BAB II - Tinjauan Pustaka

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Nefrologi Anak: Manifestasi Kelainan Ginjal Terkait Sindrom Nefrotik (Edema, Proteinuria dan Hipertensi) A. Edema Definisi Edema adalah kenaikan abnormal volume cairan ekstraselular yang tampak secara klinis. Pemahaman patofisiologi terjadinya edema akan memudahkan dalam melakukan evaluasi diagnosis banding penyebab edema. Dengan memperhatikan lokasi awal terjadinya edema, onset, gejala dan keluhan yang menyertai edema maka akan sangat membantu dalam proses diagnostik ( 1 ). Etiologi Berdasarkan luasnya, edema dapat dibagi dua menjadi edema yang terlokalisir dan edema yang terjadi di seluruh tubuh (generalisata) ( 1 ). 16

description

sindrom metabolik

Transcript of BAB II - Tinjauan Pustaka

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Nefrologi Anak: Manifestasi Kelainan Ginjal Terkait Sindrom Nefrotik (Edema, Proteinuria dan Hipertensi)A. EdemaDefinisiEdema adalah kenaikan abnormal volume cairan ekstraselular yang tampak secara klinis. Pemahaman patofisiologi terjadinya edema akan memudahkan dalam melakukan evaluasi diagnosis banding penyebab edema. Dengan memperhatikan lokasi awal terjadinya edema, onset, gejala dan keluhan yang menyertai edema maka akan sangat membantu dalam proses diagnostik (1).

EtiologiBerdasarkan luasnya, edema dapat dibagi dua menjadi edema yang terlokalisir dan edema yang terjadi di seluruh tubuh (generalisata) (1). Berdasarkan sifatnya terhadap tekanan, edema dapat dibagi menjadi pitting dan non-pitting. Bila daerah edema diberi tekanan (misal dengan jari) dan meninggalkan indentasi, disebut pitting edema. Jika indentasi tidak terjadi, maka disebut non-pitting edema (1).

PatofisiologiBerdasarkan patofisiologi terjadinya edema, secara garis besar dapat disebabkan oleh 5 mekanisme utama, yaitu peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan tekana onkotik plasma, peningkatan permeabilitas kapiler, gangguan dalam aliran limfe dan gangguan regulasi hemostatik natrium dan cairan tubuh (1).Tekanan hidrostatik intravaskular dan tekanan onkotik ruang interstisial merupakan tekanan yang mendorong cairan bergerak dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Sebaliknya, tekanan onkotik dari protein dalam plasma dan tekanan hidrostatik dari ruang interstisial mendorong cairan ke dalam ruang intravaskular (1).

Berbagai Kelainan Penyebab EdemaEdema NefritikEdema nefritik terjadi sebagai akibat dari peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler, sebagai dampak peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma ini terjadi karena adanya penurunan laju filtrasi glomerulus dan retensi natrium (dan cairan) sebagai akibat proses primer yang ada di ginjal (1).Edema NefrotikEdema nefrotik adalah edema yang terjadi karena adanya penurunan tekanan onkotik plasma. Terjadinya hipoproteinemia (hipoalbuminemia) ini disebabkan karena proteinuria yang masif, seperti yang terjadi pada sindrom nefrotik (1).Mekanisme terjadinya edema pada sindrom nefrotik, secara klasik dianggap mengikuti teori underfilled. Berdasarkan teori underfilled, hipoalbuminemia yang disebabkan kebocoran protein, akan menyebabkan tekanan onkotik intravaskular menurun. Sebagai dampaknya, keseimbangan tekanan menurut hukum Starling bergeser dan cairan intravaskular akan merembes ke ruang interstisial, sehingga terjadilah edema. Akibat pergeseran cairan ini, maka volume intravaskular akan menurun, dan memberikan stimulasi pada ginjal untuk melakukan retensi cairan dan garam (1).Retensi yang merupakan kompensasi sekunder ini berupaya meningkatkan volume intravaskular. Namun demikian justru akan semakin mengencerkan protein plasma dan semakin menurunkan tekanan onkotik plasma. Pada akhirnya keadaan ini akan mempercepat perpinndahan cairan ke ruang interstisial, sehingga edema menjadi semakin berat hingga mencapai kestabilan (1).

