BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 Defenisi Pariwisata Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di Negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002). Pariwisata dapat dipergunakan sebagai katalisator dari kegiatan pembangunan, kepariwisataan merupakan mata rantai panjang yang dapat menggerakkan bermacam-macam kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Yoeti (1998) kata pariwisata sesungguhnya baru popular di Indonesia setelah diselenggarakannya musyawarah nasional Touristme ke II di Tretes Jawa Timur, pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958. Sebelumnya, kata ganti pariwisata yang digunakan kata touristme yang berasal dari bahasa Belanda yang sering pula diindonesiakan menjadi turisme. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Tentang Pariwisata

2.1.1 Defenisi Pariwisata

Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan

yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada

awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi

tidak hanya di Negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang.

Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dalam tahap

pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu

cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Melalui

industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002).

Pariwisata dapat dipergunakan sebagai katalisator dari kegiatan pembangunan,

kepariwisataan merupakan mata rantai panjang yang dapat menggerakkan

bermacam-macam kegiatan dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Yoeti (1998) kata pariwisata sesungguhnya baru popular di

Indonesia setelah diselenggarakannya musyawarah nasional Touristme ke II di

Tretes Jawa Timur, pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958. Sebelumnya,

kata ganti pariwisata yang digunakan kata touristme yang berasal dari bahasa

Belanda yang sering pula diindonesiakan menjadi turisme.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

Secara etimologis kata pariwisata yang berasal dari bahasa

sansekerta,sesungguhnya bukanlah berarti tourisme (bahasa belanda) atau tourism

(bahasa inggris). Kata pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu masing-masing

kata pari dan wisata.

1. Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap.

2. Wisata, berarti perjalanan, berpergian yang dalam hal ini sinonim dengan

kata travel dalam bahasa inggris.

Atas dasar itu, maka kata pariwisata seharusya diartikan sebagai

perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke

tempat lain. Lebih lanjut, pariwisata adalah perpindahan sementara yang

dilakukan dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat

kediamannya. Wisatawan melakukan aktivitas selama mereka tinggal di tempat

tujuan wisata dan fasilitas di buat untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan

(Marpaung, 2002). Menurut Murphy dalam Pitana dan Gayatri (2005), pariwisata

adalah keseluruhan dari elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata,

perjalanan, industri, dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalan wisata ke

daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut dilakukan secara tidak

permanen.

Sebelum wisatawan mengunjungi obyek pariwisata, maka perlu

mengetahui terlebih dahulu tentang keadaan obyek yang akan dikunjunginya,

seperti :

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

a. Fasilitas transportasi yang akan membawanya dari dan daerah tujuan wisata

yang ingin dikunjunginya.

b. Fasilitas akomodasi yang merupakan tempat sementara tinggal di daerah

tujuan wisata yang di kunjunginya.

c. Fasilitas tempat makan dan minum yang lengkap dan sesuai dengan selera

wisatawan tersebut.

d. Obyek dan atraksi wisata yang ada di daerah tujuan yang akan dikunjungi.

e. Aktifitas rekreasi yang dapat dilakukan di tempat yang akan di kunjungi.

f. Fasilitas perbelanjaan.

2.1.2 Faktor-faktor Penarik Wisatawan

Agar wisatawan tertarik untuk mengunjungi obyek pariwisata yang perlu

dikembangkan adalah :

1. Obyek wisata

Obyek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran

wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Dalam kedudukannya yang sangat

menentukan itu maka obyek wisata harus di rancang dan di bangun atau di kelola

secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. Membangun

suatu obyek wisata harus di rancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria yang

cocok dengan daerah wisata tersebut. Obyek wisata umumnya berdasarkan pada :

1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman

dan bersih.

2. Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.

3. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

4. Obyek wisata alam memiliki daya tarik tinggi karena keindahan alam

pegunungan, sungai, pantai, pasir, huta, dan sebagainya.

5. Obyek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai

khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur

yang terkandung dalam suatu obyek buah karya manusia pada masa

lampau.

2. Prasarana dan sarana wisata

a. Prasarana Obyek Wisata

Prasarana obyek wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan

manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah

tujuan wisata seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan

lain sebagainya, dan itu termasuk ke dalam prasarana umum. Untuk kesiapan

obyek wisata yang akan di kunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata,

prasarana wisata tersebut perlu di bangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan

kondisi obyek wisata yang bersangkutan.

Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan

lokasi akan meningkatkan aksesbilitas suatu obyek wisata yang pada gilirannya

akan dapat meningkatkan daya tarik obyek wisata itu sendiri. Di samping berbagai

kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga

perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotek, rumah sakit, pom

bensin, pusat-pusat perbelanjaan dan lain-lain.

Dalam pembangunan prasarana wisata pemerintah lebih dominan, karena

pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas

manusia antara daerah, dan sebagainya, yang tentu saja meningkatkan kesempatan

berusaha dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat disekitarnya.

b. Sarana obyek wisata

Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang

diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan

wisatanya. Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun obyek

wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan

tuntutan sarana yang di maksud.

Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata

adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran, dan rumah makan serta

sarana pendukung lainnya. Tidak semua obyek wisata memerlukan sarana yang

sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuikan dengan

kebutuhan wisatawan. Sarana wisata secara kuantitatif menunjuk pada jumlah

sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kualitatif menunjukkan pada

mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan

yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu

pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah di susun suatu standar

wisata yang baku baik secara nasional maupun internasional, sehingga penyediaan

sarana wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan

disediakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

Pariwisata adalah sektor yang bisa menunjang kemajuan suatu daerah,

terutama dengan adanya peraturan mengenai otonomi daerah. Dalam Undang-

Undang No. 9 tahun 1990 mengenai kepariwisataan Bab I, pasal 1 dijelaskan

bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian kegiatan tersebut yang

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek atau

daya tarik wisata. Sedangkan pada pasal 2 dijelaskan bahwa pariwisata

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang

tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih

menduduki peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional

sekaligus merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat dan devisa negara. Menurut Pendit (1994), ada beberapa

jenis pariwisata yang sudah dikenal, antara lain:

a. Wisata budaya, yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan

untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan

kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat,

kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan

seni mereka.

b. Wisata kesehatan, yaitu perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan

untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia

tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan

rohani.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

c. Wisata olahraga, yaitu wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan

dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermakasud mengambil

bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau Negara.

d. Wisata komersial, yaitu termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameran-

pameran dan pecan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri,

pameran dagang dan sebagainya.

e. Wisata industri, yaitu perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar

atau mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah

perindustrian, dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan

atau penelitian.

f. Wisata Bahari, yaitu wisata yang banyak dikaitkan dengan danau, pantai

atau laut.

g. Wisata Cagar Alam, yaitu jenis wisata yang biasanya diselenggarakan oleh

agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan

mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan

daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh

undang-undang.

h. Wisata bulan madu, yaitu suatu penyelenggaraan perjalanan bagi

pasangan-pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan

fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalan.

Sedangkan unsur-unsur didalam pariwisata sendiri terdiri dari:

1. Kegiatan perjalanan, maksudnya adalah suatu kegiatan yang bias

dilakukan perorangan ataupun perkelompok. Kegiatan tersebut adalah

mendatangi suatu tempat yang dituju.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2. Dilakukan dengan sukarela, maksudnya adalah tidak ada paksaan untuk

wisatawan agar datang ke tempat wisata.

3. Bersifat sementara, maksudnya wisatawan yang datang hanya untuk

berkunjung tanpa menjadi penduduk daerah tersebut.

4. Perjalanan dilakukan dengan tujuan untuk menikmati objek wisata.

Adapun menurut Karyono (1997:28-30) hal-hal yang dapat menarik

wisatawan untuk berkunjung ke suatu objek atau tujuan wisata adalah sebagai

berikut:

a. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta (Natural Amenities)

seperti :

1. Iklim; cuaca cerah (clean air), kering (dry), banyak cahaya matahari

(sunny day), panas, sejuk (mild), hujan (wet), dan sebagainya.

2. Bentuk tanah dan pemandangan (Land configuration and landscape):

tanah yang datar (plains), gunung berapi (volcanos), lembah pegunungan

(scenic mountain), danau (lakes), pantai (beach), sungai (river), air terjun

(water-fall), pemandangan yang menarik (panoramic views).

3. Hutan belukar ( the sylvan elements)

4. Flora dan fauna, seperti tanaman yang aneh (uncommon vegetation),

binatang buas (wildlife), cagar alam (national parks), daerah perburuan

(hunting and photographic safari), dan lain sebagainya.

5. Pusat-pusat kesehatan (health centre) ; sumber air mineral (natural spring

of water mineral), mandi lumpur (mud-baths), dan sumber air panas (hot

spring).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

b. Hasil Ciptaan Manusia (Man Made Supply) termasuk benda-benda

bersejarah,kebudayaan dan keagamaan (historical, cultural and religious):

1. Monumen bersejarah dan sisa peradaban masa lalu;

2. Museum, art gallery, perpustakaan kesenian masyarakat, dan handicraft;

3. Acara tradisional, pameran, festival, upacara naik haji, upacara

perkawinan, khitanan, dan sebagainya;

4. Rumah-rumah ibadah, seperti masjid, gereja, kuil, klenteng, candi, atau

pura.

c. Tata Cara Hidup Masyarakat (The Way of Life)

Kebiasaan hidup, adat istiadat dan tata cara masyarakat merupakan daya tarik

bagi wisatawan. Sebagai contoh:

1. Pembakaran mayat (ngaben) di Bali;

2. Upacara pemakaman mayat di Tana Toraja;

3. Upacara Batagak Penghuku di Minangkabau;

4. Upacara khitanan di daerah Parahiyangan;

5. Tea ceremony di Jepang;

6. Upacara waisak di Candi Borobudur dan Mendut

2.1.3 Pariwisata Perkotaan

Pariwisata dalam pengembangan perkotaan memiliki peranan yang sangat

penting. Pariwisata disajikan sebagai kegiatan yang kompleks, dengan banyak

bidang, dengan muatan ekonomi yang signifikan, diposisikan di persimpangan

banyak cabang dan sektor ekonomi, semua ini menemukan refleksinya dalam

berbagai sudut pandang mengenai isi konsep pariwisata dan konsep yang

berdampingan (Holloway, 1994). Pariwisata melalui kaitan hubungan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

fenomena yang hasilnya dari perjalanan selama orang yang menetap di luar

domisili, dan menginap tidak dimotivasi oleh pemukiman permanen atau kegiatan

yang menguntungkan.

