BAB II Tinjauan Pustaka
-
Upload
rizal-adiwangsa -
Category
Documents
-
view
32 -
download
2
Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Secara sederhana manajemen sumber daya manusia (MSDM)
mempunyai pengertian yaitu pengelolaan sumber daya manusia dengan
tujuan agar perusahaan mendapatkan hasil yang optimal. Sumber daya
manusia adalah salah satu modal utama dalam menjalankan kegiatan
operasional perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan yang
teratur dan terukur agar setiap potensi yang dimiliki oleh setiap individu di
dalam sebuah perusahaan itu dapat memberikan eksistensi kerjanya demi
kemajuan perusahaan tersebut.
Ruang lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi seluruh
aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam
perusahaan, seperti yang dinyatakan oleh Russel dan Bernardin (1993)
bahwa aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan manajemen sumber daya
manusia secara umum mencakup:
1. Rancangan perusahaan
2. Penyusunan kepegawaian (staffing)
3. Pemberian penghargaan (reward)
4. Manajemen kinerja
5. Pengembangan pekerja dan perusahaan
6. Komunikasi dan hubungan masyarakat
Dessler (2003) dalam buku manajemen sumber daya manusia
menyatakan pendapatnya adalah “Kebijakan dan praktik yang dibutuhkan
seseorang untuk menjalankan aspek „orang‟ atau sumber daya manusia dari
posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan,
pengimbalan, dan penilaian”.
2.2. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah suatu usaha yang bergerak dalam layanan jasa
yang terdiri dari tenaga medis profesional yang didukung oleh teknologi dan
ilmu kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, melakukan
diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Menurut
7
Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat. Dalam buku Siregar dan Amalia, (2004)
menyatakan bahwa Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan, yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat.
Rumah sakit juga dapat dibedakan dalam beberapa kategori salah
satunya berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan dalam dua klasifikasi (Permenkes RI Nomor 1045/MENKES/
PER/XI/2006) yakni:
(1). Rumah sakit umum, rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit,
(2). Rumah sakit khusus, rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
2.3. Pengertian Pelatihan
Menurut Mathis (2002), pelatihan adalah suatu proses di saat orang-
orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan
perusahaan. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan
perusahaan, pelatihan yang dapat dipandang secara sempit maupun luas.
Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai / karyawan dengan
pengetahuan yang lebih khusus di bidangnya dan dapat diketahui serta
ketrampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka saat ini.
Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan
pengembangan, pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan
serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang
berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Sedangkan Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan
bagian dari investasi SDM (Human Investment) untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan kerja. Dengan demikian, hal tersebut dapat
8
meningkatkan kinerja staf atau pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan
dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan
dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan
keterampilan kerja.
Pelatihan menurut Dessler (2003) adalah proses mengajarkan
karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka
butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan
salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
dunia kerja. Karyawan yang baru ataupun yang sudah lama bekerja perlu
mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat
berubah setiap saat karena adanya perubahan lingkungan kerja, kebijakan
strategi perusahaan, kondisi perkonomian yang tidak stabil dan lain
sebagainya.
2.3.1 Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Tujuan umum pelatihan adalah sebagai berikut,
1. Mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif,
2. Mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan secara benar dan terukur.
3. Mengembangkan sikap yang baik sehingga menimbulkan
adanya kerjasama dengan rekan staf perawat serta manajemen
(pimpinan).
Komponen-komponen pelatihan seperti yang dijelaskan oleh
Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan
dapat di ukur.
2. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai
(profesional).
3. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dicapai.
4. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
9
Pengembangan program pelatihan perlu diperhatikan agar
pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan. Selain
itu, juga diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik.
Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian
kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan, dan tahap evaluasi. Atau
dengan istilah lain ada tahap perencanaan pelatihan, tahap
pelaksanaan pelatihan dan tahap pasca pelatihan. Mangkunegara
(2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan
pengembangan meliputi:
1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan ( need assessment).
2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan.
