BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wacana 2.1.1 Pengertian …digilib.unila.ac.id/6106/7/BAB II Tinjauan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wacana 2.1.1 Pengertian …digilib.unila.ac.id/6106/7/BAB II Tinjauan...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wacana
2.1.1 Pengertian Wacana
Secara etimologis istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak,
yang artinya “berkata” atau “berucap” (Douglas dalam Mulyana, 2005: 3). Kata
tersebut kemudian mengalami perubahan atau perkembangan menjadi wacana.
Bentuk ana yang muncul di belakang adalah suatu akhiran, yang berfungsi
membedakan (nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai
“perkataan” atau “tuturan”.
Menurut Moeliono (2007), wacana adalah salah satu bahasa terlengkap yang
direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti novel, buku,
artikel, pidato, atau khotbah. Sedangkan menurut Samsuri (dalam Moeliono:
2007), wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula
memakai bahasa tulisan.
Wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna
yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Dengan demikian sebuah rentetan
kalimat tidak dapat disebut wacana jika tidak ada keserasian makna. Sebaliknya,
11
rentetan kalimat membentuk wacana karena dari rentetan tersebut terbentuk
makna yang serasi (Hasan Alwi, 2000: 41). Fatimah Djajasudarma (1994: 1)
mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan,
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu
kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan
pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan
sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap
(Kridalaksana, 2008: 259).
Sumarlam (2009: 15) menyimpulkan dari beberapa pendapat bahwa wacana
adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato,
ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku,
surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk
bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat
koheren, terpadu.
Sementara itu, Tarigan (1987: 27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan koherensi dan kohesi tinggi, berkesinambungan, mempunyai awal dan
akhir, jelas, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Definisi di atas dapat
lebih jelas dengan memperhatikan apa yang dimaksud dengan kohesi dan
koherensi. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur satu dan unsur yang
12
lain dalam wacana, sedangkan koherensi adalah kepaduan wacana sehingga
komunikatif mengandung suatu ide (Djajasudarman, 2010: 4). Jadi, suatu kalimat
atau rangkaian kalimat, misalnya dapat disebut sebagai wacana atau bukan
wacana bergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang
melengkapinya.
Lebih lanjut dijelaskan wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
mengandung proposisi-proposisi yang berkaitan, dan membentuk satu kesatuan.
Dari pengertian itu, Djajasudarman (2010: 1) menjelaskan makna proposisi adalah
konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi (dari pembicaraan) yang
melahirkan statements (pernyataan kalimat).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana
adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau
keruntutan antarbagian (kohesi), keterpaduan (coherent), dan bermakna
(meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Berdasarkan
pegertian tersebut, persyaratan terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa
dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat
berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau
ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity)
dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung
satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila
kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan
keruntututan ide yang diungkapkan.Wacana dapat berwujud karangan, paragraf,
13
kalimat atau kata yang dapat menghasikan rasa kepaduan bagi penyimak atau
pembaca.
2.1.2 Unsur-Unsur Wacana yang Baik
Wacana merupakan satuan bahasa lisan maupun tulisan yang memiliki
keterkaiatan atau keruntutan antar bagian (kohesi), keterpaduan (coherent), dan
bermakna (meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.
Oleh sebab itu, sebuah wacana yang baik terdapat beberapa persyaratan yaitu
penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran
(meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran).
Wacana dikatakan utuh apabila memiliki unsur-unsur pendukung yang dapat
menjadikan wacana tersebut sebagai wacana yang baik. Oleh karena itu, wacana
dapat berwujud karangan, paragraf, kalimat, atau kata yang dapat menghasilkan
rasa kepaduan bagi penyimak atau pembacanya.
Dari uraian di atas, terdapat beberapa unsur-unsur penting dalam sebuah wacana
agar menjadi wacana yang baik. Unsur-unsur penting wacana itu diuraikan
sebagai berikut.
a. Satuan Bahasa
Kridalaksana (2008: 215) menyebutkan bahwa satuan adalah paduan bentuk
dan makna dari suatu sistem, tanpa atau dengan varian lahiriah yang berkontras
dengan paduan lain dalam sistem itu. Sedangkan bahasa adalah sistem lambang
bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi, satuan bahasa
14
merupakan paduan bentuk dan makna dari suatu sistem lambang bunyi yang
digunakan untuk berkomunikasi. Satuan bahasa terdiri atas fonem, morfem,
kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
b. Terlengkap dan Tertinggi atau Terbesar
Abdul Chaer (1994: 267) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan bahasa
yang lengkap, sehingga dalam hirarkhi gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar.
Wacana dikatakan lengkap karena terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide
yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau
pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan
tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat
yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya
(syarat kekohesian dan kekoherensian). Kekohesian yaitu keserasian hubungan
antarunsur yang ada. Kekohesian akan menyebabkan kekoherensian (wacana
yang apik dan benar).
c. Di Atas Kalimat atau Klausa
A. Hamid Hasan Lubis (1994: 20) menyatakan kesatuan bahasa yang lengkap
sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa
kalangan dewasa ini, melainkan wacana atau discourse yang merupakan
kesatuan bahasa yang lengkap tanpa menyebutkan bentuk wacana yang
bagaimana dan menyatakan bahwa kata dan kalimat bukanlah bentuk wacana.
15
d. Teratur atau Rapi atau Rasa Koherensi
Deese dalam Tarigan (1987: 25) wacana merupakan seperangkat proposisi yang
saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi
bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul
dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh
penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraan
wacana itu.
e. Berkesinambungan atau Kontinuitas
Sebuah wacana memiliki tema yang dipadu melalui kalimat sehingga
membentuk sebuah kontinuitas.
f. Rasa Kohesi atau Rasa Kepaduan
Kekohesian yaitu keserasian hubungan antarunsur yang ada. Sedangkan
kekohesian akan menyebabkan kekoherensian (wacana yang apik dan benar).
g. Lisan dan Tulis
Wacana bisa terbentuk dari bahasa lisan ataupun bahasa tulisan yang memiliki
makna serta tujuan yang jelas.
h. Awal dan Akhir yang Nyata
Wacana yang baik dimulai dari sebuah awalan yang sesuai dengan tema dan
memiliki akhir atau simpulan yang jelas, sehingga tidak membuat ambigu
suatu makna dari sebuah wacana dan dapat dipertanggungjawabkan isinya
(Tarigan, 2009: 24).
16
Jadi, ada delapan unsur penting dalam membuat sebuah wacana agar menjadi
sebuah wacana yang baik dan sempurna.
2.1.3 Jenis-Jenis Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, bergantung dari sudut
pandang antara lain.
a. Berdasarkan tertulis atau tidaknya wacana.
b. Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan wacana.
c. Berdasarkan cara penuturan wacana.
Berdasarkaan apakah wacana disampaikan dengan media tulis atau media lisan,
maka wacana terdiri atas dua jenis,
a. wacana tulis,
b. wacana lisan.
Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan, wacana dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis,
a. wacana langsung,
b. wacana tidak langsung.
Berdasarkan cara menuturkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis,
a. wacana pembeberan,
b. wacana penuturan.
17
Berdasarkan bentuknya, wacana dapat dibagi menjadi tiga jenis,
a. wacana prosa,
b. wacana puisi,
c. wacana drama.
Wacana tulis atau written discourse adalah wacana yang disampaikan secara
tertulis, melalui media tulis untuk menerima, memahami, atau menikmatinya
maka penerima harus membacanya. Wacana tulis terkadang dikaitkan dengan
written text yang mengimplikasikan non-interactive monologue atau monolog
yang tidak interaktif, yaitu monolog yang tidak saling memengaruhi. Hal ini
dikarenakan monolog (bicara sendiri) bersifat satu arah. Contoh wacana tulis
dapat ditemui dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, dalam koran, majalah,
bukun dan lain-lain. Wacana tulis berupa wacana tidak langsung, wacana
penuturan, wacana prosa, serta wacana puisi dan sebagainya.
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara
lisan, melalui media lisan untuk menerima, memahami, atau menikmatinya
wacana lisan ini maka penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan
kata lain, penerima adalah penyimak. Wacana lisan ini dikaitkan dengan
interactive discourse atau wacana interakif. Wacana lisan ini bersifat produktif
dalam sastra lisan di tanah air, juga dalam saran-saran televisi, radio, khotbah,
ceramah, pidato, kuliah, deklamasi, dan sebagainya. Rekaman-rekaman kaset pun
turut melestarikan wacana lisan karena setiap saat jika diingikan dapat diulang-
simak oleh penerima. Oleh karena itu, wacana langsung atau direct discourse
18
adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi
(Kridalaksana, 2008: 259)
Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali
wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan
mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan
klausa subordibatif, kata bahwa, dan sebagainya (Kridalaksana, 2008: 259).
Wacana pembeberan atau explository discourse adalah wacana yang tidak
mementingkan waktu dan penuttur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan
bagian lainnya diikat secara logis (Kridalaksana, 2008: 259).
Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi, baik secara
tertulis atapun lisan. Sedangkan wacana drama adalah wacana yang disampaikan
dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara
lisan.
Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai jenis-
jenis wacana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Jenis-Jenis Wacana
Jenis Wacana
Berdasarkan Bentuk
Wacana Prosa
Wacana Puisi
Wacana Drama
Berdasakan Media Wacana Tulis
Wacana Lisan
Berdasarkan Pengungkapan Wacana Langsung
Wacana Tidak Langsung
Berdasarkan Penempatan Wacana Pembeberan
Wacana Penuturan
19
2.1.4 Jenis Wacana pada Bahasa Indonesia
Wacana dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun terdiri atas berbagai
jenis di antaranya.
a. Wacana Lisan dan Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan
atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis.
Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif
lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak
panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung
gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung,
frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.
b. Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga
jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu
komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta
yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian,
pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi
itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau
sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam
komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang
dihasilkan disebut polilog.
20
c. Wacana Narasi, Deskripsi, Eksposisi, Argumentatif, dan Persuasi
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi wacana narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Wacana narasi adalah cerita yang
didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi bisa juga berisi
cerita khayal atau fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita
novel atau cerpen, narasi seperti ini juga disebut dengan narasi imajinatif.
Kata deskripsi berasal dari bahasa Latin “discribere” yang berarti gambaran,
perincian, atau pembeberan. Wacana deskripsi adalah karangan yang
menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan
pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memeroleh kesan atau citraan
sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolah-
olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri objek tersebut.
Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan
kesan, fakta, dan citraan.