Pariwisata perkotaan merupakan salah satu faktor utama peningkatan

ekonomi kota-kota Eropa (Delitheou, Vinieratou dan Touri, 2010). Pariwisata

perkotaan merupakan aspek penting dari hubungan permintaan internal dan

eksternal. Hal ini karena wisatawan tidak hanya pengunjung, mereka datang

bersama-sama, orang tua dan teman-teman mengunjungi penduduk setempat dan

tentu saja ada penduduk setempat sendiri.Jadi pariwisata harus dilihat sebagai

suatu sistem yang mengandung kedua factor yaitu factor penawaran dan faktor

permintaan. Dalam sistem ini, faktor-faktor permintaan adalah: pasar wisata

internasional, pasar wisata lokal, atraksi, wisata fasilitas dan layanan yang

ditawarkan oleh penduduk (World Tourism Organization, 1994). Dalam bukunya

"Pariwisata perkotaan? Apa Menariknya berkunjung ke Kota", Judith Reutsche

(2006) menganalisis hubungan antara pariwisata dan daerah perkotaan. Dia

membuat perbedaan antara primer, sekunder dan tambahan unsur pariwisata

perkotaan. Unsur-unsur utama merupakan alasan utama yang menarik wisatawan

untuk mengunjungi kota-kota, mereka menganggap:

a. fasilitas wisata yaitu: museum dan galeri seni, teater dan bioskop, pusat

bisnis;atraksi lain;

- Fasilitas olahraga: didalam atau di luar ruangan;

- fasilitas hiburan: kasino dan lotere, acara yang diselenggarakan; festival

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

b. Tempat untuk menghabiskan waktu luang: wisata sejarah ,seperti

bangunan, patung tua dan monumen, taman dan daerah hijau; perairan.

Elemen sekunder (adaptasi, fasilitas katering, belanja, pasar) bersama

dengan yang tambahan (Aksesibilitas, transportasi dan tempat parkir,

informasi pariwisata (peta, indikator, panduan)) juga sangat penting bagi

keberhasilan pariwisata perkotaan, namun tidak mewakili atraksi utama

bagi pengunjung (Popescu, 2008). Unsur-unsur ini telah dikembangkan di

kota-kota untuk banyak alasan: menarik pengunjung, mendorong

perekonomian perkotaan, membentuk citra positif).

2.1.4 Keuntungan pariwisata

Pariwisata perkotaan, jika benar direncanakan, dikembangkan dan

dikelola, dapat menciptakan keuntungan dan manfaat baik bagi masyarakat

perkotaan dan masyarakat secara keseluruhan . Pariwisata mendorong

pengembangan beberapa fasilitas budaya dan komersial baru dan lebih baik yang

dapat digunakan baik oleh warga maupun para wisatawan. Pariwisata

memungkinkan pengumpulan dana yang diperlukan untuk melestarikan alam,

monumen arkeologi dan sejarah, seni dan tradisi budaya dan sebagian besar dari

semua, memberikan kontribusi untuk peningkatan kualitas lingkungan. Dalam

sebuah komunitas perkotaan, pariwisata dapat membawa manfaat yang signifikan

(Stanciulescu, 2009). Ini Manfaat merujuk pada:

a) Menciptakan tempat kerja baru;

b) Perspektif baru untuk perusahaan pariwisata lokal;

c) Kemungkinan berinvestasi

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

d) Peningkatan pendapatan dan implisit peningkatan standar hidup bagi

kolektivitas lokal;

e) Membangkitkan pendapatan dari pajak lokal yang dapat digunakan untuk

pemulihan infrastruktur dan peningkatan fasilitas masyarakat;

f) Peningkatan infrastruktur yang langsung penerima manfaat, selain wisatawan

dari daerah, akan menjadi penduduk daerah itu;

g) Jaminan dari sumber-sumber keuangan untuk melestarikan daerah alam, seni,

kerajinan, arkeologi dan bersejarah daerah, tradisi budaya (Komisi Eropa,

1998);

h) Peningkatan kualitas lingkungan (World Tourism Organization, Earth

Council, 1997).

Beberapa ahli (Shaw dan Williams, 1994) berpendapat bahwa pariwisata

menopang biaya rendah untuk menciptakan tempat kerja baru, mempercepat

pembangunan ekonomi melalui efek multiplier, meningkatkan suasana estetika

konstruksi dari kota dan mengintensifkan fasilitas menghabiskan waktu luang

bagi warga. Pada saat yang sama menawarkan dukungan dalam default alternatif

untuk mengembangkan basis ekonomi yang solid: jika kota tidak bersaing untuk

sumber daya keuangan wisatawan, cenderung kalah dalam kompetisi peningkatan

yang terjadi secara global.

2.1.5 Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata

Perencanaan dan pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang

dinamis dan berkelanjutan menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara

melakukan penyesuaian dan koreksi berdasar pada hasil monitoring dan evaluasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya yang merupakan dasar

kebijaksanaan dan merupakan misi yang harus dikembangkan.

Perencanaan dan pengembangan pariwisata bukanlah system yang berdiri

sendiri, melainkan terkait erat dengan system perencanaan pembangunan yang

lain secara inter sektoral dan inter regional.

Perencanaan pariwisata haruslah di dasarkan pada kondisi dan daya

dukung dengan maksud menciptakan interaksi jangka panjang yang saling

menguntungkan diantara pencapaian tujuan pembangunan pariwisata, peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat, dan berkelanjutan daya dukung lingkungan di

masa mendatang (Fandeli,1995). Indonesia sebagai negara yang sedang

berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri

pariwisata sebagai salah satu cara meningkatkan perekonomiannya.

