BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB...

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumonia Pneumonia merupakan peradangan dimana terdapat konsolidasi atau bercak infiltrat pada alveoli yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Somantri, 2007). Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam (Depkes RI, 2002). Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga dinegara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa. Terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis (Misnadiarly, 2008). Pneumonia dapat mengenai semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan orang dengan penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif, diabetes, dan penyakit paru kronis. 1. Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komunitas yang diderita masyarakat luar negeri banyak disebabkan oleh bakteri Gram positif, Bakteri yang paling banyak ditemukan pada pasien dengan pneumonia komunitas adalah Streptococcus pneumoniae. Sebuah studi pada 34 anak di Finlandia ditemukan 90% bakteri Streptococcus pneumoniae baik dengan kultur atau PCR (Polymerase Chain Reaction) (Harris et al, 2011). Pada pasien dewasa dengan pneumonia komunitas di Amerika Serikat umumnya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae hingga 75% dari semua bakteri yang ditemukan dari sputum pasien Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumonia

Pneumonia merupakan peradangan dimana terdapat konsolidasi atau

bercak infiltrat pada alveoli yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh

eksudat (Somantri, 2007). Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai

jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri,

yang ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun

tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam (Depkes RI, 2002). Pneumonia

merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi,

tidak saja di negara berkembang tetapi juga dinegara maju seperti Amerika

Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa. Terdapat dua juta sampai tiga juta

kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

kardiovaskuler dan tuberculosis (Misnadiarly, 2008). Pneumonia dapat

mengenai semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan

orang dengan penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,

diabetes, dan penyakit paru kronis.

1. Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,

yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia

komunitas yang diderita masyarakat luar negeri banyak disebabkan oleh

bakteri Gram positif, Bakteri yang paling banyak ditemukan pada pasien

dengan pneumonia komunitas adalah Streptococcus pneumoniae. Sebuah

studi pada 34 anak di Finlandia ditemukan 90% bakteri Streptococcus

pneumoniae baik dengan kultur atau PCR (Polymerase Chain Reaction)

(Harris et al, 2011). Pada pasien dewasa dengan pneumonia komunitas di

Amerika Serikat umumnya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae

hingga 75% dari semua bakteri yang ditemukan dari sputum pasien

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

5

pneumonia (Wells et al, 2009). Sedangkan pneumonia di rumah sakit

banyak disebabkan bakteri Gram negatif dan pneumonia aspirasi banyak

disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa

kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari

pemeriksaan dahak penderita pneumonia komunitas adalah bakteri Gram

negatif (PDPI, 2003). Bakteri patogen yang sering terindentifikasi pada

CAP (Community Acquired Pneumonia) adalah Streptococcus pneumoniae

yang dilaporkan kira-kira 2/3 dari isolat bakteri. Bakteri patogen lain yang

sering dijumpai adalah Haemophilus influenza, Mycoplasma pneumonia,

Chlamydia pneumonia, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides,

Maraxella catarrhalis, Klebsiella pneumoniae dan bakteri gram negatif

lain. Sedangkan pada pneumonia nosokomial, organisme yang paling

sering bertanggung jawab adalah Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, enterobacter, Klebsiella pneumoniae dan

Escherichia coli. Infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa dan acinetobacter

cenderung menyebabkan pneumonia pada sebagian pasien tidak stabil

dengan terapi antibiotik sebelumnya (Chestnut, 2002).

2. Patofisiologi

Dalam keadaan sehat, pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi di

paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila

terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat

berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru

sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan

merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan yaitu dengan cara Inokulasi

langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol dan

kolonisasi dipermukaan mukosa (PDPI, 2003).

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat

efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga

hidung, jaringan limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

6

besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel

epitel tersebut. Reflek batuk, refleks epiglotis yang mencegah terjadinya

aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi

menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit dan respon

imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang

melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non

spesifik (Leman, 2007).

