BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Penunjang 2.1.1 ... II.pdf · Torsi Torsi yang pada CVT dapat...

17
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Penunjang 2.1.1 Continuously Variable Transmissions ( CVT ) Continuously Variable Transmissions ( CVT ) merupakan sistem transmisi yang sangat sederhana dibandingkan sistem transmisi lainnya. Penampilan yang baik serta unggul dalam penggunaan, karena CVT sama sekali tidak mempergunakan roda gigi sebagai sistem penggerak sehingga saat bergerak dan berhenti jauh lebih lembut. Selain itu tidak adanya kehilangan tenaga saat pemindahan gigi, dan mempunyai akselerasi sangat cepat. Dibanding dengan perseneling otomatis manapun sistem ini tetap unggul. Perseneling otomatis memiliki keterlambatan saat perpindahan kecepatan, walaupun tidak kehilangan tenaga pendorong bagi mobil. Secara teknis sistem CVT sangat sederhana, yakni perseneling dilengkapi dengan 2 puli yang berbentuk kerucut dan sabuk baja steel belt. Salah satu puli ini mempunyai lubang dan yang lainnya berbentuk kerucut. Ini berguna untuk merubah diameter puli yang berkaitan dengan sabuk baja. Diameter tersebut berubah bila puli yang berbentuk kerucut masuk atau keluar dari puli yang berlubang. Bila puli masuk maka diameter gabungan kedua puli menjadi besar dan sebaliknya. Sabuk baja yang ada pada puli akan terdorong keatas atau kebawah sesuai dengan perubahan diameter puli dan tetap mencengkeram kuat di puli. Perubahan diameter di puli menghasilkan perubahan tenaga secara terus menerus, tanpa terjadi kehilangan tenaga saat perubahan, baik itu dari kecepatan rendah ke kecepatan tinggi, maupun sebaliknya, dan ini yang sangat diharapkan pemakai mobil. Untuk mengubah diameter, dalam arti mengubah torsi mesin yang akan disalurkan ke roda, dilakukan secara elektronis. Kecepatan rendah dan tenaga besar, seperti halnya gigi satu pada sistem manual, diperoleh dengan memperkecil diameter puli yang dihubungkan dengan sistem kopling, serta memperbesar diameter puli yang berhubungan dengan diferensial (gardan). Semakin cepat mobil bergerak, semakin besar pula diameter puli yang dihubungkan dengan sistem kopling, dan semakin kecil diameter puli lawan. Untuk setiap pergerakan sabuk baja yang dirancang

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Penunjang 2.1.1 ... II.pdf · Torsi Torsi yang pada CVT dapat...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Penunjang

2.1.1 Continuously Variable Transmissions ( CVT )

Continuously Variable Transmissions ( CVT ) merupakan sistem transmisi

yang sangat sederhana dibandingkan sistem transmisi lainnya. Penampilan yang baik

serta unggul dalam penggunaan, karena CVT sama sekali tidak mempergunakan roda

gigi sebagai sistem penggerak sehingga saat bergerak dan berhenti jauh lebih lembut.

Selain itu tidak adanya kehilangan tenaga saat pemindahan gigi, dan mempunyai

akselerasi sangat cepat. Dibanding dengan perseneling otomatis manapun sistem ini

tetap unggul. Perseneling otomatis memiliki keterlambatan saat perpindahan

kecepatan, walaupun tidak kehilangan tenaga pendorong bagi mobil.

Secara teknis sistem CVT sangat sederhana, yakni perseneling dilengkapi

dengan 2 puli yang berbentuk kerucut dan sabuk baja steel belt. Salah satu puli ini

mempunyai lubang dan yang lainnya berbentuk kerucut. Ini berguna untuk merubah

diameter puli yang berkaitan dengan sabuk baja. Diameter tersebut berubah bila puli

yang berbentuk kerucut masuk atau keluar dari puli yang berlubang. Bila puli masuk

maka diameter gabungan kedua puli menjadi besar dan sebaliknya. Sabuk baja yang

ada pada puli akan terdorong keatas atau kebawah sesuai dengan perubahan diameter

puli dan tetap mencengkeram kuat di puli. Perubahan diameter di puli menghasilkan

perubahan tenaga secara terus menerus, tanpa terjadi kehilangan tenaga saat

perubahan, baik itu dari kecepatan rendah ke kecepatan tinggi, maupun sebaliknya,

dan ini yang sangat diharapkan pemakai mobil.

