BAB II Tinjauan Pustaka

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes, 2004) 1. Unit Pelaksana Teknis Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. 2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 3. Penanggungjawab Penyelenggaraan Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. 4. Wilayah Kerja Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih 4

description

2

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes, 2004)

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

3. Penanggungjawab Penyelenggaraan

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.1.2 Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk

4

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni:

a. Lingkungan sehat

b. Perilaku sehat

c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat( Kepmenkes, 2004)

2.1.3 Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya.

5

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan

2.1.4 Tujuan

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.

2.1.5 Fungsi

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:

6

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.1.6 Upaya

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan olehsetiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

a. Upaya Promosi Kesehatan

b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

d. Upaya Perbaikan Gizi

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

f. Upaya Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

7

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:

a. Upaya Kesehatan Sekolah

b. Upaya Kesehatan Olah Raga

c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

d. Upaya Kesehatan Kerja

e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

f. Upaya Kesehatan Jiwa

g. Upaya Kesehatan Mata

h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan puskesmas. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebut, maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi, yakni upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas. Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal, dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam keadaan tertentu, upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

8

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka

perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik dan memiliki tenaga medis spesialis, kedudukan dan fungsi puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayaan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Kepmenkes, 2004).

2.1.7 Azas Penyelenggaraan

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah:

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah pertanggungjawaban wilayah. Dalam arti puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan, sehingga berwawasan kesehatan

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya

c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya

9

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka

d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.

Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas pembantu, puskesmas keliling, bidan di desa serta berbagai upaya kesehatan di luar gedung puskesmas lainnya (outreach activities) pada dasarnya merupakan realisasi dari pelaksanaan azas pertanggungjawaban wilayah.

2. Azas pemberdayaan masyarakat

Azas penyelenggaraan puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukkan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

a. Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)

b. Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)

c. Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

d. Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

e. Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

f. Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda

g. Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

h. Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)

i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)

j. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), mobilisasi dana keagamaan

10

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka

3. Azas keterpaduan

Azas penyelenggaraan puksesmas yang ketiga adalah keterpaduan. Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:

a. Keterpaduan lintas program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program antara lain:

1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi,promosi kesehatan, pengobatan

2. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa

3. Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi

4. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa, promosi kesehatan

b. Keterpaduan lintas sektor

Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sector terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:

1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama

2. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian

3. Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB

4. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB

5. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan

11

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka

6. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha.

4. Azas rujukan

Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai saranapelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

1). Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya operasi) dan lain-lain.

2). Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

3). Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di puskesmas.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya

12

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka

kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:

1). Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.

2). Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.

3). Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

2.2 Kemitraan

Kerja sama lintas program merupakan kerja sama yang dilakukan antara beberapa program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Kerja sama lintas program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan beberapa program terkait yang ada di puskesmas. Tujuan khusus kerja sama lintas program adalah untuk menggalang kerja sama dalam tim dan selanjutnya menggalang kerja sama lintas sektoral. (WHO,1998)

Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang di luar sektor kesehatan yang merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerja sama tidak hanya dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikut serta mendefinisikan masalah, prioritas kebutuhan, pengumpulan, dan interpretasi informasi serta mengevaluasi. Lintas sektor kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari sektor yang berbeda, dibentuk untuk mengambil tindakan pada suatu masalah agar hasil yang tercapai dengan cara yang lebih efektif, berkelanjutan atau efisien dibanding sektor kesehatan bertindak sendiri. Prinsip kerja sama lintas sektor melalui pertalian dengan program di dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang lebih besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek organisasi sektor-sektor yang berbeda. (WHO, 1998)

Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan diperlukan kerja sama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimalisasi pembangunan berwawasan kesehatan yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan lintas sektor dan segenap potensi. Kebijakan dan pelaksanaan

13

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka

pembangunan sektor lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan program kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalah-masalah dan upaya pembangunan kesehatan kepada sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan. Kerja sama lintas sektor harus dilakukan sejak perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian, sampai pada pengawasan dan penilaiannya (Renstra Depkes 2005-2009).

