Pengalamn merupakan suatu hal yang pernah dialami oleh

seorang individu dan dapat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya.

Contoh dari pengalaman itu sendiri yaitu pengalaman masa kecil,

kejadian-kejadian masa kecil serta dukungan dari lingkungan rumah

31

juga dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri. Dalam

menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada masa lampau, seorang

remaja akan terus mencoba mengevaluasi diri mereka sehingga terjadi

persetujuan dalam diri mereka dan bisa meningkatkan rasa percaya

diri.

4) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap

tingkat kepercayaan diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah

akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada dalam kuasa

orang lain yang lebih pintar darinya. Sebaliknya, orang yang

mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri

yang lebih karena mereka tau tugas-tugas apa yang penting untuk

mencapai tujuannya. Konsep ini hampir sama dengan apa yang

disebutkan Bandura mengenai kualitas diri yang merupakan keyakinan

individu untuk dapat menguasai situasi tertentu dan menghasilkan

sesuatu yang positif.

b. Faktor Eksternal

1) Orang tua

Penilaian dan harapan yang orang tua berikan akan menjadi

penilaian individu dalam memandang dirinya. Jika individu tidak

mampu memenuhi sebagian besar harapan dan jika keberhasilannya

tidak diakui oleh orang lain maka akan memunculkan rasa tidak

mampu dan rendah diri. Keharmonisan serta partisipasi anak dalam

32

aktivitas keluarga juga mempengaruhi tingkat kepercayaan diri

seseorang.

2) Sekolah

Sekolah merupakan tempat panutan anak selain dalam keluarga.

Siswa yang banyak dihukum dan ditegur cenderung lebih sulit

mengembangkan kepercayaan diri dibandingkan siswa yang banyak

dipuji dan mendapatkan penghargaan karena prestasinya. Selain itu

dukungan teman sekelas juga mempengaruhi kuat terhadap

perkembangan percaya diri remaja.

3) Teman sebaya

Pengakuan dengan teman-teman akan menentukan pembentukan

gambaran diri seseorang. Apabila individu merasa diterima, disenangi

dan dihormati oleh temannya, maka akan cenderung merasa percaya

diri dan merasa terpacu untuk mengembangkan potensi-potensi yang

dimilikinya. Penerimaan dari lingkungan sosial tentu saja akan

mebangkitkan suatu konsep diri yang kuat untuk menhadapi

lingkungan sosialnya. Disisi lain, penolakan dari lingkungan sosial

akan memberikan suatu konsep diri yang negatif dalam diri individu

sehingga muncul perasaan cemas dan tidak percaya diri untuk

melangkah.

Kurangnya percaya diri pada orang lain merupakan salah satu aspek

kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya

diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang

33

realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran

positif dan dapat menerimanya. Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis

diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau

melakukan sesuatu tindakan. Seseorang yang cacat atau amputasi kaki pada saat

ini dapat menggunakan fasilitas prothese kaki. Prothese kaki dipakai untuk

menggantikan fungsi bagian kaki yang tidak ada, yaitu untuk membantu

penggunanya beraktivitas sehari-hari dan untuk menumbuhkan kepercayaan diri

pengguna (Damayanti et al., 2003).

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian Greve et al. (2007) dengan judul Correlation

Between Body Mass Index And Postural Balance. Hasil yang didapat bahwa ada

kolerasi indeks massa tubuh terhadap terhadap keseimbangan postural.

Didapatkan hasil sebagai berikut ketidakseimbangan (R = Sisi 0,723 dominan dan

R = 0,705 sisi non-dominan). Indeks Stabilitas anteroposterior - diukur sebagai

ketidakstabilan - menunjukkan korelasi pada dominan (R = 0,708) dan sisi non

dominan (R = 0,656). Ketidakstabilan lateral menunjukkan korelasi pada dominan

samping (R = 0,721) dan sisi non-dominan (R = 0,728). Perbandingan indeks

keseimbangan untuk sisi dominan dan non-dominan.

Penelitian yang dilakukan Porto (2012) yang berjudul Biomechanical

Effects of Obesity on Balance. Mendapatkan hasil bahwa pada subyek yang

termasuk obesitas memiliki tingkat keseimbangan yang kurang dibanding dengan

subyek IMT ideal.

34

Penelitian yang dilakukan Clark (1981) dengan penelitian yang berjudul

Balance in Lower Limb Child Amputees. Mendapatkan hasil bahwa semakin

tinggi level amputasi maka tingkat kestabilan pengguna semakin buruk.

Rachmat (2013) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh penggunaan

prosthesis anggota gerak bawah (kaki palsu) dan status sosial terhadap

peningkatan kepercayaan diri pada pasien post amputasi anggota gerak bawah di

Klinik Kuspito Prosthetic Orthotic. Desain penelitian menggunakan Obsevasional

Analitik dengan menggunakan pendekatan crosssectional. Populasi penelitian

seluruh pasien post amputasi yang datang ke Klinik Kuspito Prosthetic Orthotic

Jaten Karanganyar Solo Jawa Tengah. Sampel sebanyak 31 orang dengan teknik

purposive sampling. Teknik analisis menggunakan regresi linear berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan prosthesis anggota

gerak bawah (kaki palsu) terhadap kepercayaan diri pada pasien post amputasi

anggota gerak bawah. ada pengaruh status sosial terhadap kepercayaan diri pada

pasien post amputasi Anggota Gerak Bawah.

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yang

menggabungkan antara variabel panjang puntung dengan IMT secara bersamaan

langung dihubungkan dengan keseimbangan berjalan pada pasien. Penelitian ini

akan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Clark (1981) dengan

penelitian yang berjudul Balance in Lower Limb Child Amputees karena pada

penelitian ini peneliti mengukur panjang puntung dari masing-masing level

amputasinya. Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Porto

(2012) yang berjudul Biomechanical Effects of Obesity on Balance, maka

35

penelitian ini akan berbeda dalam hal berat badan pasien yang diukur dalam

keadaan pasca amputasi anggota gerak bawah.

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan panjang puntung dengan tingkat keseimbangan berjalan pada

pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.

2. Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan tingkat keseimbangan berjalan

pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.

3. Ada hubungan panjang puntung dengan kepercayaan diri pasien pasca

amputasi anggota gerak bawah.

Indeks Massa Tubuh

Panjang Puntung

Keseimbangan

Motor Impulses

To make postural adjustmenst

Vestibulo-Ocular

Reflex

Motor Impulses

To control eye movements

Kepercayaan Diri

36

4. Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan kepercayaan diri pasien pasca

amputasi anggota gerak bawah.

5. Ada hubungan panjang puntung dan Indeks Massa Tubuh dengan tingkat

keseimbangan berjalan pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.

6. Ada hubungan panjang puntung dan Indeks Massa Tubuh dengan kepercayaan

diri pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.