BAB II Tinjauan Pustaka

7

Click here to load reader

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kerupuk

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka

atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain

yang diizinkan, serta disiapkan dengan cara digoreng atau dipanggang sebelum

disajikan (SNI 01-0272-1990). Menurut Wiriano (1984), kerupuk adalah suatu jenis

makanan kering yang terbuat dari bahan yang mengandung pati cukup tinggi.

Kerupuk biasanya dikonsumsi bukan sebagai makanan utama melainkan sebagai

makanan selingan ataupun sebagai lauk-pauk yang umumnya dikonsumsi dalam

jumlah sedikit (Cristina, 1998)

Syarat mutu kerupuk yang digunakan sebagai acuan yaitu syarat mutu

kerupuk ikan, seperti tertera dalam SNI 01-2713-1999 (BSN, 1999). Syarat mutu

kerupuk ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI 01-2713-1999

No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

11

Rasa dan aroma Serangga dalam bentuk stadia dan potongan-potongan serta benda asing Kapang Air Abu tanpa garam Protein Lemak Serat kasar Bahan tambahan makanan Cemaran logam berbahaya (Pb, Cu, Hg) Cemaran Arsen (As)

- - - % % % % % - - -

Khas kerupuk ikan Tidak teryata Tidak teryata Maksimal 11 Maksimal 1 Minimal 6 Maksimal 0,5 Maksimal 1 Tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang berlaku Tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang berlaku Tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang berlaku

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1999)

Bahan dalam pembuatan kerupuk dibagi menjadi dua yaitu bahan baku dan

bahan tambahan. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan

fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Sumber bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah bahan pangan yang mengandung

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka

4

karbohidrat cukup tinggi yaitu pati. Pati yang digunakan dalam pembuatan kerupuk

disebut puffable material. Puffable material adalah bahan yang memegang peranan

utama dalam proses pemekaran produk. Bahan baku yang paling banyak digunakan

dalam pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka (Wiriano, 1984).

Bahan Baku Kerupuk

Lavlinesia (1995) menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan dalam

pembuatan kerupuk dibagi atas dua kelompok, yaitu bahan baku utama dan bahan

baku tambahan. Bahan baku utama adalah bahan yang digunakan dalam jumlah yang

besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan baku lain, seperti tepung

tapioka atau tepung sagu. Bahan baku tambahan adalah bahan baku penolong dan

bahan baku penambah cita rasa, seperti tepung ikan, udang ataupun tepung tulang

rawan.

Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah hasil ekstraksi pati ubi kayu yang telah mengalami

proses pencucian secara sempurna serta dilanjutkan dengan pengeringan. Tepung

tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati. Pati merupakan senyawa yang tidak

memiliki rasa dan bau (bland flavour) sehingga modifikasi rasa pada tepung tapioka

mudah dilakukan. Ukuran granula pati tapioka berkisar antara 5-35 mikron

(Muchtadi et al., 1988).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa,

amilopektin dan protein serta sedikit lemak yang disebut material antara

(intermediate). Umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin

dan 5-10% material antara (Muchtadi et al., 1988). Amilosa dan amilopektin dapat

dipisahkan dengan air panas dibawah suhu gelatinisasi. Fraksi terlarut disebut

amilosa sedangkan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 1997).

Kandungan amilopektin berpegaruh terhadap daya kembang kerupuk saat digoreng.

Air

Jumlah air yang digunakan dalam adonan kerupuk akan mempengaruhi

tingkat elastisitas adonan kerupuk, penyerapan minyak dan kerenyahan produk akhir.

Bila jumlah air kurang, tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama pengukusan

sehingga kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik. Apabila air yang digunakan

berlebih, adonan menjadi lembek sehingga adonan sulit dibentuk dan kerupuk sulit

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka

5

diiris (Mohammed et al., 1988). Perbandingan air dan tepung untuk mendapatkan

adonan yang baik adalah 1:3 (Lavlinesia, 1995).

Bahan Pengembang

Pengembang adonan dapat berasal dari uap air, udara dan gas CO2, tetapi

yang utama adalah pengembang CO2 yang berasal dari pereaksi kimia atau hasil

fermentasi mikroorganisme. Menurut Lavlinesia (1995), pereaksi kimia yang umum

digunakan merupakan kumpulan garam anorganik yang ditambahkan ke dalam bahan

pangan atau gabungan dengan pereaksi lainnya.

Soda kue atau Natrium bikarbonat (NaHCO3), amoniak powder atau

ammonium bikarbonat (NH4HCO3) dan natrium tetrabonat (Na2B4O710H2O) sering

digunakan dalam pembuatan kerupuk karena senyawa ini temasuk senyawa

pengembang tekstur yang prinsip kerjanya adalah menghasilkan CO2, sehingga

diperoleh produk yang mekar (Wiriano, 1984).

