BAB II Tinjauan Pustaka

download BAB II Tinjauan Pustaka

of 14

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. 1.

Stress Pengertian Stress Menurut Lazarus dan Folkman stress adalah keadaan internal yang dapat

diakibatkan oleh tuntunan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan coping (1,15). Menurut Selye stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti : meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika merasa tidak mampu untuk terus bertahan (16,17,18). Lazarus menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai (1): 1. Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu atau yang menimbulkan stress atau disebut juga stressor. 2. Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi yang menimbulkan stress. Respon yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara fisiologis, seperti : jantung berdebar, gemetar dan pusing serta psikologis, seperti : takut, cemas, mudah tersinggung,

5

dan sulit berkonsentrasi. 3. Proses, yaitu stress yang digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi. 2. Penggolongan Stress Seyle menggolongkan stress menjadi 2 golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stress yang dialaminya (15,17): a. Distress (Stress Negatif) Seyle menyebutkan distress adalah stress yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stress dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah, sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya (15,17). b. Eustress (Stress Positif) Seyle menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson mengemukakan fresh joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stress. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan

motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni (15,17).

3.

Jenis-jenis stressor Ada beberapa jenis-jenis stressor psikologis yaitu (15) :

1.

Tekanan (pressure) Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran

atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Secara umum tekanan mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan dapat berasal dari sumber internal atau eksternal atau kombinasi dari keduanya. Tekanan internal misalnya adalah system nilai, self esteem, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peran yang harus dijalani seseorang, atau juga dapat berupa kompetisi dalam kehidupan seharihari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan, sekolah dan mendapatkan pasangan hidup (15,16,17). 2. Frustasi Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi (15). 3. Konflik Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon

langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu (8): a. Approach-aproach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang

yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang samasama diinginkan. Stress muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternative yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan (15). b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnhya wanita muda yang hamil diluar nikah, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masingmasing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan (15). c. Approach-avoidance conflict, adalah situasi di mana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok (8).4.

Derajat Stress Stress dapat mengenai semua orang dalam usia. Menurut Hawari stress

timbul secara lambat dan tidak disadari kapan munculnya. Adapun derajat stress menurut Dr.Robert J. Van Amberg dibagi kedalam 6 tingkatan, yaitu : (2) 1. Stress tingkat I Merupakan tahap ringan, biasanya disertai semangat yang besar, penglihatan tajam tidak seperti biasanya, gugup yang berlebihan. Pada tahap ini biasanya menyenangkan namun tanpa disadari cadangan energinya menipis.

2. Stress tingkat II Pada tahap ini mulai muncul keluhan karena cadangan energi tidak cukup lagi untuk sepanjang hari. Keluhannya antara lain letih pada waktu pagi hari, lelah setelah makan siang dan menjelang sore serta ada gangguan otot dan pencernaan 3. Stress tingkat III Tahap ini gejala semakin terasa dan mulai mengalami gangguan tidur, dan rasa ingin pingsan. Pada tahap ini sebaiknya penderita berkonsultasi dengan dokter. 4. Stress tingkat IV Tahap ini keadaan semakin memburuk yang ditunjukkan oleh kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, konsentrasi menurun, sulit tidur, dan ada rasa takut yang tak terdefinisikan. 5. Stress tingkat V Keadaan ini merupakan kelanjutan dari tahap IV, gejala yang muncul makin berat. 6. Stress tingkat VI Pada tahap ini penderita harus dibawa ke ICCU, karena gejalanya sangat membahayakan seperti jantung berdebar sangat keras karena zat adrenalin yang dihasilkan karena stress cukup tinggi, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin dan berkeringat, tenaga tidak ada sama sekali bahkan tak jarang pingsan. 5. a. Reaksi Terhadap Stress Aspek Biologis Walker Canon menyebut reaksi tubuh berupa fight-or-flight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau

menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-flight respone menyebabkan individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. (20,22-23). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Laila Y didapatkan bahwa stress dapat mempengaruhi system simpatik tubuh yakni berhubungan dengan kelenjar pituitary anterior. Dapat dikatakan bahwa indikator adanya stress pada seseorang ditandai dengan peningkatan peningkatan aktivitas kelenjar pituitary tersebut di tandai dengan meningkatnya konsentrasi ACTH dalam plasma darah manusia (25). Seyle mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus-menerus muncul. Ia kemudian mengemukakan istilah General Adaptation Syndrom (GAS) yang terdiri dari rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor (20,22-23) : 1. Alarm Reaction Tahapan pertama ini mirip dengan fight-or-flight response. Pada tahap ini araousal yang terjadi pada tubuh organisme berada di bawah yang untuk selanjutnya meningkat di atas normal. Pada akhir tahapan ini, tubuh melindungi organisme terhadap stressor. Tapi tubuh tidak dapat

mempertahankan intensitas araousal dari alarm reaction dalam waktu yang sangat lama (20,22-23). 2. Stage of resistance Araousal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan untuk melawan dan beradaptasi dengan stressor. Respon fisiologis menurun, tetapi masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal (20,22-23).

3.

Stage of Exhaustion Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat melemahkan

system kekebalan tubuh dan menguras energi tubuh. Sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stressor yang terus akan mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis dan dapat menyebabkan kematian (15,16,17). b. Aspek Psikologis Reaksi psikologis terhadap stress dapat meliputi (15) : 1. Kognisi Stress dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif. 2. Emosi Emosi cenderung terkait dengan stress. Individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stress. Reaksi emosional terhadap stress yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih, dan rasa marah. 3. Perilaku Sosial Stress dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan. Stress yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif. 6. Penanganan Stress Berbagai strategi Penanganan Stress dapat dilakukan dengan banyak cara. Satu hal yang penting dalam penanganan stress yang efektif adalah bahwa

mahasiswa dapat menggunakan lebih dari satu strategi untuk membantu mereka menghadapi stress. Sebagai contoh, saran yang diberikan bagi mahasiswa yang mengalami sejumlah besar stress dapat berupa hal-hal berikut ini (20) : 1. 2. 3.4.

Mengembangkan sikap percaya Mengurangi kemarahan Menyisihkan waktu untuk bermain dan relaksasi Meyakinkan diri bahwa ia memiliki satu atau dua teman yang bisa ia percaya

5.6.

Berhenti merokok Turunkan berat badan Berolah raga beberapa kali seminggu Menggunakan strategi pemecahan masalah yang berfokus pada masalah Mengembangkan gambaran diri yang lebih positif Meningkatkan self-efficacy Menggunakan berbagai strategi coping Richard Lazarus percaya bahwa penanganan stress atau coping terdiri dari

7.8. 9. 10. 11.

dua bentuk. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stress atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya. Sebagai contoh, bila Anda memiliki masalah dengan salah satu mata kuliah, Anda bisa mendatangi pusat keterampilan belajar di kampus Anda dan mengikuti salah satu program pelatihan untuk mempelajari bagaimana cara belajar yang lebih efektif. Anda telah menghadapi masalah Anda dan mencoba untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya (20).

Coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stress di mana individu memberikan respon terhadap situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif. Penanganan stress seperti ini meliputi penggunaan mekanisme pertahanan . Pada strategi penanganan stress yang berfokus pada emosi, seorang remaja bisa saja menghindari sesuatu, merasionalisasi apa yang telah terjadi padanya, menyangkal bahwa hal itu tengah terjadi, atau mentertawakannya. Remaja yang menggunakan strategi ini bisa menghindar dari sekolah. mengatakan bahwa sekolah tidak penting, menyangkal bahwa mereka sedang menghadapi masalah, dan mempertanyakan atau membuat lelucon mengenai masalah tersebut dengan teman-temannya. Pada sebuah penelitian, diketahui, bahwa individu yang tertekan lebih menggunakan strategi menghindar daripada individu yang tidak tertekan Tak ada satu pun dari cara-cara yang dikemukakan yang akan mampu membantu mahasiswa menghadapi stress bila dilakukan tanpa disertai dengan cara lainnya, namun gabungan berbagai strategi di atas akan lebih efektif (20).

B.

