BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1...

26
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Lintang Sekar Langit Berdasarkan Penelitian dari Lintang Sekar Langit 2014 dari Universitas Diponegoro yang berjudul Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2” menyimpulkan bahwa Penyakit diare merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dan dalam waktu yang singkat. Pada tahun 2014 jumlah penderita diare pada balita sebesar 2.441 kasus di Kabupaten Rembang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi dasar rumah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu balita usia 0 48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 yaitu 2865 balita. Sampel yang diambil sebanyak 71 menggunakan metode proportional random sampling. Analisa data menggunakan uji Chi square dengan taraf signifikansi 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak memenuhi syarat untuk kondisi sarana penyediaan air bersih 47,9% (34), kondisi jamban 36,6% (36), kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) 46,5% (33), kondisi tempat pembuangan sampah 15,5% (11), dan kualitas makanan minuman 22 (31,0%). Hasil analisis hubungan tiap variabel bebas dengan kejadian diare adalah sebagai berikut : kondisi sarana penyediaan air bersih (p value = 0,001), kondisi jamban (p value = 1,000), kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (p value = 0,000) dan kondisi tempat pembuangan sampah (p value = 0,255). Kesimpulannya ada hubungan antara kondisi sarana penyediaan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Lintang Sekar Langit

Berdasarkan Penelitian dari Lintang Sekar Langit 2014 dari

Universitas Diponegoro yang berjudul “Hubungan Kondisi Sanitasi

Dasar Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Rembang 2” menyimpulkan bahwa Penyakit diare merupakan

masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang

termasuk Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif

tinggi dan dalam waktu yang singkat. Pada tahun 2014 jumlah penderita

diare pada balita sebesar 2.441 kasus di Kabupaten Rembang. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi

dasar rumah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Rembang Jenis penelitian ini adalah observasional dengan

pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu balita usia

0 – 48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 yaitu 2865 balita.

Sampel yang diambil sebanyak 71 menggunakan metode proportional

random sampling. Analisa data menggunakan uji Chi square dengan taraf

signifikansi 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

tidak memenuhi syarat untuk kondisi sarana penyediaan air bersih 47,9%

(34), kondisi jamban 36,6% (36), kondisi Saluran Pembuangan Air

Limbah (SPAL) 46,5% (33), kondisi tempat pembuangan sampah 15,5%

(11), dan kualitas makanan minuman 22 (31,0%). Hasil analisis

hubungan tiap variabel bebas dengan kejadian diare adalah sebagai

berikut : kondisi sarana penyediaan air bersih (p value = 0,001), kondisi

jamban (p value = 1,000), kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (p

value = 0,000) dan kondisi tempat pembuangan sampah (p value =

0,255). Kesimpulannya ada hubungan antara kondisi sarana penyediaan

6

air bersih dan kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dengan

kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2.

Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang adalah pada

Peneliti terdahulu menganalisa hubungan kondisi sanitasi dasar rumah

dengan kejadian diare menggunakan jenis penelitian Analitik rancangan

cross sectional dan metode pengambilan sampel proportional random

sampling. Sedangkan peneliti sekarang menilai sarana sanitasi

lingkungan dan perilaku terhadap kejadian diare dengan jenis

penelitiannya deskriptif dan cara pengambilan sampel total sampling.

2. Dya Candra MS Putranti dan Lilis Sulistyorini

Berdasarkan Penelitian dari Dya Candra MS Putranti dan Lilis

Sulistyorinitahun 2009 dari Universitas Airlangga yang berjudul

“Hubungan Antara Kepemilikan Jamban dengan kejadian Diare di Desa

Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban” menyimpulkan bahwa

data tahun 2008 dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban Puskesmas

