Bab II Tinjauan Pustaka
description
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam usaha pencapaian tujuan organisasi, permasalahan yang dihadapi
manajemen bukan hanya terdapat pada sarana dan prasaran serta lingkungan kerja
organisasi, tetapi menyangkut sumber daya manusia (pegawai) yang mengelola
faktor-faktor lainnya. Namun, perlu diingat bahwa sumber daya manusia sendiri
sebagai faktor produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya yang memberikan
masukan (input) yang diolah oleh organisasi, sehingga menghasilkan keluaran
(output). Pegawai baru yang belum mempunyai keterampilan dan keahlian
diberikan pelatihan, sehingga menjadi pegawai yang terampil dan ahli
dibidangnya. Apabila pegawai mendapat pelatihan lebih lanjut serta diberikan
pengalaman dan motivasi, pegawai tersebut akan menjadi pegawai yang handal.
Dengan demikian pengolahan sumber daya manusia inilah yang disebut dengan
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Beberapa pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia yang
dikemukakan oleh para ahli, sebagai berikut:
Hasibuan (2007) mengemukakan pengertian Manajemen Sumber Daya
Manusia. “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”.
Kemudian pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia yang
dikemukakan Simamora (2006) merupakan “Pendayagunaan, pengembangan,
pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok
karyawan”.
Sesuai dengan kedua pengertian diatas, Veithzal Rizai (dalam Irianto,
2001) mengemukakan pengertian h".
Dari ketiga pengertian dari para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Manajemen sumber Daya Manusia memfokuskan pada masalah tenaga
kerja manusia yang diatur menurut fungsi-fungsinya, agar lebih efektif dan efisien
dalam mewujudkan tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat.
2.1.2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tiap organisasi, termasuk perusahaan, menetapkan tujuan-tujuan tertentu
yang ingin mereka capai dalam memanajemini setiap sumber dayanya termasuk
sumber daya manusia. Tujuan MSDM secara tepat sangatlah sulit untuk
dirumuskan karena sifatnya bervariasi dan tergantung pada penahapan
perkembangan yang terjadi pada masing-masing organisasi.
Menurut Cushway (dalam Irianto, 2001) tujuan MSDM meliputi:
1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk
memastikan bahwa organisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan
berkinerja tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan
memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal
2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang
memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya
3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi,
khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM
4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini mencapai
tujuannya
5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja
untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam
mencapai tujuannya
6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi
7. Bertindak sebagai pemelihara standart organisasional dan nilai dalam
manajemen SDM.
Sementara itu, menurut Schuler (dalam Irianto,2001), setidaknya MSDM
memiliki tiga tujuan utama:
1. Memperbaiki tingkat produktivitas
2. Memperbaiki kualitas kehidupan kerja
3. Meyakinkan organisasi telah memenuhi aspek-aspek legal.
2.1.3. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen
umum yang memfokuskan diri pada SDM. Sudah merupakan tugas Manejemen
Sumber Daya Manusia untuk mengelola manusia seefektif mungkin agar
diperoleh suatu satuan SDM yang merasa puas dan memuaskan.
Veithzal Rizai (dalam Simammora, 2006) mengemukakan fungsi-fungsi
Manajemen Sumber Daya Manusia, seperti halnya fungsi manajemen umum yang
meliputi Fungsi Manajerial dan Fungsi Operasional.
(1) Fungsi manajerial manajemen SDM, meliputi:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien
agar sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam membantu terwujudnya
tujuan organisasi. Perencanaan dilakukan dengan menerapkan program
kepegawaian yang meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan,
dan pemberhentian program kepegawaian yang baik akan membantu
terwujudnya tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua
karyawan dengan menerapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi
wewenang, integrasi dan koordinasi, dengan organisasi yang kuat akan
membantu terwujudnya tujuan organisasi secara efektif.
3. Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau
bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu
tercapainya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat.
4. Pengendalian (Controling)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar
mentaati peraturan-peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana
yang telah organisasi ditetapkan.
(2) Fungsi operasional manajemen SDM, meliputi:
1. Pengadaan Tenaga Kerja (SDM)
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
organisasi
2. Pengembangan
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual dengan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang
diberikan dan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini dan di
masa yang akan datang.