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat

melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada

dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Kebanyakan bakteri melalui udara

dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses

infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)

kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah akan menyebabkan

terjadinya inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi

dari sebagian besar infeksi paru. Sekresi orofaring mengandung

konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10

/ml, sehingga aspirasi dari sebagian

kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang

tinggi dan terjadi pneumonia (PDPI, 2003).

3. Klasifikasi Pneumonia

Gambaran klinis pneumonia bervariasi berdasarkan faktor-faktor

infeksi yang berperan pada pasien. Karena itu terdapat klasifikasi

pneumonia, namun yang terbaik adalah klasifikasi klinis yang

mengarahkan kepada diagnosis dan terapi secara empiris dengan

mempertimbangkan faktor-faktor terjadinya infeksi yaitu faktor

lingkungan pasien, keadaan imunitas pasien, dan mikroorganisme.

Klasifikasi berdasarkan lingkungan dan pejamu dibagi atas :

a. Community Acquired Pneumonia (CAP) didefinisikan sebagai

pneumonia yang berkembang dalam pengaturan rawat jalan atau dalam

waktu 48 jam masuk ke rumah sakit (Kamangar, 2013).

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

7

b. Pneumonia nosokomial merupakan pneumonia yang terjadi lebih dari

48 jam setelah masuk rumah sakit. Jenis ini didapat selama penderita

dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006).

c. Hospital Acquired Pneumonia (HAP) didefinisikan sebagai pneumonia

yang berkembang setidaknya 48 jam setelah masuk ke rumah sakit dan

ditandai dengan peningkatan risiko paparan organisme (Anand, Kollef,

2009).

Faktor risiko untuk paparan organisme pada HAP meliputi:

1) Terapi antibiotik dalam waktu 90 hari di rumah sakit.

2) rawat inap yang lama lebih dari 5 hari.

3) Frekuensi tinggi resistensi antibiotik di masyarakat lokal atau dalam

unit khusus rumah sakit.

4) Penyakit atau terapi imunosupresif.

5) Adanya faktor risiko HCAP pemaparan terhadap bakteri.

d. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai

pneumonia yang berkembang lebih dari 48 jam setelah intubasi

endotrakeal atau dalam waktu 48 jam dari ekstubasi. Faktor risiko

untuk terkena bakteri MDR yang menyebabkan VAP adalah sama

dengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada

sebanyak 10-20 % dari pasien yang berada di ventilator selama lebih

dari 48 jam (Pelleg, 2010).

e. Aspirasi pneumonia berkembang setelah menghirup sekresi

orofaringeal dan terpapar organisme. Organisme yang sering terlibat

dalam CAP, seperti Haemophilus influenzae dan Streptococcus

pneumoniae, dapat menjajah nasofaring dan orofaring. Aspirasi

mikroorganisme tersebut dapat berkontribusi dalam pengembangan

CAP. Pneumonia aspirasi dapat dikembangkan dari faktor risiko

aspirasi orofaringeal (Kamangar, 2013). Faktor resiko yang dapat

meningkatkan terjadinya pneumonia aspirasi antara lain: Penurunan

kemampuan untuk menghapus sekresi orofaringeal, gangguan menelan

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

8

(disfagia pada pasien stroke), dan gangguan transportasi silia (misalnya

merokok).

4. Penatalaksanaan

1. Terapi antibiotik awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan

pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme karena hasil

mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila

ada hasil dan sensitivitas antibiotik (Jeremy, 2007).

2. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2

> 8

kPa (SaO2< 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan

stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif

(misalnya tekanan positif jalan napas kontinu (continous positive

airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada

gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum

(Jeremy, 2007).

B. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya

berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi

karena beberapa alasan yaitu penyakit yang berat dapat mengancam jiwa dan

hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu yang lama maka pada penderita

pneumonia diberikan terapi secara empiris (PDPI, 2003). Terapi empiris

adalah terapi yang diberikan berdasarkan diagnosis klinis dengan pendekatan

ilmiah dari klinisi (Jawetz et al, 1997). Terapi antibiotik empiris pasien CAP

yang dirawat inap menurut IDSA (Infectious Diseases Society of America)

adalah dengan menggunakan sefalosporin G3+makrolid, beta laktam

penghambat betalaktamase+makrolid atau flourokuinolon saja. Sedangkan

terapi antibiotik empiris untuk pasien rawat jalan adalah dengan menggunakan

antibiotik golongan makrolid, florokuinolon atau doksisiklin. Antibiotik yang

sering diresepkan pada pasien pneumonia komunitas di di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekardjo berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan dengan

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

9

melihat 20 rekam medik pasien secara acak pada tahun 2013 adalah

azitromisin, levofloksasin, dan cefixime.

1. Azitromisin

Azitromisin merupakan senyawa dengan cincin macrolide lactone 15-atom

yang diturunkan dari eritromisin dengan penambahan suatu nitrogen yang

dimetilasi ke dalam cincin lactone eritromisin. Azitromisin aktif terhadap

kompleks M. avium dan T. gondii. Azitromisin sedikit kurang aktif

dibandingkan eritromisin dan claritromisin terhadap Staphylococcus dan

Streptococcus, namun sedikit lebih aktif terhadap H. influenza.

Azitromisin sangat aktif terhadap chlamydia (Katzung, 2004). Azitromisin

lebih stabil terhadap asam jika dibanding eritromisin. Sekitar 37% dosis

diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan (Permenkes,

2011).

2. Levofloksasin

Levofloksasin merupakan antibiotik sintetik golongan fluorokuinolon yang

merupakan S –(-) isomer dari ofloksasin dan memiliki aktivitas antibakteri

dua kali lebih besar dari pada ofloksasin. Levofloksasin memiliki

antibakteri dengan spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan

gram negatif termasuk bakteri anaerob. Mekanisme kerja dari

levofloksasin dengan menghambat enzim DNA-gyrase, sehingga

mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA-gyrase (topoisomerase II)

merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk memelihara

struktur superheliks DNA, juga diperlukan untuk replikasi, transkripsi dan

perbaikan DNA (Anonim, 2005).

3. Cefixime

Cefixime merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang stabil

terhadap enzim β-Lactamase yang diproduksi oleh organisme seperti strain

Haemophillus influenzae, M. Catarrhalis, Neisseria gonorrhoeae dan

mayoritas Enterobakteriaceae. Dibandingkan senyawa generasi kedua

cefixime kurang begitu aktif terhadap kokus gram positif (Goodman &

Gilman, 2001). Aktivitas cefixime menurun terhadap Staphylococcus

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

10

aureus, Enterococci, Listeria monocytogenes, dan Pseudomonas spp.

Insiden bakteri yang resisten cefixime dilaporkan sangat rendah.

Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis dinding sel. Cefixime

memiliki afinitas tinggi terhadap “penicillin-binding-protein” (PBP) 1 (1a,

1b, dan 1c) dan 3, dengan tempat aktivitas yang bervariasi tergantung jenis

organismenya. Cefixime stabil terhadap β-laktamase yang dihasilkan oleh

beberapa organisme, dan mempunyai aktivitas yang baik terhadap

organisme penghasil β-laktamase (Katzung, 2004).

C. Resistensi

Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan

melemahkan daya kerja antibiotik (Drlica & Perlin, 2011). Satuan resistensi

dinyatakan dalam satuan Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimum

Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotic (μg/mL) yang

mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai

KHM menggambarkan tahap awal menuju resisten (Permenkes, 2011).

Beberapa galur Streptococcus pneumoniae sudah resisten terhadap

trimetoprim/sulfametoksasol. Prevalensi resistensi Streptococcus pneumoniae

terhadap penisilin di Asia mendekati 40% (Jacobs, 2005). Menurut penelitian

lainnya pada tahun 1998-2001 prevalensi ESBL (ExtendedBeta Lactamase )