Selanjutnya, kata eksposisi berasal dari bahasa Latin “exponere” yang berarti
memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Wacana eksposisi adalah karangan
yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu
dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah
seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau
penataran.
Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian
terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-
21
pernyataan yang logis. Tujuan wacana argumentasi adalah berusaha meyakinkan
pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Wacana argumentasi dapat juga
berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan
alasan-alasan yang rasional dan logis. Sedangkan wacana persuasi adalah wacana
yang memang diciptakan untuk decoder (pembaca atau pendengar). Tujuannya
adalah untuk memengaruhi.
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi,
eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan
membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan,
contoh (1) wacana deskripsi.
Kamar Kos
Siang itu aku sedang duduk santai pada bangku kayu di dalam kamar
kosku yang baru saja direhap sambil menghembuskan asap rokok
Filter kesukaanku. Kamar kos yang seperti ini merupakan impianku
sejak baru pertama kali aku menjadi mahasiswa pada Universitas
Flores. Sekarang aku memandang puas pada hasil kerjaku. Aku bisa
lebih betah sekarang berada di dalam kamar sambil belajar dan
melahap buku-buku bacaan. Kos yang kelihatan lebih luas. Pada
dinding kamar aku gantungkan foto-fotoku semasa SMA dulu.
Kelihatan makin menarik apalagi setelah foto-foto itu aku tempatkan
sesuai dengan ukurannya masing-masing, dari atas ke bawah mulai
dari yang paling besar.
Pandanganku kemudian tertuju pada rak buku di pojok kamar yang
berisi buku-buku bacaan ilmiah yang kubeli dengan uang sisa
pembayaran SKS-ku setiap semester pada Toko Buku Nusa Indah.
Kuambil satu buku yang disampulnya tertulis Berpikir dan Berjiwa
Besar dari penerbit Binarupa Aksara. Setelah ku pandangi aku
tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku
memandang lagi secara keseluruhan kamar kosku, Sebuah tempat
tidur tak berkasur, hanya beralaskan sehelai tikar plastik tetapi cukup
nyaman. Atap yang terlampau dekat lantas aku batasi dengan kardus
bekas yang aku minta dari kios-kios terdekat untuk dijadikan plafon
sederhana. Memang kelihatan sangat simpel namun menarik sebab
plafon yang dari kardus sudah ditutupi dengan kertas putih sampai
seluruh dindingnya.
22
Aku merasa begitu puas sekarang, apalagi saat kupandang lantai
kamarku. Seperti lebih bersih dan licin. Di atasnya aku bentangkan
karpet plastik yang aku beli semeter seharga Rp. 12.000. Lantai kamar
yang persis disusun dari keramik-keramik berwarna. Sebuah tape
recorder tua merk Primo, aku letakkan di atas meja panjang dari
tripleks di dekat pintu masuk sedangkan speakernya aku posisikan di
bawah tempat tidurku. Agar kelihatan lebih menarik dan supaya
terkesan bahwa aku juga selalu mendengarkan musik, maka pada dua
buah speakerku itu ku tempelkan stiker bertuliskan “full musik‟.
Aku telah mengakhiri semua tugasku dengan gemilang. Yang terakhir
yang baru saja kuselesaikan adalah menempel sebuah tulisan pada
daun pintu kamarku “welcome”
Selanjutnya aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi.
Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu,
unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan
peristiwa, contoh (2) wacana narasi.
Piknik yang Berkesan
Aku dan teman-temanku memulai perjalanan kami pada hari Minggu
ini dengan sangat suka cita. Rombongan kami semuanya berjumlah
delapan orang sehingga tidak kesulitan mencari kendaraan karena
pada kami terdapat empat buah sepeda motor. Kami memulai
perjalanan kami dari rumah teman kami di depan kampus I
Universitas Flores kurang lebih pukul 07.00 pagi selepas Misa
pertama. Berdua-dua, kami melewati Jalan Sam Ratulangi lalu
menyusuri Jalan Wirajaya, terus masuk ke Jalan Pahlawan lalu untuk
sementara mengucapkan selamat tinggal kota Ende setelah sepeda
motor kami melaju pelan di Jalan Umum Ndao.
Tujuan perjalanan kami hari ini adalah tempat wisata Nangalala. Kami
tiba di sana kira-kira pukul 07.30 pagi dan kebetulan sekali setibanya
di sana kami adalah orang yang pertama sehingga kami dapat memilih
tempat yang lebih bagus untuk kami dirikan kemah darurat dan
menyimpan semua perlengkapan kami. Sebuah rencana yang sangat
matang telah kami susun. Acara rekreasinya kami kemas sedikit lebih
lain dari biasanya.
Setelah kemah darurat kami buat, kami harus membuat sharing
Emaus, yang berarti berdua-dua menceritakan keadaan batin kami
masing-masing kepada teman yang boleh dipilih secara acak dari
antara kami. Sharing Emaus ini meniru kisah Kitab Suci tentang Dua
23
Murid yang berjalan ke Emaus. Selanjutnya sharing yang berjalan
selama satu jam kami plenokan di kemah darurat kami. Masing-
masing menceritakan apa yang sudah diceritakan oleh teman-
temannya, menunjukan masalah-masalahnya dan selanjutnya kami
pecahkan secara bersama-sama jika memang ada masalah yang belum
terpecahkan dalam Sharing Emaus itu.
Setelah semua acara sharing dan bertukar pengelaman selesai maka
selanjutnya adalah kami beramai-ramai menceburkan diri ke laut.
Panas matahari rasanya terobati dengan merendam di dalam laut yang
dangkal. Kami begitu merasa lepas dari beban masing-masing setelah
sharing tadi sehingga saatnya sekarang kami bermain sepuas-puasnya.
Tanpa terasa matahari makin ke Barat. Jam telah menunjukan pukul
tiga sore. Kami segera mengemas perlengkapan kami masing-masing.
Saatnya kami harus pulang dan ketika matahari sudah benar-benar
pergi ke peraduannya, kami sudah berada di kos kami masing-masing
sambil membayangkan saat bahagia yang sudah dilewati.
Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar
yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep
dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk
memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir, contoh (3) wacana
eksposisi.
Pahlawan
Jika melihat kejadian beberapa hari kebelakang, banyak peristiwa
yang membuat bulu kuduk kita merinding dan hati pun bergetar, tanpa
terasa air mata kesedihan pun bercucuran. Kita pun sedih dan
menangis, begitu banyak bencana yang terjadi di bumi nusantara yang
kita cintai. Kejadian ini bukan hanya disaksikan di layar atau
mendengar dalam radio bahkan kita melihatnya dengan mata kepala
sendiri.
Di mulai dari bencana yang diakibatkan kecelakaan pesawat yang
mengakibatkan ratusan korban jiwa ditambah dengan kerugian materil
yang sangat luar biasa besar. Sementara itu, pemerintah menaikkan
harga BBM yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga
yang sangat fantastis 120% kenaikannya. Kenaikan BBM ini juga
bertepatan dengan umat Islam yang mayoritas pendudukan Indonesia
memasuki bulan Ramadhan yang biasanya diikuti oleh harga-harga
kebutuhan pokok akan meningkat tajam.
24
Genaplah sudah penderitaan masyarakat. Sekali lagi air mata
kesedihan semakin bercengkrama dengan mesra, dan seolah-olah tidak
mau lepas dari kehidupan rakyat Indonesia ini. Biasanya saya hanya
terdiam, sebab memang tidak ada alasan yang terlalu jelas,
tambahnya.
Hanya merasakan sebuah kenyataan bahwa negeri ini sedang melintasi
sebuah persimpangan sejarah yang rumit. Kendati demikian, menurut
pendapatnya, krisis dan bencana yang melilit setiap sudut kehidupan
negeri ini tidak perlu ditakuti dan dirisaukan, sebab itu adalah takdir
semua bangsa.
Hal yang sangat memiriskan hati adalah bahwa pada saat krisis dan
bencana besar ini terjadi, justru negeri kita mengalami kelangkaan
pahlawan.
Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar
menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada
pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen
diperlukan bukti yang mendukung, contoh (4) wacana argumentasi.
Bahaya Nyamuk dan Obat Nyamuk
Tidak diragukan lagi, nyamuk memang berbahaya terutama nyamuk
penyebar malaria dan demam berdarah. Untuk melindungi diri dari
gangguan nyamuk kita biasa pakai obat nyamuk. Tetapi apakah kita
sadar jika pemakaian obat nyamuk ternyata dapat merugikan
kesehatan manusia. Lalu bagaimana dong!
Kawan-kawan selain obat nyamuk kita dapat juga memakai kelambu
di tempat tidur, nyamuk tidak mampu menembus celah kecil kelambu.
Kelambu ini tentu saja aman dan bebas efek samping yang merugikan
kesehatan. Sayangnya ada orang yang merasa kelambu itu tidak
praktis dan mengurangi keindahan tempat tidur, maka mereka ramai-
ramai beli obat nyamuk. Bermacam-macam obat nyamuk memang
sudah lengkap sekali dari jenis oles (lotion), obat nyamuk semprot,
obat nyamuk bakar, hingga obat nyamuk elektrik. Kira-kira mana di
antara jenis tersebut yang paling aman bagi kesehatan kita?
Menurut para pakar kesehatan, keempat jenis obat nyamuk tersebut
tetap saja membahayakan jika dipakai dalam waktu jangka pajang.
Obat nyamuk terdiri atas unsur insektisida, zat pewarna, dan pewangi,
yang kesemuannya mempunyai dampak buruk. Jika dosis yang
terkandung masih dapat ditoleransi, maka bahaya dapat dikurangi.
25
Setiap kemasan obat nyamuk tentu saja memiliki aturan pakai yang
berbeda dari satu jenis dengan jenis lainnya. Bacalah aturan pakai
baik-baik pada kemasannya, agar tidak salah pakai!
Dari keempat jenis obat nyamuk tersebut urutan terbaiknya adalah
lotion, elektronik, semprot dan obat nyamuk bakar. Jika kamu jeli
tentu harganya juga sesuai bukan? Yang terbaik tentu saja harganya
lebih mahal dari yang lainnya.
Wacana persuasi bertujuan memengaruhi penerima pesan agar melakukan
tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernengaruhi ini,
digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk
mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang
tidak rasional, contoh (5) wacana persuasi.