3. Kompensasi
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung maupun tidak langsung
uang ataupun barang kepada karyawan sebagai balas jasa yang diberikan
kepada organisasi. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil
diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, sedangkan rayak diartikan dapat
memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada upah minimum
pemerintah
4. Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
organisasi dengan kebutuhan karyawan agar tercipta kerja sama yang
serasi dan saling menguntungkan
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara kondisi mental, fisik dan
loyalitas karyawan kepada organisasi agar mereka mau tetap bekerja sama
sampai masa kerja berakhir.
6. Pemberhentian (Pemutusan Hubungan Kerja)
Pemberhentian (Pemutusan Hubungan Kerja) adalah putusnya hubungan
kerja seseorang dari suatu organisasi dikarenakan kontrak kerja berakhir,
pension dan sebab-sebab lainnya.
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sumber Daya Manusia
DR. H. Edy Sutrisno, M.Si dalam bukunya yang berjudul “Manajemen
Sumber Daya Manusia” (2010) mengatakan bahwa untuk mengevaluasi sumber
daya mansia, harus mempertimbangkan 4 faktor dibawah ini, yaitu:
1. Tingkat Strategis
a. Visi organisasi
b. Misi organisasi
c. Sasaran organisasi
2. Faktor Internal Sumber Daya Manusia
a. Kualifikasi sumber daya manusia
b. Pemeliharaan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia
c. Kebijakan-kebijakan sumber daya manusia
3. Faktor Eksternal Sumber Daya Manusia
a. Demografis
b. Perubahan social, budaya, teknologi dan politik
c. Peraturan pemerintah
d. Pasar tenaga kerja
e. Isu internasional (misalnya: HAM dan ekologi)
4. Faktor Organisasional
a. Struktur perusahaan
b. Strategi perusahaan
c. Budaya perusahaan
d. Strategi sumber daya manusia
2.2. Industri Konstruksi di Indonesia
Industri konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang
terkait dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi
dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam
industri (Hillebrandt, 1985).
Dibandingkan dengan industri lain, misalnya industri pabrikan
(manufacture), maka bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang sangat
spesifik, bahkan unik. Karakteristik usaha jasa konstruksi terdiri dari
(Trisnowardono, 2002) :
1. Produk jual sebelum proses produksi dimulai
2. Produk bersifat "custom-made"
3. Lokasi produk berpindah-pindah
4. Proses produk berlangsung di alam terbuka
5. Penjualan produk dilakukan di alam terbuka
6. Proses produk melibatkan berbagai jenis peralatan berbagai klasifikasi dan
kualifikasi tenaga kerja, serta berbagai tingkatan teknologi
7. Penawaran suatu pekerjaan konstruksi umumnya berdasarkan pengalaman
melaksanakan pekerjaan sejenis
8. Pelaksanaan konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang sangat
divergen yang semua baru dapat diketahui pada saat proyek selesai
dilaksanakan secara tuntas.
Jasa konstruksi tidak akan terlepas dari definisi tentang bentuk dan jenis
pekerjaan yang terkait dengan jasa konstruksi tersebut. Dalam undang-undang
jasa konstruksi dijelaskan tentang pengertian dari "pekerjaan konstruksi" yaitu
keseluruhan atau sebagian rangkai, kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal,
elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain (Suraji, 2003).
Kata jasa konstruksi bermakna sangat luas, pada umumnya bidang-bidang
jasa konstruksi meliputi (Triwidodo, 2003):
1. Bidang perencanaan (design)
2. Bidang pelaksanaan (construction)
3. Bidang pengawasan (supervision/ construction management)
4. Bidang pengelolaan lahan (property management)
5. Bidang pengembangan lahan (developer)
Jasa konstruksi kontraktor, sebagai pelaksana konstruksi, didefinisikan
sebagai penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli,
profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi, yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan
menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lainnya dan terikat kontrak untuk
menyelesaikan kontrak konstruksi (Iriwidodo, 2003).
Usaha jasa konstruksi adalah usaha di bidang jasa yang berhubungan
dengan perencanaan pembangunan dan pemeliharaan bangunan yang dalam
pelaksanaan, penggunaan atau pemanfaatannya menyangkut kepentingan dan
keselamatan masyarakat/ pemanfaat bangunan tersebut, tertib pembangunannya
serta kelestarian lingkungan hidupnya (Trisnowardono, 2002).
