BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan...

15
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Buni 2.1.1 Habitat Buni tumbuh secara liar di daerah-daerah basah dan dapat ditemukan dari dataran rendah di India, Sri Lanka, Burma, Malaysia, Indonesia, New Guinea dan Australia. Di Indonesia terutama di pulau Jawa, buni dapat tumbuh di daerah kering di bagian timur pulau Jawa atau pun di bagian barat pulau Jawa yang beriklim lembab (BPTH, 2011; LIPI, 2009). 2.1.2 Nama umum Di Indonesia, buni dikenal dengan nama barune, huni pada daerah Sunda, wuni di daerah Jawa, burneh di daerah Madura dan buni, katakuti, kutikata di daerah Maluku. Di Inggris, buni dikenal dengan nama bignay atau chinese laurel. Di Filipina, buni dikenal dengan nama bignay (LIPI, 2009; BPTH, 2011). 2.1.3 Sinonim Buni memiliki beberapa sinonim, yaitu Antidesma crassifolium (E.) Merr., Antidesma dallachyanum Baillon., Antidesma rumphii Tulase (BPTH, 2011). 2.1.4 Klasifikasi tumbuhan Klasifikasi tumbuhan buni adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malpighiales Famili : Phylantaceae Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Buni

2.1.1 Habitat

Buni tumbuh secara liar di daerah-daerah basah dan dapat ditemukan dari

dataran rendah di India, Sri Lanka, Burma, Malaysia, Indonesia, New Guinea dan

Australia. Di Indonesia terutama di pulau Jawa, buni dapat tumbuh di daerah

kering di bagian timur pulau Jawa atau pun di bagian barat pulau Jawa yang

beriklim lembab (BPTH, 2011; LIPI, 2009).

2.1.2 Nama umum

Di Indonesia, buni dikenal dengan nama barune, huni pada daerah Sunda,

wuni di daerah Jawa, burneh di daerah Madura dan buni, katakuti, kutikata di

daerah Maluku. Di Inggris, buni dikenal dengan nama bignay atau chinese laurel.

Di Filipina, buni dikenal dengan nama bignay (LIPI, 2009; BPTH, 2011).

2.1.3 Sinonim

Buni memiliki beberapa sinonim, yaitu Antidesma crassifolium (E.) Merr.,

Antidesma dallachyanum Baillon., Antidesma rumphii Tulase (BPTH, 2011).

2.1.4 Klasifikasi tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan buni adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Malpighiales

Famili : Phylantaceae

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

5

Genus : Antidesma

Spesies : Antidesma bunius (L.) Spreng.

2.1.5 Morfologi

Pohon buah, tinggi 15-30 m. Batang pohon berukuran sedang. Daun

tunggal, bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sungsang sampai lanset,

panjang 9-25 cm, tepi rata agak bergelombang, ujung meruncing, pangkal tumpul.

Daun muda warnanya hijau muda, setelah tua menjadi hijau tua. Buni berumah

dua, bunga dalam tandan, keluar dari ketiak daun atau di ujung percabangan. Buah

buni berbentuk kecil panjang sekitar 1 cm, bulat berwarna hijau, bila telah masak

menjadi ungu kehitaman dan rasanya manis sedikit asam. Biji pipih dengan rusuk

berbentuk jala (LIPI, 2009).

2.1.6 Kegunaan

Buah buni yang matang dapat dimakan segar. Cairan buah dapat

memberikan bekas warna di jari dan mulut. Buah ini juga berpotensi dijadikan

minuman serta mengandung pigmen antosianin dan digunakan sebagai pewarna

alami pada makanan. Daun muda rasanya sedikit asam, dapat disayur atau

dimakan mentah. Buah dapat dimakan langsung, diekstrak menjadi brandy, dibuat

selai atau sirop. Daun oleh pembuat jamu disebut mojar, biasa dipakai untuk

campuran ramuan jamu kesehatan. Daun dan buah dapat digunakan sebagai obat

kurang darah, darah kotor, raja singa dan kencing nanah (BPTH, 2011; LIPI,

2009).

2.1.7 Kandungan kimia

Tanaman Antidesma bunius (L.) Spreng. pada fraksi metanol daun

mengandung senyawa saponin, gula, flavonoid dan tanin sedangkan pada kulit

batang mengandung terpenoid, gula, dan flavonoid (Elya, et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

6

Kandungan kimia utama yang terkandung dalam buah buni antara lain flavonoid,

tanin, fenolik, dan polifenol (Butkhup dan Samappito, 2008).