Sari Jahe Taka Tunga
Pernahkah anda mencoba minum sari jahe Taka Tunga? sungguh
sangat disayangkan jika anda melalui hidup anda tanpa sedikitpun
mencoba minuman tradisional berkhasiat ini. Minuman ini adalah
minuman berkhasiat tinggi. Diproduksi secara natural dari bahan
alamiah, yaitu jahe-jahe pilihan dari kampung Taka Kecamatan
Golewa Kabupaten Ngada dan dikemas menjadi sebuah produk yang
sangat bermutu.
Entah anda mau yakin atau tidak, tetapi saya hanya mau mengatakan
bahwa akan sangat disayangkan jika anda tidak pernah mau
mencobanya. Saya sendiri pernah mencobanya dan rasanya tidak
seperti meminum sari-sari jahe biasa. Ketika itu saya sedang masuk
angin akibat kehujanan saat mengendarai motor dari Mauponggo ke
Bajawa. Saya singgah sebentar di kampung Taka untuk membeli
sebungkus sari jahe. Saya meminta segelas air hangat kepada seorang
ibu di kampung itu lalu melarutkan sari jahe ke dalam gelas air dan
langsung diminum. Alhasil, perut saya menjadi lebih baik dan masuk
angin langsung hilang.
Di samping khasiatnya untuk menyebuhkan masuk angin, juga sari
jahe Taka Tunga juga dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit, seperti mag, lambung, sesak napas, brongkitis, asma,
sariawan, radang paru-paru, sakit kepala dan juga batuk tidak
berdahak. Kenyataan ini sudah dibuktikan oleh sebagian orang yang
sudah mengkonsumsi minuman ini dan menjadi sembuh dari
penyakitnya akibat meminum minuman ini.
26
Sebagai sebuah minuman yang diproduksi secara alamiah oleh tangan-
tangan trampil masyarakat Taka Tunga, anda tidak perlu harus
berpikir tentang efek samping dari minuman ini. Minuman ini
dikemas tanpa ada polusi kimiawi ataupun tanpa adanya bahan
pengawet. Minuman ini sudah menjadi pilihan banyak orang karena
disamping sebagai obat juga dapat digunakan sebagai minuman
pengganti kopi pada pagi hari ataupun sore hari. Sudah sejak tahun
2002 Sari Jahe Taka Tunga sudah Go Internasional dan dan laris
dikonsumsi di Cina, Kanada, Amerika Serikat dan Bangkok.
Kalau anda sempat lewat, anda bisa membeli minuman ini di kios-kios
yang ada di kampung Taka Tunga atau mungkin ada yang berminat,
anda dapat menghubungi langsung ke nomor 085253237046. Silahkan
mencoba dan anda akan langsung merasakan sendiri khasiatnya.
2.1.5 Tujuan Wacana
Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai pengertian wacana, hakikat
wacana, jenis wacana, dan tipe wacana. Penulis akan mengemukakan tujuan dari
wacana tersebut. Menurut Berry dalam Tarigan (2009: 58), pada prinsipnya
wacana memiliki fungsi atau tujuan ganda, yaitu.
a. Memberikan teks-teks sedemikian rupa agar mudah mengatakan sesuatu yang
bermanfaat mengenai teks secara individual dan kelompok teks.
b. Berupaya untuk menghasilkan suatu teori wacana.
Berkaiatan dengan tujuan pertama yang dikemukakan Berry, penulis beranggapan
apabila seseorang memberikan suatu teks maka orang tersebut dengan mudah
dapat membandingkan teks atau bagian teks agar mudah dipahami antara
kesamaan dan perbedaannya. Kemudian berkaitan dengan tujuan yang kedua,
apabila seseorang membangun suatu teori wacana maka salah satu tujuan
utamanya untuk meramalkan pendistribusian bentu-bentuk permukaan (surface
forms), menurunkan atau menghasilkan bentuk-bentuk wacana yang “gramatikal”
dan membendung atau menghalangi bentuk yang tidak gramatikal.
27
2.2 Anlisis Wacana
Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan
ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya kepada
soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan
perhatiannya kepada penganalisisan wacana (Lubis, 1993: 12). Analisis wacana
lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan
terbatas pada penggunaan kalimat atau sebagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi
juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut
wacana (Littlejon dalam Sobur, 2006: 48). Di Indonesia, ilmu tentang analisis
wacana baru berkembang pada pertengahan 1980-an, khususnya berkenaan
dengan menggejalanya analisis di bidang antropologi, sosiologi, dan ilmu politik
(Oetomo, 1993 : 4).
Analisis wacana adalah analisis hubungan antarunsur wacana di dalam teks dan
latar sosial di mana teks tersebut dibuat. Analisis wacana merupakan disiplin ilmu
yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa dalam tindak komunikasi. Seperti
yang diungkapkan Stubbs bahwa analisis wacana adalah suatu kajian yang
meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam
bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini berarti
penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari (Stubbs dalam Arifin
dan Rani, 2000: 8).
Analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk
menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari pada kalimat dan lazim
disebut wacana, sehingga analisis wacana berusaha mencapai makna yang persis
28
sama atau paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara
dalam wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana tulisan. Analisis wacana itu
mengkaji hubungan bahasa dengan konteks penggunaannya. Untuk memahami
sebuah wacana perlu diperhatikan semua unsur yang terlibat dalam penggunaan
bahasa tersebut. Unsur yang terlibat dalam penggunan bahasa ini disebut konteks
dan koteks. Konteks mencakup segala hal yang ada dilingkungan penggunaan
bahasa. Selanjutnya, koteks merupakan teks yang mendahului atau mengikuti
sebuah teks. Dengan demikian, mengkaji wacana sangat bermanfaat dalam
mengkaji makna bahasa dalam penggunaan yang sebenarnya (Arifin dan Rani,
2000: 14).
Samsuri menguraikan beberapa aspek yang berkaitan dengan kajian wacana.
Aspek-aspek tersebut adalah (a) konteks wacana, (b) topik, tema, dan judul
wacana, (c) kohesi dan koherensi wacana (d) referensi dan inferensi wacana.
Konteks wacana yang membantu memberikan penafsiran tentang makna ujaran
adalah situasi wacana. Situasi mungkin dinyatakan secara eksplisit dalam wacana,
tetapi dapat pula disarankan oleh berbagai unsur wacana, yang disebut ciri-ciri
(wacana) atau koordinat-koordinat (wacana), seperti pembicara, pendengar,
waktu, tempat, topik, bentuk amanat, peristiwa, saluran dan kode (Samsuri dalam
Arifin dan Rani, 2000: 13). Sejalan dengan aspek-aspek di atas maka analisis
wacana dapat dilakukan dengan dua pendekatan atau dianalisis melalui dua arah,
yakni dari teks itu sendiri dengan pendekatan mikrostruktural dan dari luar teks
atau dari konteksnya dengan pendekatan makrostruktural.
29
Dalam hal ini, penulis menganalisis teks wacana dengan menggunakan
pendekatan mikrostruktural yaitu menganalisis teks dengan melihat dari sarana
pembentuk kohesi dan koherensi. Tetapi lebih memfokuskan pada sarana
koherensinya.
2.3 Kohesi
Kohesi merupakan organisasi sintaktik yaitu wadah kalimat-kalimat yang disusun
secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Hal ini berarti bahwa kohesi
adalah hubungan antarkalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal
maupun dalam strata leksikal tertentu. Suatu teks atau wacana benar-benar bersifat
kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa (language form)
terhadap konteks (situasi-dalam atau luar bahasa). Dengan kata lain,
ketidaksesuaian bentuk bahasa dengan koteks dan juga dengan konteks, akan
menghasilkan teks atau wacana yang tidak kohesif.
Halliday (dalam Tarigan, 2009: 93) mengemukakan sarana-sarana kohesif yang
terperinci dalam karyanya yang berjudul Cohesion in English dan
mengelompokkan sarana-sarana kohesif itu dalam lima kategori, yaitu.
a. Pronomina (Kata Ganti)
Pronomina atau kata ganti terdiri atas kata ganti diri (aku, saya, kita, kami,
engkau, kau, kamu, kalian, anda, dia, mereka), kata ganti penunjuk (ini, itu
sini, sana, situ), kata ganti empunya (-ku, -mu, -nya kami, kamu), kata ganti
penanya (apa, siapa, mana), kata ganti penghubung (yang), dan yang terakhir
adalah kata ganti tak tentu (siapa-siapa, masing-masing, seseorang, para).
30
Contoh (1) penggunaan pronomina (kata ganti) dalam sebuah wacana.
Aku melihat Ani, Berta, dan Sinta sedang duduk-duduk di beranda
depan rumah Pak Dani. Mereka sedang asik berbincang. Ketika aku
berjalan menghampiri mereka terlihat seseorang dari ujung jalan sana,
ternyata itu Anto sedang berjalan sambil menuntun sepedanya yang
kempis.
b. Substitusi (Penggantian)
Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau
untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana, 984: 185).
Substitusi merupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan
makna. Subtitusi dalam bahasa Indonesia dapat bersifat nominal, verbal,
klausal, atau campuran; misalnya satu, sama, seperti itu, sedemikian rupa,
begitu.
Contoh (2) penggunaan substitusi dalam sebuah teks atau wacana.
Saya dan paman pergi ke warung kopi. Paman memesan es teh manis.
Saya juga mau satu. Keinginan kami rupanya sama. Selain itu, paman
bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi agar
mereka menjadi sarjana. Saya rasa cita-cita yang demikian merupakan
cita-cita semua orang tua. Karena ayah dan ibu pun melakukan hal
yang sama demi masa depan anak-anaknya.
c. Elipsis
Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat
diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 1984:
45). Elipsis dapat pula dikatakan penggantian nol (zero); sesuatu yang ada
tetapi tidak diucapkan atau tidak dituliskan. Hal ini dilakukan demi
31
kepraktisan. Elipsis pun dapat dibedakan atas elipsis nominal, elipsis verbal,
elipsis klausal.
Contoh (3) penggunaan elipsis dalam sebuah teks atau wacana.
Andi dan Doni senang sekali mendaki gunung sebagai sport utama
mereka. Justru Rado dan Rezky sebaliknya; mereka senang
memancing. Setiap hari Minggu mereka pergi memancing di Situ
Lembang. Apakah Anda pernah juga memancing ke Situ Lembang
pada hari Minggu atau pada hari-hari libur lainnya? Belum, bukan?
Aduh, sayang sekali! Coba sekali-sekali. Pasti menyenangkan.
d. Konjungsi
Konjungsi dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan
frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan
paragraf. Widjono (2011), mengungkapkan konjungsi merupakan bagian
kalimat yang berfungsi menghubungkan (merangkai) unsur-unsur kalimat
dalam sebuah kalimat (yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan), sebuah kalimat dengan kalimat lain, dan sebuah paragraf dengan
paragraf lain.