Untuk mengubah diameter, dalam arti mengubah torsi mesin yang akan

disalurkan ke roda, dilakukan secara elektronis. Kecepatan rendah dan tenaga besar,

seperti halnya gigi satu pada sistem manual, diperoleh dengan memperkecil diameter

puli yang dihubungkan dengan sistem kopling, serta memperbesar diameter puli yang

berhubungan dengan diferensial (gardan). Semakin cepat mobil bergerak, semakin

besar pula diameter puli yang dihubungkan dengan sistem kopling, dan semakin

kecil diameter puli lawan. Untuk setiap pergerakan sabuk baja yang dirancang

6

khusus, diameter tersebut terus menerus menggigit pada puli-puli ini dan praktis

hampir tidak ada slip yang menyebabkan hilangnya tenaga. Sabuk yang terbuat dari

baja disamping kuat, tidak menyebabkan slip, juga tahan lama, sehingga cocok untuk

dipergunakan. Selain itu praktis tanpa perawatan. Keuntungan lain karena sedikit

bagian yang bergerak, maka praktis mengurangi energi yang terbuang dan

mengurangi suara diperseneling.

Gambar 2.1 Mekanisme konstruksi umum CVT.

Efisiensi torsi yang dihasilkan mesin didukung pula oleh pemakaian kopling

khusus yang mempergunakan sabuk elektromagnetis serta dikendalikan dan dipantau

oleh mikrocomputer. Sehingga dengan torsi yang kecil dapat menghasilkan traksi

yang besar. Sama seperti perseneling otomatis, tetapi sistem ini dilengkapi tingkat

kecepatan khusus untuk keperluan akselerasi yang lebih besar, serta pengereman

dengan mesin yang lebih baik.

Pengendalian CVT jauh lebih mudah dari perseneling otomatis. Dengan

menggeser puli kekanan dan kekiri dengan sistem kontrol elektronik maka ratio

transmisi dapat diatur sesuai yang diinginkan. Disamping itu jumlah tingkat transmisi

juga dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. Tenaga mesin sedikit sekali

terbuang akibat pemakaian CVT sehingga pemakaian bahan bakarpun akan lebih irit.

Low Medium Overdrive

7

Secara lebih rinci salah model mekanis dari puli dan belt dengan ratio paling

tinggi untuk sistem transmisi tanpa roda gigi dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Mekanisme belt dan puli penggerak pushbelt dari CVT.

Gambar 2.3

Illustrasi pengoperasian Belt dan Sheave CVT (Fenton, 1996)

8

Untuk ratio CVT dihitung berdasarkan perbandingan

2

1

2

1

2

1

2

2

n

n

n

niCVT

...........................................................…..........(2.1)

dimana : n1 putaran puli inputan (primer). n2 = putaran puli output (sekunder).

2.1.2. Slip Faktor

Variabel lain yang perlu diperhitungkan adalah slip faktor (λ) di definisikan (

Bonsen, 2003):

Slip : 1op

s

r

.................................…………..…………………..( 2.2 )

1

2

r

rro ....................................................................................................( 2.3 )

Dimana :

λ = Slip faktor

ωs = kecepatan sudut dari puli sekunder.

ωp = Kecepatan sudut dari puli primer.

ro = rasio geometri

2.1.3. Torsi

Torsi yang pada CVT dapat dihitung dengan rumus :

PT …………………………………………………………...……………….. (2,4)

n

PT

2 ………………………………………………………………………….. (2,5)

9

Dimana :

T = Torsi (Nm)

P = Daya mesin (watt)

n = Putaran (rpm)

2.1.4. Kontroller

Kontroller merupakan komponen sistem yang berfungsi mengolah sinyal

umpan balik dan referensi menjadi sinyal kontrol sedemikian rupa sehingga

performansi dari sistem yang dikendalikannya sesuai dengan spesifikasi performansi

yang diinginkan.