2.3. Kinerja
2.3.1. Pengertian Kinerja
Di dalam dunia usaha yang berkompetisi secara global, perusahaan
memerlukan kinerja tinggi. Pada saat yang bersamaan pula, karyawan
memerlukan umpan balik atas hasil kerja mereka sebagai panduan bagi perilaku
mereka di masa yang akan datang.
Sedarmayanti (2009) yang mengutip paparan L.A.N mengungkapkan
bahwa Performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/ unjuk kerja/ penampilan
kerja.
The Scribner - Bantam English Dictionary dalam Sedarmayanti (2009),
kinerja (Performance) berasal dari kata "to perform" yang mempunyai beberapa
entries berikut:
1. To do or carry out execute. (Melakukan, menjalankan, melaksanakan)
2. To discharge of fulfil; as a vew. (Memenuhi atau menjalankan kewajiban
suatu nazar)
3. To portray as character in a play. (Menggambarkan suatu karakter dalam
suatu permainan)
4. To render by the voice or musical instrument (menggambarkannya dengan
suatu alat atau instrument musik)
5. To execute ar complete an undertaking. (Melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab)
6. To act a part in a play.(Melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan)
7. To perform music. (Memainkan pertunjukan musik)
8. To do what is expected of a person or machine. (Melakukan sesuatu yang
diharapkan oleh seseorang atau mesin)
Dari definisi tersebut, arti Performance atau kinerja dapat disimpulkan
menjadi sebagai berikut: Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika.
Di samping itu, kinerja diartikan sebagai hasir kerja seorang pekerja,
sebuah proses manajemen atau suatu organisasi seeara keseluruhan, di mana hasil
kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur
(dibandingkan dengan standart yang telah ditentukan). Selain itu Bernardian, John
H & Joyce E.A Russer (1993) yang dikutip Sedarmayanti (2009) menyatakan
bahwa "Performance is defined as the record of outcomes produced or a specific
job function or activity during a specific time period”. Yakni, kinerja
didefinisikan sebagai catatan mengenai outcome yang dihasilkan dari suatu
aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula. Pendapat lain mengutarakan
bahwa kinerja adalah terjemahan dari “performance” berarti: perbuatan,
pelaksanaan pekerjaan prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna.
Menurut Sjafri Mangkuprawita dalam www.ronawajah.wordpress.com
yang dikutip dari Veithzal Rivai (200s) mengemukakan bahwa beberapa
pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan tentang kinerja:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta.
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri
pekerja.
3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan.
4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan.
5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang
diberikan.
6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas
serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur
kinerja individu.
8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas baik
yang dilkaukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan.
9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau abitity, motivasi
atau motivation dan kesempatan atau opportunity.
Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok
orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Irawan (1995) yang
dikutip sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa: “Kata kunci dari definisi kinerja
adalah: (1) Hasil kerja pekerja, (2) proses atau organisasi, (3) Terbukti secara
konkrit, (4) Dapat diukur, dan (5) Dapat dibandingkan dengan standart yang telah
ditentukan”.
Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja
merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab yang dilaksanakannya dalam upaya pencapaian tujuan.
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut A.A Anwar
Prabu Mangkunegara (2006) adalah faktor kemampuan (abitity) dan faktor
motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis yang
merumuskan bahwa:
Human Performance = Abitity + Motivatian
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge+ Skill
Penjelasan:
a. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan
karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ
superior, very superior, gifted dan genius dengan pendididkan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attituude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang
bersifat positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negative terhadap situasi kerjanya
akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud
mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan
pimpinan, pola kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja.
Menurut speen (1998), “Companies can optimize employee performance
by engaging in a continuing, organized program ot: (1) promotion, (2) motivation,
(3) communication, (4) recognition”. perusahaan dapat mengoptimalkan kinerja
karyawannya melalui program promosi, motivasi, komunikasi, dan pengakuan,
sedangkan menurut simamora (1995) yang dikutip A.A Anwar prabu
Mangkunegara (2006), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor individual yang terdiri dari:
a. Kemampuan dan keahlian
b. Latar belakang
c. Demografi
2. Faktor psikologis yang terdiri dari:
a. Persepsi
b. Attitude
c. Pembelajaran
d. Motivasi
3. Faktor organisasi yang terdiri dari:
a. Sumber daya
b. Kepemimpinan
c. Penghargaan
d. Struktur
e. Job desrgn
Selanjutnya A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2006) mengutip pendapat
dari A. Dale Timple (1992) yang menyatakan faktor-faktor kinerja terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal. Factor internal (disposisional) yaitu faktor-
faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan.
Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Dari paparan tersebut, Mangkunegara (2006) menyimpulkan bahwa factor
penentu prestasi kerja individu dalam organisasi adalah factor individu dan factor
lingkungan kerja organisasi.
1. Factor lndividu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki
integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jiasmaniah).
Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka
individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik
ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan
mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan
kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Factor Lingkungan Kerja Organisasi
Factor ini sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja.
Factor yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, peluang berkarier dan fasilitas kerja
yang relative memadai.
2.3.3. Aspek-aspek kinerja
Hasibuan (2007) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai kinerja
mencakup sebagai berikut:
1. Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan
organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan
membela organisasi, di dalam maupun di luar pekerjaannya dari rongrongan
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Prestasi Kerja.
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat
dihasilkan karyawan tersebut dari uraian jabatannya.
3. Kejujuran.
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi
perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti
kepada para bawahannya.
4. Kedisiplinan.
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang
ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang dibebankan
kepadanya.
5. Kreativitas.
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya
untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan
berhasil guna.
6. Kerjasama.
Penilai menilai kesediaan karyawan berpatisipasi dan bekerjasama dengan
karyawan lainnya secara vertical dan horizontal, baik di dalam maupun di
luar pekerjaannya sehingga hasil pekerjaan semakin baik.
7. Kepempiminan.
Penilai menilai kemapuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai
pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain
atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian.
Penilai menilai karyawan dari periraku, kesopanan, periang, disukai, memberi
kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan
simpatik dan wajar.
9. Prakarsa.
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinil dan berdasarkan inisiatif
sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberi alasan,
mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah
yang dihadapinya.
10. Kecakapan.
Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan
bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan
kebijaksanaan dan didalam situasi manajemen.
11. Tanggung jawab.
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan
kebijaksanaanya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasara yang
digunakan serta perilaku kerjanya.
Husein umar (1997) dalam Mangkunegara (2006) membagi aspek-aspek
kinerja sebagai berikut: (1) mutu pekerjaan, (2) kejujuran karyawan, (3) inisiatif,
(4) kehadiran, (5) sikap, (6) kerjasama, (7) keandalan, (8) pengetahuan tentang
pekerjaan, (9) tanggung jawab, dan (10) pemanfaatan waktu kerja.
Sedangkan Faustino cardodo Gomes (2001) dalam Mangkunegara (2006)
berpendapat bahwa: “Tipe kriteria performansi yang menilai dan atau
mengevaluasi performansi kerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang
spesifik, diantaranya: quantity of work, quality of work, job knowledge,
creativeness, cooperation, dependability, initiative, dan personal qualities”
Penjelasan dari tiap dimensi adalah sebagai berikut:
1. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu
yang ditentukan.
2. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
ketrampilannya.
4. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-
tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain.
6. Dependability, kesadaran akan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian pekerjaan.
7. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggung jawabnya.
8. Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-
tamahan dan integritas pribadi.
2.4. Penilaian Kinerja
2.4.1. Pengertian penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan.
Untuk menyelelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki
derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman
yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja
merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja
yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Berikut ini ada beberapa pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan
oleh para ahli:
1. Hasibuan (2007) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu.
2. Andrew F. Sikula yang di kutip oleh Malayu S.p Hasibuan (2007) Penilaian
Kinerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah
dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan.
Tentang penilaian kinerja ditengah kompetisi yang global perusahaan
menuntut kinerja yang tinggi dari setiap karyawan hal ini dinyatakan oleh: Henry
simamora, (2006): Penilaian Kinerja (performance appraisal) adalah proses yang
dipakai oleh perusahaan/organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan.