Klebsiella pneumoniaee di Cina mencapai 65,2%, Hong Kong 7,9%, Filipina

31,8%, Singapura 41%, Taiwan 5,4%, dan Jepang 15,9%. Sedangkan pada

penelitian di Indonesia tahun 2008 prevalensi ESBL Klebsiella pneumoniae

berada pada kisaran 10,8%-12,3%. Pseudomonas aeruginosa yang merupakan

salah satu penyebab infeksi pneumonia nosokomial sudah terdeteksi resisten

terhadap trimetoprim/sulfametoksasol, tetrasiklin, dan sefalosporin (Jacobs,

2005). Dari hasil penelitian pada Pseudomonasa eruginosa tingkat

resistensinya terhadap kotrimoksazol mencapai 83,3% dan kepekaannya

menurun terhadap antibiotik golongan kuinolon (Shirly, 2010). Terdapat

berbagai mekanisme yang menyebabkan mikroorganisme bersifat resisten

pada obat (Jawetz et al, 2007).

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

11

1. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat aktif.

Contoh: Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin G menghasilkan

β-laktamasae yang menghancurkan obat. β-laktamase lain dihasilkan oleh

bakteri batang gram negatif. Bakteri gram negatif resisten terhadap

aminoglikosida (disebabkan oleh plasmid) menghasilkan enzim asetilasi,

fosforilasi, atau adenilasi yang menghancurkan obat.

2. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Contoh:

Tetrasiklin menumpuk pada bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri

resisten. Streptococcus mempunyai sawar permeabilitas alami terhadap

aminoglikosida. Sebagian keadaan tersebut dapat diatasi dengan obat yang

aktif dinding sel yang simultan misalnya, penisilin. Resistensi terhadap

amikasin dan beberapa aminoglikosida lain dapat bergantung pada

kurangnya permeabilitas terhadap obat-obatan, tampaknya disebabkan

oleh perubahan membran luar yang mengganggu transport aktif ke dalam

sel.

3. Mikroorganisme menyebabkan perubahan target struktural untuk obat.

Contoh: Organisme resisten eritromisin mempunyai reseptor yang berubah

pada subunit 50S ribosom, disebabkan oleh metilasi RNA 23S ribosom.

Resistensi penisilin pada Streptococcus pneumoniae dan enterokokus

disebabkan oleh perubahan PBP ( Penicillin-binding proteins).

4. Mikroorganisme menyebabkan perubahan jalur metabolik yang melintasi

reaksi yang dihambat oleh obat. Contoh: beberapa bakteri yang resisten

sulfonamide tidak memerlukan PABA (Para 4-Amino Bensoic Acid)

ekstraselluler tetapi, seperti sel mamalia dapat menggunakan asam folat

yang telah dibentuk sebelumnya.

5. Mikroorganisme menyebabkan perubahan enzim yang masih dapat

melakukan fungsi metaboliknya tetapi kurang dipengaruhi oleh obat.

Contoh: pada bakteri yang resisten trimetroprim, asam dihidrofolat

reduktase dihambat kurang efisien daripada pada bakteri yang rentan

trimetropin.

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

12

D. Bakteri

Sebagian pneumonia disebabkan oleh bakteri yang timbul secara primer

atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterial

adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus

aureus dan Streptokokus hemolitikus grup A juga sering menyebabkan

pneumonia demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan pada

pneumonia pada balita, bakteri penyebab yang sering adalah Streptococcus

pneumoniae, Hemophilus influenza dan Staphylococcus aureus (Misnadiarly,

2008). Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak

disebabkan oleh bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Namun

akhir-akhir ini didapatkan laporan dari beberapa kota di Indonesia yang

menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak

penderita pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif. Berdasarkan

laporan dari beberapa pusat paru di Indonesia ditemukan bakteri Klebsiella

pneumoniae sebagai bakteri yang paling banyak terdapat pada sputum pasien

pneumonia yaitu sebesar 40,18%, kemudian diikuti oleh bakteri Streptococcus

pneumoniae pada posisi kedua sebesar 14,04% dan Pseudomnas aeruginosa

dengan presentase 8,56% dari seluruh bakteri yang ditemukan (PDPI, 2003).

