BAB II Tinjauan Pustaka

15
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Secara sederhana manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai pengertian yaitu pengelolaan sumber daya manusia dengan tujuan agar perusahaan mendapatkan hasil yang optimal. Sumber daya manusia adalah salah satu modal utama dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan yang teratur dan terukur agar setiap potensi yang dimiliki oleh setiap individu di dalam sebuah perusahaan itu dapat memberikan eksistensi kerjanya demi kemajuan perusahaan tersebut. Ruang lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam perusahaan, seperti yang dinyatakan oleh Russel dan Bernardin (1993) bahwa aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia secara umum mencakup: 1. Rancangan perusahaan 2. Penyusunan kepegawaian (staffing) 3. Pemberian penghargaan (reward) 4. Manajemen kinerja 5. Pengembangan pekerja dan perusahaan 6. Komunikasi dan hubungan masyarakat Dessler (2003) dalam buku manajemen sumber daya manusia menyatakan pendapatnya adalah “Kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek „orang‟ atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian”. 2.2. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah suatu usaha yang bergerak dalam layanan jasa yang terdiri dari tenaga medis profesional yang didukung oleh teknologi dan ilmu kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, melakukan diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Menurut

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Secara sederhana manajemen sumber daya manusia (MSDM)

mempunyai pengertian yaitu pengelolaan sumber daya manusia dengan

tujuan agar perusahaan mendapatkan hasil yang optimal. Sumber daya

manusia adalah salah satu modal utama dalam menjalankan kegiatan

operasional perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan yang

teratur dan terukur agar setiap potensi yang dimiliki oleh setiap individu di

dalam sebuah perusahaan itu dapat memberikan eksistensi kerjanya demi

kemajuan perusahaan tersebut.

Ruang lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi seluruh

aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam

perusahaan, seperti yang dinyatakan oleh Russel dan Bernardin (1993)

bahwa aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan manajemen sumber daya

manusia secara umum mencakup:

1. Rancangan perusahaan

2. Penyusunan kepegawaian (staffing)

3. Pemberian penghargaan (reward)

4. Manajemen kinerja

5. Pengembangan pekerja dan perusahaan

6. Komunikasi dan hubungan masyarakat

Dessler (2003) dalam buku manajemen sumber daya manusia

menyatakan pendapatnya adalah “Kebijakan dan praktik yang dibutuhkan

seseorang untuk menjalankan aspek „orang‟ atau sumber daya manusia dari

posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan,

pengimbalan, dan penilaian”.

2.2. Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah suatu usaha yang bergerak dalam layanan jasa

yang terdiri dari tenaga medis profesional yang didukung oleh teknologi dan

ilmu kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, melakukan

diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Menurut

7

Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan dan gawat darurat. Dalam buku Siregar dan Amalia, (2004)

menyatakan bahwa Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan

upaya kesehatan, yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

bagi masyarakat.

Rumah sakit juga dapat dibedakan dalam beberapa kategori salah

satunya berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit

dikategorikan dalam dua klasifikasi (Permenkes RI Nomor 1045/MENKES/

PER/XI/2006) yakni:

(1). Rumah sakit umum, rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

pada semua bidang dan jenis penyakit,

(2). Rumah sakit khusus, rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

2.3. Pengertian Pelatihan

Menurut Mathis (2002), pelatihan adalah suatu proses di saat orang-

orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan

perusahaan. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan

perusahaan, pelatihan yang dapat dipandang secara sempit maupun luas.

Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai / karyawan dengan

pengetahuan yang lebih khusus di bidangnya dan dapat diketahui serta

ketrampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka saat ini.

Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan

pengembangan, pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan

serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang

berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.

Sedangkan Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan

bagian dari investasi SDM (Human Investment) untuk meningkatkan

kemampuan dan keterampilan kerja. Dengan demikian, hal tersebut dapat

8

meningkatkan kinerja staf atau pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan

dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan

dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan

keterampilan kerja.

Pelatihan menurut Dessler (2003) adalah proses mengajarkan

karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka

butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan

salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam

dunia kerja. Karyawan yang baru ataupun yang sudah lama bekerja perlu

mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat

berubah setiap saat karena adanya perubahan lingkungan kerja, kebijakan

strategi perusahaan, kondisi perkonomian yang tidak stabil dan lain

sebagainya.

