BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Anemia 2.1.1 ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi 2.1.1 ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi 2.1.1 ...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
Sistem Informasi adalah kumpulan dari sub-sub sitem saling
terintegrasi dan berkolaborasi untuk menyelesaikan maslaah tertentu
dengan cara mengolah data dengan computer sehingga memiliki nilai
tambah dan bermanfaat bagi pengguna (Taufiq, 2013). Sedangkan
menurut Whitten L. Jeffery dkk (2004) menyatakan bahwa system
informasi merupakan pengaturan orang, data, proses, dan teknologi
informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses,
menyimpan, dan menyediakan sebagai output informasi yang diperlukan
untuk mendukung sebuah organisasi.
Secara umum sistem informasi dapat didefinisikan sebagai kumpulan
elemen yang terdiri dari sumber daya manusia, perangkat keras,
perangkat lunak, jaringan komunikasi, serta data yang saling berinteraksi
untuk menerima data sebagai input, memproses data, dan menghasilkan
output, yaitu berupa sistem informasi.
Berdasarkan fungsi kerjanya dan yang dihasilkan dari system
informasi, maka menurut Kendal & Kendal (2006) system informasi bisa
dibedakan menjadi empat bagian diantaranya Transaction Processing
System (TPS) yang berfungsi untuk membantu memproses masalah-
masalah organisasi; Office Automation System (OAS) dan pendukung
8
Knowledge Work System (KWS) yang bekerja pada level knowledge.
Sedangkan system yang lebih tinggi meliputi Management Information
System (MIS) atau yang biasa disebut Sistem Informasi Manajemen
(SIM), Decision Support System (DSS) dan Expert Sytem.
2.1.2 Sistem Informasi Berbasis Manajemen
Dengan perkembangan teknologi yang semakin serba komputerisasi
dan pihak manajemen pun dituntut untuk bisa memberikan sebuah
informasi yang cepat dan tepat, maka dibutuhkan sebuah system yang
cukup-cukup handal dan memadai. Salah satu pilihan untuk mampu
memberikan informasi yang berkualitas adlaah system informasi
manajemen berbasis computer. System informasi manajemen berbasis
computer inilah yang disebut dengan istilah Sistem Informasi Manajemen
(SIM) (Taufiq, 2013).
Haag, Cummings dan Mccubbrey (2004) mengemukakan bahwa
system informasi manajemen merupakan rencana untuk
mengembangkan, manajemen dan menggunakan alat-alat teknologi untuk
membantu manusia dalam melaksanakan tugas yang berhubungan
dengan pengolahan informasi dan manajemen.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) dirancang untuk mempermudah
pengaturan dan aplikasi data yang digunakan untuk mengelola suatu
organisasi atau departemen. Sistem ini memberikan analisis yang
digunakan untuk perencanaan, pembuatan keputusan, dan evaluasi
9
aktivitas manajemen. Semua tingkat manajemen mendapatkan manfaat
dari kemampuan untuk mengakses data tersebut (Kozier, et al. 2011).
2.1.3 Catatan Pasien Berbasis Komputer
Catatan pasien berbasis komputer (computer-based patient records,
CPR)atau rekam medis elektronik (electronic medical records, EMR)
memungkinkan pengambilan data elektronik klien oleh pemberi asuhan,
administrator, akreditor, dan orang lain yang membutuhkan data.
Computer-Based Patient Record Institute, yang didirikan pada tahun 1992,
mengidentifikasi empat cara CPR dapat memperbaiki layanan kesehatan:
(a) ketersediaan informasi kesehatan klien yang konstan seumur hidup,
(b) kemampuan untuk memantau kualitas, (c) akses ke penyimpanan
data, dan (d) kemampuan bagi klien untuk berbagi pengetahuan dan
aktivitas yang mempengaruhi kesehatan mereka sendiri (Kozier, et al.
2011).
2.2 Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
2.2.1 Tumbuh Kembang
Menurut Kozier et al (2011) pertumbuhan dan perkembangan
merupakan proses yang berkelanjutan, teratur, dan berurutan yang
dipengaruhi oleh faktor maturasi, lingkungan, dan genetik. Setiap manusia
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang sama. Urutan setiap
tahap pertumbuhan dan perkembangan dapat diprediksi, meskipun waktu
awitan, lamanya tahap, serta efek dari setiap tahap bervariasi pada
10
individu. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung menurut arah
sefalokaudal yang bermula dari kepala, berlanjut ke badan, tungkai, dan
kaki. Pola ini terutama terlihat saat lahir, yakni dari besar kepala bayi yang
tidak proporsional. Pertumbuhan dan perkembangan juga berlangsung
menurut arah proksimodistal, yang bermula dari pusat tubuh ke arah luar.
Sedangkan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut:
2.2.1.1 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga
disebabkan oleh bertambah besarnya sel. Adanya multiplikasi dan
bertambah besarnyaukuran sel menandakan pertambahan secara
kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konseps hingga
dewasa. Konsepsi yaitu bertemunya sel telur dan sel sperma
(IDAI, 2002).
Jadi pertumbuhan lebih ditekankan pada pertambahan ukuran
fisik seseorang menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya,
misalnya pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, organ penglihatan, dan organ pendengaran. Pertumbuhan
pada masa anak mengalami perbedaan yang bervariasi sesuai
dengan bertambahnya usia anak.
11
Berat badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran
antropometri yang terpenting untuk mengetahui keadaan
status gizi anak. Selain itu, dipakai untuk memeriksa
kesehatan anak pada semua kelompok umur, misalnya
apakah anak dalam keadaan normal dan sehat.
Keuntungan lainnya adalah pengukurannya mudah,
sederhana, dan murah. Oleh karena itu, kegunaan
pengukuran berat badan adalah sebagai berikut : (a)
sebagai informasi tentang keadaan gizi anak,
pertumbuhan, dan kesehatannya. (b) untuk monitoring
kesehatan sehingga dapat menentukan terapi apa yang
sesuai dengan kondisi anak. (c) sebagai dasar untuk
menentukan dasar perhitungan dosis obat ataupun diet
yang diperlukan untuk anak.
Pada usia beberapa hari, berat badan akan mengalami
penurunan yang sifatnya normal yaitu sekitar 10% dari
berat badan lahir. Hal ini disebabkan keluarnya mekonium
dan air seni yang belum diimbangi asupan yang adekuat,
misalnya produksi ASI yang belum lancar. Umumnya,
berat badan akan kembali mencapai berat lahir pada hari
ke sepuluh.