2.2 Uraian Kimia

2.2.1 Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula

(glikon) dan senyawa lain (aglikon). Glikosida yang gulanya berupa glukosa

disebut glukosida, yang pada umumnya berupa glukosa, fruktosa, laktosa,

galaktosa, dan manosa, tetapi dapat juga berupa gula yang khusus seperti

sarmentosa, oleanrosa, simarosa, dan rutinosa. Umumnya glikosida mudah

terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim (Harborne, 1987).

Berdasarkan ikatan glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan menjadi:

a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan

O. Mayoritas glikosida pada tumbuhan terdapat dalam kelompok ini.

b. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan

C, yakni gugus karbon gula melekat pada gugus karbon aglikon.

c. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan

S. Contoh: sinigrin yang termasuk ke dalam glikosida glukosinolat dari

tumbuhan dari tumbuhan Brassicaceae.

d. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui

jembatan N. Contoh: nikleosidin, krotonosidin (Fansworth, 1966).

2.2.2 Saponin

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.

Sapogenin dapat dibagi dua yaitu saponin triterpenoida ataupun saponin steroida.

Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan bersifat racun bagi hewan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

7

berdarah dingin (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Saponin bersifat seperti sabun, serta dapat diketahui berdasarkan

kemampuan membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin

dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang

mudah diperoleh dan dapat diubah dilaboratorium menjadi sterol hewan yang

berkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dan lain-lain). Pola

glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan

gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukoronat (Harborne,

1987). Senyawa saponin secara umum dapat diidentifikasi dari warna yang

dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau

menunjukkan adanya senyawa saponin steroida, dan warna merah, merah muda,

atau ungu menunjukkan adanya senyawa saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966).

Saponin triterpenoida dan saponin steroida memiliki hubungan glikosidik

pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam

mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid. Kedua jenis saponin ini larut dalam air

dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya diperoleh dengan hidrolisis

dalam suasana asam atau enzim, dan tanpa gula ciri kelarutannya sama dengan ciri

sterol lain (Gunawan dan Mulyani, 2004; Robinson 1995). Tipe aglikon senyawa

saponin dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Farnsworth, 1966):

Gambar 2.2 Sapogenin (Farnsworth, 1966).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

8

Saponin triterpenoida secara umum banyak terdapat pada tumbuhan dikotil

seperti: gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp., dan asam glisiretat terdapat

pada Glycyrrhiza glabra (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Gambar 2.3 Saponin Triterpenoida (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Saponin steroida terdapat pada tumbuhan monokotil maupun dikotil,

contohnya diosgenin yang terdapat pada Dioscorea hispida, dan hekogenin yang

terdapat pada Agave americana (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Gambar 2.4 Saponin Steroida (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.3 Flavonoida

Flavanoida adalah senyawa tanpa warna yang tak dapat dideteksi pada

pemeriksaan kromatografi kecuali bila menggunakan penyemprot tertentu. Ada

beberapa flavon berwarna hijau-kuning diuapi ammonia, tetapi hal ini tidak cukup

terpercaya untuk digunakan sebagai uji diagnostik. Uji warna yang penting dalam

larutan alkohol hanya flavon ialah reduksi dengan serbuk Mg dan HCl(p) yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

9

menghasilkan warna merah ceri kuat. Cara ini dapat digunakan pada kromatografi

kertas atau plat KLT dengan menyemprotnya pertama kali memakai larutan

natrium borohidrida dalam alkohol kemudian disemprot lagi dengan larutan

aluminium klorida dalam etanol (Harborne, 1987).

Senyawa flavonoid di alam merupakan zat warna merah, ungu, biru dan

sebagian zat warna kuning yang terdapat dalam tanaman. Flavonoid mempunyai

kerangka dasar karbon yang terdiri atas 15 atom karbon yang membentuk susunan

C6 – C3 – C6 (Markham, 1988).

2.2.4 Triterpenoida/Steroida

Steroida adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidropenantren. Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka

karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur

asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.

Triterpenoida/Steroida merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal,

sering kali bertitik leleh tinggi. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi

Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan

warna hijau-biru atau merah-ungu (Harbone, 1987; Robinson, 1995).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

tertentu (Depkes RI, 2000).

Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak, berupa ekstrak kental, ekstrak

padat maupun ekstrak cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif

dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

10

semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 2000).

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan dan didiamkan selama beberapa hari

pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-

menerus disebut maserasi kinetik, sedangkan maserasi yang dilakukan dengan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat

pertama dan seterusnya disebut remaserasi (Depkes RI, 2000).