2.3.1 Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Tujuan umum pelatihan adalah sebagai berikut,

1. Mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif,

2. Mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan secara benar dan terukur.

3. Mengembangkan sikap yang baik sehingga menimbulkan

adanya kerjasama dengan rekan staf perawat serta manajemen

(pimpinan).

Komponen-komponen pelatihan seperti yang dijelaskan oleh

Mangkunegara (2005) terdiri dari :

1. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan

dapat di ukur.

2. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai

(profesional).

3. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan

tujuan yang hendak dicapai.

4. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus

memenuhi persyaratan yang ditentukan.

9

Pengembangan program pelatihan perlu diperhatikan agar

pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan. Selain

itu, juga diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik.

Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian

kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan, dan tahap evaluasi. Atau

dengan istilah lain ada tahap perencanaan pelatihan, tahap

pelaksanaan pelatihan dan tahap pasca pelatihan. Mangkunegara

(2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan

pengembangan meliputi:

1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan ( need assessment).

2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan.

3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya.

4. Menetapkan metode pelatihan.

5. Mengadakan percobaan (try out) dan perbaikan (revisi).

6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi.

2.3.2 Tahapan Proses Pelatihan

Proses pelatihan dimulai dari tahapan sebelum pelatihan yaitu

menganalisis kebutuhan pelatihan lebih dahulu menurut Sjafri

(2003). Setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, dilanjutkan

tahapan berikutnya:

1. Penilaian kebutuhan pelatihan.

a. Penilaian kebutuhan perusahaan.

b. Penilaian kebutuhan tugas.

c. Penilaian kebutuhan karyawan.

2. Perumusan tujuan pelatihan.

Perumusan tujuan pelatihan harus ada keterkaitan antara input,

output, outcome, dan impact dan pelatihan itu sendiri.

3. Prinsip-prinsip pelatihan.

a. Partisipasi

b. Pendalaman

c. Relevansi

d. Pengalihan

10

e. Umpan balik

f. Suasana nyaman

g. Memiliki kriteria

4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan.

a. Pelatihan instruksi pekerjaan

b. Perputaran pekerjaan

c. Magang dan pelatihan

d. Kuliah dan presentasi

e. Permainan peran dan pemodelan perilaku

f. Studi kasus

g. Simulasi

h. Studi mandiri dan pembelajaran program

i. Pelatihan laboratorium

j. Pembelajaran aksi

Mangkuprawira (2004) menyatakan tahapan-tahapan proses

pelatihan ada tiga tahap mulai dari tahap penilaian (assessment),

tahap pelatihan dan tahap evaluasi. Pada tahap penilaian dilakukan

karena alasan:

1) Setiap orang ataupun divisi harus dianalisis kebutuhan pelatihan

yang dibutuhkannya.

2) Kebutuhan perusahaan masa mendatang yang diatasi dengan

program pengembangan dan pelatihan.

Pada pelatihan terdiri dari tiga tahap Mangkuprawira

(2004) yaitu: tahap penilaian, tahap pelatihan dan tahap evaluasi.

Tahap penilaian dilakukan karena dua alasan yaitu:

1. Belum tentu semua pihak siap dan membutuhkan pelatihan

tertentu.

2. Karena penilaian akan kebutuhan permasalahan yang terkini

(current issue) dan tantangan-tantangan masa depan yang

diharapkan akan dapat diatasi melalui kegiatan pelatihan dan

pembangunan.

11

Pada tahap ini kebutuhan pelatihan tidak hanya dilihat dari

kebutuhan perusahaan, tetapi juga kebutuhan tugas. Penilaian

kebutuhan dianalisis sehingga tujuan pelatihan dapat dikembangkan.

Selain itu, dapat dilakukan perancangan dan menyeleksi prosedur

pelatihan sehingga kegiatan pelatihan dapat dilaksanakan untuk

mengetahui hasil pelatihan dan disesuaikan dengan kriteria yang

telah ditetapkan pada tahapan penilaian.