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya.
4. Menetapkan metode pelatihan.
5. Mengadakan percobaan (try out) dan perbaikan (revisi).
6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi.
2.3.2 Tahapan Proses Pelatihan
Proses pelatihan dimulai dari tahapan sebelum pelatihan yaitu
menganalisis kebutuhan pelatihan lebih dahulu menurut Sjafri
(2003). Setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, dilanjutkan
tahapan berikutnya:
1. Penilaian kebutuhan pelatihan.
a. Penilaian kebutuhan perusahaan.
b. Penilaian kebutuhan tugas.
c. Penilaian kebutuhan karyawan.
2. Perumusan tujuan pelatihan.
Perumusan tujuan pelatihan harus ada keterkaitan antara input,
output, outcome, dan impact dan pelatihan itu sendiri.
3. Prinsip-prinsip pelatihan.
a. Partisipasi
b. Pendalaman
c. Relevansi
d. Pengalihan
10
e. Umpan balik
f. Suasana nyaman
g. Memiliki kriteria
4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan.
a. Pelatihan instruksi pekerjaan
b. Perputaran pekerjaan
c. Magang dan pelatihan
d. Kuliah dan presentasi
e. Permainan peran dan pemodelan perilaku
f. Studi kasus
g. Simulasi
h. Studi mandiri dan pembelajaran program
i. Pelatihan laboratorium
j. Pembelajaran aksi
Mangkuprawira (2004) menyatakan tahapan-tahapan proses
pelatihan ada tiga tahap mulai dari tahap penilaian (assessment),
tahap pelatihan dan tahap evaluasi. Pada tahap penilaian dilakukan
karena alasan:
1) Setiap orang ataupun divisi harus dianalisis kebutuhan pelatihan
yang dibutuhkannya.
2) Kebutuhan perusahaan masa mendatang yang diatasi dengan
program pengembangan dan pelatihan.
Pada pelatihan terdiri dari tiga tahap Mangkuprawira
(2004) yaitu: tahap penilaian, tahap pelatihan dan tahap evaluasi.
Tahap penilaian dilakukan karena dua alasan yaitu:
1. Belum tentu semua pihak siap dan membutuhkan pelatihan
tertentu.
2. Karena penilaian akan kebutuhan permasalahan yang terkini
(current issue) dan tantangan-tantangan masa depan yang
diharapkan akan dapat diatasi melalui kegiatan pelatihan dan
pembangunan.
11
Pada tahap ini kebutuhan pelatihan tidak hanya dilihat dari
kebutuhan perusahaan, tetapi juga kebutuhan tugas. Penilaian
kebutuhan dianalisis sehingga tujuan pelatihan dapat dikembangkan.
Selain itu, dapat dilakukan perancangan dan menyeleksi prosedur
pelatihan sehingga kegiatan pelatihan dapat dilaksanakan untuk
mengetahui hasil pelatihan dan disesuaikan dengan kriteria yang
telah ditetapkan pada tahapan penilaian.
Tahap Asesmen Tahap Pelatihan Tahap Evaluasi
Gambar 1. Model proses pelatihan ( Mangkuprawira, 2004 )
2.3.3 Metode Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (1998) metode pelatihan yang
digunakan dalam pelatihan dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Metode di dalam pekerjaan ( on the job Training )
Metode ini merupakan pelatihan langsung yang berikan
kepada karyawan baru (trainee) yang dihadapkan ke dalam situasi
pekerjaan nyata, pada situasi ini karyawan yang berpengalaman
Umpan balik
Umpan Balik
Penilaian Kebutuhan
Perusahaan
Penilaian
Kebutuhan
Tugas
Penilaian
Kebutuhan
karyawan
Merancang
dan
Menyeleksi
Prosedur Mengukur
Hasil
Pelatihan
Pengembangan
Tujuan Pelatihan
Pelatihan Pengembangan
Kriteria
Evaluasi
Mengembangkan Hasil
dengan Kriteria
12
akan memperlihatkan atau membimbing para karyawan baru dengan
memberikan contoh – contoh pekerjaan yang baik dalam penanganan
suatu pekerjaan secara langsung di tempat kerja dengan jelas dan
nyata. Bentuk metode pelatihan ini meliputi latihan :
a) Rotasi jabatan.
