bab II tinjauan pustaka

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient 2.1.1 Definisi Adversity Quotient Adversity Quotient terdiri dari dua kata, yaitu adversity dan quotient. Arti kata adversity dalam bahasa Indonesia adalah kesulitan. Quotient berarti nilai dari suatu pembagian. 15 Menurut Nashori pada tahun 2007, adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasan intelektual untuk mengubah cara berfikir dan menentukan tindakan ketika menghadapi kesulitan. Leman pada tahun 2007 mendefinisikan bahwa adversity quotient adalah kemampuan individu dalam menghadapi suatu masalah. 16,17,18 Stoltz mendefinisikan adversity quotient sebagai suatu kecerdasan dalam menghadapi kesulitan, berupa kemampuan seseorang dalam bertahan dan mengatasi masalah melampaui harapan atas potensi dirinya. Selain itu AQ merupakan instrumen yang akan meningkatkan usaha untuk sukses, mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan, 6

description

tinjauan pustaka

Transcript of bab II tinjauan pustaka

23

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adversity Quotient2.1.1 Definisi Adversity QuotientAdversity Quotient terdiri dari dua kata, yaitu adversity dan quotient. Arti kata adversity dalam bahasa Indonesia adalah kesulitan. Quotient berarti nilai dari suatu pembagian.15 Menurut Nashori pada tahun 2007, adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasan intelektual untuk mengubah cara berfikir dan menentukan tindakan ketika menghadapi kesulitan. Leman pada tahun 2007 mendefinisikan bahwa adversity quotient adalah kemampuan individu dalam menghadapi suatu masalah.16,17,18Stoltz mendefinisikan adversity quotient sebagai suatu kecerdasan dalam menghadapi kesulitan, berupa kemampuan seseorang dalam bertahan dan mengatasi masalah melampaui harapan atas potensi dirinya. Selain itu AQ merupakan instrumen yang akan meningkatkan usaha untuk sukses, mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan, dan mampu memperbaiki respon seseorang dalam menghadapi kesulitan tersebut.9 AQ memprediksi seberapa baik seseorang menahan kesulitan, mengatasinya, dan meramalkan siapa yang akan hancur, yang akan melebihi dan jatuh jauh dari harapan individu.18Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan suatu bentuk kecerdasan yang memiliki nilai, yang menilai kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar, menemukan pemecahan masalah, mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.16,17,182.1.2Dimensi-dimensi Adversity QuotientStoltz menyebutkan ada empat dimensi dasar yang akan menentukan nilai adversity quotient, yaitu :9a. Kendali/control (C)Kendali berhubungan langsung dengan pemberdayaan dan pengaruh terhadap situasi sulit yang dihadapi. Kendali dihutuhkan untuk mempertahankan harapan dan tindakan, sehingga hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan terlaksana. Hal ini diawali dengan pemahaman bahwa segala sesuatu dapat dilakukan.b. Asal-usul dan pengakuan/origin dan ownership (O2)Asal-usul atau origin menjelaskan tentang rasa bersalah terhadap