Insomnia 1. Definisi Insomnia berasal dari bahasa latin in yang artinya tidak atau tanpa,

dan somnus yang artinya tidur. Jadi Insomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat tidur seperti yang diharapkan atau suatu ketidakmampuan yang patologik untuk tidur. Keluhan yang sering dirasakan seperti sulit untuk dapat memulai tidur, sering terbangun dan sulit tidur kembali, terbangun terlalu

cepat dari yang diinginkanwaktu tidur, atau kualitas tidur yang buruk. Insomnia yang muncul sewaktu-waktu terutama saat kita sedang stress, bukanlah sesuatu yang abnormal. (21). Gangguan tidur ini seringkali menyebabkan rendahnya kualitas hidup seseorang, menurunnya produktivitas kerja dan dapat menyebabkan gangguan mental maupun fisik. Sleep onset Insomnia merupakan istilah yang sering digunakan untuk kesulitan tidur pada malam hari, sedangkan sleep maintenance insomnia adalah istilah yang diguanakan untuk masalah tidur seperti sering

terbangun pada malam hari atau bangun yang terlalu cepat dan tidak dapat kembali tidur (22) Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius (23).

2. Klasifikasi insomnia Berdasarkan etiologi dan banyaknya insidensi gangguan tidur yang ditemukan, insomnia di klasifikasikan, yaitu: a. Insomnia Primer Insomnia primer sering ditandai dengan keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan. Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur sebelumnya. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk

tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit mempertahankan tidurnya. Gangguan tidur ini juga tidak disebabkan oleh pengaruh kondisi fisiologi medis secara umum atau penggunaan suatu zat (23). Insomnia primer mengakibatkan rasa lelah di siang hari dan menyebabkan timbulnya kesulitan untuk menampilkan peran social, belajar, pekerjaan, atau peran lainnya dengan baik. Tidak mengherankan bila terdapat tingkat komorbiditas yang tinggi antara insomnia dan masalah psikologis lain, terutama kecemasan dan depresi (23) Pada orang dengan insomnia primer, terjadi hyperarousal state dimana terjadi aktivitas ascending reticular activating system yang berlebihan. Pasien bisa tidur tapi tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur berkurang dan terbangun lebih sering.(24) b. Insomnia Sekunder Insomnia sekunder disebabkan karena gangguan irama sirkadian, kejiwaan, masalah neorologi, gangguan kesehatan atau reaksi akibat penggunaan suatu obat. Insomnia jenis ini sangat sering terjadi pada orang tua, terutama jika adanya psikoneurolotik dan penyakit. Pada orang dengan insomnia karena psikoneurosis, sering didapatkan keluhan-keluhan non organik seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan ini akan lebih parah jika orang tersebut mengalami ketegangan karena persoalan hidup. Pada insomnia sekunder karena penyakit organik, pasien tidak biasa tidur atau kontinuitas tidurnya terganggu karena adanya nyeri. (28).

3. Penyebab Terjadinya insomnia Faktor penyebab insomnia dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu faktor fisik, psikologis dan lingkungan (21): 1. Faktor fisik Akibat adanya tindakan pembedahan akan terdapat masalah fisik secara umum dapat mengakibatkan gangguan tidur pada seseorang. Faktor fisik yang mempengaruhi gangguan tidur antara lain nyeri, gangguan pernafasan, gangguan eliminasi usus dan kandung kemih, serta gangguan metabolism. Nyeri merupakan faktor fisik yang sering ditemukan sebagai penyebab gangguan tidur. Adanya kerusakan pada suatu jaringan dapat menimbulkan sensori dan emosional yang tidak menyenangkan. Seperti halnya pada orang yang sakit, memerlukan waktu tidur lebih banyak dari biasanya namun dengan adanya nyeri menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur.

2. Faktor psikologis Faktor psikologis yang berhubungan dengan gangguan tidur anatar lain: 1. Ketakutan situasional Ketakutan yang timbul apada saat-saat tertentu, seperti takut penyakit berulang, lama sembuhnya. Pasien yang bias tidur pada keadaan piker yang tenang, kemudian terjadi perubahan maka akan menghambat tidurnya. 2. Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan tidak jelas dimasa dating atau pemahaman yang muncul tanpa alas an. Pada keadaan cemas seseorang

mungkinmeningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu tidurnya.

3. Faktor lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia baik lingkungan fisik, psikologis , sosial budaya maupun ekonomi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi gangguan tidur dapat berupa: 1. 2. Keramaian Prosedur tindakan perawatan

4. Faktor Farmakologis farmakologis (obat-obatan) seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan,

antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.(6)