12
Pada bayi sehat, kenaikan berat badan normal pada
triwulan I sekitar 700-1000 g/bulan, tiwulan II sekitar 500-
600 g/bulan, triwulan III sekitar 350-450 g/bulan, dan pada
triwulan IV sekitar 250-350 g/bulan. Dari perkiraan
tersebut, dapat diketahui bahwa pada usia enam bulan
pertama berat badan akan bertambah sekitar 1 kg/bulan,
enam bulan berikutnya ± 0,5 kg/bulan. Pada tahun kedua
kenaikan ± 0,25 kg/bulan. Setelah dua tahun kenaikan
berat bdan tidak tentu, yaitu sekitar 2,3 kg/tahun.
Tinggi badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri kedua
terpenting. Keuntungan dari pengukuran tinggi badan ini
adalah alatnya murah, mudah dibuat, dan dibawa sesuai
keinginan tempat tinggi badan akan diukur. Selain itu,
tinggi badan merupakan indikator yang baik untuk
pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk
perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti nilai
berat badan dan lingkar lengan atas. Dengan mengetahui
tinggi badan dan berat badan anak dapat diketahui
keadaan status gizinya.
Tinggi badan untuk anak kurang dari dua tahun sering
diistilahkan panjang badan. Pada bayi baru lahir, panjang
badan rata-rata ±50 cm. Pada tahun pertama
13
pertambahannya 1,25 cm/bulan (1,5 x panjang badan
lahir). Penambahan tersebut berangsur-angsur berkurang
sampai usia 9 tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun.
Lingkar kepala
Ukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menaksir
pertumbuhan otak. Pertumbuhan lingkar kepala umumnya
mengikuti pertumbuhan otak, sehingga bila ada
hambatan/gangguan pertumbuhan lingkar kepala,
pertumbuhan otak biasanya juga terhambat. Berat otak
janin saat kehamilan 20 minggu diperkirakan 100 gram,
waktu lahir sekitar 350 gram, pada usia 1 tahun hamper
mencapai 3 kali lipat, yaitu 925 gram atau mencapai 75%
dari berat seluruhnya. Pada usia 3 tahun sekitar 1100
gram dan pada 6 tahun pertumbuhan otak telah mencapai
90% (1260 gram).
Secara normal, pertambahan ukuran lingkar kepala
setiap tahap relative konstan dan tidak dipengaruhi oleh
factor ras, bangsa, dan letak geografi. Saat lahir, ukuran
lingkar kepala normalnya 34-35 cm. Kemudian bertambah
±0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi ±44 cm.
Pada 6 bulan pertama, pertumbuhan kepala paling cepat
dibanding tahap berikutnya. Kemudian, tahun-tahun
pertama lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5
14
cm/tahun. Pada dua tahun pertama, pertumbuhan otak
relative pesat.
Pertambahan yang relative konstan juga dapat
diketahui dari proporsi besar kepala dengan panjang
badan. Saat lahir, kepala berukuran seperempat bagian
dari panjang badan dan setelah dewasa besar kepala
hanya seperdelapan dari panjang badan. Oleh karena itu,
pengukuran lingkar kepala ini hanya efektif pada enam
bulan pertama sampai umur 2-3 tahun, kecuali pada
keadaan tertentu seperti bentuk kepala yang besar pada
anak hydrocephalus.
Pengukuran lingkar kepala lebih sulit bila dibandingkan
dengan ukuran antropometri lainnya dan jarang dilakukan
pada balita, kecuali bila ada kecurigaan pertumbuhan yang
tidak normal. Namun, alat yang dibutuhkan cukup
sederhana, yaitu dengan pita pengukuran (meteran).
Organ penglihatan
Pada saat bayi lahir, sudah terdapat ketajaman
penglihatan 20/100, adanya reflex pupil dan kornea,
memiliki kemampuan fiksasi pada obyek yang bergerak
rentang 45 derajat, dan bila tidak bergerak sejauh 20-25
cm. pada usai satu bulan, adanya kemampuan melihat
untuk mengikuti gerakan dalam rentang 90 derajat, dapat
15
melihat orang secara terus menerus, dan kelenjar air mata
sudah mulai berfungsi. Pada usia 2-3 bulan memiliki
penglihatan perifer dingga 180 derajat. Usia 4-5 bulan
kemampuan bayi untuk memfiksasi sudah mulai pada
hambatan 1,25 cm, dapat mengenali botol susu, melihat
melihat tangan saat duduk maupun berbaring, melihat
bayangan di cermin, dan mampu mengakomodasi obyek.
Usia 5-7 bulan dapat menyesuaikan postur untuk melihat
obyek, mampu mengembangkan warna kesukaan kuning
dan merah. Menyukai rangsangan visual kompleks, serta
mengembangkan koordinasi mata dan tangan. Pada usia
11-12 bulan ketajaman penglihatan mendekati 20/20,
dapat mengikuti obyek yang dapat bergerak. Usia 12-14
bulan mampu mengidentifikasi bentuk geometric. Pada
usia 18-24 bulan mampu berakomodasi dengan baik.
Organ pendengaran
Pendengaran dimulai pada saat bayi lahir. Setelah
lahir, bayi sudahdapat berespon terhadap bunyi yang
keras dengan reflex. Pada usia 2-3 bulan mampu
memalingkan kepala kesamping bila bunyi dibuat setinggi
telinga. Usia 3-4 bulan anak memiliki kemampuan dalam
melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke arah
bunyinya. Usia 4-6 bulan kempuan melokalisai bunyi
16
makin kuat dan mulai mampu membuat bunyi tiruan. Usia
6-8 bulan mampu berespon pada nama sendiri.pada usia
10 bulan sampai 1 tahun mampu menganal beberapa kata
dan artinya. Usia 18 bulan dapat membedakan bunyi. Usia
3 tahun mampu mebedakan bunyi yang halus dalam
bicara. usia 48 bulan mampu membedakan bunyi yang
serupa dan mampu mendengarkan yang lebih halus.
2.2.1.2 Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan
struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur, serta dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil
dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan
sistem yang terorganisasi (IDAI, 2002). Aspek perkembangan ini
sifatnya kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari
masing-masing bagian tubuh. Tahap perkembangan awal akna
menentukan tahap perkembangan selanjutnya.
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan
susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya sehingga
perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia.
Menurut Susilaningrum (2013) dalam bukunya yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: untuk Perawat an Bidan
Edisi 2”, terdapat empat aspek perkembangan anak balita sebagai
berikut :
17
Kepribadian/tingkah laku social
Kepribadian/tingkah laku social yaitu aspek yang
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungan. Kepribadian dapat
dianggap sebagai ekspresi yang tampak (interpersonal)
yang mencerminkan bagian dalam diri seseorang
(intrapersonal) (Kozier, et al. 2011).
Motoric halus
Motorik halus yaitu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat, serta
tidak memerlukan banyak tenaga. Misalnya, memasukkan
manik ke botol, menempel, menggunting.
Motoric kasar
Motoric kasar yaitu aspek yang berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan sebagian
besar tubuh karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih
besar, sehingga memerlukan cukup tenaga. Misalnya,
berjalan dan berlari.
