BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Code Bluerepository.ump.ac.id/9653/3/Ratri Nurlaela BAB II.pdfBAB II...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Code Bluerepository.ump.ac.id/9653/3/Ratri Nurlaela BAB II.pdfBAB II...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Code Blue
1. Definisi
Kode darurat rumah sakit digunakan di seluruh dunia untuk
mengingatkan staf untuk berbagai situasi darurat untuk mengurangi
kematian di rumah sakit. Sistem kode biru adalah sistem komunikasi
yang memastikan resusitasi pasien yang paling cepat dan efektif dalam
pernapasan atau henti jantung; Namun, pelatihan personil dan prosedur
kode penting bagi mereka yang bertanggung jawab atas sistem kode
biru di rumah sakit. Setiap rumah sakit, sebagai bagian dari rencana
bencana, menetapkan kebijakan untuk menentukan unit mana yang
akan menyediakan personel untuk cakupan kode ( Kaykısız E. K,
2017).
Kode Biru adalah sistem manajemen darurat yang dibentuk oleh
kasus-kasus yang membutuhkan intervensi medis darurat, kerabat
kasus atau staf rumah sakit. Proses ini terdiri dari kode yang
diumumkan oleh profesional perawatan kesehatan dan ditanggapi oleh
personel yang ditunjuk untuk intervensi kasus serangan jantung. Ini
adalah alat manajemen darurat yang memberikan intervensi tercepat.
"Kode Biru" adalah satu-satunya kode warna yang digunakan untuk
kasus darurat yang sama di seluruh dunia. Kode Blue digunakan untuk
pertama kalinya di Pusat Medis Kansas Bethany di Amerika Serikat
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
dan penggunaan umum di negara kita ditetapkan pada tahun 2008
dengan penerapan standar kualitas layanan ( Sahin K. E, 2016).
Code blue merupakan salah satu kode prosedur emergensi yang
harus segera diaktifkan jika ditemukan seseorang dalam kondisi
cardiaerespiratory arrest di dalam area rumah sakit. Code blue
response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh
rumah sakit yang bertugas merespon kondisi code blue didalam area
rumah sakit. Tim ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah terlatih
dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest ( Galih, 2017 ).
Resusitasi jantung paru merupakan serangkaian tindakan untuk
meningkatkan daya tahan hidup setelah terjadinya henti jantung.
Meskipun pencapaian optimal dari resusitasi jantung paru ini dapat
bervariasi, tergantung kepada kemampuan penolong, kondisi korban,
dan sumber daya yang tersedia, tantangan mendasar tetap pada
bagaimana melakukan resusitasi jantung paru sedini mungkin dan
efektif.
Bantuan hidup dasar menekankan pada pentingnya
mempertahankan sirkulasi dengan segera melakukan kompresi
sebelum membuka jalan napas dan memberikan napas bantuan.
Perubahan pada siklus bantuan hidup dasar menjadi C-A-B
(compression — airway — breathing) ini dengan pertimbangan segera
mengembalikan sirkulasi jantung sehingga perfusi jaringan dapat
terjaga.
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of
survival) adalah mendeteksi segera kondisi korban dan meminta
pertolongan (early access), rantai kedua adalah resusitasi jantung paru
(RJP) segera (early cardiopulmonary resuscitation), rantai ketiga
adalah defibrilasi segera (early defibrillation), rantai keempat adalah
tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular
life support) dan rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung
(post cardiac-arrest care).
2. Ruang Lingkup
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan
bahwa semua kondisi cardiac respiratory arrest tertangani dengan
resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi
dalam 2 tahap, yaitu:
a. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit
baik
b. medis ataupun non medis yang berada di sekitar korban.
c. Respon kedua (responder kedua) berasal dari tim code blue.
Ruang lingkup panduan ini meliputi tatacara melakukan
resusitasi di seluruh lingkungan rumah sakit . Bila terjadi kegawat
daruratan, baik pasien anak maupun dewasa.