kesulitan yang dihadapi. Rasa bersalah ini penting karena akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil hikmah dan menentukan pemikirannya ke depan. Orang yang memiliki respon asal-usul rendah akan terus menerus menyalahkan dirinya mengenai permasalahan yang terjadi, hal ini akan melumpuhkan semangat dan daya juang. Sebaliknya dengan seseorang yang memiliki respon asal-usul tinggi akan bangkit dari kesalahnnya dan belajar serta menentukan sikap yang akan ditempuh selanjutnya. Origin adalah penyesalan yang sewajarnya. Pengakuan atau ownership berhubungan dengan sikap mengakui kesalahan dan memahami akibat dari perbuatan tersebut serta mengerti tanggung jawab yang harus diambil.c. Jangkauan/reach (R)Dimensi ini menjelaskan tentang sejauh mana kesulitan yang dialami akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Jangkauan akan mempengaruhi tindakan seseorang apakah akan membiarkan kesulitannya berdampak besar dalam hidupnya kemudian semakin meluas atau bersedia menghadapi dan menyelesaikan kesulitan tersebut. Apabila seseorang memiliki respon jangkauan yang baik, maka ia akan cenderung menganggap masalahnya sesuatu yang spesifik dan tidak mempengaruhi kehidupannya. Sebaliknya respon jangkauan yang rendah menyebabkan suatu masalah menjadi terlihat semakin sulit dan berlarut-larut, sehingga keputusannya adalah menyerah.d. Daya Tahan/endurance (E)Daya tahan berhubungan dengan pemikiran seseorang tentang lamanya masalah dapat berlangsung dan bagaimana dia menciptakan persepsi serta menghadapi kesulitan dengan cara menemukan ide dalam menyelesaikan masalah. Semakin seseorang berpikir masalah tersebut akan berlangsung lama, semakin orang tersebut akan menunda untuk mengambil tindakan. Hal ini akan mengarah pada kemampuan seseorang menilai apakah masalah tersebut akan terjadi lagi atau tidak akan terjadi lagi jika diselesaikan dengan benar.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Adversity QuotientStoltz mengemukakan faktor-faktor yang diperlukan untuk mempengaruhi adversity quotient:9,18a. Daya saingPersaingan berkaitan dengan harapan, kegesitan, dan keuletan yang ditentukan oleh bagaimana seseorang menghadapi tantangan dalam hidupnya. Penelitian Selligman dan Satterfield menunjukkan bahwa respon kesulitan secara optimis akan menghasilkan sifat agresif dan siap mengambil risiko, sebaliknya respon kesulitan secara pesimis akan menyebabkan sikap pasif dan hati-hati. Orang yang bersifat konstruktif senantiasa memelihara energi positif yang akan berguna untuk meraih keberhasilan dalam persaingan.b. ProduktivitasPenelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik kinerjanya akan lebih buruk dan tidak produktif dibanding dengan orang yang merespon kesulitan dengan baik.c. KreativitasKreativitas menunjukkan menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan untuk hal-hal yang tidak pasti, berdasarkan pemikiran bahwa seseorang mampu membuat perbedaan dari situasi yang dihadapinya. Orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan akan sulit bertindak kreatif.