Bahasa
Bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
18
mengikuti perintah, dan bicara spontan. Pada masa bayi,
kemampuan bahasa bersifat pasif sehingga bila
menyatakan perasaan atau keinginannya melalui tangisan
dan gerakan. Semakin bertambah usia, anak akan
menggunakan bahasa aktif, yaitu dengan bicara.
Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang
berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara
simultan. Adanya pertambahan ukuran fisik akan disertai pertambahan
kemampuan (perkembangan) anak. Pada dasarnya tumbuh kembang
mempunyai prinsip yang berlaku secara umum, antara lain sebagai
berikut: (a) tumbuh kembang merupakan suatu proses terus-menerus dari
konsepsi hingga dewasa, (b) pola tumbuh kembang pada semua anak
umumnya sama, hanya kecepatannya dapat berbeda (Susilaningrum,
2013).
2.2.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan serta Faktor yang
Berpengaruh
2.2.2.1 Tahapan tumbuh kembang
Pada dasarnya, semua umur mengalami tumbuh kembang.
Tahapan tumbuh kembang yang paling memerlukan perhatian
adalah pada masa anak-anak.
Ada beberapa tahapan tumbuh kembang pada masa anak-
anak menurut Soetjiningsih (2002), tahapan tersebut adalah
sebagai berikut :
19
Masa prenatal (konsepsi-lahir), terbagi atas: masa embrio
(konsepsi-8 minggu) dan masa janin (9 minggu-kelahiran)
Masa pascanatal, terbagi atas: masa neonatal (0-28 hari),
masa bayi (1 bulan-2 tahun)
Masa prasekolah (usia 2-6 tahun), terbagi atas: prasekolah
awal (2-3 tahun) dan prasekolah akhir (4-6 tahun)
Masa sekolah atau masa prapubertas, terbagi atas: wanita
(6-10 tahun) dan laki-laki (8-12 tahun)
Masa adolesensi atau masa remaja, terbagi atas: wanita
(10-18 tahun) dan laki-laki (12-20 tahun)
2.2.2.2 Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Menurut Nursalam (2005) terdapat dua factor yang
mempengaruhi tumbuh kembang yaitu:
Factor dalam
- Genetika
Faktor genetika akan mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan dan kematangan tulang, alat seksual,
serta saraf.
- Perbedaan ras, etnis, atau bangsa: Tinggi badan
orang Eropa akan berbeda dengan orang Indonesia.
- Keluarga: ada keluarga yang cenderung mempunyai
tubuh gemuk atau pendek.
20
- Umur: masa prenatal, masa bayi, dan masa remaja
merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan
paling cepat.
- Jenis kelamin
Wanita akan mengalami masa pubertas lebih dahulu
dibandingkan laki-laki.
- Kelainan kromosom
Dapat menyebabkan kegagalan pertmbuhan.
- Pengaruh hormone
Hormone somatrotopin yang dikeluarkan oleh kelenjar
pituitary sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
yang cepat pada masa prenatal (4 bulan umur janin).
selain itu, kelenjar tiroksin yang berguna untuk
metabolism serta maturase tulang, gigi dan otak.
Faktor lingkungan
- Faktor pra natal (selama kehamilan)
Yang termasuk faktor prenatal, yaitu: gizi, mekanis,
toksin, zat kimia, radiasi, kelainan endokrin, infeksi
TORCH atau penyakit menular seksual, kelainan
imunologi, dan psikologis ibu.
- Faktor kelahiran
Yang termasuk faktor kelahiran, yaitu: kelahiran
dengan vakum ekstraksi atau forceps dapat
21
menyebabkan trauma kepala bayi sehinnga beresiko
terjadinya kerusakan jaringan otak.
- Faktor pasca natal
Yang termasuk faktor pasca natal, yaitu: gizi,
psikologis, endokrin, sosioekonomi, lingkungan
pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan.
2.2.3 Kebutuhan Dasar untuk Tumbuh Kembang
Tumbuh dan kembang seorang anak secara optimal dipengaruhi oleh
faktor dalam dan lingkungan. Agar faktor lingkungan memberikan
pengaruhpositif bagi tumbuh kembang anak, maka diperlukan pemenuhan
atas kebutuhan dasar tertentu. Menurut Soetjiningsih (2000), terdapat tiga
kebutuhan dasar anak, yaitu:
2.2.3.1 Asuh (Kebutuhan Fisik-Biomedis)
Nutrisi yang mencukupi dan seimbang
Pemberian nutrisi yang mencukupi harus di mulai dari
dalam kandungan. Setelah lahir, harus diupayakan
pemberian ASI secara eksklusif. Sejak umur enam bulan
anak diberikan makanan tambahan atau makanan
pendamping ASI. Pemberian makanan tambahan sangat
penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik. Selain
itu, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat
pada masi bayi dan prasekolah.
22
Perawatan kesehatan dasar
Imunisasi, kontrol ke puskesmas/posyandu secara
berkala, memeriksakan anak segera ketika sakit
merupakan upaya untuk mamantau kesehatan anak sejak
dini, sehingga apabila terdapat kelainan anak segera
mendapatkan penanganan yang benar.
Pakaian
Kebutuhan pakaian anak hendaknya yang bersih,
nyaman, dan berbahan yang mudah menyerap keringat
sesuai dengan aktivitas anak yang banyak.
Perumahan
Tempat tinggal yang layak akan membantu tumbuh
kembang anak yang optimal.
Higiene diri dan lingkungan
Meminimalisir terjadinya penularan penyakit infeksi.
Kesegaran jasmani (olahraga dan rekreasi)
Aktivitas kesegaran jasmani digunakan untuk melatih
otot-otot tubuh dan membuang sisa metabolism selain itu
juga meningkatkan motoric anak, dan aspek
perkembangan lainnya.
2.2.3.2 Asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang)
Sejak anak dalam kandungan perlu diupayakan kontak
psikologis antara ibu dan anak, misalnya, dengan mengelus atau
23
mengajak bicara. Setelah lahir, dengan mendekapkan bayi ke
dada ibu segera setelah lahir. Ikatan emosi dan kasih saying yang
erat antara ibu atau orang tua dan anak sangatlah penting karena
dapat menentukan perilaku anak di kemudian hari, merangsang
perkembangan otak anak, serta merangsang perhatian anak
terhadap dunia luar. Kebutuhan asih meliputi: kasih saying orang
tua, rasa aman, harga diri, dukungan/dorongan orang tua,
mandiri, rasa memiliki, kebutuhan akan sukses, mendapatkan
kesempatan, dan pengalaman.
2.2.3.3 Asah
Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan
cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang
mendapatkan stimulasi. Pemberian stimulus sudah dapat
dilakukan sejak masa prenatal, dan setelah kelahiran dengan cara
menetekkan bayi pada ibunya sedini mungkin. Asah merupakan
kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang
dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan.