Pengembangan kepariwisataan saat ini tidak hanya untuk menambah

devisa negara maupun pendapatan pemerintah daerah. Akan tetapi juga

diharapkan dapat memperluas kesempatan berusaha disamping memberikan

lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi pengangguran. Pariwisata dapat

menaikkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan wisata tersebut

melalui keuntungan secara ekonomi. Dengan mengembangkan fasilitas yang

mendukung dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk

setempat saling diuntungkan. Pengembangan daerah wisata hendaknya

memperlihatkan tingkatnya budaya, sejarah dan ekonomi dari tujuan wisata.

Sebagaimana pengembangan bidang-bidang lainnya, pengembangan

kepariwisataan pun memerlukan perencanaan yang seksama. Satu dan lain hal,

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

karena kepariwisataan menyangkut berbagai bidang kehidupan, baik bagi

wisatawan maupun bagi masyarakat setempat yang menjadi “tuan rumah”.

Perencanaan kepariwisataan, tidak hanya berkepentingan dengan

wisatawan, melainkan juga melibatkan kepentingan masyarakat setempat (local),

daerah (regional) maupun nasional pada umumnya di negara yang bersangkutan.

Oleh karena itu pengembangan kepariwisataan harus digarap bukan hanya dalam

hal penyediaan hotel dan kegiatan promosi semata, melainkan juga segi-segi

lainnya yang menjadi “kebutuhan hidup” wisatawan, baik nusantara maupun

mancanegara – layaknya seorang manusia – sebagaimana kebutuhan hidup

masyarakat setempat selaku tuan rumah, mulai dari kebutuhan tempat tinggal,

makan-minum, mobilitas, udara segar, lingkungan bersih – indah – nyaman,

keselamatan perjalanan, keamanan pribadi dan harta bendanya dsb.

Seorang wisatawan (nusantara maupun mancanegara) selaku seorang tamu

– membutuhkan layanan (services) layaknya kita “melayani” seorang tamu di

rumah kita. Demikian komplexnya pengembangan kepariwisataan sehingga perlu

melibatkan “semua” pihak pemangku kepentingan (stakeholder), mulai dari

kalangan pemerintah – vertikal maupun horizontal (pusat maupun daerah secara

lintas sektoral) -, para pelaku usaha pariwisata sampai pada kalangan masyarakat

umum, yang secara logika memerlukan koordinasi yang serasi, solid dan

konsisten.

Satu hal yang pasti sangat dibutuhkan adalah “kesepahaman” di antara

pemangku kepentingan tentang berbagai hal, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

a) Perlunya pemahaman secara menyeluruh (comprihensive) setiap pihak

pemangku kepentingan mengenai seluk beluk kepariwisataan, termasuk

dampaknya – baik positif maupun negatif – secara timbal balik antara

kepariwisataan dengan bidang / sektor lainnya ;

b) Perlunya perencanaan pengembangan kepariwisataan, secara lokal,

regional dan nasional sebagaimana diamanatkan juga oleh Undang-undang

No. 10/Th. 2009 Tentang Kepariwisataan; serta

c) Keterkaitan perencanaan pengembangan kepariwisatan pada pembangunan

ekonomi, kehidupan sosial-budaya, stabilitas sosial-politik dan keamanan,

kelestarian lingkungan, keserasian tataruang dan tataguna lahan (land-use)

… dsb, baik setempat, regional, maupun nasional;

2.1.6 Sistem Kepariwisataan

Untuk menyusun rencana pengembangan kepariwisataan perlu terlebih

dahulu mengenali sistem kepariwisataan itu melalui tiga sub-sistem sebagai

berikut:

1. Sisi Penyelenggara (Kelembagaan) atau Organizations, yang terdiri dari:

A. Pemerintah selaku penentu, pengatur, pembina dan penyelenggara kebijakan

umum (public policy) yang memberikan jasa / layanan kebutuhan umum

(public services), termasuk layanan keperluan penyelenggaraan pariwisata

dan pelayanan informasi pariwisata;

1. Penyelenggara Usaha Pariwisata, yang menyediakan jasa / layanan

khusus kebutuhan wisatawan (traveller – orang yang bepergian atau

berada dalam perjalanan) – termasuk layanan informasi perjalanan;

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2. Masyarakat pada umumnya, berupa sikap dan perilaku masyarakat,

termasuk para pengusaha barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara

umum , dalam menerima dan melayani wisatawan, – termasuk juga

layanan informasi umum;

2. Sisi Supply (Penawaran) atau Tourism Resources bisa dibagi ke dalam tiga

kelompok besar sbb.:

1. Kelompok Atraksi, baik yang berupa Atraksi Alam, Budaya maupun

Karya Manusia, yang terdiri dari Site Attraction (Obyek Wisata) yang pada

dasarnya bersifat statis dan “tangible” dan Event Attraction (Peristiwa

Wisata) bersifat dinamis (tidak terikat tempat) dan “intangible“;

2. Kelompok Aksesibilitas, yang tercermin dalam berbagai fasilitas antara

lain angkutan (darat, laut, udara, danau, sungai), izin-izin berkunjung

(kebijakan visa, izin masuk daerah yang dilindungi – protected area –

seperti suaka alam, suaka margasatwa, suaka budaya, situs sejarah, … dll.)

3. Kelompok Akomodasi, yang menawarkan tempat berteduh, tempat tinggal,

sarana konferensi dan pameran, sarana ibadah, sarana hidangan (restoran,

cafe, bar) … dan sejenisnya.

