BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

40
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwa Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Unlam Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714 Kalimantan Selatan Tahun 2011, Jurnal mengenai “STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN pH LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT”. Di dapatkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kompertemen dan lamanya waktu aerasi berpengaruh terhadap jumlah kadar BOD, COD, TSS, dan pH yang didapatkan. Banyaknya jumlah kompertemen dan makin lama waktu aerasi maka makin kecil kadar BOD, COD, dan TSS yang didapatkan serta nilai pH relatif besar. 2. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Reza Faisal Febriyana Jurusan Kimia Falkutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negri Semarang Tahun 2014, Jurnal mengenai “PROTOTYPE UNIT PENGOLAHAN LIMBAH (ACTIVATED SLUDGE BIOSAND FILTER REACTOR) UNTUK MENURUNKAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD), BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND (BOD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA LIMBAH CAIR TAHU”. Di dapatkan hasil bahwa parameter limbah awal yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan angka COD 1990,9 mg/l, BOD 1267 mg/l dan TSS 995 mg/l, dari hasil tersebut air limbah industri tahu mempunyai kecenderungan mencemari lingkungan yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah unit gabungan activated sludge dan biosand filter reactor dapat menurunkan kadar COD, BOD dan TSS pada limbah cair tahu. Menggunakan prototype pengolahan limbah secara activated sludge-biosand filter dapat

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Fajrin Anwari, Grasel Rizka

Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwa Program Studi Teknik Kimia,

Fakultas Teknik, Unlam Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714

Kalimantan Selatan Tahun 2011, Jurnal mengenai “STUDI

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN pH LIMBAH PABRIK

TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT”. Di

dapatkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kompertemen dan

lamanya waktu aerasi berpengaruh terhadap jumlah kadar BOD, COD,

TSS, dan pH yang didapatkan. Banyaknya jumlah kompertemen dan

makin lama waktu aerasi maka makin kecil kadar BOD, COD, dan TSS

yang didapatkan serta nilai pH relatif besar.

2. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Reza Faisal Febriyana Jurusan

Kimia Falkutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Negri Semarang Tahun 2014, Jurnal mengenai “PROTOTYPE UNIT

PENGOLAHAN LIMBAH (ACTIVATED SLUDGE BIOSAND

FILTER REACTOR) UNTUK MENURUNKAN KADAR CHEMICAL

OXYGEN DEMAND (COD), BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND

(BOD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA LIMBAH

CAIR TAHU”. Di dapatkan hasil bahwa parameter limbah awal yang

diperoleh dari penelitian ini menunjukkan angka COD 1990,9 mg/l, BOD

1267 mg/l dan TSS 995 mg/l, dari hasil tersebut air limbah industri tahu

mempunyai kecenderungan mencemari lingkungan yang cukup tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah unit gabungan

activated sludge dan biosand filter reactor dapat menurunkan kadar

COD, BOD dan TSS pada limbah cair tahu. Menggunakan prototype

pengolahan limbah secara activated sludge-biosand filter dapat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

8

menurunkan COD sebesar 85 % (292,8 mg/l), BOD 89 % (136,7 mg/l)

dan TSS 97% (27 mg/l) dari pengukuran limbah awal.

3. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Pristian Pradina, Fakultas Ilmu

Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Surakarta Tahun 2015, Jurnal mengenai

“KEEFEKTIFAN VARIASI DOSIS TAWAS DALAM

MENNURUNKAN KANDUNGAN COD (CHEMICAL OXYGEN

DEMAND) LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

MAGETAN”. Kadar COD hasil penelitian menunjukkan bahwa COD

mengalami penurunan pada dosis 0 gr/l kontrol 1 menunjukkan nilai rata-

rata. Pada dosis 0,25 gr/l hasil rata-rata sebesar 21,24%, hasil 0,5 sebesar

15,0%, dan hasil 0,75 sebesar 14.4%. Hasil analisa tersebut menunjukkan

bahwa tawas dengan dosis 0,25 gr/l; 0,5 gr/l; dan 0,75 gr/l tidak ada

keefektifan untuk menurunkan kandungan COD limbah cair IPAL LIK

Magetan. Angka COD yang mengalami peningkatan sesudah dilakukan

perlakuan menggunakan tawas pada dosis 0,5 gr/l perlakuan ketiga dan

pada dosis 0,75 gr/l perlakuan ketiga tersebut karena masih terdapatnya

gas terlarut dan hasil samping dari pembusukan bahan organik.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

9

Tabel II.1 Matrik Hasil Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti

Judul Penelitian Desain

Penelitian

dan Uji

Variabel

Penelitian

Hasil Penelitian

1.

Fajrin

Anwari,

Grasel

Rizka

Muslim,

Abdul

Hadi, dan

Agus

Mirwa

Studi Penurunan Kadar

Bod, Cod, Tss Dan pH

Limbah Pabrik Tahu

Menggunakan Metode

Aerasi Bertingkat

Pra

Eksperimen

tal Uji Coba

Skala Kecil

Lama

Waktu

Aerasi

terhadap

penurunan

kadar BOD,

COD, TSS

dan pH air

limbah tahu

hasil penelitian

menunjukkan bahwa

jumlah kompertemen dan

lamanya waktu aerasi

berpengaruh terhadap

jumlah kadar BOD,

COD, TSS, dan pH yang

didapatkan. Banyaknya

jumlah kompertemen dan

makin lama waktu aerasi

maka makin kecil kadar

BOD, COD, dan TSS

yang didapatkan serta

nilai pH relatif besar.

2. Reza

Faisal

Febriyana

Prototype Unit

Pengolahan Limbah

(Activated Sludge

Biosand Filter Reactor)

Untuk Menurunkan

Kadar Chemical

Oxygen Demand (Cod),

Biological Oxygen

Demand (Bod) Dan

Total Suspended Solid

(Tss) Pada Limbah Cair

Tahu

Pra

Eksperimen

tal Uji Coba

Skala Kecil

Unit

gabungan

activated

sludge dan

biosand

filter

reactor air

limbah tahu

Menggunakan prototype

pengolahan limbah

secara activated sludge-

biosand filter dapat

menurunkan COD

sebesar 85 % (292,8

mg/l), BOD 89 % (136,7

mg/l) dan TSS 97% (27

mg/l) dari pengukuran

limbah awal.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

10

No. Nama

Peneliti

Judul Penelitian Desain

Penelitian

dan Uji

Variabel

Penelitian

Hasil Penelitian

3. Pristian

Pradina

Keefektifan Variasi

Dosis Tawas Dalam

Menurunkan

Kandungan Cod

(Chemical Oxygen

Demand) Limbah Cair

Industri Penyamakan

Kulit Magetan

Eksperimen

dengan

rancangan

penelitian

pretest

posttest

with control

group

Variasi

dosis tawas

untuk

menurunkan

COD

limbah cair

industri

penyamaka

n kulit

Hasil analisa tersebut

menunjukkan bahwa

tawas dengan dosis 0,25

gr/l; 0,5 gr/l; dan 0,75

gr/l tidak ada keefektifan

untuk menurunkan

kandungan COD limbah

cair IPAL LIK Magetan.

