BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ekomorfologi...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ekomorfologi...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekomorfologi Gastropoda
Kata Gastropoda berasal dari Bahasa Yunani, “Gastro” yang berarti perut
dan “Poda” yang berarti kaki. Gastropoda adalah Moluska yang mengalami
modifikasi. Gastropoda membentuk bagian utama dari filum Molusca (Jasin,
1992).
Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh yang terdiri atas kepala,
badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat peraba yang dapat
dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik mata untuk membedakan
terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang. Mempunyai
alat gerak yang dapat mengeluarkan lendir, untuk memudahkan pergerakannya.
Gastropoda ini memiliki cangkang yang menutupi tubuh, sebagian besar
cangkang terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luar dilapisi
periostrakum dan zat tanduk. Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah
belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkang
berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral (Jasin, 1992).
Bengen (2000), menjelaskan sebagian cangkang gastropoda terbuat dari
bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat
tanduk. Adapun morfologi dari Gastropoda disajikan pada Gambar 1 di bawah ini:
5
Gambar 1. Morfologi Gastropoda
Sumber : British, 2011
Gastropoda pada umumnya hidup di permukaan substrat atau menempel
pada pohon mangrove. Gastropoda yang hidup di hutan mangrove pada umumnya
bersifat bergerak (mobile), bergerak aktif turun naik mengikuti pasang surut
sehingga Gastropoda sendiri memiliki adaptasi yang cukup besar dengan
perubahan faktor lingkungan yang disebabkan oleh suhu dan salinitas. Selama air
pasang Gastropoda bergerak sampai ke bagian atas dan bergerak turun ke bawah
pohon atau di lantai pohon mangrove saat surut. Gastropoda berasosiasi dengan
ekosistem hutan mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung, memijah,
dan juga sebagai daerah suplai makanan yang menujang pertumbuhan (Nontji,
1993).
Sebaran komponen-komponen Gastropoda terdiri dari Gastropoda yang
hidup di dasar substrat atau yang hidup di dalam tanah (infauna), yang hidup di
atas permukaan sedimen atau tanah (epifauna), dan yang hidup menempel pada
pohon, akar, dan daun (treefuna) (Whitten, et all., 1997 dalam Dharmawan 1995).
Nybakken (1992), menyatakan bahwa organisme yang hidup pada suatu habitat
tertentu dan cocok dengan lingkungan hidupnya akan berkembang secara baik.
6
Secara ekologis Gastropoda memilki peran yang besar dalam kaitanya
dengan rantai makanan komponen biotik di kawasan hutan mangrove, karena di
samping sebagai pemangsa detritus, Gastropoda berperan dalam proses
dekomposisi serasah dan menetralisasi materi organik yang bersifat herbivor dan
detrivor (Irwanto, 2006).
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air setelah mencapai dasar
teruraikan oleh mikrorganisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini
merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi
mangsa Gastropoda disamping sebagai pemangsa detritus. Akar pohon mangrove
memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi ikan dan invertebrata yang
hidup di sekitarnya (Irwanto, 2006).
Rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove juga merupakan rantai
makanan detritus. Sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-
ranting bakau yang telah membusuk sebagai produsen. Daun-daun yang gugur
akan dimakan oleh jenis-jenis bakteri pengurai (Clostridium). Bakteri ini akan
dimakan oleh sebagian Protozoa dari kelas Ciliata dan Avertebrata dari kelas
Gastropoda lainnya yang sebagai konsumen I dan kemudian Protozoa dan
Avertebrata tersebut akan dimakan oleh Karnivor sedang (ikan kecil) konsumen
II, kemudian Karnivora sedang dimakan oleh Karnivora yang lebih tingggi (ikan
besar dan burung) sebagai konsumen III (Romimohtarto, 2007).