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kerjsasama lintas sektor penganggulangan yang meliputi anggaran, peraturan, komunikasi, komitmen, peran, dan tanggung jawab. Masalah anggaran sering membuat beberapa institusi membentu kerja sama. Pengendalian melalui manajemen lingkungan memerlukan kejelasan yang efektif antara sektor klinis, kesehatan lingkungan, perencanaan pemukiman, institusi akademis, dan masyarakat setempat. (Renstra Depkes 2005-2009)

Komitmen memerlukan pembagian visi dan tujuan serta penetapan kepercayaan yang lebih tinggi dan tanggung jawab timbal balik untuk tujuan bersama. Peran dan tanggung jawab menunjuk masalah siapa yang akan melakukan keseluruhan kerja sama. Semua kerja sama memerlukan struktur dan proses untuk memperjelas tanggung jawab dan bagaimana tanggung jawab tersebut dikerjakan. (Renstra Depkes 2005-2009).

2.2.1 Pengertian

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi :

a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.

b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.

Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masingmasing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.(Ditjen P2L & PM, 2004)

14

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka

2.2.2 Prinsip Kemitraan

Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh

masing masing anggota kemitraan yaitu: (Ditjen P2L & PM, 2004)

1. Prinsip Kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama

atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

2. Prinsip Keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai

sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada

sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini

akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).

3. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari

kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi.

2.2.3 Ruang Lingkup dan Jenis Kemitraan

Ruang lingkup kemitraan secara umum meliputi pemerintah, dunia usaha, LSM/ORMAS,

serta kelompok profesional. Departemen Kesehatan RI secara lengkap menggambarkan ruang

lingkup kemitraan dengan diagram sebagai berikut: (Notoadmojo, 2007)

15Gambar 2.1 Lingkup Kemitraan Depkes RI

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka

Keterangan:

: saling bekerjasama

Sektor : sektor-sektor dalam pemerintah

P : Program-program dalam sektor

(Notoatmodjo, 2007)

Ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu:

a. Potential Partnership

Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi belum bekerja

bersama secara lebih dekat.

b. Nascent Partnership

Pada kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak

maksimal

c. Complementary Partnership

Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan pengaruh melalui

perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti

program delivery dan resource mobilization.

d. Synergistic Partnership

Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan masalah

pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi

dan penelitian. Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan

Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi

dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:

- SK bersama

16

Gambar 2.1 Lingkup Kemitraan Depkes RI

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka

- MOU

- Pokja

- Forum Komunikasi

- Kontrak Kerja/perjanjian kerja

2.2.4 Faktor Pendukung Kemitraan

Dalam peningkatan dampak kemitraan agar lebih baik dipengaruhi oleh faktor personal,

adanya hambatan dari personal,faktor kekuasaan, faktor organisasional, hambatan dalam

pengorganisasian, danfaktor lainnya. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kepuasaan

danpeningkatan keefektifan komitmen serta keberhasilan aktivitas atau kegiatan.

2.2.5 Konflik Dalam Kemitraan

Konflik adalah hal-hal yang menghambat jalannya kemitraan. Wujudnya bisa berupa

ketidak-setujuan kecil sampai ke perkelahian. Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari

rangkaian konflik-konflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh

manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan melibatkan kelompok-

kelompok dalam organisasi. Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah :

1) perubahan lingkungan eksternal,

2) perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan,

3) perkembangan teknologi,

4) pencapaian tujuan organisasi, dan

5) struktur organisasi.

2.2.6 Indikator Keberhasilan Kemitraan

Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengembangan kemitraan diperlukan adanya

indikator yang dapat diukur. Dalam penentuan indikator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip

indikator yaitu: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat waktu. Sedangkan

pengembangan indikator melalui pendekatan manajemen program yaitu: (Kuswidanti, 2008)

17

Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka

1. Indikator Input

Tolak ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:

a. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai dengan adanya kesepakatan

bersama dalam kemitraan.

b. Adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi pengembangan kemitraan.

c. Adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait. Hasil evaluasi

terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur tersebut terbukti ada.

2. Indikator Proses

Tolak ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator sebagai frekuensi dan kualiatas

pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi terhadap proses nilai berhasil,

apabila tolok ukur tersebut terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar

hadir dan notulen hasil pertemuan.

3. Indikator Output

Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari indikator sebagai berikut: Jumlah kegiatan

yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan peran masing-masing

institusi. Hasil evaluasi terhadap output dinilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut diatas

terbukti ada.

18

Input Proses Output Outcome

Indikator kesehatan membaik

Tebentuk jaringan kerja, tersusun program

Pertemuan, lokakarya, seminar, kesepakatan

Mitra yang terlibat

SDM

Gambar 2.2 Indikator Kemitraan

Page 16: BAB II Tinjauan Pustaka

4. Indikator Outcome

Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian karena

penyakit.