Angka COD yang

mengalami peningkatan

sesudah dilakukan

perlakuan menggunakan

tawas pada dosis 0,5 gr/l

perlakuan ketiga dan

pada dosis 0,75 gr/l

perlakuan ketiga tersebut

karena masih terdapatnya

gas terlarut dan hasil

samping dari

pembusukan bahan

organik.

B. Telaah Pustaka Lain yang Sesuai

1. Air Limbah

a. Pengertian

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang

berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

11

lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat

yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta menggangu

lingkungan hidup. Sumber lain mengatakan bahwa air limbah adalah

kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah

pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, yang bercampur

dengan air tanah, air permukaan dan air hujan. Berdasrkan pengertian

diatas dapat disimpulkan bahwa air limbah adalah air yang tersisa dari

kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain

seperti industri, perhotelan dan sebagainya.

Air limbah industri adalah jumlah aliran air limbah yang berasal

dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya

industri, pengawasan pada proses industri, derajat prnggunaan air,

derajat. Pengolahan air limbah yang ada. Puncak tertinggi aliran selalu

tidak akan dilewati apabila mengganggu tangki penahan dan bak

pengaman. Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang dihasilkan

oleh industri yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan

sekitar 50 m3/ha/hari. Sebagai patokan dapat dipergunakan

pertimbangan bahwa 85-95% dari jumlah air yang dipergunakan

adalah berupa air limbah apabila industry tersebut tidak menggunakan

kembali air limbahnya, maka jumlahnya akan lebih kecil lagi. Dengan

demikian jumlah air limbahnya adalah sebanyak jumlah tersebut

dikalikan 85 atau 95% (Sugiharto, 2014).

b. Sumber Air Limbah

Air limbah berasal dari berbagai sumber, secara garis besar air

limbah dapat dikelompokkan menjadi :

1) Air limbah yang bersumber dari rumah tangga (Domestic Wastes

Water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk.

Pada umumnya air limbah ini terdiri dari excreta (tinja dan air

seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya

terdiri bahan-bahan organik.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

12

2) Air limbah industri (Industrial Wastes Water), yang berasal dari

berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang

terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan

bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri.

3) Air limbah kotapraja (Municipal Wastes Water), yaitu air

buangaan yang berasal dari daerah: perkotaan, perdagangan,

hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat-tempat ibadah dan

sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis

air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Sumber Asal Air Limbah adalah data mengenai sumber air

limbah dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah rata-rata

aliran air limbah dari berbagai jenis perumahan, industru dan aliran

air tanah yang ada di sekitarnya. Kesemuanya ini harus dihitung

perkembangannya atau pertumbuhannya sebelum membuat suatu

bangunan pengolah air limbah serta merencanakan pemasangan

saluran pembawanya (Sugiharto, 2014).

c. Komposisi Air Limbah

Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan

sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlarut (dissolved solid) dan

tidak terlarut (suspended solid) sebesar 0,1%. Partikel-partikel padat

ter dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik (± 30%). Zat-zat

organik terdiri dari protein (± 65%), karbohidrat (± 25%), dan lemak

(± 10%).

Zat-zat organik tersebut sebagian besar sudah terurai (degradable)

yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi

reaktorteri dan mikroorganisme yang lain. Sedangkan zat-zat

anorganik terdiri dari grift, salt, dan metals (logam berat) yang

merupakan bahan pencemar yang penting. Solids (dissolved dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

13

suspended) sangat cocok untuk menempel dan bersembunyinya

mikroorganisme baik yang saprophit maupun pathogen.

Komposisi air limbah adalah sesuai dengan sumber asalnya, maka

air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap

tempat dan setiap saat. Akan tetapi, secara garis besar zat – zat yang

terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan (Sugiharto, 2014).

d. Baku mutu air limbah

Tabel II.2 baku mutu air limbah

Baku Mutu Air Limbah

Untuk Industri Penyamakan Kulit

Parameter

Proses Penyamakan

Menggunakan Krom

Proses Penyamakan

Menggunakan Daun-daunan

Kadar Maksimum (mg/L) Kadar Maksimum (mg/L)

BOD5 50 70

COD 110 180

TSS 60 50

Krom Total (Cr) 0,60 0,1

Minyak & Lemak 5,0 5,0

NH3-N(Amonia

Total)

0,5 0,50

Sulfida (sbg S) 0,8 0,50

pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0

Volume Limbah

Maksimum

40 M3 per ton bahan baku 40 M3 per ton bahan baku

Sumber : Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013

Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Dan/Atau Kegiatan

Usaha Lainnya

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

14

2. Karakteristik Limbah Cair

Secara umum menurut Puji dan Rahmi (2010) sifat air limbah cair

domestik terbagi atas tiga karakteristik, yaitu karakteristik fisik, kimia,

dan biologi.

a. Karakteristik Fisika

Karakteristik fisika penting dalam limbah cair terdiri dari padatan

total, material terapung, material terendap mengendap, material

koloidal dan material dalam larutan. Karakteristik fisika penting

lainnya termasuk penyebaran ukuran partikel, kekeruhan, warna, bau,

daya hantar (transmittance) suhu, konduktifitas, densitas, specific

gravity, specifity weight. Bau kadang – kadang dipertimbangkan

sebagai factor fisik (Didik Sugeng Purwanto, 2006).

1) Zat Padat (Solids)

Limbah cair mengandung berbagai macam zat padat dari

material yang kasar sampai dengan material yang bersifat

koloidal. Dalam karakteristik limbah cair material kasar selalu

dihilangkan sebelum dilakukan analisis contoh terhadap zat padat.

2) Total Zat Padat Tesuspensi (Total Suspendeds Solids)

Terdapat banyak kertas filter yang digunakan untuk

memisahkan TSS dan TDS tergantung dari ukuran porositas

kertas yang digunakan. Ukuran nominal porositas kertas filter

yang sering digunakan untuk tes TSS bervariasi dari porositas

0,45 µm sampai dengan 2,0 µm. ukuran porositas kertas yang

digunakan penting untuk dicatat, apabila kita akan

membandingkan nilai TSS.