Untuk lebih memperjelas bagaimana penilaian kinerja dalam sebuah
organisasi untuk dapat menghasilkan individu-individu yang berkualiatas dan
kuantitas yang dihasilkan oleh karyawan maka Hasibuan (2007) menyatakan
bahwa: Penilaian Kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar
kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan.
Dalam hal ini juga Hasibuan (2007) menyatakan bahwa: Penilaian Kinerja
adalah sebuah sistem formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi secara
berkala kinerja seseorang.
Berdasarkan pengertian penilaian kinerja di atas dapat ditarik kesimpulan
yang menerangkan bahwa penilaian kinerja di dalam sebuah organisasi modern,
penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk
digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja
individu di waktu berikutnya. Penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan-
keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan,transfer,
dan kondisi kepegawaian lainnya.
Dari hasil studi Lazer and Wikstrom (1977) terhadap penilaian dari 125
perusahaan yang ada di USA, yang dikutip oleh Veithzal Rivai (2000), aspek-
aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja adalah :
1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman serta pelatihan yang diperoleh.
2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing kedalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya
individual tersebut memahami tugas , fungsi serta tanggung jawabnya sebagai
seorang karyawan.
3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja sama
dengan orang lain, memotivasi karyawan/rekan, melakukan negosiasi dan
lain-lain
2.4.2. Tujuan penilaian kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan
pokok, yaitu : (1) manajer memerlukan avaluasi yang obyektif terhadap kinerja
karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang ; dan (2) manajer memerlukan alat yang
memungkinan untuk membantu karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan
pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk perkembangan
karir dan memperkuat hubungan anta manajer yang bersangkutan dengan
karyawannya.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penilaian kinerja karyawan pada
dasarnya meliputi :
1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk kenaikan gaji, gaji pokok,
kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
4. Untuk pembeda antar karyawan satu dengan yang lain.
5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam:
a. Penugasan kembali, seperti mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan.
b. Promosi, kenaikan jabatan.
c. Training dan latihan.
6. Meningkatkan motivasi kerja.
7. Meningkatkan etos kerja.
8. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi
tentang kemauan kerja mereka.
9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk
memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karir
selanjutnya.
10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.
11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karir dan
keputusan perencanaan suksesi.
12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk
mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
13. Sebagi sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan
gaji-upah-intensif-kompensasi dan sebagai imbalan lainya.
14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun
pekerjaan.
15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
16. Sebagai alat untuk membantu mendorong karyawan mengambil inisiatif
dalam rangka memperbaiki kinerja.
17. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM,seperti seleksi, rekrutmen,
pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling
ketergantungan diantara fungsi-fungsi SDM.
18. Mengindentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja
menjadi baik.
19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi ataupun hadiah.
2.4.3. Jenis-jenis penilaian kinerja
1. Penilaian hanya oleh atasan
a. Cepat dan langsung
b. Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.
2. Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama-sama
membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
a. Obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya
sendiri.
b. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
3. Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.
4. Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola sebelumnya
kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil
keputusan akhir; hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.
5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok staf,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM
yang bertindak sebagai peninjau independen.
6. Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.
2.4.4. Dimensi penilaian kinerja
Dalam melakukan penilaian kinerja pegawai diperlukan instrumen-
instrumen yang secara representative dapat menggambarkan suatu kinerja.
Menurut Husnan (1996) bahwa instrumen-instrumen yang biasa digunakan dalam
menilai kinerja adalah:
1. Kualitas,
2. Kuantitas.
3. Kerjasama,
4. Kepemimpinan,
5. Kehati-hatian,
6. Pengetahuan,
7. Kerajinan,
8. Kesetiaan, dan
9. Inisiatif dan kreatif.
Sedangkan prawirosentono (1999) berpendapat bahwa dimensi yang
digunakan dalam melakukan penilaian pegawai adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas tanggung jawab
pekerjaan yang menjadi tugasnya.
2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan
meliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga tercapai efisiensi dan
efektivitas.
3. Mutu pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan.
4. Produktifitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibanding dengan waktu
yang digunakan.
5. Pengetahuan teknis dasar dan kepraktisan sehingga pekerjaannya mendekati
standar kinerja.
6. Judgemen, kebijakan naluriah dan kemampuan menyimpulkan tugas sehingga
tujuan organisasi tercapai.
7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain.