1) Kebijakan
Tim medis reaksi cepat code blue( TMRCCB) terdiri dari :
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
a) Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) atau minimal
residen Pin hijau
b) Dokter anastesi dan terapi intensif sebagai coordinator
TMRCCB (minimal residen Pin hijau)
c) Dokter jantung/kardiologi sebagai anggota TMRCCB (minimal
residen Pin hijau)
d) Perawat 1, perawat 2, dan perawat 3 sebagai anggota minimal
TMRCCB
e) Satuan pengamanan
f) Farmasi
2) Perencanaan Sumber Daya Manusia
Dalam satu shift harus ada 2 - 3 orang perawat terlatih yang
bertugas. Perencanaan SDM ditentukan berdasarkan kondisi
kegawatdaruratan pasien, sebagai berikut :
a) Melakukan penanggulangan pasien gawat di ruang perawatan :
(1) Dokter jaga PERAWATAN
(2) Perawat Terlatih 1 orang
(3) Perawat Pelaksana
b) Melakukan RJP
(1) Dokter jaga PERAWATAN
(2) Perawat Terlatih 2 - 3 orang
(3) Perawat Pelaksana
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
Demi menyeragamkan pelayanan resusitasi, dokter residen
anestesi yang memberikan layanan resusitasi harus telah
mengikuti pelatihan ATLS, ACLS, PALS.
Kualifikasi Perawat yang tergabung dalam Kode Biru :
a) Perawat yang memberikan layanan resusitasi harus
telah mengikuti peatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD/BLS).
b) Perawat anggota TMRC harus telah mengikuti
Pelatihan Bantuan Hidup Lanjut (BHL/ALS)
3. Prosedur Kerja
a) Identifikasi pasien/korban dengan henti jantung (cardiac
arrest) dan atau henti napas (respiratory arrest) di tempat
kejadian atau pasien dirawat dengan perburukan kondisi
dengan skala MEWS > 8 di ruang perawat.
b) Perhatikan Label pasien yang mengalami henti jantung
(cardiac arrest) dan henti nafas (respiratory arrest) atau
MEWS > 8. Bila label ungu tidak perlu mengaktifkan Code
Blue
c) Pada kasus (cardiac arrest) , segera lakukan BHD, call for
help, aktifkan code blue dengan menghubungi pesawat ekstensi
333 dengan menyatakan “code blue di ruang...............,
kamar.........”. Satpam yang menerima telpon kemudian
mengumumkan melalu pengeras suara dengan menyatakan
‘’code blue di ruang......., kamar........
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
d) Pada kasus perburukan kondisi dengan MEWS > 8, residen
DPJP melakukan resusitasi awal, aktifkan code blue.
e) TMRCCB datang ke lokasi kejadian dalam waktu kurang dari 5
menit dan melakukan advance life support pada kasus henti
jantung atau resusitasi-stabilisasi hemodinamik pada kasus
perburukan kondisi, MEWS > 8.
f) Informed consent kondisi pasien di lakukan oleh DPJP.
g) Pada henti jantung :
(1) Bila tercapai Return of Spontaneous circulation (RSOC),
diputuskan untuk penanganan selanjutnya di ICU/ICCU,
PJT, Ruang Operasi, unit lainnya atau Rumah Sakit
jejaring.
(2) Sementara menunggu ruang perawatan definitif, perawatan
pasien tersebut dirawat sesuai dengan fasilitas yang tersedia
saat itu dengan tindakan ventilasi mekanik yang dilakukan
secara manual (bagging dengan bag-value-mask).
(3) Bila tidak tersedia ruang perawatan definitive, tindakan
bagging diserahkan ke DPJP setelah pasien ROSC dan
distabilkan dalam waktu 2 jam oleh TMRCCB dan pasien
tetap dirawat di ruangan awal sampai di ruang definitive.
h) Pada pasien perburukan kondisi dengan MEWS > 8 :
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
(1) Dilakukan resusitasi secara intensif dengan monitoring
ketat di ruang perawatan pasien dengan koordinasi antara
DPJP, dokter anestesi, dan dokter cardiologi.
(2) Bila pasien memerlukan penangana jalan nafas definitive
dengan intubasi dilakukan di ruang perawatan pasien oleh
dokter anestesi.
(3) Setelah pasien terintubasi, dilakukan tindakan ventilasi
mekanik yang dilakukan secara manual (bagging dengan
bag-valve-mask).
i) Pasien dipindahkan ke ruang perawatan definitive bila
tranportable dan ruangan yang dibutuhkan pasien sudah
tersedia.
j) Bila pasien meninggal, surat keterangannya ditandatangani oleh
DPJP.