Alasan mendasar dilakukannya tes TSS adalah:

a) Ukuran nilai TSS tergantung pada tipe dan ukuran porositas

kertas yang digunakan

b) Tergantung dari jumlah sampel yang digunakan untuk analisis

penentuan TSS, Autofiltrasi, dimana zat padat tersuspensi yang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

15

telah tersaring berfungsi menjadi filter/penyaring

(kemungkinan ini bisa terjadi). Autofiltrasi menyebabkan

pembiasan nilai kandungan TSS yang sebenarnya.

c) Tergantung dari karakteristik ukuran partikel. Partikel –

partikel kecil kemungkinan masih bisa dihilangkan dengan

adsorbs menjadi bahan – bahan yang siap untuk disaring

dengan filter.

d) TSS adalah parameter yang tergumpal, sebab jumlah dan

distribusi ukuran partikel yang ada tidak kita ketahui.

Meskipun hasil tes TSS secara rutin digunakan untuk

mengetahui kinerja proses pengolahan secara konvensional dan

filtrasi effluent bila akan di re-used. Pada akhirnya TSS

menjadi salah satu yang digunakan sebagai standart untuk

mengetahui kinerja dan kontrol proses sebuah instalasi

pengolahan limbah cair.

3) Total Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solids/TDS)

Total zat padat terlarut adalah seluruh padatan yang mampu

melewati saringan kertas berukuran 2,0 µm atau kurang

diklasifikasikan sebagai zat terlarut (Standart Methods, 1998).

Ukuran partikel koloidal dalam limbah cair umumnya pada

kisaran angka 0,01 – 1,0 µm. Perlu dicatat bahwa beberapa

penelitian telah melakukan pengklasifikasian ukuran partikel

koloidal bervariasi anatar 0,001 – 1,0 µm, sedang yang lain

berukuran 0,03 – 1,0 µm. Dalam tulisan teks ini ukuran partikel

koloid disepakati 0,01 – 1,0 µm.

Jumlah partikel koloidal dalam limbah cair yang tidak diolah

dan setelah pengendapan pertama tipikal pada range 108 – 1012

/ml. Kenyataan bahwa perbedaan partikel koloidal dan bahan –

bahan yang betu –betul terlarut, tidak pernah dipermasalahkan

dalam analisis peforma instalasi pengolahan limbah dan dalam

perencanaan proses pengolahan limbah cair.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

16

4) Zat Padat Teruap dan Tetap (Volatile and Fixed Soilds)

Bahan – bahan yang dapat dipanaskan pada pembakaran pada

suhu 500 ±0C 50 diklasifikasikan sebagai bahan – bahan padatan

teruap (Volatile and Fixed Soilds / VS) dikelompokkan sebagai

bahan organik, meskipun ada beberapa bahan organik yang tidak

bisa terbakar dan beberapa bahan padatan an-organik akan terurai

pada temperature tinggi. Fixed Soilds (FS) terdiri dari residu dan

sisa – sisa pembakaran. Sehingga TS, TSS dan TDS terdiri

padatan tetap (FS) dan padatan teruap (VS). perbandingan volatile

soilds dan fixed solids sering digunakan untuk mengkarakterrisasi

limbah cair.

5) Penyebaran Ukuran Partikel

Sebagaimana dicatat diatas, TSS adalah parameter gumpalan.

Dalam upaya lebih memahami perilaku partikel yang terdiri dari

TSS dalam limbah cair, melakukan pengukuran diameter partikel

dan menganalisis distribusi ukuran partikel. (Tchobanoglous,

1995). Informasi tentang ukuran pentingnya ukuran partikel

diperlukan untuk memperkirakan efektifitas proses pengolahan

(seperti pengendapan kedua, penyaringan effluent dan desinfeksi

effluen). Sebab efisiensi antara chlorine dan desinfeksi ultraviolet

(UV) tergantung ukuran partikel, sehingga pengukuran diameter

menjadi lebih penting.

b. Karakteristik Kimia

Secara kimiawi buangan limbah cair penting untuk dianalisis,

karena adanya zat–zat atau unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

Zat–zat yang dimaksud adalah, senyawa organik, senyawa an-organik

dan gas–gas yang dihasilkan dan terkandung dalam limbah cair.

1) pH (potensial Hidrogen)

pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dari larutan.

Pengukuran pH (potensial Hidrogen) akan mengungkapkan jika

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

17

larutan bersifat asam atau alkali (atau basa). Jika larutan tersebut

memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, pH dianggap

netral. Air yang sangat lembut umumnya asam, sedangkan air

yang sangat keras umumnya basa, meskipun kondisi yang tidak

biasa dapat mengakibatkan pengecualian.

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan

tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan

dan didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+)

yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur

secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada

perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat

relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya

ditentukan berdasarkan persetujuan internasional (Anonim A,

2010).

pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan

tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam

mol per liter) pada suhu tertentu, atau dapat ditulis : pH = log (H+)

2) Senyawa Organik

Dalam buangan limbah cair dengan tingkat sedang dan kuat

terdapat senyawa – senyawa organik ± 75% terdiri dari zat padat

tersuspensi (suspended solids) dan 40% zat padat tersaring

(filterable solids).

Senyawa organik dalam buangan limbah cair terbagi menjadi 3

kelompok utama, yaitu :

a) Kelompok senyawa hydrocarbon (karbohydrat 25 – 50%)

b) Kelompok protein yang terdiri dari kombinasi beberapa asam

amino 40 – 60%.

c) Kelompok minyak dan lemak ±10%

Senyawa Hydrocarbon (C,H,O) dan protein merupakan sumber

makanan dan energi bagi bakteri serta hewan dan tumbuh–

tumbuhan atau mikroorganisme lainnya.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

18

Contoh zat organik adalah Surfactans, yaitu suatu zat organik

yang bermolekul besar. Zat ini hanya sedikit dapat larut dalam

limbah cair dan menimbulkan busa (gelembung) pada instalasi

pengolahan limbah cair dan juga pada permukaan badan air

penerima dimana limbah cair itu dibuang.

Pada waktu aerasi, surfactans umumnya berkumpul dan

menempel pada permukaan gelembung udara dan membentuk

suatu senyawa yang berupa busa. Penyebab ini dikarenakan

adanya penggunaan detergen sintentis yang sering disebut dengan

alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang tidak dapat diuraikan oleh

bakteri dalam limbah cair. Oleh karena itu detergen dengan jenis

ABS dilarang digunakan dan diganti dengan jenis Linear-Alkyl

Sulfonate (LAS) yang bersifat Biodegradable.