B. ProteinuriaDalam keadaan normal, filtrasi glomerulus dapat menghasilkan cairan ultrafiltrat sekitar 180 liter/hari. Sebelum memasuki filtrasi glomerulus, cairan mengandung sekitar 11.000 14.000 gram protein, sedangkan urine yang dihasilkan tidak mengandung protein yang kasat mata. Konservasi protein esensial ini berguna untuk pengaturan onkotik, sistem imun, koagulasi dan media berbagai proses vital lainnya (1).Peningkatan sekresi protein (proteinuria), hampir selalu disebabkan faktor intrinsik ginjal. Sebagian besar penyakit ginjal berhubungan dengan proteinuria dalam skala yang berbeda. Proteinuria ringan umumnya tidak menyebabkan konsekuensi klinis, tetapi bila berat (>3 gram /hari) dapat berdampak hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, hiperkoagulabilitas dan ketidakstabilan hemodinamik (1).

Regulasi Protein Dalam GinjalIndividu normal, memiliki nilai rata-rata eksresi protein urin harian 40-80 mg, dengan batas maksimal 75-150 mg. Protein dalam urin merupakan campuran protein plasma yang melalui sawar filtrasi, dan protein non-plasma yang asalnya dari tubulus dan traktus urinarius bawah. Komposisi keseluruhannya, albumin 30-40%, IgG 5-10%, rantai ringan 5%, IgA 3%. Sedangka sisanya adalah protein Tamm-Horsfall, yang merupakan glikoprotein yang tak ditemukan dalam plasma, dan meruapakan protein yang paling banyak dalam urin individu normal. Molekul besar, seperti IgG dan IgM normalnya tak terdeteksi dalam urin (1).Regulasi protein di ginjal sifatnya sangat kompleks, namun secara garis besar ada dua komponen utama, yaitu permeabilitas filter glomerulus terhadap plasma protein dan metabolisme tubular terhadap protein yang telah difiltrasi (1).Faktor utama dalam filtrasi protein adalah restriksi mekanik dan elektrokimia terhadap protein yang melintasi membrane kapiler glomerulus. Faktor hemodinamik, ukuran, konfigurasi, deformabilitas dan beda potensial listrik (charge) molekul juga merupakan determinan penting dalam proses ini (1).

PatofisiologiBerdasarkan patofisiologinya, proteinuria dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu proteinuria glomerular, proteinuria tubular dan proteinuria karena produksi berlebih (1).Proteinuria GlomerularProteinuria glomerular adalah proteinuria yang disebabkan karena peningkatan permeabilitas selektif pada sawar filtrasi glomerulus terhadap protein plasma. Karenanya, proteinuria disini dasar utamanya adalah albuminuria. Sedangkan eksresi protein dengan molekul ringan, pada umumnya tetap ada nilai mimal. Albuminuria sendiri sebenarnya dapat terjadi sebagai fenomena sementara saja pada individu sehat. Sedangkan albuminuria yang persisten mengindikasikan adanya penyakit ginjal. Di sisi lain, albuminuria terjadi pada sebagian besar penyakit ginjal, baik bila kerusakan terjadi di glomerulus ataupun kompartemen tubulointerstisial. Dalam proporsinya, albumin mencapai 60-90% dari protein urin (1).