b) Magang (Apprenticeships)
c) Pelatihan pada pekerjaan (coaching).
d) Penugasan penelitian
Keuntungan dari metode pelatihan on the job training yaitu;
1) Karyawan dihadapkan pada pekerjaan yang sesungguhnya bukan
hanya teori atau tugas yang disimulasikan.
2) Karyawan mendapatkan panduan langsung dari karyawan senior
yang berpengalaman dan mengetahui karakteristik pekerjaannya
dan telah melaksanakan tugas dengan baik.
3) Program ini langsung berkaitan dengan bidang pekerjaan yang
akan dihadapi, tidak membutuhkan biaya yang relatif besar dan
dapat memotivasi kinerja karyawan.
2. Metode di luar pekerjaan ( off the job training )
Metode ini memberi kesempatan pada karyawan baru atau
lama sebagai peserta pelatihan sehingga dapat meningggalkan tempat
pekerjaannya dan kegiatannya untuk sementara waktu. Pada umumnya
metode ini mempunyai dua macam yaitu:
a. Teknik presentasi
Pada teknik presentasi ini menyajikan informasi yang tujuanya
memperkenalkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan baru kepada
para peserta. Metode yang sering dipakai adalah bentuk ceramah,
teknik diskusi, teknik permodelan prilaku, dan teknik magang.
b. Teknik simulasi.
Teknik simulasi adalah suatu penentuan karekteristik atau
perilaku tertentu penilaian sehingga para peserta dihadapkan pada
keadaan yang sebenarnya. Metode-metode simulasi ini mencakup
simulator alat-alat:
13
1) Studi kasus.
2) Permainan peran (role playing).
3) Teknik di dalam keranjang.
Keuntungan dari metode off the job training adalah :
1) Memberi gambaran nyata kepada karyawan di luar lingkungan
pekerjaannya, sehingga dapat mengetahui perbedaan yang terjadi
di tempat lain pada bidang pekerjaan yang sama karakteristiknya .
2) Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk bertemu
dengan orang-orang dari depertemen lain atau perusahaan lain
untuk saling tukar pengalaman.
3) Meningkatkan keluwesan karyawan dan membuat mereka lebih
siap untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab baru
4) Menyegarkan kembali karyawan dengan menghadirkan suasana
baru dalam pelatihan.
2.3.4 Evaluasi Efektifitas Pelatihan
Hardjana (2001) menyatakan bahwa sebuah pelatihan efektif
bila perusahaan mengadakan evaluasi terhadap kebutuhan pelatihan.
Beberapa cara dalam menentukan kebutuhan pelatihan melalui
beberapa metode antara lain wawancara, kuesioner, audit terhadap
bagian terkait, biaya atau efisiensi.
Kirkpatrick (1998) mengembangkan konsep evaluasi training
yang dikenal dengan 4-level training evaluation.
a. Level reaksi (reaction), pada level ini diukur mengenai reaksi
peserta pelatihan yang dirancang untuk mengetahui pendapat dari
para peserta mengenai program pelatihan. Usaha untuk
mengetahui pendapat dari para peserta tentang pelatihan ini,
didasarkan pada beberapa alasan utama, seperti untuk mengetahui
kepuasan para peserta terhadap program pelatihan yang
dilaksanakan selanjutnya melakukan beberapa revisi atas program
pelatihan untuk menjamin agar para peserta yang lain bersikap
represif untuk mengikuti program pelatihan.