Nama lain dari surfactans adalah Methylene-Blue Active

Subtances (MBAS), yang dapat diperkirakan dengan mengukur

perubahan warna dengan larutan standart Methylene-Blue.

Contoh lain zat organik adalah Nitrogen dan Phospor. Zat ini

berguna untuk pertumbuhan Protista dan tanaman, dikenal sebagai

nutrisi dan biostimulant.

Chlorida, terdapat pada limbah cair karena adanya penapisan

dari batuan dan tanah atau berasal dari limbah pertanian, industri

dan kegiatan rumah tangga.

Gas – gas yang umumnya terkandung dalam limbah cair antara

lain : Nitrogen, Oksigen, Carbon dioksida, hydrogen sulfide,

ammonia dan methan. Ketiga gas pertama biasanya terdapat dalam

limbah cair yang kontak dengan udara, sedangkan ketiga gas

terakhir berasal dari dekomposisi zat organik oleh bakteri.

3) Kandungan BOD, COD

BOD atau Biochemical Oxygen Demand, adalah banyaknya

oksigen terlarut yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

19

zat organik secara biologis yang terdapat dalam limbah cair dalam

keadaan aerobik.

Sedangkan COD, atau Chemical Oxygen Demand adalah

banyaknya senyawa oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi

secara kimiawi zat – zat organik yang terdapat dalam limbah cair.

BOD dan COD merupakan parameter yang digunakan untuk

menentukan berapa banyak oksigen yang diperklukan dalam

limbah cair, sehingga dapat ditentukan tingkat pengotoran atau

pencemaran buangan liimbah cair tersebut.

Penambahan oksigen terlarut secara alamiah dapat terjadi

melalui proses photosynthesa oleh tumbuhan air dan re-aerasi

atmosfer, misal terjadinya terpaan angin pada permukaan air,

adanya terjunan air dan sebagainya.

c. Karakteristik Bakteriologis

Karakteristik bakteriologis umumnya didomisi buangan dari

aktifitas manusia berupa fases dan urine. Dimana didalam kedua

buangan tersebut terkandung dalam buangan limbah cair rumah

tanggga. Dalam buangan limbah cair umumnya dikenal 3 kelompok

organisme penting yaitu : Protista, tumbuh – tumbuhan dan binatang

atau hewan.

Protista, yang termasuk dalam kelompok ini adalah, bakteri, jamur,

protozoa (amoeba, plasmodium, roifiera, crustacean dan lain-lain).

Kelompok tumbuh – tumbuhan, yaitu jenis paku-pakuan, lumut

(mosses) dan biji tumbuhan (seed).

Kelompok hewan, yaitu invertebrate dan vertebrata.

Bakteri, mempunyai arti yang sangat penting dalam proses

penanganan limbah cair, yaitu adanya bakteri yang berguna sebagai

pengurai zat–zat organik yang terkandung dalam limbah cair.

Sedangkan algae juga mempunyi peran dalam menghasilkan oksigen

dari proses photoseythesis, serta dapat membantu penguraian nitrogen

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

20

yang terdapat dalam limbah cair. Namun algae mempunyai sisi

negatif yaitu dapat menyebabkan terjadinya Euthrofikasi bila dalam

limbah cair tersebut kandungan nitrogen yang berlebihan.

Protozoa, ada yang menyebabkan penyakit dan ada juga yang dapat

membantu dalam proses pengolahan limbah cair secara biologis,

karena protozoa akan memakan bakteri dan organisme jenis lain yang

lebih kecil.

d. Karakteristik Umum Limbah Cair Industri

Karakteristik air limbah industri sangat bervariasi dari satu industri

ke jenis industri lainnya. Sehingga sebagai konsentrasi proses

pengolahan air limbah industri juga sangat bervariasi, meskipun

banyak proses pengolahan air limbah domestik yang dapat juga

digunakan untuk mengolah air limbah industry (Didik Sugeng

Purwanto, 2004).

Limbah cair industri umumnya mengandung sejumlah pencemar

antara lain :

1) Organik terlarut yang menyebabkan penurunan oksigen terlarut di

perairan.

2) Zat padat tersuspensi, yang dapat terurai menghasilkan gas-gas

yang beracun dan lumpur yang mengandung biota air.

3) Organik beracun berbahaya dan logam berat.

4) Warna dan kekeruhan

5) Nitrogen dan fosfor

6) Zat – zat organik yang tidak bisa diuraikan secara biologis.

7) Minyak dan zat padat terapung.

3. Parameter Penting Pencemar Limbah Cair

a. Oksigen terlarut

Adanya oksigen terlarut di dalam air adalah sangat penting

menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kemampuan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

21

air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak

tergantung kepada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut.

b. BOD

Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen

Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba

mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-

benar terjadi di dalam air.

c. COD

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia

(KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat – zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air,

dimana pengoksidasian K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen.

d. SS (Zat Padat Tersuspensi)

Dalam air di jumpai dua kelompok zat yaitu zat terlarut, seperti

garam dan molekul organik dan zat tersuspensi dan koloidal seperti

tanah liat, kwarts. Perbedaan mendasar antara dua kelompok zat padat

tersebut adalah menurut ukuran dan diameter partikel-partikel

tersebut.

e. pH

pH menunjukkan kadar asam atau basa suatu larutan, melalui

konsentrasi ion Hidrogen H+. Ion Hidrogen merupakan faktor utama

untuk mengetahui reaksi kimiawi dalam ilmu teknik lingkungan

(penyehatan).

f. Phosphat

Phosphat yang terdapat air alam dan air limbah, hadir dalam

bentuk senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Ortofosfat

adalah senyawa monomer seperti H2PO4-, HPO4

2- dan PO43-,

sedangkan polifosfat (juga disebut “condensed phospahates”)

merupakan senyawa polimer seperti (PO3)63- (heksametafosfat) P3O10

5-

(tripolifosfat) dan P2O74- (pirofosfat).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

22

g. Ammoniak (NH3)

Ammoniak (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi

NH4+ pada pH rendah dan disebut ammoniak, ammoniak sendiri

berada dalam keadaan tereduksi (-3).

4. COD

a. Pengertian

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia

(KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat–zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air,

dimana pengoksidasian K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen

(Didik Sugeng Purwanto, 2004).

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat

organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses

mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut

dalam air ( Didik Sugeng Purwanto, 2004).