3. Sisi Demand (Permintaan) atau Tourism Markets. Sisi permintaan ini

bisa dikelompokkan ke dalam berbagai kategori:

1. Wisatawan nusantara (wisnus) – yang terbagi lagi menjadi berbagai sub-

kategori, kunjungan sehari dalam radius 90km dan dalam radius 90-

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

200km; dalam transit (lewat dalam perjalanan ke tujuan lain); menginap 1-

2 malam; menginap lebih dari 2 malam … dst.;

2. Wisatawan mancanegara (wisman) - sama halnya dengan wisnus,

wisman dapat terbagi lagi menjadi sub-kategori;

3. Di samping lamanya kunjungan dan jauhnya jarak perjalanan, juga dibagi

atas dasar lokasi geografi - Negara asal (tempat tinggal) dan

Kebangsaannya;

4. Motivasi (maksud kunjungan) merupakan salah satu indikasi mengenai

produk yang diinginkan wisatawan, seperti pesiar dengan motivasi alam,

budaya, kesehatan, kunjungan keluarga, keagamaan; bisnis, konferensi,

penelitian, studi (belajar), kunjungan resmi (kenegaraan), … dsb.;

5. Kelompok demografis, – laki-laki, perempuan, kelompok usia, kelompok

pekerjaan / profesi, kelompok penghasilan … dsb.

6. Kelompok Psychografis – gaya hidup, yang a.l. merinci status dalam

masyarakat, pandangan hidup, selera … dsb.

Dengan mengenali hal itu semua, perencanaan dapat dilakukan secara

terarah pada hal-hal yang sifatnya berorientasi pada pasar. Pengembangan

kepariwisataan pun menjadi upaya yang efektif dan produktif. Mengacu pada

Kriteria Penilaian Index Daya saing Pariwisata yang diterbitkan oleh World

Economic Forum (WEF) perencanaan kepariwisataan dapat juga dilakukan,

terutama dalam mengidentifikasi kelemahan yang ada agar dapat diperbaiki dan

ditingkatkan kondisinya sehingga meningkatkan dayasaing destinasi yang

bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2.2 Teori Ekonomi Pembangunan

Pembangunan merupakan konsep normatif yang mengisyaratkan pilihan-

pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut sebagai realisasi potensi manusia.

Pembangunan tidak sama maknanya dengan modernisasi, jika kita memahami

secara jelas mengenai makna sesungguhnya dari hakikat pembangunan itu sendiri.

Dalam Economic Development in The Third, Todaro, (2000) mengatakan:

Kartasamita (1996) mengatakan pembangunan adalah usaha meningkatkan harkat

martabat masyarakat yang dalam kondisinya tidak mampu melepaskan diri dari

perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun masyarakat berarti

memampukan atau memandirikan mereka. Dimulainya proses pembangunan

dengan berpijak pada pembangunan masyarakat, diharapkan akan dapat memacu

partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan itu sendiri.

Menurut Tjokrowinoto (1997), batasan pembangunan yang nampaknya

bebas dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-

interpretasi yang seringkali secara diametrik bertentangan satu sama lain jehingga

mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya

merupakan self project reality. Sumber perbedaan pendapat ini pun bermacam-

macam, mulai dari perbedaan dalam perspektif epistemologik-ontologik pada

tingkat filsafat, sampai pada perbedaan penilaian atas definisi pembangunan

sebagaimana diwujudkan pembangunan itu sendiri dalam konteks empirik.

Budiman (1995) membagi teori pembangunan ke dalam tiga kategori baser yaitu

teori modernisasi, dependensi dan paska dependensi. Teori modernisasi

menekankan pada faktor manusia dan budayanya yang dinilai sebagai elemen

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

fundamental dalam proses pembangunan. Kategori ini dipelopori orang-orang

seperti:

(a) Harrod-Domar dengan konsep tabungan dan investasi

(b) Weber dengan tesis etika protestan dan semangat kapitalisme

(c) McClelland dengan konsep kebutuhan berprestasi

(d) Rostow dengan lima tahap pertumbuhan ekonomi

(e) Inkeles dan Smith dengan konsep manusia modern

(f) Hoselitz dengan konsep faktor-faktor non-ekonominya.

2.2.1 Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah dalam Perspektif Otonomi

Kebijakan otonomi daerah berakar dari konsep tentang desentralisasi,

yakni pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap

pemerintah daerah. Konsep desentralisasi sendiri merupakan kebalikan dari sistem

sentralisasi di mana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat. Kaho

(1998) menyatakan bahwa desentralisasi adalah suatu sistem dalam mana bagian

dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau

institusi yang mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk melaksanakan wewenang

seusai dengan kehendak dan inisiatif programnya sendiri. Perspektif politik

desentralisasi (political decentralization perspective) merupakan kontribusi atas

perkembangan pemerintahan modern yang bersifat devolutif. Secara prinsip

dikemukakan bahwa desentralisasi adalah devolusi kekuasaan dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah (the devolution of power from central to local

government) (Putra, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2.2.2. Paradigma Baru Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut Kuncoro (2004), teori pembangunan yang ada selama ini

memang belum berhasil mengupas secara tuntas mengenai kegiatan-kegiatan

pembangunan ekonomi yang ada di daerah. Karena itulah sangat penting untuk

melakukan perumusan ulang paradigma baru perencanaan pembangunan ekonomi

daerah yang iebih komprehensif diperlukan suatu sintesis di antara berbagai

pendekatan yang ada sehingga bisa dihasilkan rumusan baru tentang paradigma

baru pembangunan ekonomi di daerah secara lebih tepat. Paradigma baru

pembangunan ekonomi daerah mengandaikan pembangunan yang ada di daerah

mencakup hal berikut:

a. Pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi daerah

bersangkutan, serta kebutuhan dan kemampuan daerah menjalankan

pembangunan.

b. Pembangunan daerah tidak hanya terkait dengan sektor ekonomi semata

melainkan keberhasilannya juga terkait dengan faktor lainnya seperti

social, politik, hukum, budaya, birokrasi dan lainnya.

c. Pembangunan dilakukan secara bertahap sesuai dengan Skala prioritas dan

yang memiliki pengaruh untuk menggerakkan sektor lainnya secara lebih

cepat.