d. MotivasiMotivasi merupakan keinginan untuk memenuhi suatu kekurangan dan kebutuhan. Motivasi dibutuhkan untuk mencapai tujuan.31 Menurut penelitian Stoltz, orang yang memiliki adversity quotient yang tinggi dianggap sebagai orang yang memiliki motivasi. e. Mengambil risikoSeseorang yang tidak mampu memegang kendali tidak akan mampu mengambil risiko. Dalam penelitian disebutkan bahwa orang yang merespon kesulitan secara konstruktif akan mengambil lebih banyak risiko.f. PerbaikanPerbaikan merupakan usaha seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Hal ini diperlukan untuk bertahan hidup mengikuti era yang terus berubah dan berjalan.g. KetekunanKetekunan adalah kemampuan untuk terus menerus berusaha meskipun telah menghadapi kegagalan. Penelitian Selligman membuktikan bahwa orang yang merespon kesulitan dengan baik akan cepat pulih dari kekalahan.h. BelajarBelajar adalah proses penting untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan. Penelitan Dweck menyatakan bahwa anak-anak dengan respon pesimistis tidak akan banyak belajar dan berprestasi.

i. Merangkul perubahanSeseorang yang mampu beradaptasi dan menerima perubahan yang terjadi akan bersifat lebih konstruktif, yang akhirnya akan menimbulkan respon merubah kesulitan menjadi peluang, serta meningkatkan motivasi.j. Keuletan, stres, tekanan, dan kemunduran Hasil penelitian Oullette, dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, menjelaskan bahwa orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting (pengendalian, tantangan dan komitmen) akan tetap ulet dalam menghadapi kesulitan. Sebaliknya orang yang merespon kesulitan tidak dengan pengendalian, tantangan, dan komitmen akhirnya akan menjadi lemah dan akan berujung pada buruknya manajemen stres, tidak ulet, mengalami tekanan yang besar, dan kemunduran.2.1.4 Karakter Manusia Berdasarkan Nilai Adversity Quotient Stoltz mengibaratkan bahwa kehidupan ini adalah sebuah gunung penuh rintangan, dan manusia memiliki dorongan manusiawi untuk mendakinya. Manusia melakukan pendakian untuk meraih tujuan dalam hidup di puncak gunung tersebut. Berdasarkan hal tersebut dibagi menjadi tiga kelompok dalam merespon kesulitannya : 9,20a. Quitters (orang yang berhenti)Quitters adalah orang-orang tidak banyak bergerak, memiliki sedikit ambisi, kurang kreatif, tidak ingin mengambil risiko dan cenderung menghindari tantangan. Quitters memilih untuk mundur, keluar, menolak memenuhi kewajiban dan berhenti, serta menolak dorongan manusiawi untuk mendaki gunung.b. Campers (orang yang berkemah)Campers, menurut definisi, orang-orang yang telah berhenti bergerak maju dalam kehidupan dan menjadi lelah setelah melaui banyak rintangan hidup, menetap untuk apa yang dianggap cukup baik dan jarang mengambil tantangan yang lebih besar. Campers, dengan kata lain, orang-orang yang puas dengan keadaan sekarang, mendaki hanya sampai tingkat tertentu dan menganggapnya sebagai suatu kesuksesan, kemudian membiarkan kesempatan yang lebih besar melewatinya. c. Climbers (pendaki)Climbers adalah orang-orang yang terus mencari cara untuk perbaikan dan pertumbuhan, hidup untuk mendapatkan jalan keluar maksimal dari kehidupan dan memiliki motivasi diri tinggi. Climbers merangkul tantangan dan merupakan orang-orang yang sangat visioner sekaligus sumber inspirasi bagi orang lain.