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat
pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut
sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar
sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,
penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat
24
meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.
2.2.4 Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Deteksi tumbuh kembang adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada
balita dan anak pra sekolah. Deteksi dini tumbuh kembang sangat penting
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dasar asuh anak atau kebutuhan
fisik-biomedis.
Terdapat tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang, yaitu:
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk menemukenali
status gizi kurang/buruk dan mikro/makrosefali.
Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk
menemukenali gangguan perkembangan anak (keterlambatan),
gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar.
Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk
menemukenali adanya masalah mental emosional, autism, dan
gangguan pemusatan perhatian, serta hiperaktivitas.
Untuk mengetahui sejauh mana keadaan pertumbuhan dan
perkembangan dan apakah hal tersebut dapat berlangsung secara normal
diperlukan parameter atau patokan-patokan yang berbeda antara
pertumbuhan dan perkembangan. Dengan mengetahui patokan-patokan
orang tua, tenaga kesehatan, maupun kader kesehatan dapat melakukan
deteksi terhadap tumbuh kembang anak.
25
Adapun jadwal kegiatan dan jenis skrining/deteksi dini adanya
penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah adalah
sebagai berikut:
Umur
Anak
Jenis Deteksi Tumbuh Kembang Yang Harus Dilakukan
Deteksi Dini
Penyimpangan
Pertumbuhan
Deteksi Dini Penyimpangan
Perkembangan
Deteksi Dini
Penyimpangan Mental
Emosional
BB/TB LK KPSP TDD TDL KMME CHAT* GPPH*
0 bulan √ √
3 bulan √ √ √ √
6 bulan √ √ √ √
9 bulan √ √ √ √
12
bulan
√
√
√
√
15
bulan
√
√
18
bulan
√
√
√
√
√
21
bulan
√
√
√
24
bulan
√
√
√
√
√
30
bulan
√
√
√
√
√
36
bulan
√
√
√
√
√
√
√
√
26
42
bulan
√
√
√
√
√
√
√
48
bulan
√
√
√
√
√
√
√
54
bulan
√
√
√
√
√
√
60
bulan
√
√
√
√
√
√
√
66
bulan
√
√
√
√
√
√
72
bulan
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan :
BB/TB : Berat Badan terhadap Tinggi Badan
LK : Lingkar kepala
KPSP : Kuisioner Pra Skrining Perkembangan
TDD : Tes Daya Dengar
TDL : Tes Daya Lihat
KMME : Kuisioner Masalah Mental Emosional
CHAT : Checklist for Autism in Toodlers
GPPH : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
Tanda * : Deteksi dilakukan atas indikasi
27
2.2.4.1 Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan
Antropometri
Pengukuran antropometri digunakan untuk mengetahui
ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan
alat ukur, seperti timbangan dan pita pengukuran
(meteran). Pengukuran dapat dilakukan tergantung umur
(BB, TB terhadap usia).
- Berat badan
Selain dengan perkiraan usia anak, berat badan
dapat dihitung menggunakan rumus atau pedoman
Behrman (1992) yang dikutip oleh Bobak dan Jensen
(2005) dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar
Perawatan Maternitas", yaitu:
a) Berat badan lahir rata-rata: 3,25 kg
b) Berat badan usia 3-12 bulan, menggunakan
rumus:
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛)+9
2 =
𝑛+9
2
c) Berat badan usia 1-6 tahun, menggunakan rumus:
[umur (bulan) x 2] + 8 = 2n + 8
Untuk menentukan umur anak dalam bulan, bilah
lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas, sementara bila
kurang dari atau sama dengan 15, dihilangkan.
28
Berat badan merupakan indicator sederhana yang
digunakan di puskesmas untuk menentukan status
gizi anak, yaitu dengan menggunakan KMS (Kartu
Menuju Sehat). Pada KMS dapat diketahui berat
badan anak yang tergolong normal kurang atau buruk.
berat badan mempunyai arti yang penting mengenai
apakah anak dlaam keadaan normal dan sehat.
Keuntungan pengukuran berat badan adalah
pengukuran yang mudah, sederhana, murah informasi
mengenai keadaan gizi, pertumbuhan, dan kesehatan
anak., mengawasi kesehatan, dan sebagai dasar
untuk menentukan perhitungan dosis obat ataupun
diet yang diperlukan oleh anak.
- Tinggi badan
Pengukuran tinggi badan menurut rumus Behrman
(1992) yang dikutip oleh Bobak dan Jensen (2005)
dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar Perawatan
Maternitas", yaitu:
a) Perkiraan panjang lahir 50 cm
b) Perkiraan panjang badan usia 1 tahun= 1,5 x
panjang badan lahir
c) Perkiraan panjang badan 2-12 tahun= (umur x 6)
+ 77 = 6n + 77, n merupakan usia anak dalam
29
tahun, bila usia lebih dari 6 bulan di bulatkan ke
atas dan bila umur anak kurang atau sama
dengan 6 bulan, dihilangkan.
30
31
32
- Lingkar kepala
Saat lahir, kepala berukuran seperempat bagian
dari panjang badan dan setelah dewasa, besar kepala
hanya seperdelapan dari panjang badan. Oleh karena
itu, pengukuran lingkar kepala hanya efektif pada usia
6 bulan pertama sampai umur 2-3 tahun, kecuali pada
keadaan tertentu misalnya, hidrochepalus. Lingkar
kepala berhubungan dengan perkembngan volume
otak. Pada anak yang menderita hidrochepalus
pertumbuhan otak akan meningkat relative pesat
pada usia dua tahun pertama.
Pengukuran lingkar kepala sulit untuk dilakukan
bila dibandingkan dengan ukuran antropometri lainnya
dan jarang dilakukan pada balita, kecuali apabila ada
kecurigaan akan pertumbuhan yang tidak normal.
Interpretasi pada pengukuran lingkar kepala:
1. Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam
“jalur hijau” maka lingkaran kepala anak normal.
2. Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar
“jalur hijau” maka lingkaran kepala anak tidak
normal.
33
3. Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua),
yaitu makrosefal bila berada diatas “jalur hijau”
dan mikrosefal bila berada di bawah “jalur hijau”
34
35
- Lingkar lengan atas (Lila)
Pertumbuhan lingkar lengan atas relative lambat.
Saat lahir, lila sekitar 11 cm dan pada tahun pertama
menjadi 16 cm. selanjutnya tidak banyak berubah
sampai usia 3 tahun. Pegukuran lingkar lengan atas
berguna untuk menilai keadaan gizi dan pertumbuhan
anak pra sekolah. Pada pratiknya pengukuran lila
jarang digunakan kecuali ada gangguan pertumbuhan
atau gangguan gizi berat, sehingga pengukuran lila
hanya efektif pada usia dibawah 3 tahun.