Tahap Asesmen Tahap Pelatihan Tahap Evaluasi

Gambar 1. Model proses pelatihan ( Mangkuprawira, 2004 )

2.3.3 Metode Pelatihan

Menurut Notoatmodjo (1998) metode pelatihan yang

digunakan dalam pelatihan dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Metode di dalam pekerjaan ( on the job Training )

Metode ini merupakan pelatihan langsung yang berikan

kepada karyawan baru (trainee) yang dihadapkan ke dalam situasi

pekerjaan nyata, pada situasi ini karyawan yang berpengalaman

Umpan balik

Umpan Balik

Penilaian Kebutuhan

Perusahaan

Penilaian

Kebutuhan

Tugas

Penilaian

Kebutuhan

karyawan

Merancang

dan

Menyeleksi

Prosedur Mengukur

Hasil

Pelatihan

Pengembangan

Tujuan Pelatihan

Pelatihan Pengembangan

Kriteria

Evaluasi

Mengembangkan Hasil

dengan Kriteria

12

akan memperlihatkan atau membimbing para karyawan baru dengan

memberikan contoh – contoh pekerjaan yang baik dalam penanganan

suatu pekerjaan secara langsung di tempat kerja dengan jelas dan

nyata. Bentuk metode pelatihan ini meliputi latihan :

a) Rotasi jabatan.

b) Magang (Apprenticeships)

c) Pelatihan pada pekerjaan (coaching).

d) Penugasan penelitian

Keuntungan dari metode pelatihan on the job training yaitu;

1) Karyawan dihadapkan pada pekerjaan yang sesungguhnya bukan

hanya teori atau tugas yang disimulasikan.

2) Karyawan mendapatkan panduan langsung dari karyawan senior

yang berpengalaman dan mengetahui karakteristik pekerjaannya

dan telah melaksanakan tugas dengan baik.

3) Program ini langsung berkaitan dengan bidang pekerjaan yang

akan dihadapi, tidak membutuhkan biaya yang relatif besar dan

dapat memotivasi kinerja karyawan.

2. Metode di luar pekerjaan ( off the job training )

Metode ini memberi kesempatan pada karyawan baru atau

lama sebagai peserta pelatihan sehingga dapat meningggalkan tempat

pekerjaannya dan kegiatannya untuk sementara waktu. Pada umumnya

metode ini mempunyai dua macam yaitu:

a. Teknik presentasi

Pada teknik presentasi ini menyajikan informasi yang tujuanya

memperkenalkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan baru kepada

para peserta. Metode yang sering dipakai adalah bentuk ceramah,

teknik diskusi, teknik permodelan prilaku, dan teknik magang.

b. Teknik simulasi.

Teknik simulasi adalah suatu penentuan karekteristik atau

perilaku tertentu penilaian sehingga para peserta dihadapkan pada

keadaan yang sebenarnya. Metode-metode simulasi ini mencakup

simulator alat-alat:

13

1) Studi kasus.

2) Permainan peran (role playing).

3) Teknik di dalam keranjang.

Keuntungan dari metode off the job training adalah :

1) Memberi gambaran nyata kepada karyawan di luar lingkungan

pekerjaannya, sehingga dapat mengetahui perbedaan yang terjadi

di tempat lain pada bidang pekerjaan yang sama karakteristiknya .

2) Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk bertemu

dengan orang-orang dari depertemen lain atau perusahaan lain

untuk saling tukar pengalaman.

3) Meningkatkan keluwesan karyawan dan membuat mereka lebih

siap untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab baru

4) Menyegarkan kembali karyawan dengan menghadirkan suasana

baru dalam pelatihan.

2.3.4 Evaluasi Efektifitas Pelatihan

Hardjana (2001) menyatakan bahwa sebuah pelatihan efektif

bila perusahaan mengadakan evaluasi terhadap kebutuhan pelatihan.

Beberapa cara dalam menentukan kebutuhan pelatihan melalui

beberapa metode antara lain wawancara, kuesioner, audit terhadap

bagian terkait, biaya atau efisiensi.

Kirkpatrick (1998) mengembangkan konsep evaluasi training

yang dikenal dengan 4-level training evaluation.

a. Level reaksi (reaction), pada level ini diukur mengenai reaksi

peserta pelatihan yang dirancang untuk mengetahui pendapat dari

para peserta mengenai program pelatihan. Usaha untuk

mengetahui pendapat dari para peserta tentang pelatihan ini,

didasarkan pada beberapa alasan utama, seperti untuk mengetahui

kepuasan para peserta terhadap program pelatihan yang

dilaksanakan selanjutnya melakukan beberapa revisi atas program

pelatihan untuk menjamin agar para peserta yang lain bersikap

represif untuk mengikuti program pelatihan.