2.1.5. Mikrokontroler

Mikrokontroler jika diterjemahkan secara harfiah, berarti pengendali yang

berukuran mikro. Sekilas mikrokontroler hampir sama dengan mikroprosesor.

Namun mikrokontroler memiliki banyak komponen yang terintegrasi di dalamnya,

misalnya timer/counter. Sedangkan pada mikroprosesor, komponen tersebut tidak

terintegrasi.

Mikroprosesor umumnya kita jumpai pada komputer dimana tugas dari

mikroprosesor adalah untuk memproses berbagai macam data input

maupun output dari berbagai sumber. Mikrokontroler lebih sesuai untuk tugas-tugas

yang lebih spesifik. Ciri khas mikrokontroler lainnya, antara lain:

1. Tertanam (atau embedded) dalam beberapa piranti (umumnya merupakan

produk konsumen) atau yang dikenal dengan istilah embedded

system atau embedded controller.

2. Terdedikasi untuk satu macam aplikasi saja.

3. Hanya membutuhkan daya yang rendah (low power), bisa bandingkan

dengan komputer yang bisa mencapai 50 watt lebih.

4. Memiliki beberapa keluaran maupun masukan yang terdedikasi, untuk

tujuan atau fungsi-fungsi khusus.

10

2.1.6. Arduino Board

Arduino Board adalah kit elektronik atau papan rangkaian elektronik open

source yang didalamnya terdapat komponen utama yaitu sebuah chip mikrokontroler

dengan jenis AVR dari perusahaan Atmel. Mikrokontroler itu sendiri adalah chip

atau IC (integrated circuit) yang bisa diprogram menggunakan komputer. Tujuan

menanamkan program pada mikrokontroler adalah agar rangkaian elektronik dapat

membaca input, memproses input tersebut dan kemudian menghasilkan output sesuai

yang diinginkan.

Arduino dapat digunakan ‘mendeteksi’ lingkungan dengan menerima

masukan dari berbagai sensor (misal: cahaya, suhu, inframerah, ultrasonik, jarak,

tekanan, kelembaban) dan dapat ‘mengendalikan’ peralatan sekitarnya (misal: lampu,

berbagai jenis motor dan lainnya).

Gambar 2.4 Arduino Board

Kegunaan Arduino tergantung kepada kita yang membuat program. Arduino bisa

digunakan untuk mengontrol LED, bisa juga digunakan untuk mengontrol helikopter.

1. Kabel USB Arduino Board

USB Arduino Board adalah kabel USB yang disambungkan ke

komputer atau notebook. Berfungsi untuk mengirimkan program ke Arduino

dan juga sebagai port komunikasi serial.

11

2. Input / Output Digital

Input/Output Digital atau digital pin adalah pin-pin untuk

menghubungkan Arduino dengan komponen atau rangkaian digital. Misalnya

kalau ingin membuat LED berkedip, LED tersebut bisa dipasang pada salah

satu pin I/O digital dan ground. Komponen lain yang menghasilkan output

digital atau menerima iput digital bisa disambungkan ke pin-pin ini.

3. Input Analog

Input Analog atau analog pin adalah pin-pin yang berfungsi untuk

menerima sinyal dari komponen atau rangkaian analog. Misalnya dari sensor

suhu dan sensor cahaya.

4. Catu Daya

Pin-pin catu daya adalah pin yang memberikan tegangan untuk

komponen atau rangkaian yang dihubungkan dengan Arduino. Pada bagian

catu daya ini terdapat juga pin Vin dan Reset. Vin digunakan untuk

memberikan tegangan langsung kepada Arduino tanpa melalui tegangan USB

atau adaptor. Reset adalah pin untuk memberikan sinyal reset melalui tombol

atau rangkaian eksternal.