Bumbu-bumbu

Bumbu atau rempah-rempah adalah bahan yang biasa dicampurkan ke dalam

berbagai makanan untuk memberikan flavor dan dapat membangkitkan selera

makan. Penambahan bumbu dalam suatu bahan pangan akan dapat meningkatkan

cita rasa makanan tersebut (Somaatmadja, 1995).

Garam. Garam sangat penting dalam pembuatan kerupuk terutama sebagai

penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adonan. Menurut Wiriano (1984),

banyaknya garam yang ditambahkan dalam pembuatan kerupuk biasanya 2,5-3%.

Pemakaian garam yang berlebih menyebabkan warna kerupuk yang lebih tua dan

mempunyai tekstur kasar. Menurut Soeparno (1994) garam pada konsentrasi tertentu,

selain berfungsi sebagai penambah cita rasa juga sebagai pengawet pada bahan

pangan.

Bawang Putih. Bawang Putih (Allium sativum L) digunakan dalam pembuatan

adonan kerupuk sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk

yang dihasilkan. Bawang putih mengandung Scordinin, senyawa kompleks

thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1992)

Gula. Gula dalam adonan kerupuk berperan penting, meskipun dalam jumlah kecil.

Pemakaian gula untuk pembuatan kerupuk biasanya antara 2-2,5%. Pemakaian yang

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka

6

berlebihan menyebabkan makin sedikit air yang dapat diserap oleh tepung di dalam

adonan, sehingga memperpanjang waktu pengadukan. Selain itu pengembangan

kerupuk pada waktu digoreng berkurang (Wiriano, 1984).

Proses Pembuatan Kerupuk

Menurut Binawan (1993), pembuatan kerupuk meliputi empat tahap proses,

yakni pembuatan adonan, pengukusan, pengeringan dan penggorengan.

Pembuatan Adonan

Faktor penting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan, karena

sifat ini akan mempengaruhi keragaman produk akhir yang dihasilkan, baik

karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik (Binawan, 1993). Menurut Wiriano

(1984), pembuatan adonan dapat dilakukan melalui proses panas atau proses dingin.

Proses panas adalah cara mencampur bahan baku utama dan bahan tambahan dalam

air yang telah dipanaskan. Larutan panas yang terbentuk digunakan sebagai biang

untuk membuat adonan kerupuk. Proses dingin adalah mencampur bahan utama dan

bahan tambahan dalam keadaan dingin tanpa dipanaskan, dihomogenkan dengan

tangan sampai dihasilkan adonan yang liat dan homogen. Setelah adonan terbentuk,

selanjutnya dicetak kemudian dimasak dengan cara dikukus.

Pengukusan

Pengukusan merupakan tahap penting dalam pembuatan kerupuk karena pada

tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati, yang berkaitan erat dengan pengembangan

kerupuk saat digoreng. Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang

dilakukan melalui media uap panas. Lama pengukusan tergantung pada bentuk

adonan yang dicetak. Menurut Elyawati (1997), lama pengukusan sekitar 25 menit

dengan suhu 100-110oC. Adonan kerupuk yang dikukus dianggap cukup matang bila

adonan tidak melekat pada lidi atau pisau yang ditusukkan pada adonan. Pengukusan

yang terlalu lama akan menyebabkan air terikat oleh gel pati terlalu banyak sehingga

proses pengeringan dan penggorengan tidak sempurna. Jika adonan yang dikukus

setengah matang akan mengakibatkan pati tidak tergelatinisasi secara sempurna dan

akan menghambat pengembangan kerupuk (Elyawati, 1997).

Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang terjadi pada

pengukusan adonan pada waktu pembuatan kerupuk yang mempengaruhi daya

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka

7

kembang kerupuk. Dengan proses gelatinisasi ini akan terbentuk struktur yang elastis

yang dapat mengembang pada tahap penggorengan. Menurut Wiriano et al., (1984),

pati yang tergelatinisasi dengan baik menghasilkan volume pangembangan kerupuk

yang baik.

Proses pengukusan dapat menyebabkan perubahan membran sitoplasmik

jaringan bahan pangan sehingga air terikat dan komponen-komponen larut air akan

diuapkan dari jaringan tersebut. Hal ini akan menyebabkan kadar air awal bahan

pangan sebelum dikeringkan menjadi rendah (Fellows, 1992).