1. Streptococcus pneumoniae

Organisme ini adalah bakteri paling sering yang menyebabkan

Pneumonia. Pneumokokus adalah diplokokus gram positif berbentuk bulat

telur. Berpasangan membentuk rantai pendek atau tunggal, memiliki

kapsul polisakarida yang digunakan untuk penentuan tipe dengan

antiserum spesifik. Pneumokokus dapat dengan mudah dilisiskan oleh zat

aktif permukaan seperti garam empedu. Zat aktif permukaan kemungkinan

memindahkan atau menginaktivasi inhibitor autolysin dinding sel. Koloni

pada agar darah kecil, mukoid, dan ditandai dengan adanya zona kehijauan

disekitar koloni yang menunjukan α hemolisis yaitu menghemolisis darah

secara tidak sempurna (Jawetz et al, 2013 ).

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

13

2. Klebsiella pneumoniae

Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang,

berpasangan atau membentuk rantai pendek dan non motil. Terdapat dalam

saluran nafas dan feses pada sekitar 5% individual normal. Organisme ini

menyebabkan sebagian kecil (sekitar 1%) pneumonia bakteri. Klebsiella

pneumoniae dapat menimbulkan konsolidasi luas disertai nekrosis

hemoragik pada paru. Organisme ini kadang-kadang menyebabkan infeksi

saluran kemih dan bakteremia yang disertai dengan infeksi fokal pada

pasien yang sangat lemah (Jawetz et al, 2013 ).

3. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan gram negatif berbentuk batang

dan motil, berukuran sekitar 0,6 x 2 µm dan tampak dalam bentuk tunggal,

berpasangan dan kadang-kadang rantai pendek. Bakteri ini tersebar luas di

alam dan biasanya terdapat di lingkungan rumah sakit yang lembab.

Bakteri ini dapat membentuk koloni pada manusia normal, dan bertindak

sebagai saprofit pada manusia yang sehat, tetapi menyebabkan penyakit

pada manusia dengan pertahanan tubuh yang tidak adekuat. Bakteri ini

menempel dan membentuk koloni pada membran mukosa atau kulit,

menginvasi secara lokal, dan menyebabkan penyakit sistemik.

Pseudomonas aeruginosa dan spesies aeruginosa lainnya resisten terhadap

banyak obat antimikroba sehingga bakteri ini menjadi dominan dan

penting jika bakteri flora normal yang rentan ditekan (Jawetz et al, 2013 ).

E. Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Isolasi mikroba adalah memisahkan satu mikroba dengan mikroba lain

yang berasal dari campuran berbagai mikroba. Cara mengisolasi mikroba

umumnya dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroba dalam medium

padat. Dalam mengisolasi mikroba ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

yakni sifat spesies mikroba yang akan diisolasi, tempat hidup atau asal

mikroba, medium untuk pertumbuhan yang sesuai, cara menginokulasi

mikroba tersebut, lama inkubasi mikroba, cara menguji bahwa mikroba yang

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

14

diisolasi telah berupa biakan murni, dan cara memelihara agar mikroba yang

telah diisolasi tetap merupakan biakan murni (Waluyo 2008). Biakan murni

diperlukan dalam berbagai metode mikrobiologis, antara lain digunakan dalam

mengidentifikasi mikroba.

Identifikasi dan determinasi suatu biakan murni bakteri yang diperoleh

dari hasil isolasi dapat dilakukan dengan cara pengamatan sifat morfologi

koloni serta pengujian sifat-sifat fisiologi dan biokimianya. Bakteri dapat

diidentifikasi dengan mengetahui reaksi biokimia dari bakteri tersebut.

Dengan menanamkan bakteri pada medium, maka akan diketahui sifat-sifat

suatu koloni bakteri. Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya

dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-

reagen kimia. Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa

tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi (Waluyo, 2004).

Ada 3 prosedur pewarnaan, yaitu pewarnaan sederhana (simple strain),

pewarnaan diferensial (diferential stain), dan pewarnaan khusus (special

strain) (Pratiwi, 2008).

1. Pewarnaan Sederhana

Hanya digunakan satu macam pewarna dan bertujuan mewarnai seluruh

sel mikroorganisme sehingga bentuk seluler dan struktur dasarnya terlihat.