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah Oksigen yang

dibutuhkan untuk oksidasi oleh bahan-bahan kimia reduktor atau

terutama zat organik. Pemeriksaan COD harus segera, terutama untuk

contoh yang tidak stabil. Penangguhan pemeriksaan dapat dilakukan

dengan pengawetan H2SO4 sampai pH 2 ( 0,8 ml H2SO4 pekat /1 lt

contoh ). Untuk COD tinggi melebihi 200 mg/L di lakukan

pengenceran terlebih dahulu. Tidak semua zat-zat organik dalam air

buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui reaksi

COD. Uji COD dapat dilakukan lebih cepat dari pada uji BOD, karena

waktu yang diperlukan hanya sekitar 2 jam. Adapun zat-zat yang

dapat dioksidasi oleh tes COD adalah :

1) Zat organik yang biodegradable ( protein, gula, dsb )

2) Selulosa

3) N Organis yang biodegradable

4) N Organis yang non biodegradable

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

23

5) Hidrokarbon Aromatik

Metode yang digunakan adalah metode titimetri. Metode titrimetri

ini di dasarkan atas pengoksidasian zat organik oleh kalium dikromat

dalam suasana panas,asam kuat dan Ag2SO4 sebagai katalisator,

kemudian kelebihan K2Cr2O7 dititrasi dengan Fe(NH4)2SO4 indikator

Feroin yang dalam keadaan bebas berwarna biru hijau, sedang dalam

keadaan terikat secara komplek dengan ion Fe berwarna coklat

kemerahan.

Nilai COD memberikan informasi tentang jumlah oksigen yang

diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi

karbondioksida dan air. Kalium dikromat (K2Cr2O7) merupakan

oksidator kuat yang biasa digunakan dalam analisis COD. Secara

teoritis oksidator ini dapat mengoksidasi senyawa organik sampai

hampir sempurna (95-100%) (Siregar, 2008).

Secara umum penjelasan tentang sumber dan manfaat COD dapat

dilihat pada parameter BOD, karena kedua parameter ini mempunyai

hubungan yang erat, yaitu keduanya berasal dari senyawa organik dan

merupakan parameter petunjuk pencemaran oleh limbah organik.

Seperti halnya BOD, air dengan nilai COD yang tinggi memberikan

dampak negatif terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Metode

yang digunakan dalam menganalisis COD yaitu metode

Spektrofotometri Portable. Angka COD merupakan ukuran bagi

pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat

dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan

berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Wardhana, 2001).

b. Akibat Tingginya Kadar COD dalam Air Limbah

Tingginya kadar COD dalam air limbah memiliki dampak yang

serius bagi kesehatan manusia dan juga kepada lingkungan.

1) Terhadap kesehatan manusia

Secara umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air

menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

24

banyak. Sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme, baik yang

merupakan patogen maupun tidak patogen juga banyak. Adapun

mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai macam

penyakit bagi manusia. Karena itu, dapat dikatakan bahwa

konsentrasi COD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan

berbagai penyakit bagi manusia.

2) Terhadap Lingkungan

a) Konsentrasi COD yang tinggi menyebabkan kandungan

oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis

sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan

bagi makhluk air (hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat

terpenuhi sehingga makhluk air tersebut manjadi mati.

(Monahan,1993).

b) Apabila kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan

hewan-hewan yang menempati perairan tersebut akan mati.

Dan jika kadar BOD dan COD meningkat menyebabkan

perairan menjadi tercemar (Hilda Zulkifli, 2009). Kandungan

bahan organik tinggi yang ditumbuhi bakteri menimbulkan

bau yang menyengat akibat dari bakteri patogen dan hasil

metabolisnya

c. Analisis COD

Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu

kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan

volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis

perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.

Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi.

Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi

bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat

ditentukan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

25

d. Metode Analisa COD

Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau

Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah

metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat,

asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.

Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya

peninjauan kritis metoda standar penentuan COD tersebut, karena

adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses

analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda

alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.

Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat

diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang

didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan

sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan

pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai

pengukuran secara elektrokimia.

KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand =

COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh

uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji.

Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji

dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan

Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen

oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak.

Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan

Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk

nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan

Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai

KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu

sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90

mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang

gelombang 420 nm.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

26

e. Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis COD

KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand =

COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh

uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji.

Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji

dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan

Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen

oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak.

Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan

Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk

nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan

Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai

KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu

sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90

mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang

gelombang 420 nm.

f. Penanggulangan Kelebihan dan Kekurangan COD

1) Penanggulangan kelebihan Kadar COD

Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang

terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh

mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk

lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh

mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Pada

proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh hasil

pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan

air kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus

merata membasahi seluruh permukaan media. Hal ini penting

untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat

pada seluruh permukaan genting.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diketahui bahwa semakin lama waktu tinggal, maka nilai COD

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

27

akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin besar).

Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi

banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-

bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Di sisi lain dapat

diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum

treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan

penurunan nilai COD akhir sehingga persentase penurunan

CODnya. Karena dengan COD awal yang kecil ini, kandungan

bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan

trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD

akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat

filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan

kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan

jumlah tray akan memperbanyak jumlah ruang / tempat bagi

mikroorganisme penurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses

penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses

penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan

COD optimum diperoleh pada tray ke-3.

Permukaan media bertindak sebagai pendukung

mikroorganisme yang memetabolisme bahan organik dalam

limbah. Penyaring harus mempunyai media sekecil mungkin untuk

meningkatkan luas permukaan dalam penyaring dan organisme

aktif yang akan terdapat dalam volume penyaring akan tetapi

media harus cukup besar untuk memberi ruang kososng yang

cukup untuk cairan dan udara mengalir dan tetap tidak tersumbat

oleh pertumbuhan mikroba. Media berukuran besar seperti genting

(tanah liat kering) berukuran 2-4 in akan berfungsi secara

maksimal. Media yang digunakan berupa genting dikarenakan

lahan diatas permukaan genting cenderung berongga dibanding

media lain yang biasa mensuplai udara dan sinar matahari lebih

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

28

banyak daripada media lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

mikroba pada genting.

Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan

COD tidak dapat menurunkan sampai 60% dikerenakan :

a) Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan

genting karena nozzle yang digunakan meyumbat aliran air

limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.

b) Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling

filter diletakkan didalam ruangan sehingga pertumbuhan

mikroba kurang maksimal.

Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa

tetesan agar air limbah tersebut dapat memuat oksigen lebih

banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu deras karena

oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang

2) Penanggulangan Kekurangan Kadar COD

Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan

oksigen dengan elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll

cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam

limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi

senyawa organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah

menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, SS dan air

limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi

konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa

organik tinggi tidak dapat terdegredasi secara biologis. EM4

pengobatan 10 hari dalam tangki aerasi harus dilanjutkan karena

peningkatan konsentrasi COD. Fenomena ini menunjukkkan

bahwa EM4 tidak bisa eksis baik di kondisi ini air limbah, karena

populasi yang kuat dan jumlah rendah mikroorganisme dalam air

limbah.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

29

5. pH (potensial Hidrogen)

a. Pengertian

Derajat Keasaman (pH). Derajat keasaman (pH) menunjukkan

kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui konsentrasi atau

aktivitas ion H+. pH merupakan suatu parameter fisik penting dalam

pengendalian limbah cair. Karena banyak reaksi-reaksi kimia dan

biologis yang melibatkan mikroorganisme berlangsung dalam pH

tertentu. Apabila pH air sungai mengalami perubahan yang ekstrim,

yaitu pH lebih kecil dari 5 seperti terlihat pada limbah cair Tanpa

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), apabila langsung dibuang ke

badan air, maka akan terjadi perubahan dalam air sungai, seperti

terganggunya aktivitas atau kehidupan ikan dan hewan air lainnya,

terlarutnya beberapa mineral atau logam berbahaya tertentu,

terjadinya korosif atau pengkaratan pipa-pipa besi dalam air (Fardiaz.

1992).

Menurut Palar (1994) menyatakan bahwa proses-proses kimia yang

berlangsung dalam badan perairan dapat mengakibatkan terjadinya

peristiwa reduksi dari senyawa-senyawa Cr (VI) menjadi Cr (III)dapat

berlangsung bila badan perairan berada dalam kondisi asam dan untuk

perairan yang bersifat basa, ion-ion Cr (III) akan diendapkan di dasar

perairan. Menurut Baku Mutu Limbah Cair Provinsi DIY No 7 Tahun

2010 pH limbah cair Tanpa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

tidak dapat dibuang langsung ke badan perairan.

b. Dampak pH

Pada umumnya bakteri tak dapat bertambah pada pH >9,5 dan atau

<4,0. pH optimum umumnya berkisaran antara 6,5 sampai 7,5. Air

buangan domestik pada umumnya mempunyai pH netral disebabkan

adanya buffer air, sedangkan pada air limbah industri mempunyai pH

yang bervariasi sehingga perlu diatur pHnya sesuai peruntukan bakteri

dengan cara penambahan kapur (Bowo Djoko Marsono, 1996).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

30

Perubahan pH juga dapat terjadi pada saat pengolahan air limbah.

Sebagai contoh pada oksidasi ammonia menjadi nitrat akan dihasilkan

H+ yang akan menyebabkan turunnya pH (Bowo Djoko Marsono,

1996).

Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung pada beberapa faktor

yaitu:

a) Konsentrasi gas-gas dalam air seperti CO2

b) Konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat

c) Proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan.

Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi

karbondioksida (CO2) dan senyawa bersifat asam. Perairan umum

dengan aktivitas fotosintesis dan respirasi organisme yang hidup

didalamnya akan membentuk reaksi berantai karbonat – karbonat

sebagai berikut:

Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi

bergerak ke kanan dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang

menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya terjadi pada peristiwa

fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO2, sehingga

menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis, fitoplankton

dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air selama proses

fotosintesis sehingga mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari

dan menurun pada waktu malam hari.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

31

Tabel II.3 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

6. Dampak COD dan pH

a.) Akibat Tingginya Kadar COD dalam Air Limbah

Tingginya kadar COD dalam air limbah memiliki dampak yang serius

bagi kesehatan manusia dan juga kepada lingkungan.

1.) Terhadap kesehatan manusia

Secara umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air

menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang

banyak. Sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme, baik yang

merupakan patogen maupun tidak patogen juga banyak. Adapun

mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai macam

penyakit bagi manusia. Karena itu, dapat dikatakan bahwa

konsentrasi COD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan

berbagai penyakit bagi manusia.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

32

2.) Terhadap Lingkungan

Konsentrasi COD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen

terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali.

Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk air

(hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga

makhluk air tersebut manjadi mati. (Monahan,1993). Apabila

kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan hewan-hewan

yang menempati perairan tersebut akan mati. Dan jika kadar BOD

dan COD meningkat menyebabkan perairan menjadi tercemar

(Hilda Zulkifli, 2009). Kandungan bahan organik tinggi yang

ditumbuhi bakteri menimbulkan bau yang menyengat akibat dari

bakteri patogen dan hasil metabolisnya

b.) Dampak pH

1.) Terganggunya proses metabolisme ikan

2.) Ikan mudah mati

3.) pH tinggi dapat meningkatkan kandungan ammonia sehingga

kualitas air terganggu

4.) Pertumbuhan ikan yang tidak berkembang dengan baik

5.) Tumbuh – tumbuhan air

pH < 7 dikatakan asam. Asam adalah suatu zat yang dapat

memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau

dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Atau asam

adalah zat (senyawa) yang menyebabkan rasa masam. Contoh : jeruk

nipis, lemon dan tomat. Sedangkan pH > 7 disebut basa. Basa adalah

senyawa kimia yang menyerap ion hidronium ketika dilarutkan dalam

air. Atau basa adalah zat (senyawa) yang dapat bereaksi dengan asam,

menghasilkan senyawa yang disebut garam. Contoh : sabun mandi,

sabun cuci, sampo, pasta gigi, pupuk, obat mag.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

33

7. Sistem Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair sangat tergantung dengan karakteristik limbah

cair. Karakteristik limbah cair akan menentukan kelengkapan rangkaian

sistem pengolahan limbah cair. Sistem pengolahan limbah cair rumah

dibagi dalam pengolahan pertama, pengolahan kedua dan pengolahan

ketiga.

a.) Pengolahan pertama (primary Treatment)

Pengolahan pertama (primary Treatment). Ditujukan untuk mereduksi

bahan-bahan pencemar yang bersifat mengapung, bahan-bahan mudah

mengendap dan tersuspensi. Pengolahan pertama juga disebut dengan

pengolahan fisikan, karena seluruh proses pengolahan pada tingkat

pengolahan pertama menggunakan prinsip-prinsip fisika, seperti

penyaringan, pengapungan dan pengendapan secara gravitasi. Unit-

unit pengolahan limbah cair pada tahap pengolahan pertama, seperti :

alat ukur debit limbah cair, penyaringan, pengapungan, unit

penghancur, unit pengendap pasir dan kerikil (grid chamber),

bangunan sumur pengumpul (sump well), bangunan penangkap lemak

(grease trap) dan unit pengendap awal (primary settling), netralisasi,

equalisasi dan koagulasi (bila diperlukan).

b.) Pengolahan kedua (secondary treatment)

Pengolahan kedua (secondary treatment) atau sering juga disebut

dengan pengolahan biologis, karena dalam proses pengolahan

mengandalkan aktivitas mikroorganisme dengan bantuan oksigen

(aerobik) maupun tanpa bantuan oksigen (an aerobik).