Adonan yang telah dikukus didinginkan dan didiamkan dua malam agar

menjadi kaku (Wiriano, 1984). Pada saat didinginkan akan terjadi retrogradasi atau

pengkristalan amilosa dalam adonan (Winarno, 1997). Proses tersebut akan

mempermudah pengirisan adonan. Pengirisan dapat dilakukan karena sifat adonan

yang padat dan keras namun elastis. Tujuan proses ini adalah untuk memperoleh

lempengan tipis dengan ketebalan sekitar 2-3 mm, sehingga mudah dikeringkan dan

apabila digoreng akan diperoleh produk yang kering mengembang dan renyah

(Supartono et al., 2000)

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian air melalui

penggunaan energi panas. Pengurangan kadar air menyebabkan kandungan senyawa-

senyawa bahan pangan seperti protein, kabohidrat, lemak dan mineral dalam

konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada

umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1993).

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume

yang lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang dalam penyimpanan

dan distribusi. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering

(artificial dryer) dengan menggunakan mesin atau penjemuran (sun drying) yaitu

pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai

keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur, sehingga waktu pengeringan

dapat ditentukan dengan tepat dan kebersihannya dapat diawasi (Winarno, 1993).

Pengeringan pada pembuatan kerupuk menggunakan oven akan lebih mudah dalam

penanganannya. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan adalah adalah 9%.

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka

8

Penggorengan

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan

menggunakan lemak atau minyak pangan. Secara komersial bahan pangan yang

digoreng atau fried food digoreng menggunakan deep frying. Proses penggorengan

menggunakan deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan

suhu minyak mencapai 200oC-205oC (Ketaren, 1986). Menurut Lavlinesia (1995),

penggorengan kerupuk bertujuan untuk memanaskan kerupuk kering sehingga

molekul air yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan

tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya kembang kerupuk adalah: (1).

sumber pati yang digunakan, (2). kandungan dan jenis protein, (3). kadar air (4).

suhu penggorengan, (5). penggunaan bahan pengembang, dan faktor lain seperti

proses pengadonan dan adanya bahan tambahan lain yang mengandung gugus

hidroksil dan lemak (Zulviani, 1992).

Tulang Rawan Ayam

Tulang rawan merupakan jaringan ikat yang berfungsi sebagai penunjang

yang mempunyai glikogen dan lipid serta memiliki inti. Selain itu juga dilengkapi

oleh matrik yang mempunyai jalinan serabut kolagen elastik. Tulang rawan dibagi

menjadi tiga berdasarkan struktur serabut dan bahan dasarnya yaitu tulang rawan

hialin, tulang rawan elastik dan tulang rawan fibrosa (Hartono, 1989). Menurut

Hardianto (2002), jenis tulang rawan yang dapat diolah menjadi tepung tulang rawan

adalah tulang rawan hialin, misalnya terdapat pada persendian kaki ayam.

Tulang rawan adalah hasil ikutan ternak yang dianggap kurang berharga dan

dianggap limbah bagi industri hasil ternak. Pada bagian ujung tulang terdapat bagian

tulang rawan (Dellman dan Brown, 1989). Kandungan nutrisi dari tulang rawan

ayam pedaging yang mengalami proses penepungan berdasarkan penelitian

Hardianto (2002) dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka

9

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging

Kandungan Gizi Persentase

-----(%)-----

Kadar Air 8,48

Kadar Karbohidrat 13,89

Kadar Protein Kasar 71,93

Kadar Lemak 3,45

Kadar Abu 10,73

Sumber : Hardianto (2002)

Kalsium merupakan komponen gizi yang penting bagi tubuh manusia

terutama anak-anak, wanita hamil dan wanita menyusui. Kalsium diperlukan untuk

pertumbuhan tulang dan gigi, membantu kontraksi dan relaksasi otot, membantu

penyerapan dan pengikatan asam amino (Muchtadi et al., 1993), membantu proses

pembekuan darah, serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf (Gaman dan

Sherrington, 1992).

Selain kalsium, tulang rawan juga mengandung zat esensial lain yaitu fosfor.

Fosfor merupakan salah satu mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Kekurangan kalsium, fosfor dan vitamin D dapat menyebabkan penyakit Ricket yang

menyebabkan ketidaknormalan pada tulang, yang umumnya menyerang manusia

pada usia anak-anak (Encarta.msn.com). Menurut Belitz dan Grosch (1987), jumlah

total fosfor didalam tubuh sekitar 700 g. Kebutuhan harian akan fosfor sekitar

0,8-1,2 g. Rasio Ca/P pada makanan harus sekitar satu. Belakangan diketahui pula

bahwa rasio Ca-P yang seimbang, yaitu 2 : 1, dapat memelihara fungsi otot polos dan

otot lurik, terutama dalam regulasi kontraksi dan relaksasi, serta sangat berpengaruh

terhadap densitas tulang (www.depdiknas.go.id). Fosfor dalam bentuk fosfat baik

bebas maupun terikat sebagai ester atau dalam bentuk anhidrid berperan penting

dalam proses metabolisme dan merupakan salah satu nutrien penting bagi tubuh.

Ketidakseimbangan rasio Ca/P dapat mengganggu kestabilan metabolisme tubuh.