BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uji Wilcoxonrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26221/3/Chapter...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uji Wilcoxonrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26221/3/Chapter...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Wilcoxon
Uji jenjang bertanda Wilcoxon yang diperkenalkan oleh Frank Wilcoxon dalam
tahun 1945 merupakan penyempurnaan dari “Uji Tanda” yakni di samping
memperhatikan tanda positif dan negatif, besarnya perbedaan juga diperhatikan. Uji
ini digunakan untuk menguji kondisi (variabel) pada sampel yang berpasangan
dengan skor data yang minimal berskala ordinal atau juga untuk penelitian dengan
data sebelum dan sesudah. Anggapan yang diperlukan dalam penggunaan uji bertanda
Wilcoxon adalah bahwa pasangan data diambil secara acak dan tiap-tiap perbedaan
antara pasangan skor (di) (distribusi populasi) yang simetris (Djarwanto, 1996).
Asumsi-asumsi uji ini adalah :
a. Data untuk analisis terdiri atas n buah beda Di = Yi – Xi . Setiap pasangan hasil
pengukuran (Xi , Yi) diperoleh dari pengamatan terhadap subjek yang sama
atau terhadap subjek-subjek yang telah dijodohkan menurut suatu variabel atau
lebih. Pasangan-pasangan (Xi , Yi) dalam sampel ini diperoleh secara acak.
b. Selisih variabel (Yi – Xi) mewakili hasil-hasil pengamatan terhadap suatu
variabel acak yang kontinu.
c. Distribusi populasi (di) tersebut setangkup (simetri).
Hipotesis nihil (H0) yang akan diuji mengatakan bahwa dua populasi identik.
Apabila H0 benar dapatlah diharapkan bahwa jumlah jenjang yang bertanda positif
kira-kira akan seimbang dengan jumlah jenjang yang bertanda negatif. Jika dua
Universitas Sumatera Utara
jumlah jenjang tersebut sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain dapatlah
disimpulkan bahwa dua populasi itu tidak identik, dan dengan demikian kita menolak
H0. Dengan perkataan lain H0 ditolak jika salah satu jumlah jenjang positif atau
negatif sangat kecil (Djarwanto, 1996).
Uji jenjang bertanda Wilcoxon dapat didasarkan pada sampel kecil (n ≤ 25) atau
didasarkan pada sampel besar (n ≥ 25). Untuk sampel kecil, pengujian didasarkan
pada nilai T. Nilai T adalah jumlah yang lebih kecil antara jumlah jenjang positif
dengan jumlah jejang negatif. Nilai T dapat dilihat pada tabel harga kritis T dalam tes
ranking bertanda data berpasangan Wilcoxon dengan taraf signifikasi 0.05, 0.02, dan
0.01 untuk pengujian satu sisi atau dua sisi. Untuk sampel besar, pengujiannya
dilakukan dengan pendekatan distribusi normal, dimana mean dan standar deviasi
dari distribusi sampling nilai T dihitung dengan rumus (Djarwanto, 1996):
Mean = 4
)1( +=
nnTµ
Standar Deviasi : 24
)12)(1( ++=
nnnTσ
Harga uji statistik Z = T
TTσµ−
Z =
24)12)(1(
4)1(
++
+−
nnn
nnT
Universitas Sumatera Utara
Langkah- langkah untuk uji jenjang bertanda Wilcoxon diringkaskan sebagai
berikut : (Djarwanto, 1996)
1. Untuk setiap pasangan skor hitunglah beda atau selisihnya (di). Beda ini bisa
positif dan bisa negatif.
2. Berikan jenjang harga-harga di tanpa memperhatikan tandanya, dari yang
terkecil sampai yang terbesar. Bila ada harga-harga d yang sama maka
hitunglah jenjang rata-ratanya.
3. Bubuhkan tanda positif atau negatif pada jenjang untuk tiap-tiap beda sesuai
dengan tanda dari beda itu. Beda 0 tidak diperhatikan. Bila terdapat beda 0,
tetapkan kembali n yaitu banyak total harga d yang memiliki tanda.
4. Tetapkan nilai T yaitu jumlah yang lebih kecil dari dua kelompok jejang
yang memiliki tanda yang sama, positif atau negatif.