5. Baterai / Adaptor

Soket baterai atau adaptor digunakan untuk menyuplai Arduino dengan

tegangan dari baterai/adaptor 9V pada saat Arduino sedang disambungkan ke

ksomputer melalui USB, Arduino mendapatkan suplai tegangan dari USB,

jadi tidak perlu memasang baterai /adaptor saat memprogram Arduino.

2.1.7. Komputer / Notebook

Karena program yang dijalankan oleh Arduino Board tidak membutuhkan

spesifikasi suatu komputer yang tinggi maka hal ini memberi kemudahan bagi

user untuk mengoperasikannya. Program Arduino dapat berjalan dengan

prosessor paling lambat sekalipun. Inilah yang menyebabkan user diberikan

kemudahan dalam segi pemprogramnya.

12

2.1.8. Software IDE Arduino Board

Software Arduino ini diciptakan untuk para pemula bahkan yang tidak

memiliki basic bahasa pemrograman sama sekali karena menggunakan bahasa

C++ yang telah dipermudah melalui library. Arduino menggunakan Software

Processing yang digunakan untuk menulis program kedalam Arduino. Processing

sendiri merupakan penggabungan antara bahasa C++ dan Java.

Gambar 2.5 Software IDE Arduino Board

Software Arduino ini dapat di-install di berbagai operating system (OS)

seperti : LINUX, Mac OS, Windows. Software IDE Arduino terdiri dari 3 bagian

yaitu :

1. Editor program : berfungsi untuk menulis dan mengedit program dalam

bahasa processing. Listing program pada Arduino disebut sketch.

2. Compiler : adalah modul yang berfungsi untuk mengubah bahasa

processing (kode program) kedalam kode biner karena kode biner adalah

satu-satunya bahasa program yang dipahami oleh mikrokontroler.

3. Uploader : adalah modul yang berfungsi untuk memasukkan kode biner

kedalam memori mikrokontroler.

Struktur perintah pada Arduino secara garis besar terdiri dari 2 bagian

yaitu void setup dan void loop. Void setup berisi perintah yang akan dieksekusi

hanya satu kali sejak Arduino dihidupkan sedangkan void loop berisi perintah

yang akan dieksekusi berulang-ulang selama Arduino dinyalakan. Dapat dilihat

pada gambar berikut ini :

13

Gambar 2.6 Struktur Dasar Bahasa Pemrograman Arduino

2.1.9. Sensor Putaran dengan Rotary Encoder

Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan

dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan

serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi

sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital

oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder

umumnya digunakan pada pengendalian motor drive.

Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang

pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan

sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor

diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang

berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar

lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan

juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED

dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-

transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang

14

persegi. Gambar 2.7 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder.

Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan

akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat

dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.

Gambar 2.7. Blok penyusun rotary encoder

Rangkaian penghasil pulsa (Gambar 2.7) yang digunakan umumnya memiliki

output yang berubah dari +5V menjadi 0.5V ketika cahaya diblok oleh piringan dan

ketika diteruskan ke photo-transistor. Karena divais ini umumnya bekerja dekat

dengan motor DC maka banyak noise yang timbul sehingga biasanya output akan

dimasukkan ke low-pass filter dahulu. Apabila low-pass filter digunakan, frekuensi

cut-off yang dipakai umumnya ditentukan oleh jumlah slot yang ada pada piringan

dan seberapa cepat piringan tersebut berputar, dinyatakan dengan:

60

nSf w

c …………………………………………….……..…… (2.6)

Dimana fc adalah frekuensi cut-off filter, sw adalah kecepatan piringan dan n

adalah jumlah slot pada piringan.

15

Gambar 2.8 Rangkaian tipikal penghasil pulsa pada rotary encoder

Gambar 2.9 Sensor Optocuopler

16

Rotary

Encoder

Optocoupler

Gambar 2.10 Konstruksi Rotary Encoder untuk sensor kecepatan

Kecepatan pada rotary encoder dapat di hitung dengan rumus :

Kecepatan = jumlah pulsa/periode sampling x 60/jumlah lubang piringan.