Unit pengolahan limbah cair tahap ini, berdasarkan kelompok aerobik

dan an aerobik.

1) Kelompok aerobik : lumpur aktif, oxydation ditch, trickling filter,

kolam aerasi, bio tower, dan bentuk modifikasi lainnya.

2) Kelompok an aerobik : an aerobik sludge blanked, an aerobik

bio filter dan bentuk modifikasi lainnya.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

34

c.) Pengolahan ketiga (tertiery treatment)

Pengolahan ketiga (tertiery treatment), sering juga disebut dengan

pengolahan lanjut (advanced treatment). Pengolahan ketiga

dimaksudkan untuk menyempurnakan hasil pengolahan pertama dan

pengolahan kedua sebelum dilakukan pembuangan akhir ke

lingkungan (badan air penerima). Salah satu bentuk pengolahan ketiga

adalah melakukan desinfeksi terhadap effluen hasil pengolahan

limbah sebelum dibuang ke lingkungan.

Bentuk-bentuk pengolahan ketiga antara lain : desinfeksi, ion

exchange, penghilangan phospor, dan zat-zat pencemar lain yang

belum dapat diselesaikan pada pengolahan pertama dan kedua.

Berikut ini beberapa gambar rangkaian sistem pengolahan limbah cair

yang umum diterapkan

Gambar 2. 1 Typical Sistem Pengolahan Limbah Cair

Air baku

Communicator

Penangkap Air

Alat ukur debit

Pengolahan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

35

Gambar 2. 2 Sistem Pengolahan Limbah Cair Metode Lumpur Aktif

Gambar 2. 3 Rangkaian Sistem Pengolahan Limbah Cair Secara Lengkap

Influen

Screen

Grid

Chamber

Pengendap

awal

Tangki

Aerasi Pengendap

Kedua Chlorinator

Lumpur

Kering

Dwatering

An aerobik

Digester

Buangan

Lumpur

Dari unit pengolahan

pertama

Aerator

Pengendap

kedua

Endapan

lumpur

Sirkulasi

lumpur

Pengolahan

lumpur

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

36

8. Metode Pengolahan Limbah Cair

Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah

dikembangkan sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan

yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang

berbeda pula. Proses-proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan

secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah

satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan

kebutuhan atau faktor finansial.

a. Pengolahan Primer (Primary Treatment)

Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa

proses pengolahan secara fisika.

1) Penyaringan (Screening)

Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan

disaring menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut

penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien

dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar

dari air limbah.

2) Pengolahan Awal (Pretreatment)

Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu

tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan

partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki

ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya

adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel–

partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus

dialirkan untuk proses selanjutnya.

3) Pengendapan

Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan

ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah

metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada

proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan,

limbah cair didiamkan agar partikel–partikel padat yang tersuspensi

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

37

dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Endapan

partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan

dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut.

Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan

(Floation).

4) Pengapungan (Floation)

Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa

minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan

menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung-

gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung

udara tersebut akan membawa partikel – partikel minyak dan lemak

ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.

Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat

disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair

yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut dapat

langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah

tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan

melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau

senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut

perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.

b. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara

biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat

mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang

digunakan umumnya adalah bakteri aerob. Terdapat tiga metode

pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode

penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif

(activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds /

lagoons).

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

38

9. Aerasi

a. Pengertian

Aerasi adalah proses pengelolahan air dengan cara

menggontakannya dengan udara.

b. Proses Aerasi

Oksigen yang berada di udara, melalui proses aerasi ini selanjutnya

bereaksi dengan senyawa ferus dan manganous terlarut merubah

menjadi ferric (Fe) dan maganic oxide hydrates yang tidak bisa larut.

Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sendimentasi) atau

penyaringan (filtrasi). Perlu dicatat bahwa oksidasi terhadap senyawa

besi dan mangan di dalam air yang kecil (waterfall) aerators/aerator

air terjun). Atau dengan mencampur air dengan gelembung-

gelembung udara ( bubble aerator). Dengan kedua cara tersebut

jumblah oksigen pada air bisa dinaikan 60 – 80% (dari jumlah oksigen

yang tertinggi, yaitu air yang mengandung oksigen sampai jenuh)

pada aerator air terjen ( waterfall aerator ) cukup besar bisa

menghilangan gas-gas yang terdapat dalam air.

Penurunan carbon dioxide (CO2) oleh waterfall aerators cukup berarti,

tetapi tidak memadai apabila dari yang sangat corrosive. Pengelolahan

selanjutnya seperti pembubuhan kapur atau dengan sarigan marmar

atau dolomite yang dibakar masih dibutuhkan.

c. Macam-macam Aerator

1.) Multiple Tray Aerator

Pengolahan air aerasi dengan metoda Waterfall / Multiple aerator

seperti pada gambar, susunannya sangat sederhana dan tidak mahal

serta memerlukan ruang yang kecil.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

39

Gamabar 2.4 Multiple Tray Aerator

Jenis aerator terdiri atas 4-8 tray dengan dasarnya penuh

lobang-lobang pada jarak 30-50 cm. Melalui pipa berlobang air

dibagi rata melalui atas tray, dari sini percikan-percikan kecil turun

kebawah dengan kecepatan kira-kira 0,02 m /detik per m2

permukaan tray. Tetesan yang kecil menyebar dan dikumpulkan

kembali pada setiap tray berikutnya. Tray-tray ini bisa dibuat

dengan bahan yang cocok seperti lempengan-lempengan absetos

cement berlobang-lobang, pipa plastik yang berdiamter kecil atau

lempengan yang terbuat dari kayu secara paralel.

2.) Cascade Aerator

Pada dasarnya aerator ini terdiri atas 4-6 step/tangga, setiap step

kira-kira ketingian 30 cm dengan kapasitas kira-kira ketebalan 0,01

m3 /det permeter. Untuk menghilangkan gerak putaran

(turbulence) guna menaikan effesien aerasi, hambatan sering

ditepi peralatan pada setiap step. Dibanding dengan tray aerators,

ruang ( tempat ) yang diperlukan bagi casade aerators agak lebih

besar tetapi total kehilangan tekanan lebuh rendah. Keuntungan

lain adalah tidak diperlukan pemiliharaan.

Gambar 2.5 Cascade Aerator

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

40

Keterangan

A = Air baku

B = Air sudah diaerasi

C = Inlet

D = Lubang pembersih

E = Out let.