Selain sebagai dekomposer untuk menjaga kestabilan ekosistem,
Gastropoda juga berfungsi sebagai pengontrol populasi makroalga. Beberapa
Gastropoda bersifat herbivora seperti Littorina, Aplysia dan lain-lain. Di
7
ekosistem mangrove, padang lamun maupun terumbu karang banyak ditemukan
mikroalga. Kestabilan populasi makroalga dapat dijaga dengan adanya keberadaan
Gastropoda terutama sebagai bahan makanannya (Budhiati, et al., 2008).
Gastropoda juga memiliki peran penting sebagai bioindikator perairan.
Gastropoda merupakan salah satu hewan aquatik yang dapat dijadikan
bioindikator apabila diindikasikan terjadinya pencemaran disuatu perairan.
Kondisi ini tidak lepas dari Gastropoda yang memiliki sifat mobilitas yang
lambat, habitat di dasar perairan dan pola makan detritus (Budhiati, et al., 2008).
B. Jenis – jenis Gastropoda di Ekosistem Mangrove
Umumnya Gastropoda yang hidup di perairan kawasan hutan mangrove
yaitu Telescopium telescopium, Cassidula aurisfelis, Cerithidea cingulata,
Cerithidea quadrata, Chicoreus capucinus, Terebralia sulcata, Nerita lineate,
Littoraria scabra, Littoraria melanostoma, dan Sphaerassiminea miniata.
Jenis-jenis Gastropoda lebih banyak ditemukan di ekosistem mangrove
dengan mangrove jenis Avicennia marina dan Rhizophora Mucronata dan
Rhizphora stylosa. Misalnya Gastropoda jenis Terebralia sulcata, Terebralia
palustris, Cerithidea cingulata yang merupakan Gastropoda asli pada ekosistem
mangrove, jenis-jenis tersebut lebih banyak menyukai permukaan yang berlumpur
atau daerah dengan genangan air yang cukup luas pada daerah ekosistem
mangrove, jenis Terebralia palustris yang memiliki kesamaan dengan Terebralia
sulcata yang lebih banyak menyukai permukaan berlumpur dan lebih banyak
sering dijumpai di mangrove jenis Avicennia marina, Rhizophora mucronata dan
Rhizophora stylosa (Kusrini, 2000 dalam Nento, 2012).
8
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Gastropoda jenis Littorina scraba yang
merupakan Gastropoda fakultatif banyak ditemukan mulai dari akar sampai ke
daun mangrove, hal ini karena Gastropoda memiliki ukuran yang relatif kecil,
memiliki sistem pelekatan yang kuat dan tahan kekeringan dan banyak dijumpai
di mangrove jenis Avicennia marina. Sementara jenis Gastropoda Nerita undata
yang merupakan Gastropoda pengunjung/pendatang lebih banyak ditemukan
hidup menempel pada batang atau akar mangrove jenis Avicennia marina dan
Rhizophora mucronata.
1. Telecopium telescopium (Potamididae)
Telecopium telescopium termasuk salah satu Gastropoda yang paling
umum ditemukan di atas substrat atau di antara serasah daun mangrove. Mudah
dikenali karena bentuknya yang khas seperti kerucut. Cangkang hewan ini
berbentuk kerucut, panjang, ramping dan agak mendatar pada bagian dasarnya.
Warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan dan coklat kehitaman, lapisan luar
cangkang dilengkapi dengan garis-garis spiral yang sangat rapat dan mempunyai
jalur-jalur yang melengkung ke dalam. Panjang cangkang berkisar antara 7.5-11
cm (Dharma, 1992). Secara morfologi jenis Telecopium telescopium disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Telescopium telescopium
Sumber : Bennyaryef, (2012)
9
2. Cassidula aurisfelis (Ellobiidae)
Jenis ini memiliki cangkang berbentuk konikal dengan bentuk unit whorl
piramida. Pola warna cangkang pada jenis ini tidak menunjukan adanya garis
horizontal. Biasanya menempel pada batang dan akar mangrove. Relatif mudah
ditemukan terutama pada area mangrove bersubstrat lumpur berpasir. Bentuk
Cassidula aurisfelis disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Cassidula aurisfelis (Ellobiidae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
3. Cerithidea cingulata (Potamididae)
Tinggi cangkang maksimum 4.5 cm, biasanya hanya sekitar 3.5 cm.