Palang memiliki angka kejadian diare paling tinggi sebesar 1.956 jiwa dari

jumlah penduduk sebesar 42.876 jiwa (4,56%). Desa paling tinggi angka

kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Palang adalah Desa

Karangagung sebesar 543 jiwa dari jumlah penduduk 8.545 jiwa (6,36%).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kepemilikan jamban

dengan kejadian diare. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan cross

sectional. Observasi dan pengisian kuesioner pada 100 responden. Cara

pengambilan sampel dengan menggunakan acak sistematis. Variabel bebas

terdiri dari kepemilikan jamban dan pemanfaatan, variabel terikat adalah

kejadian diare serta variabel moderator meliputi sanitasi makanan,

penyediaan air bersih, penyediaan air minum, penanganan sampah,

pengendalian lalat, dan personal hygiene, serta pendidikan, pekerjaan dan

pengetahuan. Dalam penyajian data menggunakan interprestasi tabel dan

uji chi-square untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Dari hasil uji chi-

square terhadap hubungan kepemilikan jamban dengan kejadian diare di

Desa Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban menghasilkan

7

signifikan dengan p = 0,004 sedangkan yang digunakan adalah 5% atau

0,05. Jadi 0,05 > 0,004 berarti H0 ditolak. Kesimpulannya adalah adanya

hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare di Desa

Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Oleh sebab itu

partisipasi masyarakat terhadap kepemilikan jamban perlu ditingkatkan

melalui kegiatan penyuluhan dan bagi yang memiliki jamban diberikan

penyuluhanagar jamban yang dimilikinya dimanfaatkan dengan baik.

Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang adalah pada

Peneliti terdahulu menganalisis hubungan kepemilikan jamban dengan

kejadian diare menggunakan jenis penelitian Analitik rancangan cross

sectional dan metode pengambilan sampel acak sistematik. Sedangkan

peneliti sekarang menilai sarana sanitasi lingkungan dan perilaku terhadap

kejadian diare dengan jenis penelitiannya deskriptif dan cara pengambilan

sampel total sampling.

3. Devi Nugraheni

Penyakit diare masih menjadi masalah utama di negara-negara

berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan profil kesehatan Kota

Semarang tahun 2010, diare masih masuk 10 besar penyakit yang ada di

Kota Semarang. Menurut data Dinas Kesehatan Kota, Kecamatan

Semarang Utara merupakan salah satu wilayah dengan jumlah kasus

diare tinggi, sebesar 2.974 kasus. Tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui hubungan kondisi sanitasi dasar dan personal hygiene

dengan kejadian diare. Penilitian menggunakan jenis eksplanatori survei

dengan desain cross sectional, populasinya seluruh keluarga di

Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Kemudian sampel 110

responden dengan metode purposive sampling. Analisis data

menggunakan chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan variabel

yang berhubungan dengan kejadian diare adalah sumber air minum

(p=0,009), sarana pembuangan sampah (p=0,031), kebiasaan mencuci

tangan setelah BAB (p=0,027), dan kebiasaan mencuci tangan sebelum

8

makan (p=0,027). Sedangkan variabel yang tidak ada hubungan adalah

keberadaan jamban (p=0,195), sanitasi jamban (p=0,117), SPAL

(p=0,900),kebiasaan BAB (p=0,079), kebiasaan memasak makanan

(p=0,225), pengelolaan air minum (p=0753) dan pengelolaan air limbah

(p=0,093). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang

berhubungan dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara Kota

Semarang adalah sumber air minum, sarana pembuangan sampah,

kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, dan kebiasaan mencuci tangan

sebelum makan.

Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang adalah pada

Peneliti terdahulu menggunakan jenis penelitian eksplanatori survei

rancangan cross sectional dan metode pengambilan sampel acak

sistematik. Sedangkan peneliti sekarang jenis penelitiannya deskriptif dan

cara pengambilan sampel total sampling.

B. Kajian Telaah Pustaka Lain yang Sesuai

1. Pengertian Sanitasi Lingkungan

a. Pengertian Sanitasi

Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu

usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang

berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang

mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan

kelangsungan hidup (WHO, 2014).

b. Pengertian Lingkungan

Pengertian Lingkungan Menurut A.L Slamet Riyadi (2010) adalah

“Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya

hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun

tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun

kesehatan dari organisme itu.”

9

c. Pengertian Sanitasi Lingkungan

Menurut WHO sanitasi lingkungan didefinisikan sebagai usaha

mengendalikan dari semua faktor – faktor lingkungan fisik manusia

yang mungkin atau dapat menimbulkan hal – hal yang merugikan bagi

perkembangan fisik kesehatan dan daya tahan hidup manusia ( Daud,

2000).

d. Pengertian Sarana Sanitasi Lingkungan

Menurut Adisasmito (2008) fasilitas yang berguna untuk mendukung

usaha pencegahan penyakit dengan mengurangi atau mengendalikan

faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai

penularan penyakit. keadaan sanitasi dasar rumah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan (sarana air bersih, kepemilikan jamban,

saluran pembuangan air limbah, sistem pengolahan sampah),

pemanfaatan dan pemeliharaan sarana kesehatan lingkungan yang

kurang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat

yang kurang higienis (Taosu, 2013).