Dalam hirarki Maslow dapat dijelaskan hubungan quitters, campers, dan climbers pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Hirarki kebutuhan Maslow92.1.5 Teori-teori Pendukung Adversity QuotientAdversity Quotient (AQ) dibangun dengan memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan, yaitu:9a. Psikologi kognitifPsikologi kognitif merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang memperoleh, mentransformasi, mempresentasi, menyimpan, menggali kembali pengetahuan, bagaimana pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk merespon atau memecahkan kesulitan, berfikir dan berbahasa. Orang yang berfikir bahwa kesulitan bersifat menetap, maka mereka tidak akan mampu menghadapi masalah dengan baik sedangkan yang berfikir kesulitan itu pasti akan berlalu, maka ia akan tumbuh maju dengan pesat. Respon seseorang terhadap kesulitan mempengaruhi kinerja dan kesuksesannya.b. NeuropsikologiNeuropsikologi adalah bagian psikologi terapan yang berhubungan dengan bagaimana perilaku dipengaruhi oleh fungsi otak. Menurut dr. Nuwer dikutip dari Stoltz, menjelaskan bahwa proses belajar berlangsung di wilayah sadar otak yaitu cortex cerebri. Jika seseorang mengulangi sebuah pola pikiran atau perilaku yang baru maka kegiatan itu berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang bersifat otomatis yaitu ganglia basalis. Ilmu ini menyumbangkan pengetahuan bahwa otak secara ideal dilengkapi sarana pembentuk kebiasaan-kebiasaan, sehingga otak segera dapat diinterupsi dan diubah. Dengan demikian, kebiasaan baru dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. c. PsikoneuroimunologiIlmu ini membuktikan adanya hubungan fungsional antara otak dan sistem kekebalan tubuh, hubungan antara apa yang difikirkan dan dirasakan terhadap kesulitan dengan kesehatan fisiknya. Hal ini penting untuk kesehatan, sehingga ketika seseorang mampu menghadapi kesulitan dengan baik maka akan berpengaruh terhadap fungsi-fungsi kekebalan, kerentanan, dan kesembuhan terhadap berbagai penyakit.Ketiga teori tersebut membentuk AQ dengan tujuan utama, yaitu: timbulnya pemahaman baru, tersedianya alat ukur untuk meningkatkan efektivitas seseorang dalam menghadapi segala bentuk kesulitan hidup.2.1.6 Pengukuran Adversity QuotientAdversity quotient dapat diungkap dengan menggunakan skala adversity quotient yang diciptakan oleh Stoltz. Aspek-aspek dalam skala adversity quotient ini meliputi control (C) atau kendali, origin and ownership (O2) atau asal-usul dan kepemilikan, reach (R) atau jangkauan dan endurance (E) atau daya tahan. Jika skor keseluruhan pada skala ini tinggi maka menunjukkan adversity quotient yang tinggi. Sebaliknya, jika skor total yang diperoleh rendah maka menunjukkan adversity quotient yang rendah pula.9,18Nilai adversity quotient didapatkan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang umum digunakan dalam penelitian statistik salah satunya adalah angket skala model Likert.Skala Likert merupakan teknik pengukuran sikap dimana peneliti membuat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan suatu isu atau objek, kemudian subjek diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing-masing pernyataan.21 Disediakan lima pilihan skala dengan format yaitu: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat setuju. Selain pilihan dengan lima skala, skala Likert juga menggunakan empat pilihan skala dengan format: sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Kelebihan skala Likert yang menggunakan empat pilihan skala yaitu tidak adanya pilihan netral karena jawaban netral yang dapat dipilih oleh responden untuk memilih jawaban aman sehingga tidak menjelaskan jawaban responden yang sebenarnya secara pasti.22