B. Resusitasi Jantung Paru/Cardio Pulmonary Resusitation
1. Definisi
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakn suatu metode untuk
memberikan bantuan sirkulasi. Resusitsi Jantung Paru (RJP) dapat
meningkatkan angka kelangsungan hidup korban yang mengalami
henti jantung dengan mengombinasikan antara kompresi dada dan
nafas buatan untuk memberikan oksigen yang diperlukan bagi
kelangsungan fungsi sel tubuh (Suharsono & Ningsih, 2012)
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
Resusitasi juga dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk
menghidupkan kembali, melalui usaha untuk mencegah suatu episode
henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis (Cadogan, 2010).
a. Prosedur Cardio Pulmonary Resusitation
Pada penanganan korban cardiac arrest dikenal istilah rantai
untuk bertahan hidup (Chain of survival) : cara untuk
menggambarkan penanganan ideal yang harus diberikan ketika ada
kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari rangkaian ini terputu,
maka korban mempunyai kesempatan besar untuk bertahan hidup.
Rantai keidupan (chain of survival) terdiri dari beberapa
tahap berikut ini (AHA, 2010):
1) Mengenali tanda-tanda cardiac arrest dan segera mengaktifkan
panggilan gawat darurat (Emergency Medical Service).
2) Sesegera melakukan RJP dengn tinakan utama kompresi dada.
3) Segera melakukan defibrilasi jika diindikasikan.
4) Segera memberi bantuan hidup lanjut (advenced life support).
5) Melakukan perawatan post cardiac arrest.
Prosedur CPR menurut American Heart Assosiation 2010
adalah terdiri dari circulation, ariway dan breathing:
1) Memastikan kondisi lingkungan sekitar aman bagi penolong.
2) Memastikan kondisi kesadaran pasien.
Penolong harus segera mengkaji dan menentukn apakah
korban sadar/ tidak. Penolong harus menepuk atau
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
menggoyang bahu korban sambil bertanya dengn jelas: ‘hallo,
pak/bu! Apakah anda baik-baik saja?’. Jangan menggoyang
korban dengan kasar karena dapat mengakibatkan cedera. Juga
hindari gerakan leher yang tidak perlu pada kejadian cedera
kepala dan leher.
3) Mengaktifkan panggilan gawat darurat (Emergency Medical
Service)
Jika korban tidak berespon segera panggil bantuan dan
segera menghubungi 118 untuk memanggil ambulans. Jika ada
orang lain disekitar korban, minta orang tersebut untuk
menelpon ambulans dan ketika menelpon memberikan hal-hal
berikut: lokasi korban nomor telpon yang anda pakai, apa yang
terjai pada korban, jumlah korban, minta ambulans segera
datang dan tutup telepon hanya jika diminta oleh petugas.
4) Memastikan posisi pasien tepat
Agar resusitasi yang diberikan efektif maka korban
harus berbaring pada permukaan yang dattar, keras, dan stabil.
Jika korban dalam posisi tengkurap atau menyamping, maka
balikan tubuhnya agar terlentang. Pastikan leher dan kepala
tersngga dengan baik dan bergerak bersamaan selama
membalik pasien.
Fase-fase Resusitasi Jantung Paru sesuai Algoritma AHA (2010)
adalah :
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
1) Fase I: Tunjangan Hidup Dasar (Besic Life Support)
a) C (Circulation)
Mengkaji nadi, tabda sirkulas: Ada tidaknya denyut
janung korban/paisen dapat ditentukan dengan meraba arteri
karoti di daerah leher korban/pasien, dengan dua atau tiga jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba
pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari
digeser kebagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1-2 cm raba
dengan lembut selama 5-10 detik. Jika tidak bernafas
pertahankan jalan napas.
Melakukan kompresi dada: Jika telah dipastiakan tidak
ada denyut jantung. Selanjutnya dapat diberikan bantuan
sirkulasi atau kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik
sebagai berikut:
(1) Menetukan titik kompresi (center of chest). Cari posesus
xypoideus pada sternum dengan tangan kanan, letakan
tangan kiri tepat 2 jari diatas posesus xypoideus.
(2) Melakukan kompresi dada: Kaitkan kedua jari tangan pada
lokasi kompresi dada, luruskan kedu siku dan pastikan
mereka terkunci pada posisinya, posisikan bahu tegak lurus
diatas dada korban dan gunakan berat badan anda untuk
menekan dada korban dan sedlam minimal 2 inchi (5 cm).