2. Syarat-syarat Sanitasi Lingkungan

a. Sarana Penyediaan Air Bersih

1) Penyediaan air

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih

cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan.

Dalam tubuh manusia itu sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang

dewasa, sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak

sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan

seabagainya. Menurut perhitungan WHO dalam (Notoatmodjo,

2011:175) di negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara

60-120 liter perhari.

Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas

tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

10

berbeda dengan kualitas air minum. Adapun Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi

meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia (Peraturan Menetri

Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017).

Syarat-syarat Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah

sebagai berikut:

a) Syarat-syarat fisik.

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.

Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara

atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas

yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3o C.

b) Syarat-syaratKimia.

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam

jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara

lain adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan,

kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),

chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.

c) Syarat-syarat Bakteriologis dan mikrobiologis

Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik

yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai

dengan tidak adanya bakteri E. Coli atau Fecal coli dalam air.

2) Sumber Air

a) Air Angkasa ( Air Hujan)

Air hujan merupakan air yang steril dan bebas dari zat-zat beracun,

akan tetapi mengingat bahwa selama perjalanan dari atas sampai ke

bumi air tersebut telah mengalami kontak dengan udara, maka

derajat kekotoran air hujan sangat dipengaruhi oleh derajat

pencemaran dari udara dimana hujan tersebut terjadi. Air hujan

mengandung seperti NH3 dan CO2 namun kurang mengandung

larutan garam/zat mineral. Dari segi bakteriologis air hujan relatif

11

lebih bersih tergantung tempat penampungannya (Sukidjo, dkk.

2010).

b) Air Permukaan

Air permukaan adalah sumber air yang berasal dari permukaan

tanah, baik keberadaannya sementara dan mengalir ataupun stabil.

Dalam hal ini permukaan air tanah adalah sejajar dengan sumber

air permukaan tersebut. Pada umumnya sumber air permukaan baik

yang berasal dari sungai, danau ataupun waduk adalah merupakan

air yang kurang baik untuk langsung dikonsumsi oleh manusia,

karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum

dimanfaatkan (Sukidjo, dkk. 2010).

c) Air Tanah

Air tanah adalah air yang diperoleh dari pengumpulan air pada

lapisan tanah yang dalam. Air ini sangat bersih karena bebas dari

pengotoran, tapi seringkali mengandung mineral-mineral dalam

kadar yang terlalu tinggi. Misalnya : air sumur, air dari mata air

(Sukidjo, dkk. 2010).

(1) Air Sumur

Sumur merupakan sumber air yang banyak dipergunakan

masyarakat Indonesia (± 45 %). Agar air sumur memenuhi

syarat kesehatan sebagai air rumah tangga, maka air sumur

harus dilindungi terhadap bahaya-bahaya pengotoran. Untuk

menghindari pengotoran yang harus diperhatikan adalah jarak

sumur dengan : cubluk (kakus), lobang galian sampah, lobang

galian untuk air limbah (cesspool ; seepage pit) dan sumber-

sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan

tanah dan kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan

jaraknya tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar

letaknya tidak berada dibawah tempat-tempat pengotoran.

12

(2) Sumur Gali (SGL)

Syarat-syarat sumur gali:

(a) Lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir.

(b) Jarak sumur minimal 10 meter dan lebih tinggi dari

sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat

sampah, dan sebagainya.

(c) Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan

tanah yang mengandung air cukup banyak walaupun pada

musim kemarau.

(d) Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi

minimal 70 cm untuk mencegah pengotoran dari air

permukaan serta untuk aspek keselamatan.

(e) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m

lebarnya dari dinding sumur. Dibuat agak miring dan

ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah, bentuknya

bulat atau segi empat.

(3) Sumur Pompa Tangan

Syarat sumur pompa adalah :

(a) Jarak sumur dengan sumber pencemar minimal 10 meter.