2.2.7 Kemitraan Kesehatan Lintas Sektor dan Organisasi

Landasan hukum pelaksanaan kemitraan kesehatan adalah Undang-undang No. 23 tahun

1992 pasal 5, pasal 8, pasal 65, pasal 66, pasal 71 dan pasal 72.berikut ini penjelasannya:

Tabel 2.1 Pasal-pasal dalam UU No. 23/1992 yang Terkait dengan Kemitraan

Pasal Uraian

Pasal Uraian

5 Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya

8 Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi

sosial sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang kurang mampu

tetap terjamin.

65 (1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan atau

masyarakat

(2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan

olehmasyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku,terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan

71 (1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.

(2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya

masyarakat yang bergerak di bidang keschatan agar dapat lebih

berdayaguna dan berhasilguna.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serla masyarakat di bidang

19

Page 17: BAB II Tinjauan Pustaka

keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

72 (1) Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut

menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan keschatan

dapat dilakukan mclalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang

beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja

Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan

Presiden.

Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah kebersamaan dari

sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat

yang didasarkan atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing-masing pihak. (WHO,

1998)

Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan prinsip-prinsip sebagai

berikut: (Kuswidanti, 2008)

1. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing

2. (struktur)

3. Saling memahami kemampuan masing-masing (capacity)

4. Saling menghubungi dan berkomunikasi (linkage)

5. Saling mendekati (proximity)

6. Saling sedia membantu dan dibantu (opennse)

7. Saling mendorong (sinergy)

8. Saling menghargai (reward)

Sifat Kemitraan (Kuswidanti, 2008)

Insidental : sifat kerja sesuai dengan kebutuhan sesaat, misalnya Safari KB (Manunggal-

KB-Kes)

Jangka pendek : pelaksanaan proyek dalam kurun waktu tertentu, skreening anak sekolah

(Juli-Agt)

20

Page 18: BAB II Tinjauan Pustaka

Jangka panjang : pelaksanaan program tertentu misalnya imunisasi, posyandu,

pemberantasan TB paru, PJB

Menurut Notoadmodjo (2007), dalam pengembangan kemitraan di bidang kesehatan

terdapat tiga institusi kunci organisasi atau unsur pokok yang terlibat di dalamnya, yaitu:

1. Unsur pemerintah, yang terdiri dari berbagai sektor pemerintah yang terkait dengan

kesehatan, antara lain; kesehatan sebagai sektor kunci, pendidikan, pertanian, kehutanan,

lingkungan hidup, industri dan perdagangan, agama, dan sebagainya.

2. Unsur swasta atau dunia usaha (private sector) atau kalangan bisnis, yaitu dari kalangan

pengusaha, industriawan, dan para pemimpin berbagai perusahaan.

3. Unsur organisasi non-pemerintah atau non-government organization (NGO), meliputi dua

unsur penting yaitu Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Masyarakat

(ORMAS) termasuk yayasan di bidang kesehatan.

Pengembangan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri 3 tahap yaitu tahap

pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri, tahap kedua

kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah dan yang tahap ketiga adalah

membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor (Promkes Depkes RI).

Lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang di luar sektor kesehatan merupakan usaha

bersama mempengaruhi faktor yang secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan

manusia. Kerjasama tidak hanya dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikut serta

mendefinisikan masalah, prioritas kebutuhan, pengumpulan dan interpretasi informasi, serta

mengevaluasi. Lintas sektor kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau

bagian-bagian dari sektor-sektor berbeda, dibentuk untuk mengambil tindakan pada suatu

masalah agar hasil atau hasil antara kesehatan tercapai dengan cara yang lebih efektif,

berkelanjutan atau efisien dibanding sektor kesehatan bertindak sendiri (WHO, 1998).

Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan kerja

sama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimalisasi pembangunan berwawasan

kesehatan yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, menuntut adanya

penggalangan kemitraan lintas sektor dan segenap potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan

21

Page 19: BAB II Tinjauan Pustaka

pembangunan sektor lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan

pembangunan kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalah-masalah dan upaya pembangunan

kesehatan kepada sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan. Kerja sama

lintas sektor harus dilakukan sejak perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan

pengendalian, sampai pada pengawasan dan penilaiannya (Renstra Depkes 2005-2009).

22