14
b. Level pembelajaran (learning), Informasi yang ingin diperoleh
melalui evaluasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh para
peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-
keterampilan yang diberikan selama pelatihan.
c. Level perilaku (behavior), tahap pengukuran perubahan sikap atau
perilaku dan menerapkan ilmu baru di tempat kerja meliputi
perilaku dari para peserta pelatiahan sebelum dan sesudah pelatihan
sehingga dapat dibandingkan tingkat pengaruh pelatihan terhadap
perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran
dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau kinerja para
peseerta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.
d. Level 4 adalah hasil (result), pada level ini untuk mengukur
adanya dampak pelatihan terhadap unit kerja atau perusahaan
secara keseluruhan. Pada level 4 merupakan posisi dimana metode
perhitungan Retun On Traning Investment (ROTI) akan
dilakukan. Menurut Kirkpatrick, hal yang paling utama untuk
diketahui oleh manajemen adalah hasil atau dampak
pengembangan sumber daya manusia atau pelatihan sesuai dengan
yang diinginkan manajemen atau pimpinan perusahaan. Pada
evaluasi Level 4 Hasil (result) sebagai evaluasi yang paling penting
sekaligus paling sulit untuk dilakukan. Namun faktor‐faktor lain
yang juga sangat mempengaruhi peningkatan kinerja yang terjadi,
sehingga pelatihan bukan hanya faktor utama yang memberikan
dampak terhadap kinerja.
2.4 Kinerja
2.4.1. Pengertian Kinerja
Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting
ketika perusahaan akan melakukan penempatan posisi karyawan
sesuai dengan bidang ilmu dan kemampuannya. Artinya bagaimana
perusahaan harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kinerja. Hasil analisis akan bermanfaat dalam
15
perencanaan program pengembangan sumber daya manusia ( SDM )
secara optimum. Sesuai dengan tujuan akhir dari kinerja individu
akan mencerminkan level kompetisi suatu perusahaan.
Fawzi (2005) menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode
tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah
terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-
Bantam English Distionary, (1979), berasal dari akar kata “to
perform” dengan beberapa pengertian yaitu:
1) Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out,
execute).
2) Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar
( to discharge of fulfill; as vow).
3) Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute
or complete an understaking).
4) Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin
(to do what is expected of a person machine).
Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Prestasi atau kinerja adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Gomes (2003) menjelaskan bahwa kinerja (Performance)
merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu
tertentu”. Menurut Gibson, dkk (2003), kinerja (job performance)
adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan perusahaan,
efisiensi dan efektifitas kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas
16
(2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam
suatu perusahaan. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada
personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi
juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam perusahaan.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak
(2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil
atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat
pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.
Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan, termasuk kinerja masing-
masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Irawan (2002) menuliskan bahwa kinerja (performance) adalah
hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur.
Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan perusahaan,
tujuan unit, dan tujuan pegawai / karyawan, kita juga mengenal tiga
macam kinerja, yaitu kinerja perusahaan, kinerja unit, dan kinerja
staf atau karyawan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi
kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi
kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang.
Dengan demikian, kinerja maupun prestasi kerja merupakan
cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.
Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja
lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan
(corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan
perkataan lain, jika kinerja karyawan (individual performance) baik
maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate
performance) juga baik.
2.4.2. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2004) bahwa tujuan dari pelatihan adalah :
1. Meningkatkan jumlah output.
2. Meningkatkan kualitas output.
17
3. Menurunkan biaya.
4. Menurunkan limbah
5. Mengurangi terjadinya kecelakaan
6. Menurunkan jumlah keluar masuknya karyawan baru (turnover),
ketidakhadiran kerja
7. Meningkatkan kepuasan kerja dan untuk mencegah timbulnya
antisipasi karyawan.
Menurut Mangkuprawira (2004), tujuan pelatihan ditinjau dari
sisi individu karyawan, yaitu perubahan dalam peningkatan
pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan pengembangan karir.
Sedangkan tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya
kinerja maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi
pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada keterkaitan antara input,
output, outcome dan impact dari pelatihan yaitu :
1. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatih, bentuk dan
materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan
tempat, anggaran, fasilitas lain. Menurut Rivai (2004), materi
program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan.
Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian
khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha
untuk mempengaruhi sikap.
2. Faktor output terdiri dari jumlah kehadiran karyawan atau peserta
pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih
kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola.
3. Faktor outcome meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan karyawan.
4. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan,
pengembangan karir karyawan, dan peningkatan kinerja
perusahaan.
Menurut Rivai (2004), manfaat dari kegiatan pelatihan dapat
dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Manfaat bagi karyawan
18
a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan
pemecahan masalah yang lebih efektif.
b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan,
pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan
kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan.
c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan
rasa percaya diri.
d. Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustrasi dan
konflik.
e. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan
kepemimpinan, keterampilan komunikasi, dan sikap.
f. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan.
g. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara
meningkatkan keterampilan interaksi.
h. Memenuhi kebutuhan personal peserta serta pelatih
i. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan.
j. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan.
k. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara,
dan menulis dengan latihan.
l. Membantu menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan
tugas baru.
2. Manfaat bagi perusahaan.
a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap
yang lebih terhadap orientasi profit.
b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua
level perusahaan.
c. Memperbaiki moral SDM
d. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan.
e. Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik.
f. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan.
g. Meningkatkan hubungan antara bawahan dengan atasan
h. Membantu pengembangan perusahaan.
19
i. Belajar dari peserta.
j. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan
perusahaan.
k. Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa
depan.
l. Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan
masalah yang lebih efektif.
m. Membantu pengembangan promosi dari dalam.
n. Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan,
motivasi, kesetiaan, sikap, dan aspek lain yang biasanya
diperlihatkan pekerja.
o. Membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kualitas
kerja.
p. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang, seperti
produksi, SDM, dan administrasi.
q. Meningkatkan rasa meningkatkan rasa tanggung jawab
terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan.
r. Meningkatkan hubungan antar buruh dengan manajemen.
s. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunaan
konsultan internal.
t. Mendorong mengurangi perilaku yang merugikan.
u. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan.
v. Membantu meningkatan komunikasi perusahaan.
w. Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan
perusahaan.
3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antar grup dan
pelaksana kebijakan
a. Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.
b. Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan karyawan
transfer atau promosi.
c. Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi
alternatif.
20
d. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan
kebijakan internasional.
e. Meningkatkan keterampilan interpersonal.
f. Membuat kebijakan perusahaan, aturan, dan regulasi.
g. Meningkatkan kualitas moral.
h. Membangun kohesifitas dalam kelompok.
i. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan, dan
koordinasi.
j. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk
bekerjan dan hidup.
2.5. Penelitian terdahulu
Astuti (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Pelatihan
Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada PT.
UNITEX,Tbk menjelaskan bahwa evaluasi pelatihan terhadap prestasi
kerja pengaruhnya kecil karena penilaian mean yang kecil dari sebelum
dan sesudah pelatihan dan dari nilai ties sebagian besar responden
menyatakan tidak merasa ada perubahan sebelum dan sesudah pelatihan.
Topamahu (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pengukuran
Return On Training Investment dalam Pelatihan Training Selling Pada
Retail Bank Services Pada Bank X disimpulkan training tersebut memiliki
dampak yang sangat berpengaruh bagi perusahaan karena nilai Return On
Training Investment (ROTI) menunjukkan 441 % artinya biaya yang
dikeluarkan untuk pelatihan tersebut mendapatkan manfaat yang lebih
besar dan perlu diteruskan kelanjutannya. Setiap faktor training dan kinerja
setiap peserta memberikan kontribusi 26 %.
Windi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Metode
Pelatihan terhadap Produktifitas Kerja Karyawan pada PT Syngenta
diketahui bahwa metode pelatihan dan produktivitas dinilai baik dengan
rataan skor 3,10 dan 3,07 dan berdasarkan analis regresi berganda
berpengaruh nyata terhadap produktivitas karyawan.