(b) Kedalaman sumur cukup sampai mencapai lapisan tanah

yang mengandung air.

(c) Aliran air harus cukup banyak, walaupun dimusim

kemarau.

(d) Dinding sumur dibuat sampai lapisan tanah yang

mengandung air untuk menjaga supaya tanah tidak

longsor tetapi air masih masuk sampai kedalam sumur.

(e) Dinding sumur harus kedap air setinggi sekurang-

kurangnya 70 cm diatas permukaan tanah atau

permukaan air banjir, dilihat mana yang lebih tinggi.

(f) Dinding sumur harus kedap air sedalam sekurang-

kurangnya 3 meter dibawah permukaan tanah.

13

(g) Bentuk sumur dapat bulat atau segiempat, dengan

diameter kurang kebih 1 meter.

(h) Lantai sumur sekurang-kurangnya dibuat luasnya dengan

jarak 1 meter dari dinding sumur ditinggikan 2 cm diatas

permukaan tanah, agak miring menuju saluran

pembuangan air limbah.

(i) Saluran pembuangan harus ada yang berfungsi untuk

mengalirkan kotoran yang mengganggu dari lantai sumur

ke selokan, kolam atau telaga.

(j) Permukaan tanah disekitar bangunan sumur dibuat

miring untuk memudahkan pengeringan.

d) Sumur Bor

Syarat sumur bor adalah :

(a) Jarak sumur dengan sumber pencemar minimal 10 meter.

(b) Kedalaman sumur cukup sampai mencapai lapisan tanah

yang mengandung air.

(c) Pembuatan sumur bor pada wilayah dataran rendah

kedalaman 6-12 meter dan pada dataran tinggi 50-60 meter.

(d) Jarak sumur bor tidak terlalu jauh dengan bak

penampungan.

e) PDAM

Sistem perpipaan dijaga jangan sampai bocor sambungan

pipanya sehingga tidak terjadi cross connection (tersedotnya

air dari pipa) dan tercemar oleh air dari tempat lain. Terdiri

dari dua sambungan yaitu sambungan ke rumah dan

sambungan ke halaman.

b. Sarana Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Yang dimaksud dengan kotoran disini adalah feces atau najis

manusia. Feces manusia selalu dipandang sebagai benda yang

membahayakan kesehatan, sebagai sumber penularan penyakit perut. Di

14

dalam kotoran manusia dapat terdapat berbagai macam bibit penyakit

perut serta berbagai macam cacing.

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat

dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia

merupakan masalah pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran

manusia (feses), adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.

Penyebaran penyakit yang bersumber pada feses dapat melalui berbagai

macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut ini.

Gambar II.1 Penyebaran penyakit melalui tinja

Dari gambar tersebut nampak bahwa peranan tinja dalam penyebaran

penyakit jelas. Disamping dapat mengkontaminasi makanan/minuman

secara langsung, air, tanah, anggota badan, dan lalat juga terkontaminasi

oleh tinja (Priyoto, 2015).

Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk

daerah pedesaan, apabila memeuhi persyaratan-persyaratan sebagai

berikut:

1) Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.

2) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

15

3) Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa, dan

binatang-binatang lainnya.

4) Tidak menimbulkan bau.

5) Mudah digunakan dan dapat dipelihara.

6) Sederhana desainnya.

7) Murah

8) Dapat diterima oleh pemakainya.

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu

diperhatikan antara lain :

a) Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban

terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain,

terlindung dari pandangan orang dan sebagainya.

b) Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat

berpijak yang kuat, dan sebagainya.

c) Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang

tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan

sebagainya.

d) Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas

pembersih.

Ada beberapa tipe jamban menurut (Priyoto, 2015), diantaranya adalah :

(1) Jamban cemplung, jamban tipe ini tidak memerlukan air untuk

menggelontor kotoran, namun untuk mengurangi bau serta agar

serangga tidak masuk lubang jamban, maka harus ditutup.

(2) Jamban plengsengan, jamban ini hampir sama dengan jamban

cemplung, bedanya hanya letak lubang jamban tidak langsung

dibawah tempat jongkok, tetapi menggunakan saluran pipa yang

letaknya menyamping didepan atau belakangnya. Jamban tipe ini

perlu air untuk menggelontor kotoran dan perlu penutup lubang.