14

b. Level pembelajaran (learning), Informasi yang ingin diperoleh

melalui evaluasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh para

peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-

keterampilan yang diberikan selama pelatihan.

c. Level perilaku (behavior), tahap pengukuran perubahan sikap atau

perilaku dan menerapkan ilmu baru di tempat kerja meliputi

perilaku dari para peserta pelatiahan sebelum dan sesudah pelatihan

sehingga dapat dibandingkan tingkat pengaruh pelatihan terhadap

perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran

dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau kinerja para

peseerta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.

d. Level 4 adalah hasil (result), pada level ini untuk mengukur

adanya dampak pelatihan terhadap unit kerja atau perusahaan

secara keseluruhan. Pada level 4 merupakan posisi dimana metode

perhitungan Retun On Traning Investment (ROTI) akan

dilakukan. Menurut Kirkpatrick, hal yang paling utama untuk

diketahui oleh manajemen adalah hasil atau dampak

pengembangan sumber daya manusia atau pelatihan sesuai dengan

yang diinginkan manajemen atau pimpinan perusahaan. Pada

evaluasi Level 4 Hasil (result) sebagai evaluasi yang paling penting

sekaligus paling sulit untuk dilakukan. Namun faktor‐faktor lain

yang juga sangat mempengaruhi peningkatan kinerja yang terjadi,

sehingga pelatihan bukan hanya faktor utama yang memberikan

dampak terhadap kinerja.

2.4 Kinerja

2.4.1. Pengertian Kinerja

Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting

ketika perusahaan akan melakukan penempatan posisi karyawan

sesuai dengan bidang ilmu dan kemampuannya. Artinya bagaimana

perusahaan harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kinerja. Hasil analisis akan bermanfaat dalam

15

perencanaan program pengembangan sumber daya manusia ( SDM )

secara optimum. Sesuai dengan tujuan akhir dari kinerja individu

akan mencerminkan level kompetisi suatu perusahaan.

Fawzi (2005) menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil atau

tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode

tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati

bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah

terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-

Bantam English Distionary, (1979), berasal dari akar kata “to

perform” dengan beberapa pengertian yaitu:

1) Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out,

execute).

2) Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar

( to discharge of fulfill; as vow).

3) Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute

or complete an understaking).

4) Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin

(to do what is expected of a person machine).

Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya. Prestasi atau kinerja adalah catatan

tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan

tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Gomes (2003) menjelaskan bahwa kinerja (Performance)

merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu

pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu

tertentu”. Menurut Gibson, dkk (2003), kinerja (job performance)

adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan perusahaan,

efisiensi dan efektifitas kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas

16

(2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam

suatu perusahaan. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada

personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi

juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam perusahaan.

Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak

(2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil

atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat

pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.

Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan

untuk meningkatkan kinerja perusahaan, termasuk kinerja masing-

masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

Irawan (2002) menuliskan bahwa kinerja (performance) adalah

hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur.

Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan perusahaan,

tujuan unit, dan tujuan pegawai / karyawan, kita juga mengenal tiga

macam kinerja, yaitu kinerja perusahaan, kinerja unit, dan kinerja

staf atau karyawan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi

kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi

kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang.

Dengan demikian, kinerja maupun prestasi kerja merupakan

cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.

Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja

lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan

(corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan

perkataan lain, jika kinerja karyawan (individual performance) baik

maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate

performance) juga baik.

2.4.2. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2004) bahwa tujuan dari pelatihan adalah :

1. Meningkatkan jumlah output.

2. Meningkatkan kualitas output.

17

3. Menurunkan biaya.

4. Menurunkan limbah

5. Mengurangi terjadinya kecelakaan

6. Menurunkan jumlah keluar masuknya karyawan baru (turnover),

ketidakhadiran kerja

7. Meningkatkan kepuasan kerja dan untuk mencegah timbulnya

antisipasi karyawan.