5. Prosedur yang digunakan dalam menetapkan signifikansi harga T sampel,
tergantung pada besarnya n :
a. Apabila n ≤ 25, tabel harga-harga nilai kritis T menyajikan harga-
harga T untuk berbagai ukuran n (n≤25). Jika harga T observasi <
nilai T tabel maka H nol ditolak.
b. Apabila n > 25, harga H0 diuji dengan menggunakan pendekatan kurve
normal.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Uji Walsh
Uji Walsh berlaku untuk dua sampel berpasangan dengan data yang berskala
interval. Anggapan dari uji ini adalah bahwa skor-skor selisih (di) yang terobservasi
dalam dua sampel yang berpasangan berasal dari populasi yang simetris, atau bahkan
tidak harus dari populasi yang sama. Karena dianggap populasinya simetris, maka
nilai mean, merupakan gambaran yang akurat dari nilai tengah, dan sama dengan nilai
median (Djarwanto, 1996).
Beda/selisih masing-masing n pasangan (di) diurutkan berdasarkan besarnya.
Dimulai dengan d1 = skor beda yang terendah (mungkin negatif), d2 = skor beda
kedua dari yang terendah, dan seterusnya. Dengan demikian d1 ≤ d2 ≤ d3 ≤ .....dn.
Hipotesis nihil yang akan diuji mengatakan bahwa harga-harga di itu ditarik dari
suatu populasi yang nilai mediannya = 0 (atau dari sekelompok populasi yang
memiliki “median bersama” sama dengan nol). Uji Walsh menganggap bahwa
sejumlah di itu adalah dari populasi dengan distribusi simetris. Dalam distribusi yang
simetris, nilai mean dan median berimpit, maka H Nol mengatakan bahwa µ0 = 0, dan
H1 mengatakan bahwa µ1 ≠ 0 (uji dua sisi) atau µ1 > 0 atau µ1 < 0 (uji satu sisi).
Untuk menentukan signifikansi berbagai hasil dengan uji Walsh dapat diperiksa
tabel nilai kritis untuk uji Walsh yaitu Tabel harga-harga kritis untuk uji Walsh. Tabel
ini menyajikan harga-harga signifikansi baik untuk uji satu sisi maupun dua sisi.
Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah dalam menggunakan uji Walsh adalah sebagai berikut
(Djarwanto,1996) :
1. Tentukan pasangan skor beda dengan tanda (di) untuk masing-masing
pasangan yang dijodohkan.
2. Tentukan n yakni banyaknya pasangan yang dijodohkan.
3. Urutkan harga-harga di berdasarkan besarnya ( dari di hingga dn ). Tanda
beda diperhatikan sehingga di adalah d negatif yang terbesar dan dn adalah d
positif yang terbesar.
4. Periksa tabel nilai kritis Uji Walsh untuk menentukan apakah H0 ditolak dan
menerima H1 dengan harga-harga d1, d2, d3,........, dn yang terobservasi.
2.3 Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Gizi yang
diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk
kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu
adanya suatu pengaturan pola makan yang benar dalam usaha memenuhi kebutuhan
zat gizi yang diperlukan sesuai dengan tingkat usianya (Arnita, 2007).
Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting Usaha
Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah.
PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana
untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa
makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap
hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan perbaikan
Universitas Sumatera Utara
dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak mengurangi jumlah
makanan yang dimakan setiap hari di rumah (Arnita, 2007).
Makanan sapihan atau Weaning Foods juga diberikan pada bayi sebagai
persiapan menghadapi penyapihan atau penghentian pemberian ASI. Makanan
sapihan penting untuk mempersiapkan agar bayi tidak kaget dan sudah terbiasa
memakan makanan yang bermacam-macam dengan demikian bila sewaktu-waktu
pemberian ASI dihentikan sama sekali tidak akan terjadi kesuliatan (Moehji, 1992).
Menurut World Health Organization (2003) dalam Arnita (2007), pemberian
makanan tambahan berarti memberikan makanan lain selain ASI, oleh karena ASI
merupakan makanan alami pertama untuk bayi, dan harus diberikan tanpa makanan
tambahan sekurang-kurangnya sampai usia 4 bulan, dan jika mungkin sampai usia 6
bulan. Meskipun demikian setelah periode ini dibutuhkan makanan tambahan atau
makanan pelengkap. Selama periode pemberian makanan tambahan, seorang bayi
perlahan-lahan terbiasa memakan makanan keluarga.
Pemberian makanan tambahan dapat juga bertujuan untuk memperbaiki
keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan
diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik
timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah
(Arnita, 2007).
Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada
masyarakat di mana seorang anak hidup. Pola makan masyarakat tersebut tentu juga
menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera
makan yang terbentuk dari pola masyarakatnya. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola
makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang penting (Arisman, 2004)
Anak yang sehat adalah anak yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira,
makannya teratur, bersih, dan dapat menyesuiakan diri dengan lingkungannya
(Moehji, 1992).
Menurut Lenz seperti yang dikutip oleh Theodor Hellbrugge (1988) dalam
Arnita (2007) pertumbuhan anak pada tahun ke-3 begitu cepat. Pertumbuhan dalam
hal ini mencakup pertumbuhan dalam fisik, mental, dan juga pertumbuhan otak
dimana volume otak anak mencapai 80% otak dewasa pada usia 2 tahun pertama dan
berangsur-angsur menurun sehingga pada periode pra-sekolah dan masa sekolah
kurva kecepatan pertumbuhan akan membentuk kurva yang hampir datar.
Atas dasar tersebut maka usia 3 tahun pertama anak disebut sebagai periode
emas sekaligus juga sebagai periode kritis karena pada usia ini sangat menentukan
masa depan seorang anak. Jika pada periode ini anak memperoleh asupan makanan
dan zat gizi yang mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangannya maka dapat
dipastikan masa depan yang baik bagi anak dari segi fisik dan mental dan tinggal
mengisinya dengan ilmu dan pengetahuan yang baik dan jika anak tidak mendapatkan
asupan makanan dan zat gizi yang dibutuhkannya maka yang terjadi adalah
sebaliknya (Sunita,2001 ).
Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi.
Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak
memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan
Universitas Sumatera Utara
makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka
rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih
berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan
untuk penyiapannya (Depkes RI, 2007).
Oleh sebab itu pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan menerbitkan 17
strategi dalam upaya perbaikan kesehatan masyarakat dimana salah satunya adalah
seluruh keluarga menjadi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). KADARZI adalah suatu
keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap
anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang
baik yang dicirikan minimal dengan: (Depkes RI, 2007).
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur
enam bulan (ASI eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan preventif dan promotif sangat
diperlukan dalam mewujudkan keluarga yang sadar gizi. Namun demikian kajian saat
ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih menitikberatkan pada upaya
kuratif dan rehabilitatif. Di lapangan saat ini kegiatan dan ketersediaan media
promosi masih sangat terbatas. Oleh sebab itu untuk mencapai keberhasilan dalam
usaha tersebut diperlukan dukungan dari semua aspek yang bersangkutan (Arnita,
2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Usia Pemberian Makanan Tambahan
Setelah pemberian ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai berusia 6 bulan baru
dapat diberikan makanan tambahan pada anak sesudah 6 bulan. Setelah usia 6 bulan
baru bayi siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah
tidak lagi menolak makanan setengah padat. Disamping itu, lambung juga telah baik
menerima zat tepung (Arisman, 2004).
Pemberian makanan yang terlalu dini bagi anak dapat mengakibatkan bahaya
bagi anak tersebut, oleh karena itu dianjurkan agar pemberiannya sesudah usia 4 atau
6 bulan. Pemberian makanan tambahan harus bertahap dan bervariasi. Bahaya yang
mungkin timbul jika makanan diberikan terlalu dini adalah : (Arisman, 2004)
a. Makanan tersebut dapat menggantikan ASI sehingga anak akan lebih
sedikit minum ASI dan ibupun memproduksi lebih sedikit ASI sehingga
akan sulit untuk memenuhi nutrisi anak.
b. Bayi mempunyai kemungkinan besar untuk diare karena makanan
tambahan tidak sebersih ASI.
c. Anak mendapat faktor perlindung dari ASI lebih sedikit, sehingga risiko
infeksi meningkat.
d. Ibu mempunyai risiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang
menyusui.
Universitas Sumatera Utara
e. Akan memberikan nutrien lebih sedikit daripada ASI jika salah dalam
pengolahan makanan sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi.
Memulai pemberian makanan tambahan terlalu lambat juga berbahaya, karena :
a. Anak tidak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi
kesenjangan energi dan nutrien.
b. Anak akan tumbuh lambat bahkan dapat berhenti pertumbuhannya.
c. Risiko mallnutrisi dan defisiensi mikoronutrien meningkat pada anak.
Menjelang usia 9 bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk
memasukkan benda kedalam mulut. Jelaslah bahwa pada saat tersebut bayi sudah siap
mengkonsumsi makanan setengah padat. Jika kemudian bayi disapih pada usia 4-6
bulan, tidak berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, tetapi juga
karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Memang ada
sebagian bayi yang terus tumbuh dengan memuaskan meskipun tidak diberi makanan
tambahan. Namun di lain pihak, banyak sekali bayi yang membutuhkan zat gizi dan
energi lebih dari sekedar yang tersedia didalam ASI (Arisman, 2004).