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.

Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini

dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam

wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan

ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan

konsentrasi dalam sel tanaman. Pelarut dipisahkan dari sampel dengan

penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak

waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa

senyawa hilang. Beberapa senyawa ada yang sulit diekstraksi pada suhu kamar,

tetapi metode maserasi dapat menghindari kerusakan senyawa yang bersifat

termolabil (Mukhriani, 2014).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

11

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat). Penghentian ekstraksi dilakukan dengan cara

menguji tetesan terakhir dengan menggunakan pereaksi tertentu (Depkes RI,

2000).

Metode perkolasi menggunakan serbuk sampel yang dibasahi secara

perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran

pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan

dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah

sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru, sedangkan kerugian adalah jika sampel

dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area.

Metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan waktu yang cukup

lama (Mukhriani, 2014).

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ektraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut yang terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

Metode refluk menggunakan sampel yang dimasukkan bersama pelarut ke

dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga

mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu dan dilakukan

secara kontinu (Mukhriani, 2014).

2. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan terus-menerus pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50˚C (Depkes RI, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

12

3. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

dilakukan menggunakan alat Soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI,

2000).

Metode soklet dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam

sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam tempat sampel yang

ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan

ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari

metode ini adalah proses ektraksi yang kontinu, sampel terekstraksi oleh pelarut

murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak

memakan banyak waktu. Kerugian adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat

terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih

(Mukhriani, 2014).

4. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada penangas air dengan

temperatur 96-98˚C selama waktu 15-20 menit (Depkes RI, 2000).

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur sampai titik

didih air selama 30 menit atau lebih (Depkes RI, 2000).

2.4 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan

perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase

diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

13

zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat, jika zat cair

dikenal sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo, 1985).

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan dilakukan dengan menggunakan

salah satu atau gabungan dari beberapa teknik tersebut dan dapat digunakan pada

skala mikro maupun makro (Harborne, 1987).

2.4.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan

pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga

berupa plat kaca, logam atau lapisan yang cocok. Plat dimasukkan ke bejana

tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) sehingga

pemisahan terjadi dengan cara perambatan kapiler (pengembangan) (Stahl, 1985).

Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada

pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada

pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Fasa diam (penyerap) dapat dibagi dua, yaitu jenis polar dan non polar.

Penyerap polar meliputi berbagai oksida organik seperti silika, alumina, magnesium

dan lain sebagainya. Penyerap nonpolar yang biasa digunakan adalah arang. Fase

diam ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok

kemudian senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi dengan

penampang noda yang sesuai (Gritter, et al., 1991)

Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa

cara. Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan

untuk senyawa tak berwarna. Beberapa senyawa organik berfluorosensi jika

disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang

panjang (366 nm). Cara lain apabila senyawa tidak dapat dideteksi dengan sinar

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

14

ultraviolet maka harus dicoba dengan penyemprotan pereaksi yang membuat

bercak tersebut tampak tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dilakukan

pemanasan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi digunakan harga Rf yang

didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,1990):

Rf = jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan

jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1990):

1. Struktur kimia

2. Sifat dari penyerap

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap

4. Pelarut dan derajat kemurniannya

5. Derajat kejenuhan bejana pengembangan

6. Teknik percobaan

7. Jumlah cuplikan yang digunakan

8. Suhu

9. Kesetimbangan

2.4.2 Kromatografi lapis tipis preparatif

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode

pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penjerap yang

sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Plat kromatografi biasanya berukuran 20 x 20 cm.

Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah

bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum

digunakan adalah silika gel. Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan

cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

15

sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat

dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan

plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung

beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan

bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri di sekeliling permukaan bagian

dalam bejana (Hostettmann, et al., 1995).

2.5 Spektrofotometri

2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet (UV)

Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan

antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan

(absorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm.

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada

struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Spektrofotometer UV-Vis pada umunya digunakan untuk:

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan auksokrom

dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan penjang gelombang

maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Atom atau molekul akan menyerap sinar UV sehingga energi tersebut akan

menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang

lebih tinggi. Gugus kromofor disebut juga gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya

(Dachriyanus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

16

Sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan

pelarut yang dipakai, antara lain:

a. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi

pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

b. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

c. Kemurniannya harus tinggi (Muldja, 1995).

Analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai

untuk data sekunder atau data pendukung. Analisis kualitatif dengan metode

spektrofotometri UV-Vis yang dapat ditentukan ada dua yaitu:

a. Pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.

b. Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks) (Muldja, 1995).