Seringkali ditemukan melimpah pada substrat lumpur di area dekat mangrove,
dalam 1 meter persegi kelimpahannya bahkan bisa mencapai 500 individu.
Cerithidea cingulata memiliki cangkang tinggi berbentuk kerucut dengan sisi
cangkang cembung sehingga terlihat meruncing (Gambar 4). Permukaan
cangkang umumnya berwarna cokelat dan bertitik putih dengan garis spiral bagian
dorsal yang sangat menonjol (Roberts et al. 1982 dalam Laksamana, 2011).
Secara morfologi jenis Cerithidea cingulata disajikan pada Gambar 4.
10
Gambar 4. Cerithidea cingulata (Potamididae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
4. Cerithidea quadrata (Potamididae)
Jenis ini memiliki ukurang cangkang kecil. Cangkang berukuran antara
4.5 - 5.5 cm. Sering ditemukan menempel pada batang atau akar mangrove dan
kadang ditemukan bersama dengan jenis Cerithidea obtusa. Permukaan cangkang
umumnya berwarna cokelat gelap. Untuk lebih jelasnya jenis Cerithidea quadrata
disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Cerithidea quadrata (Potamididae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
5. Chicoreus capucinus (Muricidae)
Chicoreus capucinus masuk dalam familia muricidae dan sangat dikenal
dengan bentuk cangkangnya. Jenis ini memiliki saluran siphon relatif pendek,
spina pendek dalam beberapa barisan, membentuk aksis ke arah apex (Gambar 6).
Warna coklat capucino merupakan karakter khas jenis tersebut. Secara mrfologi
jenis Chicoreus capucinus disajikan pada Gambar 6.
11
Gambar 6. Chicoreus capucinus (Muricidae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
6. Terebralia sulcata (Potamididae)
Terebralia sulcata memiliki ukuran maksimum cangkang 6.5 cm, biasanya
hanya sekitar 5 cm. Jenis ini lebih menyukai substrat lumpur berpasir. Secara
morfologi jenis Terebralia sulcata disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Terebralia sulcata (Potamididae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
7. Nerita lineata (Neritidae)
Familia neritidae dikenali melalui bentuk cangkang dengan body whorl
yang sangat besar, unit whorl yang menggulung dan pendek. Salah satu jenis
Gastropoda yang masuk dalam familia Neritidae adalah Nerita lineata. Jenis ini
mempunyai spire berjumlah banyak, membentuk garis berwarna coklat tua (linea
= garis), dengan inner lip pada sisi aperture berwarna kuning. Nerita lineata agak
jarang dijumpai, biasanya jenis ini hanya menempel pada akar atau batang
mangrove. Secara morfologi jenis Nerita lineate disajikan pada Gambar 8.
12
Gambar 8. Nerita lineata (Neritidae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
8. Littoraria scabra (Littorinidae)
Littoraria scabra masuk dalam familia Littorinidae. Secara umum
cangkang familia littorinidae berbentuk piramida. Jenis Littoraria scabra
bervariasi dalam warna cangkang anggotanya. Warna cangkang tersebut bukan
merupakan karakter yang membedakan anggota genus ke dalam jenis-jenis
tertentu. Jenis ini memiliki ukuran yang sangat kecil. Sering ditemukan menempel
pada daun atau batang mangrove. Secara morfologi jenis Littoraria scabra
disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Littoraria scabra (Littorinidae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
9. Littoraria melanostoma (Littorinidae)
Jenis ini umumnya memiliki ukuran yang sangat kecil. Sering ditemukan
menempel pada batang mangrove. Permukaan cangkang berwarna putih
kehijauan. Secara morfologi jenis Littoraria melanostoma disajikan pada
Gambar 10.