2.2 Kesulitan dalam Pembelajaran2.2.1 Tiga Tingkat KesulitanKesulitan secara umum menurut Stoltz dibagi menjadi tiga tingkatan seperti piramida di bawah ini:

Masyarakat

Tempat kerja

Individu

Gambar 2.2. Tiga Tingkatan Kesulitan9Gambar 2.2 di atas menunjukkan perubahan positif berawal dari individu, naik ke atas (tempat kerja) dan akhirnya masyarakat. Bagian puncak piramida menggambarkan kesulitan di masyarakat. Kesulitan ini meliputi hal-hal yang dihadapi seseorang ketika berinteraksi dalam masyarakat. Kesulitan kedua yaitu kesulitan yang berkaitan dengan kesulitan di tempat kerja. Kesulitan ketiga yaitu kesulitan individu, seperti pada piramida di atas, individu sebagai pondasi yang artinya individu memegang tanggung jawab dan peran sebagai pengendali dari kedua tingkat diatasnya.9,18Berdasarkan uraian di atas, menurut Nidau, maka terbentuk piramida tingkatan kesulitan yang terdapat dalam proses pembelajaran seperti pada Gambar 2.3:

Prestasi

Aktivitas pembelajaran

Mahasiswa

Gambar 2.3. Tiga Tingkatan Kesulitan Proses Pembelajaran18Dari tiga kesulitan di atas, mahasiswa memegang peran yang penting dalam meraih keberhasilan dalam proses pembelajaran sehingga tantangan berprestasi menjadi penting bagi mahasiswa.18 Prestasi merupakan penilaian yang dilakukan terhadap hasil dari proses yang telah dilakukan oleh seseorang. Untuk mengungkap prestasi, dibutuhkan evaluasi.17,192.2.2 Masalah dalam PembelajaranMelalui tiga tingkat kesulitan dalam pembelajaran, dapat dilihat bahwa mahasiswa juga mengalami masalah. Masalah yang sering dihadapi mahasiswa terbagi menjadi dua:23a. Masalah akademikMasalah akademik merupakan hambatan atau kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam merencanakan, melaksanakan dan mengoptimalkan perkembangan belajarnya. Beberapa contoh masalah akademik yang umum terjadi:1. Kesulitan dalam mengatur waktu belajar, harus disesuaikan antara banyak tuntutan perkuliahan dan kegiatan lainnya.2. Kurang motivasi atau semangat belajar/rendahnya rasa ingin mendalami ilmu/profesi.3. Adanya cara belajar yang salah.b. Masalah non-akademik (sosial atau pribadi) Masalah non-akademik merupakan kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam mengelola kehidupannya sendiri dan menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial, baik di lingkungan kampus, tempat kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Beberapa contoh masalah sosial:1. Menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar tempat belajar/tinggal (khususnya bagi mahasiswa pendatang).2. Tempat tinggal/kost/pemondokan.3. Frustasi dan konflik pribadi.4. Keluarga.Masalah akademik lainnya dapat berupa tekanan dalam menghadapi ujian, nilai IPK rendah, terancam drop out, kebutuhan feedback dan advice setelah ujian, kesulitan dalam menyusun kartu rencana studi (KRS), kesulitan dalam keterampilan belajar dan kesulitan dalam mengerjakan skripsi. Masalah non-akademik yaitu masalah keuangan, masalah keluarga, masalah akomodasi, masalah interpersonal maupun intrapersonal.6

2.3 Objective Structured Clinical Examination (OSCE)2.3.1 Definisi OSCEObjective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah metode untuk menguji kompetensi klinik secara obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu tertentu berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, interpretasi tes labor, menentukan terapi, menentukan diagnosis diferensial, dan komunikasi dengan pasien simulasi berupa edukasi.11,24 Objektif karena semua mahasiswa diuji dengan ujian yang sama. Terstruktur karena yang diuji keterampilan klinik tertentu dengan menggunakan lembar penilaian tertentu. Dalam OSCE penilaian berdasar pada keputusan yang sifatnya menyeluruh dari berbagai komponen kompetensi. Setiap stasiun mempunyai materi uji yang spesifik.24,252.3.2 Tujuan dan Manfaat OSCEOSCE bertujuan untuk menilai kinerja kompetensi klinis mahasiswa secara objektif dan terstruktur.25 Selain itu OSCE merupakan instrumen penilaian yang valid dan reliable. OSCE mengurangi faktor keberuntungan, mengurangi variasi dalam memberikan nilai dan menggambarkan tugas nyata seorang dokter.52.3.3 Komponen OSCEOSCE terdiri dari beberapa komponen:11,26a. PesertaPeserta merupakan mahasiswa yang akan menjalani ujian. Sebelumnya mahasiswa mendapatkan pelatihan tentang kompetensi keterampilan klinik yang akan diujikan melalui kegiatan pembelajaran skills lab. Pada saat ujian berlangsung, peserta akan diberikan instruksi tentang apa yang diujikan dalam suatu stasiun. Umumnya instruksi berbentuk suatu kasus klinis.b. PengujiPenguji memberikan nilai kepada peserta ujian untuk menilai kinerja peserta. Sebelumnya dilakukan pelatihan kepada penguji untuk mengurangi subjektivitas penilaian.c. StasiunJumlah stasiun akan bervariasi berdasarkan fungsi dari jumlah kompetensi yang akan diuji. Setiap stasiun memiliki alokasi waktu tertentu.d. Checklist penilaianUntuk mengevaluasi keterampilan klinik, penguji akan menggunakan checklist yang berisi prosedur yang harus dilakukan. Setiap prosedur memiliki poin tertentu sesuai dengan kriteria penilaian yang ditetapkan. e. Pasien simulasiDalam beberapa stasiun terutama yang terdapat keterampilan anamnesis dan pemeriksaan fisik, digunakan pasien simulasi. Sebelum ujian berlangsung, dilakukan pelatihan kepada pasien simulasi untuk penampilan yang konsisten sekaligus menjaga reliabilitas OSCE.