- Lipatan kulit
Apabila anak mengalami defisiensi kalori, lipatan
kulit pada daerah triceps dan subscapular yang
merupakan refleksi pertumbuhan jaringan lemak akan
menipis. Sebaliknya akan menebal apabila anak
kelebihan kalori.
Keseluruhan fisik
Berkaitan dengan pertumbuhan, hal-hal yang dapat
diamati dari pemeriksan fisik adalah:
- Head to toe
Bentuk tubuh, perbandingan kepala, tubuuh dan
anggota gerak, ada tidaknya edema, anemi, dan
tanda gangguan lainnya.
36
- Jaringan otot
Dilihat dengan cubitan tebal pada lengan atas, pantat,
dan paha untuk mengetahui luemak subcutan.
- Jaringan lemak
Diperiksa dengan cubitan tipis pada kulit dibawah
triseps dan subscapular.
- Rambut
Di periksa pertumbuhannya, tebal/tipisnya rambut,
akar mudah dicabut atau tidak.
- Gigi-geligi
Diperhatikan kapan tanggal erupsi gigi susu atau gigi
permanen.
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis
Pemeriksaan dilakukan apabila terdapat gejala adanya
suatu gangguan/penyakit ataupetumbuhan fisik yang tidak
normal. Pemeriksaan laboratorium yang sering digunakan
adalah pemeriksaan kadar Hb, serum protein, dan
hormone pertumbuhan.
2.2.4.2 Deteksi dini penyimpangan perkembangan
Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang
dapat digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai
secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah
DDST II (Denver Development Screening Test). Sedangkan
37
instrument skrining yang dipakai secara nasional yaitu Kuisioner
Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Serta Tes Daya Dengar
(TDD) dan Tes Daya Lihat (TDL).
Denver Development Screening Test II (DDST II)
- Pengertian DDST II
DDST II merupakan alat untuk menemukan
secara dini masalah penyimpangan perkembangan
anak umur 0 s/d < 6 tahun. DDST pertama kali
diperkenalkan untuk membantu tenaga kesehatan
mendeteksi masalah perkembangan potensial anak-
anak di bawah usia 6 tahun. DDST telah diadaptasi
untuk digunakan dan distandardisasi oleh lebih dari
12 negara dan telah digunakan untuk menskrining
lebih dari 50 juta anak di seluruh dunia.DDST direvisi
menjadi DDST II. DDST II bukan merupakan tes IQ,
mudah dan cepat dilakukn serta tidak dapat
digunakan untuk meramal kemampuan adaptif masa
depan, tetapi digunakan untuk membandingkan
penampilan kemampuan anak pada berbagai macam
tugas dengan anak lain yang seusia.
- Peralatan yang digunakan
Benang sulaman merah, kismis, kerincingan
dengan pegangan, kubus kayu berwarna ukuran
38
dimensi 1 inci sebanyak 10 buah, lonceng kecil, bola
tenis, pensil merah, boneka plastic kecil dengan dot,
cangkir plastic dengan pegangan, kertas kosong, dan
botol kaca bening yang dapat dibuka. Alat lainnya
yang digunakan adalah meja dan kursi, ruangan yang
cukup luas, tempat tidur lengkap dengan perlak dan
laken.
- Cara pemeriksaan
Dilakukan secara kontinu, didampingi ibu dan
pengasuh, anak dan ibu dlam keaadan rileks, satu
formulir digunakan beberapa kali oleh satu anak,
tempatkan bayi diatas tempat tidur, anak duduk diatas
kursi, dan lengan di atas meja.
- Prinsip
Bertahap dan berkelajutan, dimulai dari tahap
perkembangan yang telah dicapai anak,
menggunakan alat bantu stimulasi yang sederhana,
suasana yang nyaman dan bervariasi, perhatikan
gerakan spontan anak, dilakukan dengan wajar dan
tanpa paksaan serta tidak menghukum, memberikan
pujian (reinforcement) bila berhasil melakukan tes,
sebelum uji coba semua alat diletakkan dulu diatas
meja, pada tes hanya satu alat saja yang digunakan.
39
- Hal hal yang perlu diperhatikan
Uji coba item yang kurang aktif, uji coba yang
lebih mudah dilakukan terlebih dahulu, uji coba
dengan menggunakan alat yang sama dilakukan
berurutan, hanya alat uji coba yang berada di depan
anak, semua uji coba dimulai dari sebelah kiri garis
usia dan yang di tembus dan yang ditembus serta
item di sebelah kana garis usia.
- Cara melakukan tes pada anak dengan resiko
perkembangan
Pada setiap sector paling sedikit dilakukan 3 uji
coba yang ada di seblah kiri garis usia dan item yang
berada pada garis usia, jika anak gagal menolak tidak
ada kesempatan lalukan uji coba tambahan ke seblah
kiri garis usia sampai 3 kali LEWAT tiap sector.
- Cara melakukan tes pada anak normal atau
kemampuan lebih
Pada tiap sector dilakukan paling sedikit 3 uji
coba yang paling dekat di sebelah kiri garis usia dan
item yang dilewati garis usia. Jika anak mampu/bisa
melakukan, dilanjutkan uji coba di sebelah kanan
garis usia sampai 3 kali GAGAL tiap sector.
40
- Menghitung usia anak
Usia anak dihitung dengan mengurangi tanggal lahir
dan tanggal tes.
Contoh 1:
Tanggal tes – tanggal lahir = usia anak
2014/10/19 – 2012/4/5 = 2/6/14
Jadi, usia anak 3 tahun 6 bulan 14 hari dibulatkan
menjadi 2 tahun 6 bulan.
Contoh 2:
Tanggal tes – tanggal lahir = usia anak
2014/10/19 – 2011/12/27 = 3/9/22
Jadi, usia anak 3 tahun 9 bulan 22 hari dibulatkan
menjadi 3 tahun 10 bulan
Contoh 3:
Vina dibawa ke poli rawat jalan tanggal 19 oktober
2014. Tanggal lahirnya 30 November 2011. Vina lahir
6 minggu lebih awal. Hitung usia vina dan
penyesuaian prematurnya!
Tanggal tes – tanggal lahir = usia anak
2014/10/19 – 2011/11/30 = 3
Jadi, usia anak 2 tahun 6 bulan 14 hari dibulatkan
menjadi 2 tahun 6 bulan.
41
Kuisioner Pra Skrining Pra Skrining Perkembangan
(KPSP)
KPSP adalah kuesioner yang berisi 9-10 pertanyaan
tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai
anak dengan sasaran anak umur 0-72 bulan (Depkes RI,
2005). Tujuan KPSP adalah untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau adanya penyimpangan.