13
Gambar 10. Littoraria melanostoma (Littorinidae)
Sumber : Bennyaryef, (2012)
10. Sphaerassiminea miniata (Assimineidae)
Sphaerassiminea miniata merupakan jenis Gastropoda yang masuk dalam
familia Assimineidae. Jenis ini mempunyai cangkang tipikal, tanpa adanya variasi
yang berarti. Sphaerassiminea miniata mudah dikenali dari ukurannya, warnanya
dan perilakunya sebagai Gastropoda. Secara morfologis jenis ini mengambil
bentuk cangkang umum pada familia Assiminiidae. Ukurannya yang kecil ±4mm
dan bentuknya yang relatif bulat. Bagian luar cangkang Sphaerassiminea miniata
berwarna merah cerah atau merah kecoklatan. Cukup sering ditemukan pada area
mangrove dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir. Secara morfologi jenis
Sphaerassiminea miniata disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Sphaerassiminea miniata (Assimineidae) Sumber : Bennyaryef, (2012)
14
C. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Gastropoda
Beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan Gastropoda:
1. Salinitas
Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara
horizontal maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya
perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Odum, 1993).
Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna
menghindari salinitas yang terlalu rendah. Kisaran salinitas yang optimal untuk
kehidupan Gastropoda berada pada kisaran 28 – 34 ppm (Carley, 1988 dalam
Dharmawan, 1995).
Effendi (2003) menjelaskan bahwa adanya kenaikan maupun penurunan
salinitas biasanya dipengaruhi oleh penguapan, makin besar tingkat penguapan air
laut di suatu wilayah, salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah
tingkat penguapan air lautnya maka daerah itu rendah kadar garamnya (makin
besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan
rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun maka salinitas
akan tinggi), makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas
rendah.
2. Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan moluska. Suhu mempunyai pengaruh yang besar dalam ekosistem
pesisir karena suhu merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi fisiologis
hewan air seperti migrasi, pemijahan, efisiensi makanan, kecepatan renang,
15
perkembangan embrio dan kecepatan metabolisme. Oleh karena itu suhu
merupakan parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gastropoda. Kisaran suhu yang masih ditelorir oleh kehidupan organisme adalah
25-300C ( Clark, 1997 dalam Rumaluntur, 2004 ).
3. pH Tanah
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup disuatu
perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi
ketahanan hidup organisme yang ada di dalamnya (Odum 1993). Gastropoda
umumnya membutuhkan pH tanah antara 6 - 8,5 untuk kelangsungan hidup dan
reproduksi (Gasper, 1990 dalam Odum, 1996).
4. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting
sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air (Nybakken, 1992).
Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya
penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh
mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis,
masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan
oksigen terlarut.
Kekurangan oksigen dapat diatasi tumbuhan mangrove dengan beradaptasi
melalui sistem perakaran yang khas. Kekurangan oksigen juga dipenuhi oleh
adanya lubang-lubang dalam tanah yang dibuat oleh hewan. Konsentrasi oksigen
terlarut untuk kehidupan Gastropoda berada pada kisaran 5 - 8mg/L (Odum,
1996).
16
5. pH Air
Gastropoda umumnya membutuhkan pH air antara 6,5 - 8,5 untuk
kelangsungan hidup dan reproduksi (Gasper, 1990 dalam Odum, 1996). Derajat
keasaman ini digunakan untuk menggambarkan kondisi asam dan basa suatu
larutan, selain berpengaruh langsung terhadap organisme makrozoobenthos di
perairan, di pH juga berpengaruh secara tidak langsung. Klein (1962) dalam
Widiastuti (2001) menjelaskan bahwa jika perairan mengalami perubahan yang
mendadak sehingga nilai pH melampaui kisaran tersebut akan mengakibatkan
tekanan fisiologis biota yang hidup di dalamnya dan berakhir dengan kematian.
D. Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini
umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang cukup mendapatkan genangan air
laut secara berkala dan aliran air tawar, serta terlindung dari gelombang besar dan
arus pasang surut yang kuat. Oleh karenanya mangrove banyak ditemukan di
pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung
(Bengen, 2000).
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir tropis atau sub
tropis yang sangat dinamis serta mempunyai produktivitas, nilai ekonomis, dan
nilai ekologis yang tinggi (Susetiono, 2005). Hutan mangrove sebagai daerah
dengan produktivitas tinggi memeberikan kontribusi besar terhadap detritus
organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota yang hidup di
17
sekitarnya (Suwondo, 2006). Di dalam hutan mangrove hidup berbagai jenis
hewan dan tumbuhan mulai dari mikrobia, protozoa hingga yang berukuran besar
seperti ikan, moluska, krustacea, reptil, burung (avifauna), dan mamalia.
Crustacea dan Moluska merupakan kelompok hewan yang dominan dalam
ekosistem hutan mangrove (Hutchings dan Saenger, 1987 dalam Susetiono, 2005)
dimana kelompok hewan-hewan tersebut mempunyai peranan penting dalam
membangun fungsi dan struktur dari mangrove itu sendiri (Lee, 1999 dalam
Susetiono, 2005).
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah tropis yang
memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial,
ekonomi, dan ekologi. Besarnya peranan ekosistem mangrove tehadap kehidupan
dapat diamati dari keragaman jenis hewan, baik yang hidup di perairan, diatas
lahan, maupun ditajuk-tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia
secara langsung terhadap ekosistem ini (Naamin, 1991).
Ekosistem hutan mangrove memiliki beragam jenis sumberdaya hayati
yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Manfaat ekonomi yang
dapat diperoleh dari hutan mangrove adalah kayu untuk bahan bangunan, kayu
bakar, dan bahan arang. Produk lainnya adalah madu. Selain itu, produk hutan
mangrove dapat diolah menjadi pupuk organik, bahan makanan, obat-obatan,
minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil, dan kulit (Bengen, 2003).
Secara ekologis, hutan mangrove berperan sebagai pelindung pantai dari
bahaya tsunami, penahan erosi dan perangkap sedimen, pendaur hara, menjaga
produktivitas perikanan, peredam laju instrusi air laut, penyangga kesehatan,
18
menjaga keanekaragaman hayati, dan menopang ekosistem pesisir lainnya
(Nybakken, 1992).
E. Keanekaragaman dan Kelimpahan
Keanekaragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis, merupakan ciri
yang unik untuk menggambarkan struktur komunitas dalam organisasi kehidupan.
Berdasarkan organisasi biologis keanekaragaman jenis merupakan suatu
karakteritis tingkat komunitas, hal ini dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas. Soegianto, (1994) mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis
tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan
spesies yang sama atau hampir sama. Keanekaragaman jenis yang tinggi
menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam
komonitas terjadi interaksi spesies yang tinggi pula.
Menurut Desmukh, (1992) bahwa keanekaragaman jenis sebagai jumlah
jenis dan jumlah individu dalam satu komunitas. Jadi keanekaragaman adalah
menunjuk kepada jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis. Wirakusumah
(2003) menyatakan keanekargaman (Diversiti )merupakan ukuran integrasi
komunitas biologi dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi
yang membentuknya dengan kelimpahan relatif.
Kelimpahan merupakan bagian dari keanekaragaman hayati. Kelimpahan
suatu spesies ditentukan berdasarkan jumlah individu spesies yang dominan
ditemukan. Suatu spesises dinyatakan melimpah apabila ditemukan individunya
dalam jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan individu dari spesies
lainnya (Rangan, 2000).