(3) Jamban leher angsa, jamban tipe ini adalah modifikasi dari tipe

cemplung dan plengsengan, dimana bedanya tempat jongkoknya

terbuat dari kloset atau leher angsa. Jamban tipe ini lebih sempurna

16

karena adanya air pada leher angsa untuk menghindari bau dan

mencegah masuknya serangga ke lubang jamban. Jamban ini

memerlukan air untuk menggelontor kotoran.

2. Pengertian Perilaku

Pengertian perilaku sehat menurut Rachman (2014) adalah suatu

respon seseorang/organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta

lingkungan. Perilaku mempunyai dampak yang cukup besar bagi derajat

kesehatan manusia, maka perubahan perilaku perlu diperhatikan, perlunya

mengubah perilaku dari sakit menjadi sehat dengan Program Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

a. Mencuci tangan pakai sabun

Mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya

pencegahan melalui tindakan sanitasi dengan membersihan tangan

dan jari jemari menggunakan air sabu. Tangan manusia sering kali

menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen

berpindah dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung

atau tidak langsung (Depkes, 2009).

Menurut Permenkes RI No.3 tahun 2014, ada 5 waktu

penting cuci tangan yakni:

1) Setelah buang air besar

2) Setelah membersihkan anak yang buang air bersih

3) Sebelum menyiapkan makanan

4) Sebelum makan

5) Setelah memegang atau menyentuh hewan

Langkah-langkah CTPS yang benar menurut Permenkes RI

No.3 tahun 2014:

a) Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

b) Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa.

c) lalu gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol,

sampai semua permukaan kena busa sabun.

17

d) Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.

e) Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan

sampai sisa sabun hilang.

f) Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih,

atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai

kering.

b. Memasak air minum

Menurut Permenkes RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010,

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa

pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung

diminum. Pada umumnya air minum dikatakan telah memenuhi

syarat apabila telah memenuhi syarat utama yaitu :

a) Syarat Kuantitatif

Artinya bahwa air tersebut telah mencukupi sesuai dengan

kebutuhan sehari-hari dalam hal ini banyaknya air

ditentukan/sejalan dengan tingkat kehidupan dari masyrakat

tersebut. Untuk negara yang sudah maju maka secara kuantitas

kebutuhan air lebih banyak bila dibandingkan dengan negara-

negara yang sudah berkembang. Untuk masyarakat Indonesia di

daerah perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah

pedesaan sekitar 60 liter/orang/hari telah dianggap cukup

memenuhi kebutuhan.

b) Syarat Kualitatif

Air minum ataupun air bersih yang disediakan untuk konsumsi

masyarakat harus memenuhi syarat-syarat fisik, kimiawi dan

bakteriologis/mikrobiologis.

(a) Syarat Fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening

( tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah

suhu udara diluarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-

18

hari cara mengenal air yang memenuhi persyaratan tidak

sukar (Umiati, 2010)

(b) Syarat Kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di

dalam jumlah tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan

salah satu zat kimia di dalam air akan menyebabkan

gangguan fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l),

Chlor (250 mg/l), Arsen (0,05 mg/l), Tembaga (1,0 mg/l),

besi (0,3 mg/l), zat organik (10 mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l),

dan CO2 (0 mg/l) (Umiati, 2010).

(c) Syarat Bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari

segala bakteri, terutama bakteri patogen. Persyaratan

bakteriologis untuk air minum yaitu bakteri E. Coli atau

Fecal coli harus 0 dalam air.

c. Menutup makanan dengan tudung saji

Menurut Depkes RI (2009), Menutup makanan yang tersaji di meja

makan dengan menggunakan tudung saji adalah salah satu upaya

yang dapat dilakukan dalam penyehatan makanan agar makanan

tersebut terhindar dari pengotoran yang diakibatkan debu,

serangga, lalat, atau binatang-binatang lainnya yang dapat

menyebabkan diare.

d. Mencuci alat makan dengan air bersih

Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan

makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi

persyaratan hygiene sanitasi. Persyaratan peralatan yang digunakan

untuk penanganan makanan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu :

1) Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan

dengan sabun.