Biasanya suatu bahan kimia ditambahkan kedalam larutan pewarna untuk

mengintensifkan warna dengan cara meningkatkan afinitas pewarna pada

spesimen biologi.

2. Pewarnaan Diferensial

Menggunakan lebih dari satu pewarna dan memiliki reaksi yang berbeda

untuk setiap bakteri. Pewarnaan diferensial yang sering digunakan adalah

pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram ini mampu membedakan dua

kelompok besar bakteri yaitu Gram positif dan Gram negatif.

3. Pewarnaan Khusus

Digunakan untuk mewarnai dan mengisolasi bagian spesifik dari

mikroorganisme, misalnya endospora, kapsul dan flagella. Endospora

bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana seperti pada

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

15

pewarnaan gram. Hal ini disebabkan karena endospora memiliki selubung

yang kompak sehingga zat warna sulit mempenetrasi dinding endospora.

F. Uji Sensitivitas Bakteri

Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri

adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat

pertumbuhan mikroorganisme oleh antibiotik yang diketahui dari daerah di

sekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme

ditandai dengan adanya zona bening di sekitar paper disk. Zona hambatan

pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan anti

bakteri (Jawezt et al, 1995). Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya

suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat bermacam-macam

metode uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut :

1. Metode Difusi

Metode disc diffusion (Tes Kirby & Baurer) untuk menentukan aktifitas

agen antimikroba. Cawan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada

media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi

tersebut. Area jernih mengidentifikasi adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar

(Pratiwi, 2008).

2. Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan

difusi padat (solid dilution). Metode dilusi cair (broth dilution) mengukur

MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (kadar hambat

minimum) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration atau kadar

bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukannya adalah dengan membuat

seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan

dengan mikroba uji. Sedangkan metode dilusi padat (solid dilution) serupa

dengan metode dilusi cair namun menggunakan metode padat.

Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang di

uji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumoniarepository.ump.ac.id/5578/3/Rizka Dewi Septiyani_BAB II.pdfdengan HAP (Anand dan Kollef, 2009). VAP dapat terjadi pada sebanyak 10-20 % dari pasien

16

G. Sputum

Sputum adalah bahan yang didorong keluar dari trakea, bronkus dan

paru melalui mulut. Sekresi eksudat bronkus paru-paru sering kali diteliti

melalui sputum. Segi pemeriksaan sputum yang paling menyesatkan adalah

hampir tidak dapat dielakannya kontaminasi dengan flora saliva dan mulut.

Jadi, ditemukannya Candida atau Staphylococcus aureus atau bahkan S.

pneumonia dalam sputum penderita pneumonitis tidak mempunyai makna

etiologik kecuali didukung oleh gambaran klinik. Bahan dahak yang berarti

sebaiknya dikeluarkan dari saluran pernafasan bagian bawah dan harus

berbeda dengan saliva. Leukosit polimorfonuklir (PMN) yang berjumlah

besar mengesankan eksudat purulen. Dahak dapat diinduksi dengan

menghirup erosol larutan NaCl hipertonik yang dipanaskan selama beberapa

menit (Jawet, 1986). Membedakan dahak yang terinfeksi atau tidak sangat

penting dalam klinik. Dahak mukoid noninfeksi jernih, putih, atau seperti jeli.

Pada infeksi saluran pernafasan bawah pus tercampur dengan mukus

membentuk dahak purulen. Pus yang murni dapat dikeluarkan dari abses paru

atau dari bronkiektasis. Dahak purulen yang berwarna kecoklatan biasanya

disebabkan oleh abses paru ameba atau komplikasi abses hati amebik. Dahak

seperti karat besi didapatkan pada pneumonia, dahak yang kehitaman

biasanya terkontaminasi dengan batu bara (Arsyad, Zulkarnain, 2001).

Isolasi, Identifikasi dan Sensitivitas..., Rizka Dewi Septiyani, Fakultas Farmasi UMP, 2014