Gambar 2.6 Cascade Aerator tampak atas

Aerasi tangga aerator seperti pada gambar di bawah ini

peangkapan udaranya terjadi pada saat air terjun dari lempengan-

lempengan trap yang membawanya. Oksigen kemudian

dipindahkan dari gelembung-gelembung udara kedalam air . Total

ketinggian jatuh kira-kira 1,5 m dibagi dalam 3-5 step. Kapisitas

bervariasi antara 0,005 dan 05 m3 /det per meter luas.

SUMBERGED CASCADE AERATOR

Gambar 2.7 Sumberged Cascade Aerator

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

41

3.) Multiple Plat Form Aerator

Memakai prinsip yang sama, lempengan-lempengan untuk

menjatuhkan air guna mendapatkan kontak secara penuh udara

terhadap air.

Gambar 2. 8 Multiple Plat From Aerator

4.) Spray Aerator

Terdiri atas nosel penyemprot yang tidak bergerak (Stationary

nozzles) dihubungkan dengan kisi lempengan yang mana air

disemprotkan ke udara disekeliling pada kecepatan 5-7 m /detik.

Spray aerator sederhana dierlihatkan pada gambar, dengan

pengeluaran air kearah bawah melalui batang-batang pendek dari

pipa yang panjangnya 25 cm dan diameter 15 -20 mm. piringan

melingkar ditempatkan beberapa centimeter di bawah setiap ujung

pipa, sehingga bisa berbentuk selaput air tipis melingkar yang

selanjutnya menyebar menjadi tetesan-tetesan yang halus.

Nosel untuk spray aerator bentuknya bermacam-macam, ada juga

nosel yang dapat berputar-putar.

Gambar 2. 9 Spray Aerator

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

42

5.) Aerator Gelembung Udara ( Bubble aerator)

Jumlah udara yang diperlukan untuk aerasi bublle (aerasi

gelembung udara) tidak banyak, tidak lebih dari 0,3 – 0,5 m3

udara/m3 air dan volume ini dengan mudah bisa dinaikan melalui

suatu penyedotan udara. Udara disemprotkan melalui dasar dari

bak air yang akan diaerasi.

Gambar 2.10 Bubble Aerator

Keterangan

A= Out Let

B= Gelembung Udara

C= Pipa berlupang buat udara

D= Inlet air baku

E= Bak air

10. Diffuser dan Aerator

a. Diffuser

Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air

limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah

nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles).

Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine

bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung dari

jenis difuser yang digunakan.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

43

Gambar 2.11 Diffuser

b. Aerator

Aerator adalah sebuah mesin penghasil gelembung udara yang

gunanya adalah menggerakkan air di dalam kolam atau akuarium agar

air kaya akan oksigen terlarut yang mana sangat dibutuhkan oleh

semua mahkluk yang berada di air. Selain digunakan untuk

melarutkan oksigen ke dalam air dapat juga melepas gas-gas yang

terlarut dalam air untuk menghilangkan oksidasi besi dan mangan

dalam air, mereduksi ammoniak dalam air melalui proses nitrifikasi.

Gambar 2.12 Aerator

11. Lumpur Aktif

Sistem lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah

secara biologi, dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu

reaktor atau tangki aerasi. Padatan biologis aktif akan mengoksidasi

kandungan zat di dalam air limbah secara biologis, yang di akhir proses

akan dipisahkan dengan sistem pengendapan. Proses lumpur aktif mulai

dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh Ardern dan Lockett dan

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

44

dinamakan lumpur aktif karena prosesnya melibatkan massa

mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah secara

aerobik (Badjoeri et al, 2002).

Prinsip dasar sistem lumpur aktif yaitu terdiri atas dua unit proses

utama, yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam

sistem lumpur aktif, limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna

dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi

sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam

limbah cair kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi (tangki dimana

biomassa dipisahkan dari air yang telah 13 diolah). Sebagian biomassa

yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang telah terolah

dibuang ke lingkungan (Badjoeri et al, 2002). Agar konsentrasi biomassa

di dalam reaktor konstan (MLSS=3-5 gfL), sebagian biomassa

dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai excess sludge.

Pada umunya mekanisme pengolahan limbah dengan sistem lumpur

aktif yaitu aliran umpan air limbah atau subtrat, bercampur dengan aliran

lumpur aktif yang dikembalikan sebelum masuk rektor. Campuran lumpur

aktif dan air limbah membentuk suatu campuran yang disebut cairan

tercampur (mixed liquor). Memasuki aerator, lumpur aktif dengan cepat

memanfaatkan zat organik dalam limbah untuk didegradasi. Kondisi

lingkungan aerobik diperoleh dengan memberikan oksigen ke tangki

aerasi. Pemberian oksigen dapat dilakukan dengan penyebaran udara

tekan, aerasi permukaan secara mekanik, atau injeksi oksigen murni.

Aerasi dengan difusi udara tekan atau aerasi mekanik mempunyai dua

fungsi, yaitu pemberi udara dan pencampur agar terjadi kontak yang

sempurna antara lumpur aktif dan senyawa organik di dalam limbah

(Badjoeri et al, 2002).

Pada tangki pengendapan (clarifier), padatan lumpur aktif mengendap

dan terpisah dengan cairan sebagai effluent. Sebagian lumpur aktif dari

dasar tangki pengendap dipompakan kembali ke reaktor dan dicampur

dengan umpan (subtrat) yang masuk, sebagian lagi dibuang. Dalam

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

45

reaktor mikroorganisme mendegradasi bahan-bahan organik dengan

persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini: Proses Oksidasi dan

Sintesis : CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 + Produksi

lainnya Pada pemisahan senyawa karbon (bahan organik), polutan berupa

bahan organik dioksidasi secara enzimatik oleh oksigen yang berada

dalam limbah cair. Jadi, senyawa karbon dikonversi menjadi karbon

dioksida. Eliminasi nutrien (nitrogen dan fosfor) dilakukan terutama

untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada perairan (Badjoeri et al,

2002).

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

46

C. Kerangka Studi

Ket : Diteliti

Tidak diteliti

Melebihi baku

mutu Pergub

Proses pengerjaan basah

Proses penyamakan

Penyelesaian akhir

Menghasilkan limbah cair

Industri kulit Magetan

anan

Pengolahan limbah

Primary treatment

Secondary treatment

Tertiary treatment

Memenuhi baku

mutu Pergub

Dapat dibuang

ke badan air

Kadar COD dan pH Kadar COD dan pH

Diffuse

r

Aerator

Proses Aerasi

Lumpur

Aktif

Aerobik

Kulit

Non Aerobik