2.1.10. Potensiometer

Potensiometer merupakan komponen elektronika dari keluarga resistor hanya

saja nilai resistansinya tidak konstan dan dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan

(variable resistor). Jenis potensiometer yang digunakan adalah tipe sliding atau geser

yang maksimum nilai resistansinya adalah sebesar 20 KΩ (Kilo Ohm). Karena data

yang dikeluarkan dari potensiometer ini berupa data analog (berupa tegangan) maka

perlu ADC (Analog Digital Converter) supaya data bisa diolah oleh mikrokontroler.

Berikut ini adalah gambar potensiometer tipe sliding :

Gambar 2.11 Simbol potensiometer

17

Gambar 2.12 Bentuk Fisik Potensiometer Tipe Geser (Sliding)

2.1.11 Driver Motor DC

Driver motor DC merupakan media penghubung antara mikrokontroler dengan

motor DC. Driver motor ini berfungsi sebagai aktuator motor DC dan juga sebagai

pemisah supply / sumber tegangan motor DC sebesar 12 volt dengan supply /sumber

tegangan mikrokontroler sebesar 5 volt. Kerja dari driver motor ini adalah sebagai

pembalik arah putaran motor DC yang menggunakan prinsip bridge H dengan

transistor 2955 dan 3055. Berikut ini adalah gambar skema rangkaian dan bentuk

fisik dari driver motor DC.

Gambar 2.13 Rangkaian Driver Motor DC

18

Gambar 2.14 Driver Motor DC

2.1.12 Motor DC

Motor DC (direct current) merupakan perangkat yang berfungsi merubah

besaran listrik menjadi besaran mekanik. Prinsip kerja motor didasarkan pada gaya

elektromagnetik yang dibangkitkan dari sumber tegangan arus searah. Motor arus

searah digunakan dimana kontrol torsi dan kecepatan dengan rentang yang lebar

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aplikasi. Motor DC pada umumnya ada yang

menggunakan magnet permanen dan menggunakan magnet listrik tergantung dari

kebutuhan aplikasi yang digunakan. Arah putaran motor DC magnet permanen

ditentukan oleh arah arus yang mengalir pada kumparan jangkar. Salah satu

keistimewaan motor DC ini adalah kecepatannya dapat dikontrol dengan mudah.

Kecepatan motor magnet permanen berbanding langsung dengan harga tegangan

yang diberikan pada kumparan jangkar. Semakin besar tegangan yang diberikan pada

jangkar, semakin tinggi pula kecepatan motor.

Motor DC terdapat dalam berbagai ukuran dan kekuatan, masing- masing di

disain untuk keperluan yang berbeda-beda namun secara umum memiliki fungsi

dasar yang sama yaitu mengubah energi elektrik menjadi energi mekanik. Secara

sederhana cara kerja motor DC seperti cara kerja motor listrik pada umumnya yaitu

19

Bila arus mengalir pada kumparan, arus akan menghasilkan medan magnet sendiri

yang arahnya berubah-ubah terhadap arah medan magnet permanen / buatan

sehingga menimbulkan gaya tarik menarik atau tolak menolak yang akhirnya

menjadi putaran.

Motor DC tersedia dalam banyak ukuran dan variasi bentuk, salah satunya

adalah motor DC yang sudah dilengkapi dengan gearbox sehingga torsi yang

dihasilkan akan lebih besar daripada keluaran motor DC yang belum dilengkapi

gearbox. Bentuk Fisik Motor DC yang dilengkapi dengan gearbox ditunjukkan pada

gambar 2.15 berikut ini :