Konjungsi dibagi menjadi dua, yakni perangkai intrakalimat dan perangkai
antarkalimat. Perangkai intrakalimat berfungsi menghubungkan unsur atau
bagian dengan unsur atau bagian kalimat yang lain di dalam sebuat kalimat.
Adapaun perangkai antarkalimat berfungsi menghubungkan kalimat atau
paragraf yang satu dengan kalimat atau paragraf yang lain. Bagian perangkai
antarkalimat sering juga disebut dengan istilah transisi. Kata-kata transisi
sangat membantu dalam menghubungkan gagasan sebelum dan sesudahnya
baik antarkalimat maupun antarparagraf.
32
Konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Konjungsi adversatif : tetapi, namun
b. Konjungsi klausal : sebab, karena
c. Konjungsi koordinatif : dan, atau, tetapi
d. Konjungsi korelatif : entah/enyah, baik/maupun
e. Konjungsi subordinatif : meskipun, kalau, bahwa
f. Konjungsi temporal : sebelum, sesudah
Contoh (4) penggunaan konjungsi dalam sebuah teks atau wacana.
Simak saja, data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional
menunjukan justru mereka yang berpendidikan SD daan SMP-lah
yang punya kemampuan untuk berusaha sendiri, yaitu sebanyak 32,46
persen. Sementara itu, hanya 22,63 persen lulusan SLTA yang
berminat untuk berwirausaha. Lulusan perguruan tinggi malah hanya
6,14 persen yang berminat berwirausaha.
Sebab itulah, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah
(UKM) secara berkelanjutan menggelar Gerakan Kewirausahaan
Nasional, tujuannya untuk membangkitkan jiwa dan semangat
kewirausahaan di kalangan generasi muda terdidik. Sekaligus,
melahirkan bibit-bibit pengusaha baru dari kalangan terdidik.
e. Leksikal
Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosakata yang serasi. Ada
beberapa cara untuk mencapai aspek leksikal kohesi ini, antara lain:
a. Pengulangan (repetisi) : pemuda-pemuda
b. Sinonim : pahlawan-pejuang
c. Antonim : putra-putri
d. Hiponim : angkutan darat-kereta api, bis
e. Kolokasi : buku, koran, majalah-media massa
f. Ekuivalensi : belajar, mengajar, pelajar, pengajar, pengajaran
33
Perhatikan tabel di bawah untuk mempermudah dalam mentukan bagian-bagian
terpenting kohesi pembentuk sebuah wacana.
Tabel 2. Unsur-Unsur Pembentuk Kohesi
Kohesi
Gramatikal Leksikal
1. Pronomina
2. Substitusi
3. Elipsis
4. Konjungsi
1. Repetisi
2. Sinonim
3. Antonim
4. Hiponim
5. Kolokasi
6. Ekuivalensi
2.4 Koherensi
Untuk membentuk wacana yang baik tidak cukup hanya mengandalkan hubungan
kohesi. Cook dalam (Arifin dan Rani, 2000: 73) menyatakan bahwa kohesi itu
memang sangat penting untuk membentuk keutuhan wacana, tetapi tidak cukup
hanya menggunakan piranti tersebut. Wacana yang baik harus kohesif tetapi agar
wacana tersebut lebih sempurna maka perlu dilengkapi dengan koherensi.
Koherensi adalah kepaduan hubungan bermakna antara bagian-bagian dalam
wacana. Menurut Tarigan (2009 : 92) koherensi mengandung makna pertalian.
Dalam konsep kewacanaan berarti pertalian makna atau isi kalimat. Koherensi
adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu
untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang terkandungnya.
Koherensi atau kepaduan makna (coherence in meaning) sebuah wacana
ditentukan oleh dua hal utama, yaitu (1) keutuhan kalimat-kalimat penjelas dalam
34
mendukung kalimat utama, dan (2) kelogisan urutan peristiwa, waktu, tempat, dan
proses dalam wacana yang bersangkutan.
Tarigan (1987: 104) menyatakan bahwa koherensi adalah hubungan yang cocok
dan sesuai atau kebergantungan satu sama lain secara rapi, beranjak dari
hubungan-hubungan alamiah bagian-bagian atau hal-hal satu sama lain, seperti
dalam bagian-bagian wacana, atau argumen-argumen suatu rentetan penalaran.
Koherensi juga diartikan sebagai perbuatan atau keadaan menghubungkan atau
mempertalikan. Dengan demikian, koherensi dapat diartikan sebagai pengaturan
secara rapi kenyataan dan gagasan atau fakta dan ide menjadi suatu untaian yang
logis sehingga peran yang dikandung oleh wacana tersebut mudah untuk dipahami
maknanya.
Wacana ideal terdiri atas kalimat-kalimat, bahkan paragraf-paragraf, maka untuk
mencapai kekoherensian yang mantap dibutuhkan pemarkah koherensi atau
pemarkah transisi. Piranti koherensi diperlukan dalam sebuah teks agar mencapai
teks yang koheren. Frank J.D‟Angelo mengungkapkan bahwa pemarkah koherensi
itu terdiri atas empatbelas pemarkah seperti terurai berikut.
1) Kesejajaran atau Paralel
Penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana
kekoherensifan wacana, tertera pada contoh (5) berikut ini.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang
tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya
tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di
kursi mengamati saya. Kemudian dia mendehem, baru saya tahu
bahwa ada tamu datang. Kami bersalaman, kami berpelukan, saling
melepas rindu sesama teman karib. Kemudian kami asik berbincang-
bincang mengenai masa lalu yang penuh kenangan.
35
2) Lokasi atau Tempat dan Waktu
Kata-kata yang mengacu pada lokasi dan waktu, pada tempat dan waktu pun
dapat meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti yang pada contoh (5)
berikut ini.
Mula-mula saya menempatkan barang itu di sini; kemudian saya
pindahkan dan saya meletakkannya di situ. Sementara itu tamu-tamu
sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama
kemudian, anak saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di atas
lemari. Akan tetapi, istri saya merasa kurang sedap dipandang mata.
Akhirnya dia mengambil barang itu dari atas lemari, dan
menyimpannya di gudang.
3) Penambahan atau Adisi
Sarana penghubung yang bersifat aditif atau berupa penambahan itu, antara
lain: dan, juga, lagi, pula, seperti tertera pada contoh (6) berikut ini.
Laki-laki dan perempuan, tua, dan muda, juga para tamu turut bekerja
bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa
kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu akan
meningkatkan hasil panen. Selanjutnya, upaya itu akan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan
oleh pemerintah kita.
4) Seri atau Rentetan
Sarana penghubung rentetan atau seri adalah pertama, kedua, ... berikut,
kemudian, selanjutnya, akhirnya, seperti yang terlihat pada contoh (7) berikut
ini.
Pertama-tama kita semua harus mendaftarkan diri sebagai anggota
perkumpulan. Kedua, kita membayar uang iuran. Berikutnya kita
mengikuti segala kegiatan, baik berupa latihan maupun kursus-kursus.
Kemudian kita mengikuti ujian, dan selanjutnya kalau kita lulus kita
diterima sebagai anggota tetap. Akhirnya, kita diangkat menjadi
penyuluh bagi masyarakat pedesaan dalam hal-hal praktis mengenai
kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
36
5) Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lain-
lainnya, terlihat pada contoh (8) berikut ini.
Ini rumah saya, itu rumah kamu. Saya dan kamu mendapat hadiah dari
pimpinan perusahaan. Rumah kita berdekatan. Kita bertetangga.
Rumah Lani dan Rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga.
Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya
agak murah. Dia memang bernasib baik.
6) Pengulangan atau Repitisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensif wacana,
terlihat pada contoh (9) di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam
jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa
tidak, kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan
saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu memandikan saya.
Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan
mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu
saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan selalu dilindungi
oleh Tuhan.
7) Padan Kata atau Sinonim
Penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa sinonim atau padanan kata
(pengulangan kata) terdapat pada contoh (10) di bawah ini.
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo.
Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan
sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak
dijadikan istri, teman hidup selama hayat dikandung badan. Orang
tuanya senang kepada bakal menantu mereka itu. Si kembang pujaan
pun menyenangi bakal mertuanya. Beruntung benar dia memiliki
gadis Solo itu, dan sebaliknya, putri Solo itu pun memang mencintai
pemuda desa yang tekun, tabah, jujur, yang telah menggondol gelar
Sarjana Pendidikan lulusan IKIP Bandung tahun yang lalu itu.
37
8) Keseluruhan atau Bagian
Merupakan penyusunan yang dimulai dari bagian yang lebih besar ke bagian
yang lebih kecil; dari bagian yang umum menuju bagian yang lebih khusus.
Contoh (11) penggunaan sarana koherensif.
Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab
terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap Pasal tersusun dari beberapa
paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri atas beberapa kalimat.
Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa kata. Semua itu harus
dipahami dari sudut pengajaran wacana.
9) Kelas atau Anggota
Hampir sama dengan sarana keseluruhan atau bagian, tetapi sarana koherensi
wacana yang mulai dari kelas ke anggota. Contoh (12) penggunaan kelas atau
anggota dalam wacana.
Pemerintah berupaya keras meningkatka perhubungan darat, laut, dan
udara. Dalam bidang perhubungan darat telah digalakkan
pemanfaatan kereta api dan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor
ini meliputi mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
10) Penekanan
Sarana penekanan dapat menambah tingkat kekoherensian wacana seperti
terlihat pada contoh (13) berikut ini.
Berkerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini
hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan
kampung kita ini dengan kampung di seberang Sungai Lau Biang ini
telah sekali kita kerjakan dengan AMD (Abri Masuk Desa). Jelaslah
hubungan antara kedua kampung berjalan lebih lancar. Sudah tentu
hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua kampung.
Kendaraan dapat berjalan lancar membawa hasil pertanian ke pasar.
Perekonomian rakyat kian meningkat. Kehidupan masyarakat kian
meningkat. Sebenarnyalah masyarakat harus memahami arti
perhubungan dalam kehidupan sehari-hari.
38
11) Komparasi atau Perbandingan
Komparasi atau perbandingan dapat menambah serta meningkatkan
kekoherensian wacana, seperti dalam contoh (14) berikut ini.
Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan
rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman
Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang
serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama,
takkan lebih dari itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman Lukas yang
bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita
tidak perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
12) Kontras atau Pertentangan
Penggunaan kontras atau pertentangan dapat menambah kekoherensian dalam
sebuah wacana, terdapat pada contoh (15) di bawah ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin
sekali berjalan, tetapi setiap tentamen selalu tidak lulus. Harus
mengulang. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang
saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin
belajar. Sampai larut malam dia membaca. Tanpa keluhan apa-apa.
Akhirnya semua tentamen lulus juga. Dia menganut falsafah “biar
lambat asal selamat.” Kini dia telah menyelesaikan studinya dan
diangkat menjadi guru SMA.
13) Simpulan atau Hasil
Dengan menggunakan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan,
dapat meningkatkan kekoherensian dalam sebuah wacana. Penggunaan sarana
seperti itu dapat terlihat pada contoh (16) berikut ini.
Pepehonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan
kuliah sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi
penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan
kampus kami; berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena
itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
39
14) Contoh atau Misal
Pemberian contoh yang tepat dan serasi, dapat pula meniptakan
kekoherensian wacana, seperti terlihat pada contoh (17) berikut ini.
Wajah pekarangan atau halaman rumah di desa kami telah berubah
menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanam kebutuhan dapur
sehari-hari; umpamanya: bayam, tomat, cabai talas, singkong, kacang
panjang, lobak, kubis, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah yang
berupa apotek hidup. Betapa tidak, di pekarangan itu ditanam bahan
obat-obatan tradisional; misalnya: kumis kucing, lengkuas, jahe,
kunyit, sirih, serai, dan lain-lain. Sisa atau kelebihan kebutuhunan
sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke
pasar; sebagai contoh; bayam, cabai, kunyit, jahe, dan sirih.
(Frank J.D‟Angelo dalam Tarigan, 2009 : 100).
Harimukti Kridalaksana (dalam Tarigan, 2009: 105) menyebutkan bahwa ada 15
hubungan makna yang terjalin dalam sebuah teks, yaitu.
1) Hubungan Identifikasi
Hubungan identifikasi yang dikenal berdasarkan pengetahuan, makna wacana
dapat diperutuh, seperti terlihat pada contoh (18) berikut ini.
Kalau orang tuamu miskin, itu tidak berarti bahwa kamu tidak
mempunyai kemungkinan memperoleh gelar sarjana. Lihat itu, Guntur
Sibero. Dia anak orang miskin yang berhasil mencapai gelar doktor,
dan kini sudah diangkat menjadi profesor di salah satu perguruan
tinggi di Bandung.
2) Hubungan Generik Spesifik
Hubungan generik spesifik, dapat memperutuh dalam makna wacana, seperti
tersurat dan tersirat pada contoh (19) di bawah ini.
Abangku memang bersifat sosial dan pemurah. Dia pasti dan rela
menyumbang paling sedikit satu juta rupiah buat pembangunan rumah
ibadah itu.
40
3) Hubungan Ibarat
Dan akhirnya hubungan ibarat pun dimanfaatkan untuk memperutuh makna
wacana, seperti pada contoh (20) berikut ini.
Memang suatu ketakaburan bagi pemuda papa dan miskin itu untuk
memiliki mobil dan gedung mewah tanpa bekerja keras memeras otak.
Kerjanya hanya melamun dan berpangku tangan saja setiap hari. Dia
samping itu dia berkeinginan pula mempersunting putri Haji Guntur
yang bernama Ruminah itu, jelas dia itu ibarat pungguk merindukan
bulan. Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.
4) Hubungan Sebab-Akibat
Penggunaan sarana hubungan sebab akibat untuk menciptakan keutuhan
wacana, tertera pada contoh (21) berikut ini.
Pada waktu mengungsi dulu sukar sekali mendapatkan beras di daerah
kami. Masyarakat hanya memakan singkong sehari-hari. Banyak anak
yang kekeurangan vitamin dan gizi. Tidak sedkit yang lemah dan
sakit.
5) Hubungan Alasan-Akibat
Contoh (22) berikut ini, terlihat sarana keutuhan wacana yang berupa
hubungan alasan akibat.
Saya sedang asik membaca majalah Pelangi. Tiba-tiba saa kepingin
benar makan colenak dan minum bajigur. Segera saya menyuruh
pembantu saya membelinya ke warung di seberang jalan sana. Saya
memakan colenak dan meminum bajigur itu dengan lahapnya. Nikmat
sekali rasanya.
6) Hubungan Sarana-Hasil
Contoh (23) berikut ini, terlihat sarana keutuhan wacana yang berupa
hubungan sarana-hasil.
Penduduk di sekitar Kampus Bumisiliwangi yang mempunyai rumah
atau kamar yang akan disewakan memang berusaha selalu
menyenangkan para penyewa. Jelas banyak sekali para mahasiswa
41
tertolong, lebih-lebih yang berasal dari luar Bandung dan luar Jawa.
Apalagi sewanya memang agak murah dan dekat pula ke kempat
kuliah. Sangat efisien.
7) Hubungan Sarana-Tujuan
Contoh (24) berikut ini, terlihat sarana keutuhan wacana yang berupa
hubungan sarana-tujuan.
Dia belajar dengan tekun. Tiada kenal letih siang malam. Cita-citanya
untuk menggondol gelar sarjana tentu tercapai paling lama dua tahun
lagi. Di samping itu, istrinya pun tabah sekali berjualan. Untungnya
banya juga setiap bulan. Keinginannnya untuk membeli gubuk kecil
agar mereka tidak menyewa rumah lagi akan tercapai juga nanti.
8) Hubungan Latar-Kesimpulan
Contoh (25) berikut ini, penggunaan sarana hubungan latar kesimpulan demi
keutuhan wacana.
Pekarangan rumah Pak Ali selalu hijau. Pekarangan itu merupakan
warung hidup dan apotek hidup yang rapi. Selalu diurus baik-baik.
Agaknya Bu Ali pandai mengatur dan menatanya. Rupanya Bu Ali
pun bertangan dingin pula menanam dan mengurus tanaman.
9) Hubungan Hasil-Kegagalan
Contoh (26) berikut ini, penggunaan sarana hubungan kelonggaran hasil yang
salah satu bagiannya menyatakan kegagalan suatu usaha, yang dapat
memperutuh makna wacana.
Kami tiba di sini agak susbuh dan menunggu agak lama. Ada kira-kira
dua jam lamanya. Mereka tidak muncul-muncul. Mereka tidak
menepati janji. Kami sangat kecewa dan pulang kembali dengan rasa
kesal.
10) Hubungan Syarat Hasil
Contoh (27) hubungan syarat hasil yang turut memperutuh makna wacana.
42
Seharusnyalah penduduk desa kita ini lebih rajin bekerja, rajin
menabung di KUD. Tentu saja desa kita lebih maju dan lebih makmur
dewasa ini. Dan seterusnya pula kita menjaga kebersihan desa ini.
Pasti kesehatan masyarakat desa kita lebih baik.
11) Hubungan Perbandingan
Pada contoh (28) berikut ini terlihat penggunaan hubungan perbandingan atau
hubungan komparasi sebagai sarana yang turut mengutuhkan makna wacana.
Sifat para penghuni asrama ini beraneka ragam. Wanitanya rajin
belajar. Prianya lebih malas. Wanitanya mudah diatur. Prianya agak
bandel. Wanitanya suka menolong. Prianya lebih suka menerima atau
meminta.
12) Hubungan Parafrastis
Pada contoh (29) berikut ini, hubungan parafratis sebagai sarana pengutuh
makna wacana diterapkan.
Kami tidak menyetujui penurunan uang makan di asrama ini karena
dengan bayaran seperti yang berlaku selama ini pun kuantitas dan
kualitas makanan dan pelayanan tidak bisa ditinggalkan.
Sepantasnyalah kita menambahi uang bayaran bulanan kalau kita mau
segala sesuatunya bertambah baik. Seharusnyalah kita dapat berpikir
logis.
13) Hubungan Amplikatif
Hubungan amplikatif atau hubungan penjelasan sebagai salah satu sarana
yang turut memperutuh makna wacana, diterapkan pada contoh (30) berikut
ini.
Perang itu sungguh kejam. Militer, sipil, pria, wanita, tua, dan muda
menjadi korban peluru. Peluru tidak dapat membedakan kawan
dengan lawan. Sama dengan pembunuh. Biadab, kejam, dan tidak
kenal perikemanusiaan. Sungguh ngeri.
43
14) Hubungan Aditif Temporal
Contoh (31) berikut ini terlihat penggunaan sarana pengaruh makna wacana
yang berupa hubungan aditif temporal, hubungan penambahan yang
berhubungan dengan waktu.
Paman menunggu di ruang depan. Sementara itu saya menyelesaikan
pekerjaan saya. kini pekerjaan saya sudah selesai. Saya sudah merasa
lapar. Segera saya mengajak Paman makan di kantin. Sekarang saya
dan Paman dapat berbicara santai sambil makan.
15) Hubungan Aditif nonTemporal
Contoh (32) di bawah ini dapat dilihat pemakaian sarana pengutuh makna
wacana berupa hubungan aditif non temporal, hubungan penambahan yang
tidak berhubunagn dengan waktu.
Orang itu malas bekerja. Duduk melamun saja sepanjang hari.
Berpangku tangan. Bagaimana bisa mendapatkan rezeki? Bagaimana
bisa hidup berkecukupan. Tanpa menanam, menyiangi, menumbuk,
serta menumpas hama, bagaimana bisa memperoleh panen yang
memuaskan bukan? Agaknya orang itu tidak menyadari hal ini.
Dari beberapa pendapat tersebut terlihat adanya tumpang tindih antara sarana
kohesi dan koherensi. Perbedaannya adalah sarana kohesi digunakan untuk
menandai adanya hubungan bentuk, sedangkan sarana koherensi menandai adanya
hubungan secara makna. Berdasarkan berbagai pendapat di atas penulis
memfokuskan penelitian ini dengan menggunakan pendapat dari Frank D‟Angelo
yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, dari empatbelas pemarkah yang
telah dipaparkan penulis memfokuskan tiga pemarkah yang akan diteliti dalam
penelitian ini yaitu penambahan atau adisi, seri atau rentetan, dan pronomina atau
kata ganti.