19

2) Peralatan yang sudah dicuci dikeringkan dengan alat

pengering/lap yang bersih.

3) Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang

bebas pencemaran.

e. Kebersihan botol susu dan pemberian ASI eksklusif

1) Kebersihan botol susu

Cara-cara pemberian baik ASI maupun susu formula melalui

botol harus memperhatikan berbagai hal seperti cara

penyajian, cara mencuci botol, dan cara sterilisasi (Sutomo,

2010). Cara yang salah dalam menggunakan botol susu dapat

menyebabkan bakteri berkembang. Dari berkembangnya

bakteri dalam botol bisa mengganggu sistem pencernaan bayi

dan balita bahkan dapat menimbulkan diare pada bayi atau

balita.

Untuk mencegah bahaya tersebut, maka ada hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan botol susu

adalah:

a) Mencuci botol susu dengan menggunakan air bersih dan

sabun.

b) Mencuci botol susu dengan air yang mengalir.

c) Mensterilkan botol susu dengan menggunakan air panas.

2) Pemberian ASI ekslusif

Menurut Peratutan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 pada

Ayat 1 diterangkan “Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya

disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada

Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain”.

20

a) Kandungan ASI

Riksani (2011) memaparkan beberapa kandungan ASI

sebagai berikut:

(1) Air

ASI mengandung 88,1% air sehingga ASI yang

diminum bayi sudah mencukupi kebutuhan dan

sesuai dengan kesehatan bayi. ASI dengan

kandungan air yang lebih banyak biasanya akan

keluar pada hari ketiga atau keempat.

(2) Karbohidrat

Karbohidrat terbanyak dalam ASI adalah laktosa

yang berfungsi sebagai salah satu sumber energi

untuk otak. Laktosa juga berperan membantu

penyerapan kalsium yang berguna untuk

pembentukan tulang. Kadar laktosa yang terdapat

dalam ASI hampir 2 kali lipat dibanding laktosa

yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula.

(3) Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan

komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat

dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi

terdiri dari protein whey dan Casein. Protein dalam

ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang

lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu

sapi lebih banyak mengandung protein Casein yang

lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein

Casein yang terdapat dalam ASI hanya 30%

dibanding susu sapi yang mengandung protein ini

dalam jumlah tinggi (80%).

21

(4) Lemak

Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding

dengan susu sapi dan susu formula. Kadar lemak

yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung

pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi.

Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak

yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi atau susu

formula. Lemak omega 3 dan omega 6 yang

berperan pada perkembangan otak bayi banyak

ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga

mengandung banyak asam lemak rantai panjang

diantaranya DHA dan ARA yang berperan terhadap

perkembangan jaringan saraf dan retina

mata.

(5) Karnitin

Karnitin ini mempunyai peran membantu proses

pembentukan energi yang diperlukan untuk

mempertahankan metabolisme tubuh. ASI

mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama

pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam

kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi.

Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih

tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu

formula.

(6) Mineral

Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang

lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan

dengan mineral yang terdapat pada susu sapi.

Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah

kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan

jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf

22

dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI

lebih rendah dari susu sapi, tapi tingkat

penyerapannya lebih besar. Penyerapan kalsium ini

dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin

D dan lemak. Kekurangan kadar kalsium darah dan

kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang

mendapat susu formula dibandingkan bayi yang

mendapat ASI.

b) Manfaat Pemberian ASI bagi bayi

Menurut Wulandari dan Iriana (2013) manfaat pemberian

asi bagi bayi yaitu:

(1) Asi sebagai nutrisi

Dengan tatalaksana menyusui yang benar. Asi sebagai

makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan

tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.

(2) Asi meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi yang mendapat asi eksklusif akan lebih sehat dan

lebih jarang sakit, karena asi mengandung berbagai

zat kekebalan.

(3) Asi meningkatkan kecerdasan

ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa

dan asam lemak ikatan panjang (DHA, AHA, omega-

3, omega-6) yang diperlukan otak bayi agar tumbuh

optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit sekali

terdapat pada susu sapi. Oleh karena itu, pertumbuhan

otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan

akan optimal.