Gambar 2.15 Bentuk Fisik dari Motor DC yang dilengkapi dengan Gearbox

2.2. Studi Hasil Penelitian Sebelumnya

CVT adalah sistem transmisi yang menghubungkan antara mesin penggerak

dengan beban yang mana rasio kecepatannya dapat diatur. Tujuan dari pengaturan

ini umumnya untuk mendapatkan matchingperformance yang lebih baik. Aplikasi

CVT pada motor penggerak dapat menurunkan konsumsi bahan bakar yang cukup

significant sampai 25%. Dalam penelitian ini peneliti merancang kontroler CVT,

yang mana plant yang dikendalikan ini diasumsikan sebagai variable transmisi pada

kendaraan.Dengan asumsi tersebut dapat diharapkan bahwa hasil penelitian ini

nantinya dapat diupayakan untuk diimplementasikan pada transimisi dengan tujuan

dapat memperbaiki performance.

20

Widjokongko (2009) Pada penelitian ini dirancang sistem CVT menggunakan

sistem loop tertutup dengan menggunakan mode elektrik secara proporsional untuk

mengendalikan actuator Fork Screw Push Belt, dengan bantuan perhitungan ideal

dari CVT menggunakan software MATLAB dan pengujian menggunakan software

DELPHI. Analisa yang diharapkan antara analisa ideal dengan aktual ditunjukan

dengan effisensi sistem kendali yang dicapai. Hasil CVT dengan 2 pengerak mampu

menghasilkan meningkatkan effisien ratio CVT menjadi 53.056 % sehingga mampu

mengurangi faktor slip, sedangkan waktu steady state kurang dari 18.07 detik yang

mampu mengurangi error menjadi 8.8 rad/s ~ 3.22 %.

Herlambang (2010) Pada penelitian ini menggunakan sensor Strain Gauge

sebagai sensor gaya untuk meningkatkan kinerja sistem CVT . Strain gauge yang

dipasang untuk sensor gaya pada push belt fork screw sistem CVT yang telah

bekerja dan mewakili nilai Clamping force yang terjadi pada fork screw. Hasilnya

ditunjukan berupa voltase Output akibat gaya pencekaman pada Sensor gaya push

belt fork screw antara pulley primer dan sekunder. Dengan penggunaan sensor Strain

Gauge sistem CVT mengalami perbaikan hingga 52.9% dan kinerja sistem transmisi

dapat menjadi lebih baik, yang ditunjukkan pada kondisi tertentu nilai slip putaran

yang yang terjadi yaitu 0.044 dan Error Torsi yang terjadi dapat berkurang hingga

18.5 %.

Hartawan (2011) mengimplementasikan sistem kendali loop tertutup

menggunakan kontrol rotasi putaran per menit (RPM) sebagai inputan dalam

mengatur kinerja motor DC 12 volt untuk merubah rasio secara otomatis.

Implementasi Rancangan Sistem Kontrol RPM pada prototipe ECVT bekerja dengan

baik, sehingga didapatkan hasil perubahan rasio ECVT secara otomatis sesuai

dengan rpm pada mesin. Hasil perbandingan antara antara simulasi LabVIEW

dengan Impementasi pada prototipe ECVT diperoleh kinerja ECVT meliputi : Pada

rasio 0,680 pada ECVT diperoleh slip sebesar 55,56% dan efisiensi rasio sebesar

44,44%, Efisiensi torsi pada ECVT sebesar 64,69%

21

Pada penelitian ini ada beberapa pembaharuan komponen, terutama di bidang

kontroler. Dimana sekarang memakai Arduino Uno Board dengan mikrokontroler

Atmega328, yang tentunya lebih kecil dimensinya, mudah mengoperasikannya dan

tanpa perlu memakai downloader, tetapi tidak mengurangi fungsi dan efesiensinya.

Untuk menampilkan kinerja dari ECVT menggunakan Grafik LCD 128x64 pixel,

sehingga kinerja ECVT berupa data digital dan grafik bisa langsung diketahui tanpa

harus dihubungkan dengan komputer. Motor penggerak ECVT yang digunakan

adalah motor DC 24 Volt tipe MY-1016 untuk menghasilkan putaran konstan agar

diperoleh pergerakkan fork srew yang stabil.