Skrining dilakukan saat anak umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21,
24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, dan 72 bulan. Apabila ibu
datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah
tumbuh kembang, sedangkan umur anak bukan umur
skrining, maka dilakukan pemeriksaan menggunakan
KPSP untuk umur skrining terdekat (yang lebih muda)
yang telah dicapai anak. Untuk melakukan pemeriksaan
KPSP perlu mengetahui beberapa hal untuk menunjang
pemeriksaan, yaitu:
- Alat/instrument yang digunakan :
1. Formulir KPSP menurut umur
Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang
kemampuan perkembangan yang telah dicapai
anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72 bulan.
2. Alat pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola
sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran
42
sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang
tanah, dan potongan biskuit kecil berukuran 0,5-1
cm.
- Petunjuk penggunaan KPSP :
1. Pada waktu pemeriksaan KPSP anak harus
dibawa serta atau orang tua ada disamping anak.
2. Tentukan umur anak. Bila umur anak lebih dari
16 hari, maka dibulatkan menjadi 1 bulan.
3. Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang
sesuai dengan umur anak.
4. KPSP terdiri dari 2 macam :
i. Pertanyaan yang dijawab oleh orang tua
atau pengasuh anak.
ii. Perintah kepada orang tua atau pengasuh
anak untuk melakukan tugas yang tertulis
pada KPSP.
5. Jelaskan kepada orang tua atau pengasuh agar
tidak ragu-ragu atau takut menjawab. Oleh
karena itu, pastikan orang tua atau pengasuh
mengerti apa yang ditanyakan kepadanya.
6. Tanyakan pertanyaan tersebut secraa berurutan,
satu persatu, setiap pertanyaan hanya ada 1
43
jawaban, ya atau tidak. Catat jawaban tersebut
pada formulir.
7. Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah orang
tua atau pengasuh anak menjawab pertanyaan
sebelumnya.
8. Teliti kembali apakah pertanyaan telah terjawab.
- Interpretasi hasil KPSP
1. Hitung berapa jumlah jawaban “Ya”
i. Ya, orang tua atau pengasuh anak menjawab
bahwa anak bisa, pernah, sering atau
kadang-kadang melakukannya.
ii. Tidak, orang tua atau pengasuh anak
menjawab bahwa anak belum pernah
melakukan atau tidak pernah atau anak tidak
tahu.
2. Jumlah jawaban “Ya” = 9 atau 10, perkembangan
anak sesuai dengan tahap perkembangan (S).
3. Jumlah jawaban “Ya” = 7 atau 8, perkembangan
anak meragukan (M).
4. Jumlah jawaban “Ya” = 6 atau kurang,
kemungkinan adanya penyimpangan (P).
5. Untuk jawaban “Tidak”, perlu dirinci jumlah
jawaban “Tidak” mernurut jenis keterlambatan
44
(motoric kasar, motoric halus, bicara, bahasa,
sosialisasi, dan kemandirian).
- Intervensi
1. Perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan
tindakan berikut :
i. Beri pujian kepada orang tua karena telah
mengasuh anaknya dengan baik.
ii. Teruskan pola asuh anak sesuai dengan
tahap perkembangan anak.
iii. Beri stimulasi perkembangan anak setiap
saat, sesering mungkin, sesuai dengan umur
dan kesiapan anak.
iv. Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan
dan pelayanan kesehatan di posyansu secara
teratur selama satu kali dalam sebulan dan
setiap ada Bina Keluarga Balita (BKB). Jika
anak sudah memasuki usia pra sekolah (32-
72 bulan), anak dapat diikutkan pada
kegiatan di pusat pendidikan anak usia dini
(PAUD), kelompok bermain, dan taman
kanak-kanak.
v. Lakukan pemeriksaan/skrining rutin
menggunakan KPSP setiap 3 bulan pada
45
anak berumur kurang dari 24 bulan dan
setiap 6 bulan pada umur 24 sampai 72
bulan.
2. Perkembangan anak meragukan (M), lakukan
tindakan berikut :
i. Berikan petunjuk pada ibu agar melakukan
stimulasi perkembangan pada anak lebih
sering lagi, setiap saat, dan sesring mungkin.
ii. Ajarkan ibu cara melakukan intervensi
stimulasi perkembangan anak untuk
mengatasi penyimpangan/mengejar
ketertinggalannya.
iii. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit yang
menyebabkan penyimpangan
perkembangannya.
iv. Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu
kemudian dengan menggunakan daftar KPSP
yang sesuai dengan umur anak.
v. Jika KPSP ulang jawaban “Ya” tetap 7 atau 8,
maka kemungkinan ada penyimpangan (P)
3. Jika terjadi penyimpangan pada perkembangan
anak (P), buatlah rujukan ke RS dengan
46
menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan
perkembangan (motorik kasar, motorik halus,
bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
Tes Daya Dengar (TDD)
Tes ini bertujuan untuk menemukan gangguan
pendengaran sejak dini agar dapat segera ditindak lanjuti
untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara
anak. Jadwal TDD yaitu setiap 3 bulan pada bayi (usia
kurang dari 12 bulan) dan setiap 6 bulan pada anak usia
12 bulan ke atas.
- Alat/sarana yang diperlukan :
1. Instrument TDD menurut umur anak.
2. Gambar binatang (ayam, anjing, kucing),
manusia.
3. Mainan (boneka, kubus, sendok, cangkir, bola).
- Cara melakukan TDD :
1. Tanyakan tanggal, bulan, dan tahun anak lahir,
hitung umur anak dalam bulan.
2. Pilih daftar pertanyaan TDD yang sesuai dengan
umur anak.
3. Pada anak umur kurang dari 24 bulan :
i. Semua pertanyaan harus di jawab oleh
orangtua/pengasuh anak. Tidak usah ragu-
47
ragu atau takut menjawab, karena tidak untuk
mencari siapa yang salah.
ii. Bacakan pertanyaan dengan lambat, jelas
dan nyaring, satu perstu, berurutan.
iii. Tunggu jawaban dari orangtua/pengasuh
anak.
iv. Jawaban YA jika menurut
orangtua/pengasuh, anak dapat
melakukannya dalam satu bulan terakhir.
v. Jawaban TIDAK jika menurut
orangtua/pengasuh anak tidak pernah, tidak
tahu atau tak dapat melakukannya dalam
satu bulan terakhir.
4. Pada anak umur 24 bulan atau lebih:
i. Pertanyaan-pertanyaan berupa perintah
melalui orangtua/pengasuh untuk dikerjakan
oleh anak.
ii. Amati kemampuan anak dalam melakukan
perintah orangtua/pengasuh.
iii. Jawaban YA jika anak dapat melakukan
perintah orangtua/pengasuh.
48
iv. Jawaban TIDAK jika anak tidak dapat atau
tidak mau melakukan perintah
orangtua/pengasuh.
- Interpretasi
1. Bila ada satu atau lebih jawaban TIDAK,
kemungkinan anak mengalami gangguan
pendengaran.