44
2.5 Surat Kabar
2.5.1 Pengertian Surat Kabar
Surat kabar bermakna lembaran-lembaran kertas bertuliskan kabar (berita) dan
sebagainya yang terbagi dalam 89 kolom terbit setiap hari atau periodik. Surat
kabar atau koran adalah sebutan untuk penerbitan pers yang termasuk dalam
media cetak berupa lembaran-lembaran berisi berita, karangan-karangan yang
diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan atau bulanan, dan diedarkan
secara umum (Assegaf, 1991: 112). Pengertian yang sama dikemukakan Wibowo
(dalam Romli, 2005: 100) bahwa koran atau surat kabar adalah penerbitan secara
berkala yang berisi artikel, berita, dan iklan. Wujud koran berupa kertas berukuran
plano.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis mengacu pada pendapat Assegaf karena
sesuai dengan tujuan penelitian penulis. Surat kabar atau koran adalah sebutan
untuk penerbitan pers yang termasuk dalam media cetak berupa lembaran-
lembaran berisi berita, karangan-karangan yang diterbitkan secara berkala, bisa
harian, mingguan atau bulanan, dan diedarkan secara umum.
2.5.2 Pengertian Berita
Menurut asal kata atau etimologisnya berita berasal dari kata “berita“ itu sendiri
berasal dari bahasa Sansekerta, vrit (ada atau terjadi) atau vritta (kejadian atau
peristiwa).
45
Berita merupakan laporan tentang suatu kajian yang terbaru atau keterangan yang
terbaru tentang peristiwa (Moeliono, dkk. 1997: 12). Pengertian ini memperlihat-
kan adanya beberapa unsur yang penting dalam suatu berita, yaitu:
a. merupakan suatu laporan atau keterangan;
b. laporan itu berisi tentang suatu laporan atau peristiwa;
c. peristiwa itu bersifat terbaru.
Muhtadi (1999: 109) mengatakan bahwa berita adalah paparan segar tentang
peristiwa, fakta, dan opini yang belum diketahui sampai paparan itu dibaca.
Pendapat lain mengemukakan bahwa berita adalah hasil dari pertarungan wacana
antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan pandangan
dan ideologi wartawan atau media (Eriyanto, 2001:7). Sedangkan Karomani
(2011: 24) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan berita pada dasarnya
adalah suatu laporan tentang fakta atau ide termasa yang dapat menarik perhatian
pembaca yang dpilih oleh staf redaksi majalah atau koran untuk disiarkan secara
luas.
Untuk lebih jelasnya, peneliti merujuk pada beberapa definisi berita menurut para
pakar komunikasi dan jurnalistik sebagai berikut.
a. Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik
sebagian besar pembaca (Dean M. Lyle Spencer).
b. Berita adalah sesuatu yang terkini (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk
dimuat dalam surat kabar sehingga dapat menarik atau mempunyai makna
dan dapat menarik bagi pembaca (William S. Mauslsby).
c. Berita adalah laporan dari kejadian penting dan dapat menarik perhatian
umum (Eric C. Hepwood) (Romli 2005: 35).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berita merupakan
laporan peristiwa atau fenomena yang terjadi, memunyai nilai penting, menarik
46
perhatian, bermanfaat bagi pembaca atau pendengar, dan berita yang ditampilkan
di majalah atau surat kabar merupakan berita yang terpilih oleh staf redaksi untuk
dipublikasikan sehingga patut untuk diinformasikan kepada khalayak.
2.5.3 Ragam Bahasa Jurnalistik
Ragam bahasa jurnalistik lazim digunakan dalam pemberitaan: media elektronik
(televisi, radio), media cetak (majalah, surat kabar), dan jurnal. Bahasa berita
menyajikan fakta secara utuh dan objektif. Untuk menjamin objektivitas berita,
penyaji berita perlu memperhatikan hal-hal berikut.
a. tidak menambah atau mengurangi fakta yang disajikan,
b. tidak mengubah fakta berdasarkan pendapat penyaji,
c. tidak menambah tanggapan pribadi,
d. tidak memihak kepada siapa pun,
e. tidak menggunakan perasaan suka atau tidak suka.
Bahasa berita yang lazim disebut bahasa jurnalistik pers harus tunduk kepada
kaidah dan etika bahasa baku. Ciri-ciri utama bahasa jurnalistik di antaranya.
a. Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang
paling banyak diketahui maknanya oleh pembaca. Kata-kata dan kalimat yang
rumit, yang hanya dipahami oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa
jurnalistik. Contoh (33) penggunaan bahasa yang sederhana dalam bahasa
jurnalistik.
(33a) Kehidupan artis selalu menjadi sorotan masyarakat. (tepat)
(33b) Kehidupan entertainer selalu menjadi sorotan publik. (tidak tepat)
47
b. Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele,
tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang berharga. Contoh
(34) penggunaan bahasa yang singkat dalam bahasa jurnalistik.
(34a) SBY segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tepat)
(34b) Presiden RI sekaligus ketua umum partai Demokrat Susilo
Bambang Yudhoyono akan segera mengumumkan kenaikan
harga BBM. (tidak tepat)
c. Padat
Padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat makna. Setiap kalimat dan paragraf
yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak
pembaca. Contoh (35) penggunaan bahasa yang padat dalam bahasa jurnalistik.
BBM naik, rakyat menjerit!
(pernyataan tersebut mengandung banyak informasi, dengan kenaikan harga
BBM rakyat kecil merasa hidupnya semakin sulit, karena semua harga
kebutuhan pokok menjadi semakin mahal dan sulit terjangkau)
d. Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufimisme atau
penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khayalak pembaca
sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. Contoh (36)
penggunaan bahasa yang lugas dalam bahasa jurnalistik.
(36a) Basmi tuntas koruptor di negeri ini!
(36b) Basmi tuntas tikus berdari di negeri ini! (menggunakan eufimisme)
e. Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas sususan
kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah-kaidah subjek-predikat-objek-
48
keterangan, dan jelas sasaran atau maknanya. Contoh (37) penggunaan bahasa
yang jelas pada bahasa jurnasitik.
(37a) Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. (S-P-O)
(37b) Mengumumkan kenaikan harga BBM pemerintah. (P-O-S)
f. Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak
meyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau
fitnah. Pers di mana pun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun. Contoh (38)
penggunaan bahasa jernih pada bahasa jurnalistik.
Pembatalan malam finalis Miss World d Bogor karena alasan
keamanan adalah bukti lemahnya pemerintah.
(pernyataan ini memojokkan pemerintah, karena menganggap
pemerintah tidak mampu menjamin keamanan dalam kompetisi
tingkat dunia tersebut, masyarakat yang membaca pernyataan di atas
menjadi terpengaruh untuk membenci dan menyalahkan pemerintah)
g. Menarik
Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca.
Bahasa jurnalistik berpihak pada prinsip menarik, benar, dan baku. Contoh (39)
penggunaan bahasa yang menarik dalam bahasa jurnalistik.
(39a) Sepak terjang Gubernur DKI tak diragukan lagi.
(39b) Angin segar menyapa terpidana mati di rutan Pondok Bambu.
(wartawan dapat menarik perhatian pembaca dengan menggunakan
istilah-istilah yang mudah dimengerti maksdunya)
h. Demokratis
Demoktratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta
atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Secara ideologis,
bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di
49
depan hukum sehingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan
yang berbeda. Contoh (40) penggunaan bahasa yang demokratis dalam bahasa
jurnalistik.
(40a) Presiden duduk dikursi.
(40b) Pengemis duduk dikursi.
(kedua kalimat tersebut menjunjung asas demokratis, artinya tidak
memandang subjeknya, baik presiden maupun pengemis sama-sama
duduk dikursi, tidak bolah menulis „Presiden duduk disinggasana,
pengemis duduk dikursi‟ kalimat ini tidak menjunjung asas
demokratis karena memperlakukan subjeknya berbeda)
i. Mengutamakan Kalimat Aktif
Kalimat aktif lebih disukai pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif lebih
memudahkan pengertian dan memperjelas tingkat pemahaman. Contoh (41)
penggunaan kalimat aktif dalam bahasa jurnalistik.
(41a) Pencuri mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian. (aktif)
(41b) Diambilnya perhiasan itu dari dalam lemari pakaian oleh
pencuri. (pasif)
j. Menghindari Kata atau Istilah Teknis
Bahasa jurnalistik ditujukan untuk umum, untuk itu bahasa yang digunakan harus
sederhana dan mudah dipahami. Bahasa jurnalistik harus menghindari kata atau
istilah teknis karena itu hanya berlaku untuk kelompok yang homogen. Hal ini
bertentangan dengan pembaca yang heterogen. Contoh (42) penggunaan yang
menghindari kata atau istilah teknis dalam bahasa jurnalistik.
(42a) Indonesia mengalami inflasi saat krisis moneter beberapa tahun
silam.
(42b) Indonesia mengalami penurunan nila mata uang saat krisis
moneter beberpa tahun silam.
50
k. Tunduk kepada Kaidah dan Etika Bahasa Baku
Sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib
menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers
harus baku, benar, dan baik. Contoh (43) penggunaan bahasa yang tepat kaidah
dan etika bahasa baku dalam bahasa jurnalistik.
(43a) Negara kita antikomunis. (baku)
(43b) Negara kita anti komunis. (tidak baku)
2.5.4 Jenis-Jenis Berita
Menurut Romli dalam bukunya yang berjudul: Jurnalistik Terapan, bahwa ada
beberapa jenis berita yang paling sering dan populer menjadi menu utama surat
kabar baik koran maupun majalah, serta periode penerbitanya harian maupun
bulanan. Adapun jenis-jenis berita sebagai berikut.
a) Berita Langsung (Straight News)
Berita langsung adalah laporan peristiwa yang ditulis secara singkat, padat,
lugas, dan apa adanya.
b) Berita Opini
Berita opini yaitu berita mengenai pendapat, pernyataan, atau gagasan
seseorang. Biasanya pendapat para cendekiawan, sarjana dan ahli atau
pejabat, mengenai suatu masalah atau peristiwa.
c) Berita Interpretatif (Interpretative News)
Berita Interpretatif adalah berita yang dikembangkan dengan komentar atau
penilaian wartawan atau narasumber yang kompeten atas berita yang muncul
sebelumnya, sehingga merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi.
51
d) Berita Mendalam (Depth News)
Berita mendalam yaitu berita yang pengembangan dari berita yang sudah
muncul, dengan pendalaman hal-hal yang ada dibawah suatu permukaan.
e) Berita Penjelasan (Explanatory News)
Berita penjelasan yaitu berita yang sifatnya menjelaskan dengan menguraikan
sebuah peristiwa secara lengkap, penuh data.
f) Berita Penyelidikan (Investigative News)
Berita penyidikan, yaitu berita yang diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber (Romli, 2002:
40-46).