2.5 Jenis dan Bentuk Makanan Tambahan
Makanan tambahan yang ideal harus mengandung (1) makanan pokok ( pangan
yang paling banyak dikonsumsi oleh keluarga, biasanya makanan yang mengandung
tepung, seperti beras, gandum, kentang, tepung maizena) ditambah dengan makanan
lainnya misalnya (2) kacang, sayuran berdaun hijau atau kuning, (3) buah, (4) daging
hewan, (5) minyak atau lemak (Arisman, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Cameron dan Hofvander (1983) dalam Arnita (2007) mengatakan, campuran
bahan makanan untuk bayi terdiri dari 2 jenis :
a. campuran dasar (basic mix) terdiri dari serealia (biji-bijian) atau umbi-
umbian dan kadcang-kacangan. Campuran ini belum memenuhi
kandungan zat gizi sehingga masih perlu pendamping zat gizi lainnya,
terutama kebutuhan zat vitamin dan mineral.
b. Campuran ganda (multi mix) terdiri dari 4 kelompok bahan pangan yaitu :
1. Makanan pokok sebagai bahan pangan utama dan merupakan sumber
karbohidrat lebih dianjurkan berupa serealia
2. Lauk-pauk (nabati maupun hewani) sebagai sumber protein, misalnya
susu, daging sapi, ayam, ikan, telur, dan kacang-kacangan
3. Sumber vitamin dan mineral, berupa sayur-sayuran dan buah-buahan
yang berwarna (terutama hijau dan jingga)
4. Pendamping energi berupa lemak, minyak atau gula yang berfungsi
untuk meningkatkan kandungan energi makanan campuran.
Adapun tahapan pemberian makanan tambahan pada bayi adalah sebagai
berikut (Arnita 2007):
1. Makanan Lumat
Makanan lumat adalah nasi tim atau sering disebut nasi tim halus yang
dimasak dan diberikan dalam bentuk halus atau setengah cair yang dapat
ditambahkan dengan lauk-pauk, sayur dan buah yang dilumatkan. Contoh nasi
Universitas Sumatera Utara
tim saring atau nasi tim halus, bubur tepung beras, biskuit yang dilumatkan
dengan air atau pisang yang dihaluskan/ dikerik dengan sendok.
2. Makanan Lembik
Makanan lembik adalah nasi tim atau nasi lembik yang dapat ditambahkan
dengan lauk-pauk dan sayuran yang berganti, makanan ini merupakan peralihan
dari makanan lumat menjadi makanan keluarga. Contoh : nasi tim bayi saring,
nasi lembek, bubur beras, bubur kacang hijau, biskuit atau pisang dan pepaya.
3. Makanan Padat
Makanan padat atau sering disebut makanan keluarga adalah makanan
lengkap berbentuk padat dan diselingi dengan makanan selingan contoh: nasi,
dadar telur, tempe, sayur dan buah, makanan selingan kue nagasari, bubur
kacang hijau atau pisang rebus.
2.6 Status Gizi
Status gizi menurut Jahari seperti yang dikutip oleh Sukardji (2003) adalah
tanda-tanda atau penampilan fisik yang diakibatkan karena adanya keseimbangan
antara pemasukan gizi di satu pihak, serta pengeluaran oleh organisme di lain pihak
yang terlihat melalui variabel-veriabel tertentu, yaitu melalui suatu indikator status
gizi. Penilaian suatus gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi
seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif
maupun subjektif, untuk kemudian dibandingakan dengan buku yang telah tersedia
(Supariasa, 2002).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu (Arnita, 2007) :
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor eksternal merliputi : keadaan infeksi, konsumsi makanan, budaya,
sosial dan ekonomi, pendidikan kesehatan, sarana kesehatan, dan produksi
pangan.
2. Faktor Internal meliputi : genetik dan individual.
2.7 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian
yaitu : pemeriksaan klinis, antropometri, biokimia, dan biofisik. Penilian secara tidak
langsung dapat dibagi menjadi 3 yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan
faktor ekologi (Arnita, 2007).
Setiap metode penelitian status gizi terdapat kelebihan dan kekurangannya.