Menurut Mangkuprawira (2004), tujuan pelatihan ditinjau dari

sisi individu karyawan, yaitu perubahan dalam peningkatan

pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan pengembangan karir.

Sedangkan tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya

kinerja maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi

pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada keterkaitan antara input,

output, outcome dan impact dari pelatihan yaitu :

1. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatih, bentuk dan

materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan

tempat, anggaran, fasilitas lain. Menurut Rivai (2004), materi

program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan.

Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian

khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha

untuk mempengaruhi sikap.

2. Faktor output terdiri dari jumlah kehadiran karyawan atau peserta

pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih

kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola.

3. Faktor outcome meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan karyawan.

4. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan,

pengembangan karir karyawan, dan peningkatan kinerja

perusahaan.

Menurut Rivai (2004), manfaat dari kegiatan pelatihan dapat

dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu :

1. Manfaat bagi karyawan

18

a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan

pemecahan masalah yang lebih efektif.

b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan,

pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan

kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan.

c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan

rasa percaya diri.

d. Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustrasi dan

konflik.

e. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan

kepemimpinan, keterampilan komunikasi, dan sikap.

f. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan.

g. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara

meningkatkan keterampilan interaksi.

h. Memenuhi kebutuhan personal peserta serta pelatih

i. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan.

j. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan.

k. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara,

dan menulis dengan latihan.

l. Membantu menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan

tugas baru.

2. Manfaat bagi perusahaan.

a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap

yang lebih terhadap orientasi profit.

b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua

level perusahaan.

c. Memperbaiki moral SDM

d. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan.

e. Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik.

f. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan.

g. Meningkatkan hubungan antara bawahan dengan atasan

h. Membantu pengembangan perusahaan.

19

i. Belajar dari peserta.

j. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan

perusahaan.

k. Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa

depan.

l. Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan

masalah yang lebih efektif.

m. Membantu pengembangan promosi dari dalam.

n. Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan,

motivasi, kesetiaan, sikap, dan aspek lain yang biasanya

diperlihatkan pekerja.

o. Membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kualitas

kerja.

p. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang, seperti

produksi, SDM, dan administrasi.

q. Meningkatkan rasa meningkatkan rasa tanggung jawab

terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan.

r. Meningkatkan hubungan antar buruh dengan manajemen.

s. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunaan

konsultan internal.

t. Mendorong mengurangi perilaku yang merugikan.

u. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan.

v. Membantu meningkatan komunikasi perusahaan.

w. Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan

perusahaan.

3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antar grup dan

pelaksana kebijakan

a. Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.

b. Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan karyawan

transfer atau promosi.

c. Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi

alternatif.

20

d. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan

kebijakan internasional.

e. Meningkatkan keterampilan interpersonal.

f. Membuat kebijakan perusahaan, aturan, dan regulasi.

g. Meningkatkan kualitas moral.

h. Membangun kohesifitas dalam kelompok.

i. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan, dan

koordinasi.

j. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk

bekerjan dan hidup.

2.5. Penelitian terdahulu

Astuti (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Pelatihan

Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada PT.

UNITEX,Tbk menjelaskan bahwa evaluasi pelatihan terhadap prestasi

kerja pengaruhnya kecil karena penilaian mean yang kecil dari sebelum

dan sesudah pelatihan dan dari nilai ties sebagian besar responden

menyatakan tidak merasa ada perubahan sebelum dan sesudah pelatihan.

Topamahu (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pengukuran

Return On Training Investment dalam Pelatihan Training Selling Pada

Retail Bank Services Pada Bank X disimpulkan training tersebut memiliki

dampak yang sangat berpengaruh bagi perusahaan karena nilai Return On

Training Investment (ROTI) menunjukkan 441 % artinya biaya yang

dikeluarkan untuk pelatihan tersebut mendapatkan manfaat yang lebih

besar dan perlu diteruskan kelanjutannya. Setiap faktor training dan kinerja

setiap peserta memberikan kontribusi 26 %.

Windi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Metode

Pelatihan terhadap Produktifitas Kerja Karyawan pada PT Syngenta

diketahui bahwa metode pelatihan dan produktivitas dinilai baik dengan

rataan skor 3,10 dan 3,07 dan berdasarkan analis regresi berganda

berpengaruh nyata terhadap produktivitas karyawan.