Selain jenis-jenis berita pada penjelasan di atas, dikenal pula jenis-jenis berita
yang lainnya di antaranya.
1. Berita Singkat (Spot News) yaitu berita atau laporan peristiwa yang sedang
terjadi secara langsung atau siaran langsung . biasa juga disebut laporan
pandangan mata.
2. Berita Basi yakni berita yang sudah tidak faktual lagi
3. Berita Bohong (Libel)
Yaitu berita yang tidak benar atau tidak faktual sehingga menjurus pada
kasus pencemaran nama baik.
4. Berita Foto (Foto News)
Adalah laporan peristiwa yang ditampilakan dalam bentuk foto lepas, tidak
ada kaitan dengan tulisan yang ada di sekelilingnya.
52
5. Berita Kilat (News Flash)
Adalah berita yang penting segera diketahui publik, dimuat di halaman
depan surat kabar atau bagia awal berita radio dan televisi.
6. Berita Pembuka Halaman atau disebut juga Berita Utama (Opening News)
Adalah berita atau tulisan yang ditempatkan dibagian awal atau paling atas
halaman media massa cetak. Semacam berita utama (Headline) di halaman
depan (Romli, 2005 : 47).
Berita juga dapat digolongkan lagi menurut macam-macam kriterianya antara lain.
a. Berdasarkan Masalah yang Dikandungnya
Ekonomi, kriminal, olahraga, pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi,
politik, kecelakaan, lingkungan hidup pertanian, pemerintahan, bencana dan
lain-lain.
b. Berdasarkan Tempat Peristiwa Terjadi
1) Dalam negeri
a. Kota setempat surat kabar
b. Daerah
2) Luar negeri
c. Berdasarkan Daya Pengaruhnya
1) Lokal (Wilayah daerah Tingkat II)
2) Regional (Wilayah Daerah I)
3) Nasional (Wilayah Negara)
4) Internasional (Antarnegara)
53
d. Berdasarkan Sumber Berita
1. Berita peristiwa, reporter menyusun atau menulis berita peristiwa atau
kejadian yang disaksikan. Seperti, pertandingan olahraga, sidang
pengadilan dan demonstrasi
2. Berita pendapat reporter menyusun atau menulis berita pendapat
berdasarkan keterangan seseorang atau beberapa orang-orang yang
didengarnya.
3. Berita peristiwa dan pendapat, berarti peristiwa dan pendapat mengandung
peristiwa sebagaimana disaksikan reporter ditambah dengan pendapat
orang lain mengenai peristiwa itu sebagaimana didengar reporter tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas maka, dapat diketahui jenis-jenis berita baik pada
media cetak maupun media elektronik, khususnya pada media massa cetak. Jenis
berita tersebut mempunyai tingkat karakter dan penempatan yang berbeda-beda
maupun cakupannya. Seperti pada penempatan antara rubrik artikel dan rubrik
berita utama akan dibedakan letaknya, namun masih tetap dalam media tersebut.
2.5.5 Struktur Penulisan Berita
Berita bila disajikan dalam bentuk tulisan akan menjadi sebuah karya tulis.
Sebagai karya tulis berita memiliki banyak kesamaan dengan karya tulis prosa
lainnya. Dalam tulisan tentu terdapat pendahuluan, isi, dan penutup. Hal ini yang
membedakannya, berita merupakan tulisan yang dibuat sederhana sehingga
mudah dipahami banyak orang.
54
Pendahuluan
Uraian Selanjutnya
Keterangan Tambahan
Perincian
Dalam penulisan berita, bagian awal merupakan bagian yang paling mendasar dan
inti. Oleh sebab itu, struktur tulisan berita sering disebut sebagai bentuk piramida
terbalik. Artinya, bagian atas tulisan merupakan bagian yang besar bobot isinya,
kemudian secara berangsur-angsur disampaikan bagian yang kurang penting.
Semi (1995: 85) menggambarkan isi piramida terbalik itu seperti di bawah ini.
Gambar 1. Struktur Penulisan Berita
2.5.6 Nila-Nilai Berita
Pada umumnya secara garis besar berita harus mempunyai empat nilai pokok.
Menurut Romli dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik Terapan menyatakan
berita dapat mempunyai nilai jika mempunyai sifat sebagai berikut.
1. Aktual
Aktual di sini artinya peristiwa terbaru, terkini, atau hangat (up to date)
sedang atau baru saja terjadi.
2. Faktual
Faktual (factual), yakni ada faktanya (fact), benar-benar terjadi, bukan fiksi
(rekaan, khayalan, atau karangan).
55
3. Penting
Penting yakni besar-kecilnya ketokohan orang yang terlibat peristiwa
(prominence).
4. Menarik
Menarik artinya memunculkan rasa ingin tahu (curiousity) dan minat
membaca (interesting), (Romli, 2005: 37-39).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa dikatakan berita karena
mempunyai nilai informasi yang penting dan menarik, orang tidak akan tertarik
jika berita itu bersifat bohong, orang juga tidak akan menganggap penting bila
berita itu tidak mempunyai unsur aktual atau bisa juga sebaliknya orang berita
bernilai aktual maka orang akan tertarik untuk menyimak atau membaca.
2.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan, hakikat dari belajar bahasa
adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa
Indonesia baik secara lisan maupun tertulis. Pembelajaran bahasa mencakup aspek
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut sebaiknya
disajikan dalam bentuk terpadu dan disesuaikan dengan kondisi siswa, kompetensi
inti yang diinginkan, dan sumber belajar atau media yang digunakan.
56
Keberhasilan suatu sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan yang pasti
dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas
pengajaran yang relatif tinggi, kurikulum, silabus yang tepat guna, dan sumber
belajar atau media yang digunakan. Dalam proses pembelajaran terdapat tiga hal
yang harus diketahui oleh guru yaitu: perencanaan pembelajaran; bagaimana
membelajarkannya (pelaksanaan), bagaimana mengevaluasinya. Agar penelitian
ini mendapatkan hasil yang maksimal, kurikulum yang digunakan pada penelitian
ini yaitu Kurikulum 2013 untuk kelas X yang merupakan pembaharuan dari
kurikulum sebelumnya (KTSP). Kurikulum merupakan operasional pendidikan
yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
Berdasarkan dengan hal tersebut, penulis mengimplikasikan hasil penelitian
dengan kegiatan pembalajaran bahasa Indonesia di SMA pada silabus kelas X
Kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada aspek membaca dan menulis.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk membekali peserta didik dalam
hal, penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap
bahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia meliputi.
a. Berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulisan.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa Negara.
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan.
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual
serta emosional dan sosial.
57
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia.
Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran yang
sangat penting di sekolah maka diharapkan guru berperan serta dalam membantu
peserta didik untuk memahami hakikat belajar bahasa. Oleh karena itu, penelitian
yang dilakukan berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagai berikut.
Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Kelas : X
Kompetensi Inti :
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Mengahayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleransi, damai) santun responsif dan
proakrif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kaji yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, menyaji, dan menciptakan dalam ranah konket dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar :
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran
3.1 Memahami
struktur dan kaidah
teks eksposisi baik
melalui lisan
maupun tulisan
Pengenalan struktur isi
teks laporan hasil
observasi
Pengenalan ciri bahasa
Mengamati
Membaca contoh teks
eksposisi
Mencermati uraian
58
4.1 Menginterpretasi
makna teks
eksposisi baik
secara lisan
maupun tulisan
teks eksposisi
Pemahaman isi teks
eksposisi
Makna kata, istilah,
ungkapan dalam teks
eksposisi
yang berkaitan dengan
struktur isi teks
eksposisi (judul,
klasifikasi umum, dan
deskripsi)
Menanya
Mempertanyakan isi
teks eksposisi (judul,
klasifikasi umum, dan
deskripsi) yang dibaca
dan diamati
Membuat pertanyaan
yang berhubungan
dengan isi teks
eksposisi
Mengeksplorasi
Menemukan ciri bahasa
teks eksposisi
(misalnya
pengklasifikasian
benda-benda, proses
pembentukan kata,
penggunaan istilah,
konjungsi, dan kalimat)
Mengasosiasi
Mendiskusikan dan
menyimpulkan hasil
temuan terkait dengan
struktur isi teks
eksposisi (judul,
klasifikasi umum, dan
deskripsi) dan ciri
bahasa teks eksposisi
(misalnya
pengklasifikasian
benda-benda, proses
pembentukan kata,
penggunaan istilah,
konjungsi, dan kalimat)
Mendiskusikan dan
menyimpulkan makna
kata, istilah, dan isi
teks eksposisi dalam
diskusi kelas dengan
saling menghargai
59
Mengkomunikasikan
Membacakan hasil
diskusi tentang struktur
isi teks eksposisi
Mempresentasikan
makna kata, istilah, dan
isi teks eksposisi
dengan rasa percaya
diri
Menanggapi presentasi
teman/kelompok lain
secara santun
3.2 Membandingkan
teks eksposisi baik
melalui lisan
maupun tulisan
Persamaan/perbedaan
struktur isi dan ciri
bahasa dua teks
eksposisi
Langkah-langkah
penulisan teks
eksposisi sesuai dengan
struktur isi
(menentukan judul,
menuliskan klasifikasi
umum, menuliskan
deskripsi) dan ciri
bahasa
Mengamati
Membaca dua teks
eksposisi
Menanya
Mempertanyakan isi
kedua teks eksposisi
Menyusun pertanyaan
terhadap objek yang
diamati
Mengeksplorasi
Mengidentifikasi
persamaan struktur isi
dua teks eksposisi yang
dibaca
Mengidentifikasi
perbedaan struktur isi
dua teks eksposisi yang
dibaca
Mengidentifikasi
perbedaan ciri bahasa
dua teks eksposisi yang
dibaca
Menulis teks eksposisi
berdasarkan langkah-
langkah penulisan teks
eksposisi sesuai dengan
struktur isi teks
(menentukan judul,
menuliskan klasifikasi
umum, menuliskan
deskripsi)
4.2 Memproduksi teks
eksposisi yang
koheren sesuai
dengan
karakteristik teks
yang akan dibuat
baik secara lisan
maupun tulisan
60
Mengasosiasi
Mendiskusikan
persamaan dan
perbedaan dua teks
eksposisi dalam diskusi
kelas
Mendiskusikan dan
menyimpulkan teks
eksposisi berdasarkan
langkah-langkah
penulisan teks
eksposisi sesuai dengan
struktur isi teks
(menentukan judul,
menuliskan klasifikasi
umum, menuliskan
deskripsi)
Mengkomunikasikan
Menjelaskan
persamaan dan
perbedaan kedua teks
berdasarkan hasil
diskusi kelas
Menyajikan teks
eksposisi yang ditulis
Menanggapi/mengo-
mentari penyajian teks
eksposisi dari setiap
kelompok
3.3 Menganalisis teks
eksposisi baik
melalui lisan
maupun tulisan
Analisis isi teks
eksposisi
Analisis bahasa teks
eksposisi
Penyuntingan isi sesuai
dengan struktur isi teks
eksposisi
Penyuntingan bahasa
sesuai dengan: struktur
kalimat, ejaan, dan
tanda baca
Mengamati
Membaca teks
eksposisi
Membaca teks
eksposisi yang ditulis
teman
Menanya
Mempertanyakan isi
teks eksposisi yang
dibaca
Mempertanyakan isi
teks eksposisi yang
ditulis teman
4.3 Menyunting teks
eksposisi sesuai
dengan struktur
dan kaidah teks
baik secara lisan
maupun tulisan
61
Mengekplorasi
Menganalisis isi teks
eksposisi (judul,
klasifikasi umum, dan
deskripsi) dengan
cermat
Menganalisis bahasa
teks eksposisi (pilihan
kata/istilah, gaya
bahasa, dan konjungsi)
dengan cermat
Menyunting teks
eksposisi yang ditulis
teman dari aspek
struktur isi dan bahasa
teks eksposisi dengan
cermat
Memperbaiki teks
eksposisi berdasarkan
hasil suntingan
Mengasosiasi
Membandingkan hasil
analisis dengan hasil
analisis teman untuk
menilai hasil analisis
terbaik
Mendiskusikan dan
menyimpulkan hasil
penyuntingan dengan
penulis/teman yang
menulis
Mengkomunikasikan
Mempresentasikan
hasil analisis dengan
rasa percaya diri
Menanggapi presentasi
teman/kelompok lain
secara santun
Mengirimkan teks
eksposisi kepada
penerbit.