(4) Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang

Perasaan terlindung dan disayangi pada saat pada saat

bayi disusui menjadi dasar perkembangan emosi bayi

23

dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan

dasar spiritual yang baik.

c) Manfaat menyusui bagi Ibu

(a) Aspek Kesehatan Ibu

Dapat Mengurangi pendarahan post parfum,

mempercepat involusi uterus dan mengurangi insiden

karsinoma payudara.

(b) Aspek Psikologis

Mendekatkan Hubungan kasih sayang ibu dan anak

serta memberikan perasaan dipelukan.

(c) Aspek Keluarga Berencana

Menunda kembalinya kesuburan, sehingga dapat

menjarangkan kehamilan. Perlu diketahui bahwa

frekuensi menyusui yang sering baru mempunytai efek

keluarga berencana.

d) Cara menyimpan ASI

(1) Simpan ASI dalam botol yang telah disterilkan

terlebih dahulu.

(2) Simpan ASI dalam botol yang tertutup rapat karena

masih ada peluang untuk berinteraksi dengan udara.

(3) Jangan memakai botol susu berwarna atau bergambar

karena ada kemungkinan catnya meleleh jika terkena

panas.

(4) Jangan campur ASI yang diperah sekarang dengan

ASI yang diperas sebelumnya. Untuk itu berilah botol

dengan label kapan ASI diperah (tanggal dan jam).

(5) Segera simpan ASI di lemari es setelah diperah. ASI

bisa bertahan sampai 8 hari dalam suhu lemari es.

Syaratnya ASI ditempatkan dalam ruangan terpisah

dari bahan makanan lain yang ada di lemari es

tersebut. Jika lemari es tidak memiliki rungan terpisah

24

untuk menyimpan botol ASI hasil pompa, maka

sebaiknya ASI tersebut jangan disimpan lebih dari 3 ×

24 jam.

4. Diare

a. Definisi Diare

Menurut (Widoyono, 2011), WHO pada tahun 1984 mendefinisikan

diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24

jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti lembek,

cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah (‘muntaber’). Penting

untuk menanyakan kepada orangtua mengenai frekuensi dan konsistensi

tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi.

Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:

1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi,

sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi

penderita diare.

2) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat

disentri adalah anokreksia, penurunan berat badan dengan cepat,

kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

3) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan

berat badan dan gangguan metabolisme.

4) Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare

akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit

lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Widoyono (2011), diare dibedakan menjadi dua yaitu:

a) Diare akut

Diare akut ialah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung

singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Infeksi

merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus

maupun parasit.

25

b) Diare kronik

Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare

yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku

bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan

batas waktu dua minggu.

b. Etiologi Diare

Menurut Widoyono (2011), penyebab diare dapat dikelompokan

menajdi:

1) Virus Rotavirus (40-60%), Adenovirus

2) Bakteri: Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. Vibriocholera,dan

lain lain.

3) Parasit: Entamoeba histolytica (<15 %), Giardia lamblia,

Cryptosporidium (4-11%).

4) Keracunan Makanan

5) Malabsorpsi: Kabohidrat,lemak,dan protein.

6) Alergi: makanan,susu sapi.

7) Imunodefisiensi

Penyebab diare akut terbesar adalah inveksi virus dari golongan

rotavirus.

c. Gejala dan tanda diare

Beberapa gejala dan tanda diare menurut (Widoyono, 2011) antara lain:

1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.

2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.

3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.

4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekang, ketegangan kulit menurun,

apatis, bahkan gelisah.

d. Pencegahan Terjadinya Penyakit Diare

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan

masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat

26

mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air

yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari

sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Menurut Depkes RI (2009), hal yang perlu dilakukan untuk mencegah

timbulnya diare,yaitu :

a) Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang memenuhi syarat

kesehatan

b) Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan,sebelum mengolah

makanan,dan setelah buang air besar.

c) Merebus air minum hingga mendidih.

d) Membiasakan buang air besar di WC/Kaskus/Jamban.

e) Menutup makanan rapat-rapat agar terhindar dari lalat.

f) Memberikan ASI pada bayi hingga usia 2 tahun.