2. Catat dalam buku KIA atau kartu kohort
bayi/balita atau status catatan medik anak, jenis
kelainan.
- Intervensi
1. Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang
ada.
2. Rujuk ke RS bila tidak dapat ditanggulangi.
Tes Daya Lihat (TDL)
Tujuan tes ini untuk mendeteksi secara dini gangguan
daya lihat agar dapat segera ditindak lanjuti sehingga
kesempatan memperoleh ketajaman daya lihat menjadi
lebih besar. Jadwal TDL yaitu dilakukan setiap 6 bulan
pada anak usia prasekolah (36-72 bulan). Tes ini dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK, guru PAUD,
maupun kader kesehatan.
49
- Alat/sarana yang diperlukan :
1. Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran
yang baik.
2. Dua buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa.
3. Poster “E” untuk digantung dan kartu “E” untuk
dipegang anak.
4. Alat penunjuk.
- Cara melakukan tes daya lihat :
1. Pilih suatu ruangan yang bersih dan tenang
dengan penyinaran yang baik.
2. Gantungkan poster “E” setinggi mata anak pada
posisi duduk.
3. Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster
“E”, menghadap ke poster “E”
4. Letakkan sebuah kursi lainnya disamping poster
“E” untuk pemeriksa.
5. Pemeriksa memberikan kartu “E” pada anak.
Latih anak dalam mengarahkan kartu “E”
mengahadap keatas, kebawah, kiri dan kanan,
sesuai petunjuk pada poster “E” oleh pemeriksa.
Beri pujian setiap kali anak mau melakukannya.
Laukan hal ini sampai anak dapat mengarahkan
kartu “E” dengan benar.
50
6. Selanjutnya, anak diminta menutup sebelah
matanya dengan buku/kertas.
7. Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf “E” pada
poster, satu persatu, mulai baris pertama sampai
baris keempat atau baris “E” terkecil yang masih
dapat dilihat.
8. Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi
kartu “E” yang dipegangnya dengan huruf “E”
pada poster.
9. Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya
dengan cara yang sama.
10. Tulis baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat,
pada kertas yang disediakan:
Mata kanan : …… mata kiri : …..
- Interpretasi :
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami
kesulitan sampai melihat baris ketiga poster “E”,
artinya tidak dapat mencocokkan arah kartu “E” yang
dipegangnya dengan arah “E” pada baris ketiga yang
ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak
mengalami gangguan daya lihat.
51
- Intervensi :
Bila kemungkinan anak mengalami gangguan
daya lihat, minta anak datang lagi untuk pemeriksaan
ulang. Bila pada pemeriksaan berikutnya, anak tidak
dapat melihat sampai baris yang sama, atau tidak
dapat melihat baris yang sama dengan kedua
matanya, rujuk ke Rumah Sakit dengan menuliskan
mata yang mengalami ganguan (kanan, kiri, atau
keduanya).
2.2.4.3 Deteksi dini penyimpangan mental emosional
Tujuan pemeriksaan ini untuk menemukan secara dini adanya
masalah mental emosional (KMME), autism (CHAT), dan
gangguan pemusatan perhatian serta hiper aktivitas (GPPH) pada
anak agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila
penyimpangan mental emosional terlambat diketahui, maka
intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada
tumbuh kembang anak. Untuk CHAT dan GPPH deteksi dilakukan
saat ada indikasi.
2.2.5 Intervensi Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak
Penyimpangan/masalah perkembangan pada anak dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya tingkat kesehatan dan status gizi anak
disamping pengaruh lingkungan hidup dan tumbuh kembang anak yang
juga merupakan salah satu faktor dominan (Depkes RI, 2005).
52
Tujuan intervensi dan rujukan dini perkembangan anak adalah untuk
mengkoreksi, memperbaiki, dan mengatasi masalah atau penyimpangan
perkembangan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai dengan potensinya. Waktu yang paling tepat untuk
melakuka intervensi dan rujukan dini penyimpangan perkembangan anak
adalah sesegera mungkin ketika usia anak masih di bawah 5 tahun.
Tindakan intervensi dini tersebut berupa stimulasi perkembangan
terarah yang dilakukan secara intensif di rumah selama 2 minggu, yang
diikuti dengan evaluasi hasil intervensi stimulasi perkembangan.
2.2.5.1 Intervensi Perkembangan
Intervensi perkembangan anak dilakukan atas indikasi yaitu :
Perkembangan anak meragukan (M) artinya kemampuan
anak tidak sesuai dengan yang seharusnya dimiliki anak,
yaitu bila pada umur skrining 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan
seterusnya, pemeriksaan KPSP jawaban “YA” = 7 atau 8.
Lakukan intervensi sebagai berikut :
- Pilih kelompok umur stimulasi yang lebih muda dari
umur anak. Misalnya menurut KPSP, anak umur 12
bulan belum bisa berdiri, maka dilihat kelompok umur
stimulasi 9-12 bulan atau yang lebih muda (bukan
kelompok umur stimulasi 12-15 bulan.
- Ajari orang tua cara melakukan intervensi sesuai
dengan masalah/penyimpangan yang ditemukan pada
53
anak tersebut. Misalnya, anak mempunyai
penyimpangan motorik kasar, maka yang diintervensi
adalah motorik kasarnya.
- Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk
mengintervensi anak sesering mungkin, penuh
kesabaran dan kasih sayang, bervariasi dan sambil
bermain dengan anak agar ia tidak bosan.
- Intervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap
hari sekitar 3-4 jam, selama 2 minggu. Bila anak
terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi
dapat ditambah. Bila anak menolak atau rewel,
intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan apabila anak
sudah dapat diintervensi lagi.
- Minta orang tua atau keluarga datang kembali/control
2 minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi hasil
intervensi dan melihat apakah ada
kemajuan/perkembangan atau tidak. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan KPSP yang sesuai
dengan umur skrining yang terdekat.
Bila seorang anak mempunyai masalah/penyimpangan
perkembangan, sedangkan umur anak saat itu bukan pada
jadwal umur skrining, maka lakukan intervensi
54
perkembangan sesuai dengan masalah yang ada sebagai
berikut :
- Misalnya anak umur 19 bulan belum bisa menyebut
ayah ibunya dengan panggilan seperti “papa” “mama”
artinya ada penyimpangan kemampuan bahasa dan
bicara. Lihat kelompok umur stimulasi yang lebih
muda , pilih kotak “Kemampuan Bicara dan Bahasa”
yang memuat cara melatih anak supaya bisa
menyebut kata “papa” “mama”, yaitu pada kelompok
umur stimulasi 3-6 bulan.
- Sedangkan intervensi berupa stimulasi untuk
kelompok umur yang lebih muda pada contoh di atas,
stimulasi untuk kelompok umur 15-18 bulan tetap
diberikan.