2.3.4 Pelaksanaan OSCEPelaksanaan OSCE dilakukan dengan menentukan kompetensi yang harus dinilai.26 Setiap stasiun menilai kompetensi siswa dalam wilayah kompetensi keterampilan komunikasi, keterampilan klinis dan prosedural serta keterampilan teknik. Kemudian untuk memperkuat validitas maka dilakukan evaluasi pada jumlah stasiun, waktu yang dialokasikan untuk stasiun, isi dari setiap stasiun, persiapan dan pelatihan pasien simulasi, persiapan dan pelatihan penguji serta kriteria penilaian.26,27 Setiap mahasiswa akan melewati siklus yang sama dari stasiun yang diujikan selama OSCE, dengan masing-masing stasiun berlangsung dalam waktu yang telah ditentukan setelah itu penguji akan memberikan penilaian sesuai dengan kinerja mahasiswa.242 2.2 2.3.5Kriteria Penilaian OSCEKompetensi yang dinilai dalam OSCE adalah:25a. Kemampuan anamnesisKemampuan anamnesis bertujuan untuk menilai kemampuan dalam memfasilitasi pasien untuk menceritakan keluhannya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang akurat dan adekuat serta memberikan respon yang sesuai terhadap insyarat pasien baik yang verbal maupun non verbal.b.Kemampuan pemeriksaan fisikPenilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta melakukan pemeriksaan fisik sesuai masalah klinik pasien. Pemeriksaan harus dilakukan menggunakan teknik pemeriksaan yang logis, sistematik dan efisien.c.Melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang diagnosis banding atau diagnosisPenilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta untuk melakukan suatutes atau prosedur klinik dengan benar dan menyampaikan prosedur atau hasilnya atau menginterpretasi hasil pemeriksaan penunjang dengan benar dan menjelaskan kepada pasien dengan tepat.d.Penegakan diagnosis/diagnosis bandingPeserta diharapkan mampu menemukan diagnosis banding yang tepat dari gejala klinik yang dihadapi pasien.e.Tatalaksana1. Non-farmakoterapi (tindakan)Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta dalam melakukan tindakan yang sesuai masalah klinik pasien berbasis dasar dan dengan prosedur yang tepat.2. FarmakoterapiDalam hal ini yang dinilai adalah kemampuan untuk memilih obat yang tepat dan rasional bagi pasienf.Komunikasi dan atau edukasi pasienDalam aspek komunikasi dan edukasi, peserta diharapkan berkomunikasi dengan baik. Peserta harus menggali perspektif pasien dengan bahasa yang bisa dimengerti, memberikan kesempatan bertanya kepada pasien, menanggapi pertanyaan/pernyataan pasien baik verbal maupun non verbal, melakukan diskusi, negosiasi dan membina hubungan baik dengan pasien atau memberikan penyuluhan yang tepat terkait masalah klinis pasien.g.Perilaku ProfesionalPerilaku profesional meliputi kemampuan peserta mempraktekkan aspek profesionalisme. Tindakan yang dinilai adalah penggunaan informed consent, melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga tidak membahayakan pasien, memperhatikan kenyamanan pasien, melakukan tindakan sesuai prioritas dan menunjukan rasa hormat kepada pasien.

1. 2. 2.4 Kerangka TeoriKerangka teori penelitian ini adalah:

Adversity Quotient (AQ)Masalah danhambatan yang dialamimahasiswaOSCENon-akademisFaktor yang mempengaruhi :Daya saingProduktivitasKreativitasMotivasiMengambil risikoPerbaikanKetekunanBelajarMerangkul perubahanKeuletan, stres, tekanan dan kemunduranAkademisDaya juangKeberhasilan

Ujian

Gambar 2.4 Kerangka teori

2.5 Kerangka KonsepBerdasarkan teori di atas, maka penulis dapat membatasi cakupan penelitian dengan kerangka konsep yaitu hubungan Adversity Quotient (AQ) dengan nilai OSCE seperti berikut ini:

Nilai OSCE Adversity Quotient (AQ);Variabel IndependenVariabel Dependen

Gambar 2.5 Kerangka konsep6