Berbagai contoh penggunaan penilaian status gizi seperti antropometri digunakan
untuk mengukur karakteristik fisik seseorang dan zat gizi yang penting untuk
pertumbuhan. Sedangkan pemeriksaan klinis dan biokimia dipergunakan untuk
merlihat atau mengukur satu aspek dari status gizi seperti kadar mineral atau vitamin
( Supariasa, 2002).
2.8 Pemeriksaan Antropometri
Antropometri berarti ukuran dari tubuh manusia. Antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Digunakan untuk melihat ketidak-
Universitas Sumatera Utara
seimbangan asupan protein dan energi. Jika dilihat dari tujuan pemerikasaan
antropometri dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :
a. Untuk ukuran massa jaringan dengan ukuran : berat badan, tebal lemak bawah
kulit, lingkar lengan atas, berat jenis. Ukuran massa jaringan ini sifatnya
sensitif, cepat berubah, mudah naik turun dan menggambarkan keadaan
sekarang.
b. Untuk ukuran linear : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar
dada. Ukuran linear sifatnya spesifik, perubahannya relatif lambat, ukuran
tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu.
Beberapa indeks antropometri dapat digunakan untuk menentukan keadaan gizi
seseorang :
2.8.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberi gambaran
tentang massa tubuh (otot dan lemak). Karena massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi, maka
berat badan merupakan antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi
terjamin, serta badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam
keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat
berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-
Universitas Sumatera Utara
sifat inilah maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah
satu indikator status gizi, dan karena sifat berta badan yang labil, maka indek BB/U
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat kini (current nutritional status).
Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan
kelemahan yang perlu mendapat perhatian.
Kelebihan indeks BB/U yaitu :
a. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum,
b. Sensitif untuk melihat perubahan satatus gizi jangka pendek dan dapat
mendeteksi kegemukan (overweight),
c. Berat badan dapat berfluktuasi.
Kelemahan indeks BB/U yaitu :
a. Dapat mengakibatkan interpensi status gizi yang keliru bila terdapat
endema maupun asites,
b. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk kalompok anak
dibawah usia lima tahun (balita). Ketepatan umur untuk kelompok umur
ini masih merupakan masalah bagi negara-negara berkembang termasuk
Indonesia,
c. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial
budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau
menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang dagangan.
2.8.2 Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Universitas Sumatera Utara
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan yang skletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap
masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama (Arnita, 2007).
Berdasarkan sifat ini indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu.
Indeks TB/U disamping dapat memberikan gambaran tentang status gizi pada masa
lalu, juga erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu indeks
TB/U sering digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi
masyarakat (Arnita, 2007).
2.8.3 Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (TB/TB)
Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal perkembangan berat badan akan searah dengan percepatan tertentu. Indeks
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat kini,
terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB
disebut pula indikator yang independen terhadap umur. Karena indeks BB/TB dapat
memberikan gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan,
maka dalam penggunaannya, indeks ini merupakan indikator kekurusan. Seperti
halnya dengan indeks BB/TB memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan,
terutama bila digunakan untuk pengukuran anak balita (Arnita, 2007).
Keuntungan penggunaan indeks BB/TB yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak memerlukan data umur
b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus)
Kelemahan penggunaan indeks BB/TB yaitu :
a. Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup
tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan, karena faktor umur tidak
diperhatikan dalam hal ini
b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang badan pada kelompok anak balita
c. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan angka hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesional
d. Membutuhkan dua macam alat ukur
e. Pengukuran relatif lebih lama
Untuk memperoleh gambaran status gizi KEP masa kini maupun masa
lampau, WHO merumuskan penggunaan gabungan beberapa indeks antropometri
yaitu : BB/U, TB/U, dan BB/TB standar yang digunakan adalah NCHS (National
Center for Health Statistics, USA). Distribusi data berat badan,tinggi badan dan berat
badan menurut tinggi badan yang dipublikasikan WHO meliputi data anak umur 0
sampai 18 tahun. Data baku rujukan WHO-NCHS disajikan dalam dua versi yaitu
persentil (Percentile) dan skor simpangan baku (Standart deviation Score = Z-
Score).
2.9 Alur Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Alur penelitian kesesuaian uji Wilcoxon dan uji Walsh studi kasus pada data berat badan sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan pada BATITA di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalifah Deli Serdang periode Oktober- Desember tahun 2009
Uji Wilcoxon
Uji Walsh
Data Berat badan BATITA
(12-36 bulan)
Hasil dengan
beda
Hasil dengan
beda
Kesesuaian Uji
Universitas Sumatera Utara