Spektrum (serap) elektronik molekul dihasilkan akibat elektron molekul

menyerap gelombang elektromagnetik untuk berpindah ke tingkat yang lebih

tinggi. Elektron yang menyerap gelombang biasanya elektron di kulit terluar atau

sekitarnya, misalnya dari HOMO (highest occupied molecular orbital ) ke LUMO

(lowest unoccupied molecular orbital ) (McMurry, 2008).

1,3-butadiena terkonjugasi memilki 4 orbital molekul π dimana dia akan

menyerap energi dan 1 elektron π dikembangkan dari HOMO (Highest Occupied

Molecular Orbital) menuju ke LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital),

dinamakan eksitasi π → π* . En ergi dari HO MO ke LUMO pada 1,3-butadiena

menunjukkan panjang gelombang maksimum sinar UV pada 217 nm untuk

mengubah elektron π → π* (McMurry, 2008).

Panjang gelombang yang diperlukan untuk transisi elektron π → π*

tergantung dengan energi pada jarak antara HOMO dan LUMO, dimana energi

yang dihasilkan tergantung dengan struktur dari elektron π terkonjugasi. Salah

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

17

satu faktor terpenting yang mempengaruhi absorpsi panjang gelombang UV pada

molekul adalah tingkat konjugasi dari molekulnya. Perhitungan molekul orbital

menunjukkan adanya perbedaan penurunan energi dari HOMO ke LUMO ketika

tingkat terkonjugasi memakin banyak, seperti 1,3-butadiena mengabsorpsi pada

λmax = 217 nm, 1,3,5-heksatriena mengabsorpsi pada λmax = 258 nm dan 1,3,5,7-

oktatetraena menyerap pada λmax = 290 nm (McMurry, 2008).

2.5.2 Spektrofotometri sinar inframerah (IR)

Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk:

1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik

2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan

membandingkan daerah sidik jarinya (Dachriyanus, 2004).

Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya

inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5–50 𝜇𝜇m atau

bilangan gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan

menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah

sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode

ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik (Dachriyanus, 2004).

Jenis absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ketingkat

energi yang lebih tinggi ketika molekul-molekul ini menyerap radiasi inframerah.

Frekuensi (energi) tertentu dari radiasi inframerah yang dapat diserap oleh suatu

molekul, agar molekul dapat menyerap radiasi inframerah, maka molekul tersebut

harus mempunyai gambaran spesifik, yakni momen dipol molekul harus berubah

selama vibrasi (Gandjar dan Rohman., 2007).

Getaran molekul terdapat dua macam, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk.

Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Bunirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61781/4/Chapter II.pdf · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Uraian Tumbuhan Buni . 2.1.1 Habitat

18

jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena

perubahan sudut-sudut ikatan antara pada sebuah atom, atau karena gerakan

sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di

dalam gugusan (Silverstein, 1986).

Menafsirkan sebuah spektrum inframerah tidak terdapat aturan yang pasti.,

tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mencoba

menafsirkan sebuah spektrum, yaitu:

1. Spektrum harus cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai.

2. Spektrum harus dibuat dari senyawa yang cukup murni.

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita akan teramati pada kerapatan

atau panjang gelombang yang semestinya. Kalibrasi yang betul dapat dilakukan

dengan baku-baku yang dapat dipercaya, misalnya polisterna.

4. Metode penanganan cuplikan harus ditentukan., seperti pada penggunaan

pelarut, maka macam dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan juga

(Silverstein, 1986).

Dua kawasan penting dalam pemeriksaan awal sebuah spektrum adalah

daerah 4000 – 1300 cm-1 (2,5 – 7,7 µm) dan daerah 909 – 650 cm-1 (11,0 – 15,4

µm). Bagian kerapatan tinggi sebuah spektrum disebut sebagai daerah gugus

fungsi. Kerapatan uluran khas bagi gugus-gugus fungsi yang penting seperti -OH,

NH dan C=O terletak pada bagian itu. Ketiadaan serapan pada selang jejak gugus-

gugus tertentu biasanya dapat digunakan sebagai bukti bahwa molekul itu tidak

mempunyai gugus-gugus tersebut. Menafsirkan seperti itu harus dengan hati-hati,

sebab suatu struktur tertentu yang khas dapat menyebabkan sebuah pita menjadi

sangat lebar sehingga tidak terartikan (Silverstein, 1986).

Universitas Sumatera Utara