g) Penyuluhan Kesehatan

5. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku dengan Diare

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat

komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar

kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik

kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi

penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor

yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan

upaya perbaikan sanitasi lingkungan. Masalah-masalah kesehatan

lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban) dan penyediaan

air.(Notoatmodjo, 2003). Selain dari faktor lingkungan, perilaku juga

mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kejadian diare. Maka

perubahan perilaku perlu diperhatikan, mengubah perilaku dari sakit

menjadi sehat dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

a. Sarana Penyediaan Air Bersih

Berdasarkan Penelitian dari nurkomariyah (2016), Sumber air

bersih memiliki peranan dalam penyebaran beberapa bibit penyakit

27

menular dan salah satu sarana yang berkaitan dengan kejadian

diare, sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui

jalur fecal oral bakteri tersebut yaitu bakteri E.coli. Bakteri ini

banyak dikaitkan dengan penyakit diare, dikarenakan bakteri ini

mudah untuk berkembang biak dan cepat menyebar serta dapat

berpindah tangan ke mulut atau lewat makanan

dan minuman. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam air dengan cara

pada saat hujan turun, air membawa limbah dari kotoran hewan

atau manusia yang kemudian meresap masuk ke dalam tanah

melewati pori-pori permukaan tanah atau mengalir dalam sumber

air.

Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang

tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-jari,

makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air

tercemar. Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan

pencemaran yang dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu,

untuk mencegah pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang

digunakan harus memenuhi persyaratan.

Memperbaiki sumber air (kualitas dan kuantitas) dan

keberhasilan perorangan akan mengurangi kemungkinan tertular

dengan bakteri patogen tersebut. Masyarakat yang terjangkau oleh

penyediaan air bersih mempunyai risiko menderita diare lebih

kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air

bersih.

a. Sarana Pembuangan Kotoran Manusia

Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan

menurut (Langit, 2014) adalah tidak mengotori permukaan tanah di

sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak

mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka

sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan

berkembangbiak. Jamban yang tidak saniter menjadi sumber

28

penyebaran E.coli, bakteri penyebab diare. Tempat pembuangan tinja

yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko

terjadinya diare sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga

yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat

sanitasi.

Feses pada dewasa atau balita berbahaya karena mengandung

virus atau bakteri dalam jumlah besar. Feses balita juga dapat

menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang

tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada

manusia. Feses yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh

lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam

penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease), lalat senang

menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka, kemudian

lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan

manusia.

b. Perilaku

Menurut Azwar (2009), Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap orang lain dan kemudian seseorang

tersebut merespon stimulus tersebut. Perilaku merupakan faktor kedua

yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak

sehatnya lingkungan, kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat

tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanusi (2011), menyatakan

bahwa salah satu permasalahan yang dapat timbul akibat faktor perilaku

adalah penyakit diare. Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis

lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan perilaku perorangan maupun

lingkungan, sanitasi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan serta

didukung oleh personal hygiene yang baik akan dapat mengurangi resiko

munculnya suatu penyakit termasuk diantaranya penyakit diare.

29

C. Kerangka Teori

Gambar II.2 Kerangka Teori

Agent

1. Infeksi

a. Virus

b. Bakteri

c. Parasit

2. Malabsorbsi

3. Makanan

Penyakit Diare

Environment

1. Sumber air bersih

2. Pembuangan

kotoran manusia

3. Pembuangan air

Limbah

4. Tempat

Pembuangan

Sampah

Perilaku

1. Kebiasaan

mencuci tangan

2. memasak air

minum

3. menutup

makanan

dengan tudung

saji

4. Kebersihan alat

makan

5. Kebersihan botol

susu dan

pemeberian ASI

eksklusif

Pelayanan

Kesehatan

1. Penyuluhan

tentang Diare

2. Jarak

pelayanan

kesehatan dari

rumah

pendududuk

30

C. Kerangka Konsep

Gambar II.3 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Sarana Sanitasi Lingkungan

Variabel Bebas:

a. Sarana penyediaan air

bersih

b. Sarana pembuangan

kotoran manusia

Perilaku

Variabel Bebas:

a. Kebiasaan mencuci tangan

b. Memasak air minum

c. Menutup makanan dengan

tudung saji

d. Mencuci alat makan

dengan air bersih

e. Kebersihan botol susu dan

pemberian asi eksklusif

a. Baik

b. Cukup

c. kurang

sakit

Tidak

sakit

Kekebalan

Tubuh

Sosial

Ekonomi

Gizi