Dalam pemahaman Hirschman, pembangunan memerlukan prioritas,

pilihan lokasi, individu maupun sektor strategis yang juga punya efek forward dan

backward. Hirschman (1958) mengemukakan bahwa di daerah miskin banyak

kendala yang dihadapi setiap sektor untuk melaksanakan strategi kebijakan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

pertumbuhan berimbang {balance growth). Hal tersebut akan mempersulit

pelaksanaan dari strategi kebijakan pertumbuhan berimbang. Hirschman

menyatakan strategi kebijakan yangpaling tepat adalah strategi kebijakan

pertumbuhan tidak berimbang. Karma itu dalam analisis backward linkage dan

forward linkage, strategi kebijakan pertumbuhan tidak berimbang mengakui

adanya komplementasi antar sektor melalui hubungan permintaan output dan

penawaran input. Hirschman membedakan kedua kaitan antar sektor tersebut

sebagai forward linkage dan backward linkage. Forward linkage adalah kaitan

antar sektor ke arah permintaan output dan backward linkage adalah kaitan antar

sektor ke arah penawaran input.

Di era otonomi, pembangunan ekonomi haruslah dilakukan secara serentak

pada setiap sektor, walaupun menurut Hirschman (Todaro, 1985), bahwa untuk

negara (daerah) berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara

serentak {unbalanced growth) yaitu dengan menetapkan sektor unggulan, dimana

sektor unggulan ini akan berimplikasi ke depan {forward linkages) dan hubungan

ke belakang (backward linkages). Pemerintah haras memberikan kejelasan bahwa

kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi yang akan dicapai sesuai dengan

kehendak masyarakat daerah, karma masyarakat itu sendirilah yang lebih

mengetahui sektor ekonomi mana yang perlu ditingkatkan, dikembangkan,

dipertahankan, sesuai dengan sosio-kultur daerah tersebut.

2.3 Teori Gravitasi

Interaksi merupakan pengertian yang dikenal dalam sosiologi, sebagai

gejala saling mempengaruhi antara individu. Dalam sosiologi gejala saling

mempengaruhi tidak hanya berlaku pada individu melainkan juga pada obyek-

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

obyek dan ruang yang mewadahi obyek-obyek itu. Sehubungan dengan itu dikenal

tiga kelompok dasar yang saling mempengaruhi. Pertama, antara vegetasi dan

iklim, tanah dan kawasan lahan; kedua, antara kegiatan manusia dan sifat politis-

ekonomis suatu wilayah; ketiga adalah antar rumah tangga dan pertokoan.

Analisis terhadap pola interaksi atau keterkaitan antardaerah atau antar

bagian wilayah dengan wilayah lainnya, adalah Model Gravitasi. Dalam hukum

gravitasi dikatakan “besarnya kekuatan tarik menarik antara dua benda adalah

berbanding terbalik dengan jarak dua benda pangkat dua.” Penerapan model ini

ini dalam bidang analisis perencanaan kota adalah dengan anggapan dasar bahwa

faktor aglomerasi penduduk, pemusatan kegiatan atau potensi sumber daya alam

yang dimiliki, mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan sebagai daya tarik

menarik antara 2 (dua) kutub magnet. Penerapan model grafitasi pada interaksi

sosial diperkenalkan oleh Reilly pada tahun 1929 dalam perniagaan. Para geograf

pada abad ke-19 telah memakai hukum grafitasi Newton (1687).

Daya tarik kota yang kuat akan menarik interaksi yang besar ke dalam

wilayah kota yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan

potensi yang dimiliki suatu kota, serta adanya persamaan kepentingan. Unsur -

unsur pendukung suatu kota juga berperan penting dalam timbulnya daya tarik

antar kota, faktor fisiogafis, sosial,ekonomi, teknologi kota yang berbeda akan

memunculkan suatu interaksi yang mengakibatakan daya tarik antar keduanya.

Adanya komplementaritas antar kota akan semakin memperkuat daya tarik antar

kedua kota, hal ini juga didukung oleh transferbilitas yang dapat tercipta antar

keduanya. Semakin besar tranferbilitas yang terjadi maka dapat dikatakan daya

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

tarik antar kota tersebut sangat kuat, jarak dalam hal ini dapat diatasi dengan

pembangunan akses jalan yang baik, untuk

mendukung kelancaran interaksi keduanya.

Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya tarik.