62
Berdasarkan kompetensi dasar, materi pokok serta pembelajarannya dapat
dilibatkan pembelajaran mengenai teks eksposisi, yaitu cara membuat,
menerapkan, menganalisis, memahami, menginterpretasikan, menyunting,
mengevaluasi, dan mengkonversikan sebuah teks eksposisi menjadi teks lainnya.
Selain itu, dalam menunjang kegiatan pembelajaran wacana harus memperhatikan
perangkat-perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan tersebut.
Seperti pemilihan media pembelajaran, sumber bacaan yang digunakan, dan cara
mengevaluasinya.
Berikut ini disajikan beberapa metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran.
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini
senantiasa bagus bila penggunaannya benar-benar disiapkan dengan baik,
didukung alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya. Metode ini merupakan metode yang sampai saat ini masih
sering digunakan oleh setiap guru. Hal ini disebabkan karena adanya faktor
kebiasaan baik dari guru ataupun siswa.
2. Metode Demontrasi
Demontrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa
untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang
benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,
situasi atau benda tertentu.
63
3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk menyelesaikan
permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan
siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.
4. Metode Simulasi
Simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan
menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau
keterampilan tertentu. Metode simulasi bertujuan untuk: (1) melatih
keterampilan tertentu baik bersifat professional maupun bagi kehidupan sehari-
hari, (2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, (3)
melatih menyelesaikan masalah, (4) meningkatkan keaktifan belajar, (5)
memberikan motivasi belajar kepada siswa, (6) melatih siswa untuk berkerja
sama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhkan daya kreatif siswa.
5. Metode Tugas dan Resitasi
Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih luas
dari itu, tugas dan resitasi merangsang siswa untuk belajar aktif baik belajar
secara individu atau kelompok.
6. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung, sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan
siswa.
64
7. Metode Problem Solving
Metode problem solving (pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode
mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem
solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari
data sampai kepada menarik simpulan.
8. Metode Sistem Regu
Team Teaching pada dasarnya adalah metode mengajar dua orang guru atau
lebih bekerja sama mengajar sebuah kelompok siswa, jadi kelas dihadapi
beberpa guru. Sistem regu banyak macamnya, sebab untuk satu regu guru tidak
senantiasa guru secara formal. Tetapi dapat melibatkan orang luar yang
dianggap perlu sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.
9. Metode Latihan
Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu
ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Mengingat
latihan ini kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berpikir, maka
hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode drill.
Dari metode-metode yang disebutkan, metode yang dapat digunakan dalam
pembelajaran mengenai teks eksposisi dan berita adalah metode ceramah,
demonstrasi, problem soving, diskusi, dan latihan.
Selain strategi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran juga mempunyai
pengaruh terhadap proses pembelajaran. Media pembelajaran merupakan segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan
65
kemauan siswa, sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
dirinya. Suliani (2004: 61) fungsi media pembelajaran sebagai berikut.
1. Mengubah titik berat pendidikan formal. Dari pendidikan yang menekankan
pada pengajaran akademis, pengajaran yang menekankan mengajar semata-
mata pelajaran, yang sebagian besar kurang berguna bagi kebutuhan anak
beralih kepada pendidikan yang mementingkan kebutuhan kehidupan anak.
2. Mempertimbangkan motivasi belajar pada siswa, karena:
a. media pembelajaran itu pada umumnya merupakan sesuatu yang baru bagi
anak, sehingga menarik perhatian anak,
b. penggunaan media pendidikan memberikan kebebasan kepada anak lebih
besar dibandingkan dengan cara belajar yang tradisional,
c. media pendidikan itu lebih konkret dan lebih mudah dipahami,
d. mendorong anak untuk ingin tahu lebih banyak,
e. memungkinkan anak untuk berbuat sesuatu.
Jenis-jenis media yang erat hubungannya dengan pengajaran bahasa sebagai
berikut.
1. Media Cetak/Visual
Media cetak berupa bacaan seperti: buku, komik, koran,majalah, bulletin,
pamlet, dan lain-lain sangat penting keberadaannya dalam menunjang tujuan
pembelajaran. Bahan-bahan ini lebih mengutamakan kegiatan membaca atau
penggunaan simbol-simbol kata secara visual.
66
2. Media Audio
Media audio dalam hal ini yaitu rekaman. Penggunaan rekaman dalam
pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kamampuan dasar yang ingin
direfleksikan siswa ketika mereka terlibat langsung dalam pembelajaran.
3. Media Audio-Visual
Penggunaan media audio visual yang popular untuk pembelajaran bahasa saat
ini adalah film atau video. Media ini biasanya digunakan sebagai variasi untuk
menggairahkan siswa dalam belajar. Penggunaan media film dalam
pembelajaran sangat berarti karena dapat digunakan untuk menerangkan suatu
proses, menampilkan kembali masa lalu, mengatasi keterbatasan daya indera
peserta didik.
Berdasarkan pengertian di atas, koherensi pada teks berita dalam surat kabar
Radar Lampung dapat dikategorikan sebagai media cetak/visual. Selain
pengadaan media, memilih sumber bacaan merupakan salah satu tugas yang harus
dilakukan guru. Materi bacaan yang memiliki daya tarik bagi siswa akan
memotivasi siswa membaca teks tersebut dengan sungguh-sungguh, yang
selanjutnya akan menunjang pemahaman siswa terhadap bacaan yang dibaca.
Materi pelajaran yang mudah dipahami akan menjadi sumber bacaan yang
menarik untuk dibaca lebih lanjut, (Harris dan Smith dalam Rahim, 2007: 85).
Rahim, (2007: 85) mengungkapkan beberapa bahan bacaan yang dipilih guru
hendaknya diambil dari berbagai sumber, misalnya: buku teks, buku sastra anak-
anak, majalah anak-anak, surat kabar dan buku referensi.
67
Dari bahan bacaan yang disarankan untuk dipilih guru sebagai bahan bacaan salah
satunya adalah surat kabar. Surat kabar merupakan bahan bacaan yang efektif
dalam pembelajaran membaca, menulis, bahkan berbicara. Kossach dan Sulvan
(dalam Rahim, 2007: 96) mengungkapkan bahwa surat kabar merupakan sumber
bacaan tambahan yang memungkinkan guru membawa komunitas bahasa ke
dalam kelas. Sedangkan Burs (dalam Rahim, 2007: 96) berpendapat bahwa setiap
rubrik dalam surat kabar mempersyaratkan keterampilan bahasa.
Selain pendapat di atas, peneliti juga berpendapat bahwa dalam surat kabar
terdapat berbagai informasi yang dapat memeperkaya pengetahuan siswa,
informasi dibidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan
informasi-informasi lainnya yang dapat menambah wawasan siswa. Sesuai
dengan materi pada buku teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik
untuk tingkay SMA Kelas X, pada BAB III siswa diharapkan mampu mencari dan
menganalisis teks wacana yang bertemakan tentang ekonomi dan politik. Materi
tersebut, banyak terdapat pada surat kabar. Jadi, penelitian ini dapat
diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia dalam kompetensi inti
dan materi pokok yang telah disebutkan. Keterlibatan dalam pembelajaran
berfokus pada penggunaan teks berita yang bertemakan tentang ekonomi dan
politik
Selain perencanaan pembelajaran yang baik, pemilihan bahan ajar yang sesuai
dengan materi yang dibutuhkan serta bagaimana pelaksanaannya di dalam kelas,
guru dituntut untuk mengevaluasi hasil belajar siswa sehingga pembelajaran
tersebut memperoleh hasil yang maksimal. Evaluasi dapat dilakukan pada waktu-
68
waktu tertentu sesuai dengan kehendak pengajar (tes harian atau mingguan) dan
dapat pula mengikuti waktu yang telah ditetapkan oleh sekolah, fakultas, atau
universitas; misalnya, evaluasi terhadap siswa pada setiap tengah semester atau
pada akhir semester. Bentuk-bentuk evaluasi terhadap siswa yang biasanya
digunakan sebagai berikut.
1. Evaluasi bahwa siswa telah menyelesaikan seperangkat program yang telah
diberikan.
2. Ujian tertulis.
3. Ujian lisan.
4. Ujian memilih alternatif dari berbagai kemungkinan atau sering disebut dengan
istilah ujian pilihan berganda (multiple choice test).
5. Ujian penampilan (performent test).
Jadi, penelitian ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
tingkat SMA sesuai dengan Kompetensi Dasar serta Materi Pokok yang telah
disebutkan. Keterlibatan dalam pembelajaran ini berfokus pada penggunaan
media, bahan bacaan, dan evaluasi.