Lakukan kompresi 30x dengan kecepatn minimal 100x
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
menit atau sekitar 18 detik (1 siklus terdiri dari 30 kompresi
2 ventilasi). Lanjutkan sampai 5 siklus CPR, kemudian
periksa nadi carotis, bil nadi belum ada lanjutkan CPR 5
siklus lagi. Bila nadi teraba lihat pernafasan (bila elum ada
upaya nafas) lakukan rescue breating dan cek nadi tiap 2
menit.
b) A (Airway)
Tindakan ini bertujuan mengetahui ada tidaknya
sumbatan jalan napas oleh benda asing. Buka jalan napas
dengan head tilt-chin lift/jaw thrust.
Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk
atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain (fingers
sweap), sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek
dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut
dapat dibuka dengan teknik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
c) Breathing
Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut,
mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikanhembusan napas
sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
kali hembusan adalah 1,5-2 detik. Dan volume udara yang
dihembuskan adalah 700-1000ml (10ml/kg)
Atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16-17%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari pasien setelah
diberikan setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
(1) Mulut ke mulut penolong harus mengambil napas dalam
terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup
seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi
kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong
harus menutup lubang hidung pasien dengan ibu jari dan
jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari
hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan
prang dewasa adalah 700-1000ml (10ml/kg). Volume udara
yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlau cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung.
Setelah napas dan nadi korban ada, jika tidak ada
kontraindikasi untuk mencegah kemungkinan jalan napas
tersumbat oleh lidah, lendir, atau muntah berikan posisi
recovery pada korban dengan langkah sebagai berikut
(Suharsono & Ningsih, 2012).
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
(1) Letakan tangan korban yang dekat dengan anda dalam
posisi lengan lurus dan telapak tangan menghadap
kertas kearah paha korban.
(2) Letakan lengan yang jauh dari anda menyilang diatas
dada korban dan letakan punggung tangannya
menyentuh pipinya.
(3) Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk
lutut korban yang jauh dari anda sampai membentuk
sudut 90’.
(4) Gulingkan korban kearah penolong.
(5) Lanjutkan untuk monitor denyut nadi korban, ‘tanda
sirkulasi’, dan pernapasan tiap 2 menit hingga bantuan
datang.
2) Fase II: Tunjangan Hidup Lanjutan (Advance Life Support)
Fase kedua merupakan fase yang dilakukan setelah tuunjangan
hidup dasar (basic life support) berhasil diberikan. Fase ini terdiri
dari:
a) D (Drug): pemberian obat-obat termasuk cairan untuk
memperbaiki kondisi korban atau pasien.
b) E (ECG) : melakukan pemeriksan diagnosis elektrokardiografis
secepat mungkin untuk mengetahui fibrasi ventrikel.
3) Fase III : Tunjangan Hidup Terus-Menerus(Prolonged Life
Support)
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
a) G (Genre): pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring
penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan
kemudian mengobatinya.
b) H (Head): tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan
sistem saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti
jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya gangguan
neurologic yang permanen.
c) I (Intensive Care): perawatan intesif di ICU, meliputi:
tunjangan ventilasi (trakheostomi), pernafasan dikontrol terus
menerus, sonde lambung.
b. Obat Emergency atau Resusitasi
1) Menurut Philladepia (2010) prinsip obat Emergensy adalah:
a) Koneksi hipoksia
b) Mempertahankan sirkulasi spontan pada kondisi tekanan darah
yang adekuat,
c) Membantu mengopyimalkan fungsi jantung,
d) Menghilangkan nyeri,
e) Koreksi asidosis,
f) Mengatasi gagal jantung kongestif.
2) Obat-obat resusitasi jantung paru dan obat-obat perbaikan sirkulasi.
a) Oksigen.
b) Meningkatkan tekanan darah: epinefrin atau adrenalin,
vasopressin, dopamine.
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
c) Meningkatkan denyut jantung atau nadi (heart rate) : atropin.
d) Menurunkan atau mengatasi aritmia supraventrikel : adenosine,
dilteazem, amiodaron.
e) Obat-obatan untuk IMA : morfin, aspirin, fibrinolik.