Keadaan ini sebagai akibat dari pasang surutnya penduduk serta perkembangan

kotanya sendiri. Keramaian yang ada di kota tergantung pada beberapa faktor,

antara lain:

a. kemampuan daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung tempat

menyalurkan kebutuhan sehari-hari

b. tingkat kemakmuran warga kota dilihat dari daya belinya

c. tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik

d. sarana dan prasarana dalam kota yang memadai

e. pemerintahan dan warga kota yang dinamis

Mengingat fungsi kota sebagai pusat dari segala kegiatan manusia dan

suatu kekomplekan khusus, maka penataan ruangnya selain harus tersedia juga

harus melalui suatu perencanaan yang matang agar pertumbuhan dan

perkembangannya teratur, tidak semrawut, dan tidak menimbulkan permasalahan

di kemudian hari. Penataan ruang kota yang baik, harus didasarkan pada kondisi

fisik setempat, pemerintah kota sebagai pengatur kebijakan, dan tingkat

perekonomian serta kebutuhan penduduk terhadap fasilitas kota. Fasilitas-fasiltas

yang harus ada dalam tata ruang kota diantaranya sebagai berikut.

a. untuk perkantoran, pemukiman, pendidikan, pasar, pertokoan, bioskop, rumah

sakit, dan sebagainya;

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

b. untuk jalur-jalur jalan yang menghubungkan kota dengan tempat-tempat lain

diluarnya berupa jalan kabupaten, jalan propinsi dan jalur-jalur jalan dalam

kota yang berfungsi seperti urat nadi dalam tubuh manusia yaitu mensuplai

segala kebutuhan ke setiap sudut kota;

c. taman-taman kota, alun-alun, taman olahraga, taman bermain dan rekreasi

keluarga;

d. areal parkir yang luas dan memadai.

Tempat-tempat tersebut selain harus layak, mudah dijangkau, juga harus

memikirkan kemungkinan pengembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan

kota sangat dipengaruhi oleh berbagai factor alamiah dan faktor sosial wilayah,

serta kebijakan pemerintah. Faktor alamiah yang mempengaruhi perkembangan

kota antara lain lokasi, fisiografi, iklim dan kekayaan alam yang terkandung di

daerah tersebut. Termasuk dalam faktor sosial diantaranya kondisi penduduk dan

fasilitas sosial yang ada. Adapun kebijakan pemerintah adalah menyangkut

penentuan lokasi kota dan pola tata guna lahan di wilayah perkotaan tersebut.

2.4 Teori Pusat Pertumbuhan

Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu

secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan

adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena

sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu

menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah

belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang

banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole

of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota

tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada pola interaksi antara usaha-usaha

tersebut.

Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan: (1)

adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai

ekonomi, (2) adanya unsur pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi

geografis, (4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan,

2004). Ciri-ciri pusat pertumbuhan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan hubungan internal

sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu

sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang

tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling

terkait. Dengan demikian kehidupan kota menciptakan sinergi untuk saling

mendukung terciptanya pertumbuhan.

2. Adanya unsur pengganda (multiplier effect) keberadaan sektor-sektor yang

saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda.

Maknanya bila ada permintaan satu sektor dari luar wilayah, peningkatan

produksi sektor tersebut akan berpengaruh pada peningkatan sektor lain.

Peningkatan ini akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga

total kenaikan produksi dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan

kenaikan permintaan di luar untuk sektor tersebut. Unsur efek pengganda

memiliki peran yang signifikan terhadap pertumbuhan kota belakangnya.

Hal ini terjadi karena peningkatan berbagai sektor di kota pusat

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

pertumbuhan akan membutuhkan berbagai pasokan baik tenaga kerja

maupun bahan baku dari kota belakangnya.

3. Adanya konsentrasi geografis konsentrasi geografis dari berbagai sektor

atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang

saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attraciveness) dari

kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan

berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat

diperoleh dengan lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga. Hal ini membuat

kota tersebut menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang

makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta

efisiensi lebih lanjut.

4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya sepanjang terdapat

hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan

kota belakangnya maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong

pertumbuhan kota belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari

wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan

wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri.

Pusat-pusat yang pada umumnya merupakan kota–kota besar tidak hanya

berkembang sangat pesat, akan tetapi mereka bertindak sebagai pompa-pompa

pengisap dan memiliki daya penarik yang kuat bagi wilayah-wilayah belakangnya

yang relatif statis. Wilayah-wilayah pinggiran di sekitar pusat secara

berangsurangsur berkembang menjadi masyarakat dinamis. Terdapat arus

penduduk, modal, dan sumberdaya ke luar wilayah belakang yang dimanfaatkan

untuk menunjang perkembangan pusat-pusat dimana pertumbuhan ekonominya

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

sangat cepat dan bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya, perbedaan pendapatan

antara pusat dan wilayah pinggiran cenderung lebih besar (Adisasmito, 2005).

menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota danPerkembangan

modern teori Titik Pertumbuhan terutama berasal dari teori Kutub Pertumbuhan

pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Prancis yaitu Perroux pada tahun 1950

dengan teorinya mengenai kutub pertumbuhan (pole de croisanse atau pole de

development) (Sihotang, 2001:96).

Pemikiran dasar dari konsep titik pertumbuhan ini adalah bahwa kegiatan

ekonomi di dalam suatu daerah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah kecil

titik fokal (pusat). Di dalam suatu daerah arus polarisasi akan bergravitasi kearah

titik-titik fokal ini, yang walaupun karena jarak arus tersebut akan berkurang. Di

sekitar titik fokal ini dapat ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus

turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik

pertumbuhan sedangkan daerah di dalam garis perbatasan adalah daerah

pengaruhnya.