8. Kerjasama, kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memiliki sikap
yang konstruktif dalam tim.
9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan (partisipasi) dalam
rapat berupa pendapat atau ide.
10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik membina tim
membuat jadwal kerja, anggaran dan menciptakan baik antar karyawan.
11. Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing bawahan,
sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas.
12. Kemampuan memperbaiki diri sendiri, dengan studi lanjutan atau kursus.
2.4.5. Kegunaan penilaian kinerja
1. Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang
obyektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan
karyawan.
2. Perbaikan Kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi
karyawan, manajer dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk
meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.
3. Penyesuaian Kompensasi. Penilaian kinerja membantu pengambilan
keputusan dalam penyesuaian laba/rugi, menetukan siapa yang perlu dinaikan
upah/bonusnya atau kompensasi lainnya.
4. Keputusan Penempatan. Membantu dalam promosi, keputusan penempatan,
dan pemindahan dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada
masa lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi adalah penghargaan
untuk kinerja yang lalu.
5. Pelatihan dan pengembangan. Kinerja yang buruk mengindikasikan adanya
suatu kebutuhan untuk latihan.
6. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penilaian kinerja dapat
digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier
karyawan, penyusunan program pengembangan karier yang tepat dapat
menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan karyawan.
7. Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan
kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen SDM.
8. Defisiensi proses penempatan karyawan. Kinerja yang baik atau buruk
mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan
karyawan di departemen SDM.
9. Ketidakakuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di
dalam informasi analisis pekerjaan , perencanaan SDM atau sistem informasi
SDM.
10. Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin
merupakan gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat.
11. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja yang akurat terkait dengan
pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak
bersifat diskriminatif.
12. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja
dipengaruhi oleh faktor di luar lingkungan kerja. Jika faktor ini tidak dapat
diatasi karyawan bersangkutan, departemen SDM mungkin mampu
menyediakan bantuan.
13. Elelem-elemen pokok sisfem penilaian kinerja. Departemen SDM biasanya
mengembangkan penilaian kinerja bagi karyawan di semua departemen.
Elemen-elemen pokok sistem penilaian ini mencakup kriteria yang ada
hubungan dengan pelaksanaan kerja dan ukuran-ukuran kriteria.
14. Umpan balik ke SDM. Kinerja baik atau buruk di seluruh perusahaan
mengindikasikan seberapa baik departemen SDM berfungsi.
Gambar 2.4 Mekanisme Penilaian Kinerja
Sumber :Veithzal Rivai (2005)
2.4.6. Proses penyusunan penilaian kinerja
Proses penyusunan penilaian kinerja menurut Mondy & Noe (1993)
terbagi dalam beberapa tahapan kegiatan yang ditunjukkan dalam gambar di
bawah ini:
Gambar 2.5. Proses Penyusunan Penilaian Kinerja
Sumber : Mondy & Noe (1993)
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian
kinerja yaitu harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi
dengan adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini menjadi
penting karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih
memudahkan dalam menentukan desain penilaian kinerja.
Langkah yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu
jabatan, sehingga akan diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur
dalam penilaian kinerja. Dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat terkait
dengan pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat dilakukan
dengan menganalisa jabatan (job analysis) atau menganalisa uraian tugas masing-
masing jabatan.
Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja
diketahui, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini harus
selalu dikaitkan dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap desain penilaian
kinerja memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sebagai contoh,
penilaian kinerja yang dilakukan untuk menentukan besaran gaji pegawai dengan
penilaian kinerja yang bertujuan hanya untuk mengetahui kebutuhan
pengembangan tentunya memiliki desain yang berbeda.
Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhabap pegawai
yang menduduki suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan
saja, atau dengan sistem 360o. Penilaian dengan sistem 360o maksudnya adalah
penilaian satu pegawai dilakukan oleh atasan, rekan kerja yang sejajar/setingkat,
dan bawahannya.
Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisa dan dikomunikasikan
kembali kepada pegawai yang dinilai agar mereka mengetahui kinerjanya selama
ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Evaluasi terhadap
sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan juga dilaksanakan pada tahap ini.
Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat mencapai tujuan dari diadakannya
penilaian kinerja atau belum. Apabila ternyata belum, maka harus dilakukan revisi
atau mendesain ulang sistem penilaian kinerja.