Proteinuria TubularPasien dengan kerusakan tubulus primer, memiliki manifestasi klinis proteinuria dengan dominasi protein berberat molekul ringan. Protein yang dikeluarkan melalui urin biasanya melebihi 150 mg per hari namun jarang melebihi 2 gram per hari (1).Proteinuria Karena Produksi BerlebihIni terjadi bila konsentrasi plasma protein melebihi kapasistas yang dapat diserap tubuh, sehingga protein keluar melalui urin, eksresi berlebihan imunoglobulin rantai pendek, rantai panjang, serta fragmen lain sering terjadi pada mieloma multipel, makroglobulinemia dan kelainan imunoglobulin lain. Eksresi berlebih zat tersebut lebih mungkin disebabkan kelebihan produksi yang disertai peningkatan filtrasi, daripada defek primer ginjal. Dalam keadaan normal, fragmen imunoglobulin juga dieksresikan namun jumlahnya minimal. Normalnya, hanya sekitar 3 mg imunoglobulin rantai pendek di sekresikan di urin (1).

C. Hipertensi Pada AnakDefinisiMenurut National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure Education in Children and Adolescents, tekanan darah pada anak berusia > 1 tahun diklasifikasikan sebagai berikut (1) :1. Tekanan darah normal : tekanan sistolik dan diastolik dibawah persentil 902. Pra-hipertensi : tekanand arah sistolik atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan persentil 90 tetapi lebih rendah daripada persentil 95 atau tekanan darah 120/80 mmHg atau lebih pada remaja3. Hipertensi : tekanan darah sistolik atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan persentil 95%4. Hipertensis stadiu, 1 : tekanan sistolik atau diastolik berada antara persentil 95 sampai persentil 95 + 5 mmHg5. Hipertensi stadium 2 : tekanan darah sistolik atau diastolik di atas persentil 99 + 5 mmHg

EtiologiSebagian besar hipertensi pada anak terutama anak pra-remaja merupakan hipertensi sekunder. Sedangkan penyebab tersering hipertensi pada anak adalah penyakit parenkim ginjal (60-70%) dan penyakit renovaskular. Pada remaja sering terjadi hipertensi primer atau esensial, yang meliputi 85-90% kasus (1).

PatogenesisBeberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi pada anak adalah penyakit renovaskular dan parenkim ginjal melalui mekanisme hipovolemia, gangguan sistim renin angiotensin dan aldosteron (SRAA) dan berkurangnya zat vasodilator (1).

2.2 Sindrom Nefrotik (SN)DefinisiSindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai dengan hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (2).Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah, eksresi protein dalam urin juga berkurang (3).

InsidensiSindrom nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak dengan insiden antara 2-4 kasus dari setiap 100.000 anak dibawah 16 tahun setiap tahunnya (4-7).Sindrom nefrotik dapat menyerang semua umur, tetapi terutama menyerang anak-anak yang berusia antara 2-6 tahun, anak laki-laki lebih banyak menderita dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1 (2).

Etiologi dan KlasifikasiSebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun, jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi (2) : 1. Sindrom Nefrotik Bawaan / KongenitalDiturunkan sebagai resesif autosomal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.2. Sindrom Nefrotik SekunderDisebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lain Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus deseminata, purpura anafilaktoid Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis , trombosis vena renalis Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa3. Sindrom Nefrotik Idiopatik (tidak diketahui sebabnya)Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan elektron, Churg dkk.membagi dalam 4 golongan yaitu :a. Kelainan minimalDengan mikroskop biasa glomerulus nampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.b. Nefropati membranosaSemua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.c. Glomerulonefritis proliferatifTerdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif.d. Glomerulosklerosis fokal segmental (5)Pada anak-anak, 85-90% kasus sindrom nefrotik adalah idiopatik dan sensitif terhadap steroid, sehingga respon terhadap prednisolon sangat baik. Pada biopsi ginjal akan didapatkan gambaran histologis dengan kelainan minimal. (7)Kelainan histopatologik yang terbanyak dijumpai pada sindrom nefrotik idiopatik pada anak (lebih dari 80%) adalah tipe kelainan minimal. Lebih dari 90% kasus sindrom nefrotik adalah idiopatik, sedangkan sisanya adalah sindrom nefrotik sekunder yang disebabkan oleh beragam penyakit. (1).Sindrom nefrotik idiopatik pada anak, sebagian besar (80%) mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,5% (8).Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid) (8).Pada saat ini klasifikasi sindrom nefrotik lebih didasarkan pada respon klinis karena lebih bernilai pronostik, yaitu (1):1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SRSS)

DiagnosisSindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinis yang khas, yaitu (1,8):1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotikProteinuria masif adalah keadaan dimana : Dalam urin terdapat protein 40 mg/m2 LPB/jam atau >50 mg, atau Rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg, atau Dipstik 2+.Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama oleh albumin.2. HipoalbuminemiaHipoalbuminemia adalah keadaan albumin serum 200 mg/dl.

AnamnesisKeluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh atau jika terdapat hematuri berwarna kemerahan (2).Pemeriksaan FisisPada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai atau adanya asites dan edema skrotum/labia, terkadang ditemukan hipertensi (2):.Pemeriksaan Penunjang1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin, dapat ditemukan :a. Proteinuria masif (2+)b. Rasio kreatinin urin >2c. Dapat disertai hematuria2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari3. Pemeriksaan daraha. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED), dapat ditemukan LED yang meningkat.b. Kadar albumin dan kolesterol plasma, dapat ditemukan hipoalbuminemia (200 mg/dl)c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwartz. Kadar ureum dan kreatinin umunya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persistene. Bila curiga lupus erutematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti-dsDNABiopsi GinjalBiopsi ginjal tdak diperlukan pada sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik. Lebih dari 80% anak dengan sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik kelainan minimal dengan ciri khasnya berupa histologi ginjal yang normal pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Sisanya berupa glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS 7%), glomerulonefritis mesangioproliferatif (GNMesP 5%), glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP 7%) dan glomerulonefropati membranosa (GNM 1-2%) (1).Pasien yang menunjukkan gambaran klinik dan laboratium yang tidak sesuai dengan gejala kelainan minimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid dimulai. Biopsi ginjal umumnya tidak dilakukan pada sindrom nefrotik kambuh sering atau dependen steroid (sebelum dimulainya terapi levamisol atau siklofosfamid) selama masih sensitif steroid (1).

Tabel : Indikasi Biopsi Ginjal

Indikasi Biopsi Ginjal

Saat onsetUmur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 16 tahunHematuria mikroskopik atau makroskopik yang persisten, kadar C3 rendahHipertensi menetapGangguan fungsi ginjal yang tidak berhubungan dengan hipovolemia intravaskularAdanya gejala-gejala ekstra renal, misalnya arthritis, rash, limfadenopati

Setelah terapi inisialResisten steroid dini atau lambatSebelum mulai terapi dengan siklosporin

Dikutip dari: Bagga A, Menon S. Idiopathic Nephrotic Syndrome: Initial Management. In: Chiu MC, Yap HK, editors. Parctical Paediatric Nephrology An Update of Current Practices. Hong Kong: Medcom Limited; 2005.

TatalaksanaPada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah (2).

MedikamentosaSebagian besar anak datang dengan sembab hebat atau dengan infeksi berat yang harus ditangani dengan benar sebelum terapi steroid dimulai. Prednison atau prednisolon merupakan obat pilihan utama untuk terapi.Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu, dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang sehari (dosis alternating) selama 4-8 minggu (2).Bila terjadi relaps, maka diberikan prednison 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat imunosupresa lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal di bawah pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema (persentil ke-50 berat badan menurut tinggi badan) (2).SuportifBila adaedema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein normal (1,5-2 g/kgBB/hari_, diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis, aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian albumin 20-25% degan dosis 1 g/kgBB selama 2-4 jam untukm menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB dilakukan atas indikasi seperti edema refrakter, syok atau kadar albumin 1 gram/dL. Terapi psikologis terhadap pasien dan orang tua diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronik (2).

Dosis pemberian albumin :Kadar albumin serum 1-2 g/dL : diberikan 0,5 g/kgBB/hariKadar albumin