Kutub pertumbuhan regional sebagai seperangkat industri-industri sedang

mengembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong

perkembangan lanjutan dari kegiatan ekonomi daerah pengaruhnya. Kutub

pertumbuhan regional terdiri dari suatu kumpulan industri-industri yang

mengalami kemajuan dan saling berhubungan, serta cenderung menimbulkan

aglomerasi yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor ekonomi eksternal itu

seperti turunnya biaya produksi, pembangunan pasar bagi pekerja urban dan akses

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

pasar yang lebih besar. Menurut Arsyad (1999 : 148) bahwa inti dari teori Perroux

ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang

merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah

karena keterkaitan antar industri (forward linkage and backward linkage),

maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi

perkembangan industri lainnya yang berhubungan erat dengan industri

unggulan tersebut

2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan

ekonomi, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi

yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah akan

mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainnya.

3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif

(industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu

industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat pertumbuhan.

Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah

yang relatif pasif. Diharapkan dari ide ini adalah munculnya trickle down

effect and spread effect.

Menurut Tarigan (2009: 128-130) dalam bahasa lain kutub pertumbuhan dapat

diartikan sebagai:

1. Arti fungsional, growth pole digambarkan sebagai suatu kelompok

perusahaan cabang industri atau unsur-unsur dinamis yang merangsang

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

kehidupan ekonomi. Hal penting disini adalah adanya permulaan dari

serangkaian perkembangan dengan multiplier effect nya.

2. Arti geografis, diartikan sebagai suatu pusat daya tarik (pole attraction)

yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berkumpul

disuatu tempat tanpa adanya hubungan antara usaha-usaha tersebut.

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Peneitian Terdahulu

Nama Peneliti

Judul Variabel Penelitian

Analisis Penelitian

Hasil Penelitian

Isnaini Mallian (2007)

Model pengembangan Pariwisata berbasis masyarakat di kota Yogyakarta

- CBT (Community Based Tourism)

Dibutuhkan Upaya stakeholder untuk melibatkan masyarakat, Model kampong Budaya merupakan model yang cocok.

Andi Hafif (2009)

Analisis Strategi pengembangan Objek Wisat Air Terjun Kali pancur

- Co-Management dan AHP

Hasil analisis peringkat criteria untuk mencapai prioritas kebijakan jumlah kunjungan yang tertinggi adalah evaluasi m emiliki bobot 0,857 erupakan prioritas utama dan memiliki nilai consistency ratio sebesar 0.00 dibawah 0,1 maka matriks perbandingan responden telah teruji sangat konsisten.

Epi Syahadat (2005)

Faktor-Faktor yang MempengaruhiKunjungan Wisatawan di Taman

Dependen :

Jumlah

Kunjungan

Regresi linear berganda

Hasil analisis yang diperoleh bahwa faktor pelayanan, sarana prasarana, ODTWA, dan keamanan secara simultan mempunyai pengaruh pada jumlah pengunjung akan tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

Nama Peneliti Judul Variabel

Penelitian Analisis

Penelitian Hasil Penelitian

Nasional Gede Pangango (TGNP)

Independen:

Pelayanan

sarana

prasarana

obyek dan

daya tarik wisata alam

(ODTWA)

keamanan

tidak signifikan (tidak secara nyata), pada taraf nyata α = 0,01. Akan tetapi secara parsial dari keempat factor tersebut hanya satu yang mempunyai pengaruh yang signifikan (nyata), yaitu factor keamanan

Aris Suprapto (2005)

Analisis Penawaran dan Permintaan wisata dalam pengembangan potensi pariwisata di Keraton Surakarta Hadiningrat

- BCG dan SWOT

BCG menunjukkan penawaran pariwisata nya semakin me ningkat namun per mintaannya menurun. Melalui analisis SWOT disimpulkan bahwa harus ada upaya untuk meningkatkan sarana promosi , membuka pasar, optimalisasi bandara dan pening katan kerjasama dengan pihak swasta.

Jay W.Pao (2004)

Recent development and prospect of Macao’s Tourism Industry

SWOT Melakukan pe ningkatan Strategi MICE, menambah hiburan dan promosi ke Hongkong dan Guandong.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2.6 Kerangka Konseptual

1. Prospek pengembangan kawasan wisata kota Medan melalui penerapan twin city dengan Malioboro,kota Yogyakarta

Gambar 3.1 Kerangka Koseptual Permasalahan I

2. Preferensi Nama “Maimun” Menurut para Stakeholder

Gambar 3.2 Kerangka Konseptual Permasalan I

Kawasan

Kawasan

Stakeholder

Setuju Tidak

Nama

kawasan wisata

Swasta

Masyarakat

Pemerintah

Setuju Tidak

S j

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2. Penilaian ekonomis pemangku kepentingan (Stakeholder) terhadap rencana pengembangan kawasan wisata “Maimun”

Gambar 3.3 Kerangka Konseptual Permasalahan III

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada

dimana kebenarannya masih perlu untuk dikaji dan di teliti melalui data yang

terkumpul. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis membuat hipotesis

sebagai berikut.

1. Pengembangan kawasan wisata kota Medan melalui penerapan pola

kawasan objek wisata Maliobor memiliki prospek kedepan.

Kawasan Wisata

Maimun

Peluan

Infrastr

uktur

Pendap

t

Penyer

apan Tenaga

Kualitas

lingkungan

Investa

i

PAD

Masyarakat

Swasta

Pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pariwisata 2.1.1 ...

2. Nama kawasan objek wista “Maimun” merupakan preferensi wisata yang

Menarik bagi wisatawan

3. Para pemangku kebijakan memberikan preferensi ekonomi yang sama

(positif) terhadap rencana kawasan wisata “Maimun”

Universitas Sumatera Utara