C. Cardiac Arrest
1. Definisi
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa
diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu dan tampak (American
Heart Association, 2010).
Cardiac arrest adalah semua keadaan yang memperlihatkan
penghentian mendadak fungsi pemompaan jantung, yang mungkin masih
reversible jika dilakukan intervensi dengan tetapi dapat menimbulkan
kematian jika dilakukan intervensi. Kecendrungan keberhasilan intervensi
berhubungan dengan mekanisme terjadinya cardiac arrest dan kondisi
klinis pasien (Parnia, 2012).
2. Etiologi Cardiac Arrest
Penyebab Cardiac arrest adalah serangan jantung atau infark
miokard (aritmia jantung, khususnya fibrasi ventrikel dan ventrikel
tachycardia tanpa nadi) terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai
oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah
material (plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
ukuran plak semakin buruk sirkulasi ke jantung dan otot-otot jantung tidak
lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untk melakukan
fugsinya, sehingga dapat terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan
menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem
konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan
cardia arrest.
Sumbatan jalan napas oleh benda asing, tenggelam, stroke atau
CGA, ovedosis obat-obatan (antidepresantrisiklik, fenotiazin, beta bloker,
calsium channel bloker, kokain, digoxin asparin, asetominophen) dapat
menyebabkan aritmia. Tercekik, trauma inhalasi, tersengat listrik, reaksi
alergi yang hebat (anafilaksis), trauma hebat misalnya kecelakaan
kendaraan bermotor dan keracunan ( Suharsono & Ningsih, 2012)
3. Manifestasi klinis cardiac arrest
Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau
nyeri dada yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang
tidak nyaman, diremas, berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada
dibelakang sternum. Menyebar ke bahu, leher, rahang bawah atau kedua
lengan dan jarang menjalar ke perut bagian atas. Bertahan selama lebih
dari 20 menit. Gejala yang mungkin ada atau mengikuti adalah
berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek-pendek),
kelemahan, tidak sadar ( Suharsono & Ningsih, 2012)
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
4. Patofisiologi cardiac arrest
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia
yaitu fibrasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik
tanpa nadi (PEA), dan asistol (Kasron, 2012)
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini
tindakan yang harus segera dilakukaan adalah CPR dan DC shock aau
defibrasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya
karena adanya gangguan otomatisasi (pembekuan impuls) ataupun
akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri memendek, akibatnya
pengisian darah ke ventrikel jug berkurang sehingga curah jantung
akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan
terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT
dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa
nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan
CPR adalah pilihan utama.
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak
menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi
tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapa diukur dan nadi tidak
teraba.
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik
pada jantung, dan pada monitor irama yang terbntuk adalah seperti
garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah
CPR.
5. Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam
jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti
jantung. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi
jantung. Paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal
waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin
mengembalikan fungi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan
dehibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami
henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata
sebesar 30% sampai 45%. Sebuah penelitian menunjukan bahwa dengan
penyeiaan defibrilator yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti
pelabuhan udara. Dalam arti mengatakan kemampuan untuk bisa
memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest
sebesar 64% (American Heart Assosiacion, 2010).
D. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari
topik penelitian, yang disusun berdasarkan pada teori yang sudah ada
dalam tinjauan teori dan mengikuti kaidah input, proses dan output
(Saryono, 2011).
Gambar 2.1. Kerangka teori
American Heart Association (2015).,Parnia (2012)
Basic Life Support (BLS)
- Definisi BLS, Kegawatandaruratan henti jantung
- - Langkah - langkah BLS (Safety, Merespon, Emergency Call, Compression, Airways, Breathing, Recovery Position)
KEJADIAN YANG TERJADI:
- Cardiac Arrest - Henti nafas
Yang mempengaruhi dalam pelaksanaan code blue :
1. Waktu
2. Tidakan RJP
3. Terapi obat
4. Outcome
5. Etiologi
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
E. KERANGKA KONSEP
Gambar 2.2. Kerangka konsep
Kejadian code blue
Cardiac arrest
Henti napas
Yang mempengaruhi dalam pelaksanaan code blue :
1. Waktu
2. Tidakan RJP
3. Terapi obat
4. Outcome
5. Etiologi
Media :
Kuisioner terkait code blue
Gambaran Kejadian Code..., Ratri Nurlaela, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018