- Ajari orang tua cara melakukan intervensi
perkembangan anak sebagaimana yang dianjurkan
pada kotak stimulasi tersebut.
- Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk
mengintervensi anak sesering mungkin, penuh
kesabaran dan kasih sayang, bervariasi dan sambil
bermain dengan anak agar ia tidak bosan.
- Intervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap
hari sekitar 3-4 jam, selama 2 minggu. Bila anak
55
terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi
dapat ditambah. Bila anak menolak atau rewel,
intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan apabila anak
sudah dapat diintervensi lagi.
- Minta orang tua atau keluarga datang kembali/kontrol
2 minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi hasil
intervensi dan melihat apakah ada
kemajuan/perkembangan atau tidak. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan KPSP yang sesuai
dengan umur skrining yang terdekat.
2.2.5.2 Evaluasi Intervensi Perkembangan
Setelah orang tua dan keluarga melakukan tindakan intervensi
perkembangan secara intesif di rumah selama 2 minggu, maka
anak perlu dievaluasi apakah ada kemajuan/perkembangan atau
tidak. Cara melakukan evaluasi hasil intervensi perkembangan
adalah :
Apabila umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining
(umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66,
dan 72 bulan), maka lakukan evaluasi hasil intervensi
dengan menggunakan formulir KPSP sesuai dengan umur
anak).
Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur
skrining (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48,
56
54, 60, 66, dan 72 bulan), maka lakukan evaluasi hasil
intervensi dengan menggunakan formulir KPSP untuk
umur yang lebih muda, paling dekat dengan umur anak.
Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya
jawaban “YA” 9 atau 10, artinya perkembangan anak
sesuai dengan umur tersebut, lanjutkan dengan skrining
perkembangan sesuai dengan umurnya sekarang.
Bila hasil evaluasi intervensi jawaban “YA” tetap 7 atau 8,
kerjakan langkah-langkah berikut :
- Teliti kembali apakah ada masalah dengan :
1. Intensitas intervensi perkembangan yang
dilakukan di rumah.
2. Ketepatan jenis kemampuan perkembangan
anak yang diintervensi.
3. Cara pemberian intervensi apakah sudah sesuai
dengan petunjuk/nasihat tenaga kesehatan/kader
kesehatan atau belum.
4. Lakukan pemeriksaan fisik secara teliti, apakah
ada masalah terkait gizi anak, penyakit pada
anak, atau kelainan organ-organ terkait.
- Bila ditemukan salah satu atau lebih masalah di atas :
1. Bila aa masalah gizi atau anak sakit, tangani
kasus tersebut sesuai pedoman/standar
57
tatalaksana kasus yang ada di tingkat pelayanan
dasar seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), tatalaksana gzi buruk, dan sebagainya.
2. Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang
tepat, atau tidak sesuai dengan petunjuk/nasihat
tenaga kesehatan/kader kesehatan, sekali lagi
ajari orang tua dan keluarga cara melakukan
intervensi perkembangan yang intensif, tepat,
dan benar. Bila perlu damping orang tua/keluarga
ketika melakukan intervensi pada anaknya.
- Kemudian lakukan evaluasi hasil intervensi yang ke-2
dengan cara yang sama, jika :
1. Bila kemampuan perkembangan anak ada
kemajuan, berilah pujian kepada orang tua dan
anak. Anjurkan orang tua dan keluarga untuk
terus melakukan intervensi di rumah dan kontrol
kembali pada jadwal umur skrining berikutnya.
2. Bila kemampuan perkembangan tidak ada
kemajuan berarti ada penyimpangan
perkembangan anak (P), dan anak perlu segera
dirujuk ke rumah sakit yang memiliki tenaga
dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, rehabilitasi
58
medik, psikolog, dan ahli terapi (fisioterapis,
terapis bicara, dan sebagainya).
2.2.5.3 Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
Rujukan diperlukan jika masalah penyimpangan
perkembangan anak tidak dapat ditangani meskipun sudah
dilakukan tindakan intervensi dini. Rujukan penyimpangan tumbuh
kembang anak dilakukan secara berjenjang, sebagai berikut :
Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota
keluarga lainnya, dan kader kesehatan) dianjurkan untuk
membawa anaknya ke tenaga kesehatan di Puskesmas
dan jaringan atau Rumah Sakit. Orang tua/keluarga perlu
diingat agar membawa catatan pemantauan tumbuh
kembang yang ada di dalam buku KIA.
Tingkat puskesmas dan jaringannya
- Pada rujukan dini, bidan dan perawat di Posyandu,
Polindes, Pustu termasuk Puskeling, melakukan
tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh
kembang sesuai standar pelayanan yang terdapat
pada buku pedoman.
- Bila kasus penyimpangan tersebut ternyata
memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan
59
rujukan ke tim medis di Puskesmas (dokter, bidan,
perawat, nutrisionis, dan tenaga kesehatan lainnya).
Tingkat rumah sakit rujukan
Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat
ditangan di tingkat puskesmas atau memerlukan tindakan
yang khusus maka perlu dirujuk ke rumah sakit kabupaten
(tingkat rujukan primer) yang mempunyai fasilitas klinik
tumbuh kembang anak dengan dokter spesialis anak, ahli
gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang diagnostik.
Rumah sakit provinsi sebagai tempat rujukan sekunder
diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang
didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa,
kesehatan mata, THT, rehabilitasi medic, ahli terapi
(fisioterapis, terapis bicara, dan sebagainya), ahli gizi dan
psikolog.
2.3 Self-Efficacy
2.3.1 Definisi Self-Efficacy
Self-Efficacy merupakan gagasan kunci dari teori social kognitif
(social cognitive theory) yang dikembangan oleh Albert Bandura. Bandura
(1997) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu akan
kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tugas-tugas tertentu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Self-
60
Efficacy membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha untuk
maju, serta kegigihan dan ketekunan dalam mempertahankan tugas-tugas
yang mencakup kehidupan mereka.
Woolfolk (2004) menambahkan bahwa self-efficacy adalah sebuah
penilaian spesifik yang berkaitan dengan konteks mengenai kompetensi
untuk mengerjakan sebuah tugas spesifik. Woolfolk (2004) juga
menyebutkan bahwa self-efficacy adalah kepercayaan mengenai
kompetensi personal dalam sebuah situasi khusus.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa self-
efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuan dirinya terhadap
keterampilan yang dimilikinya dan berusaha untuk mencapai tujuannya
dengan baik. Penilaian atau perasaan itu berkaitan dengan kompetensi
dan efektifitas.
2.3.2 Fungsi Self-Efficacy
Keyakinan seseorang mengenai kemampuan diri berfungsi sebagai
suatu determinan bagaimana individu tersebut berperilaku, berpola pikir,
dan bereaksi emosional terhadap situasi-situasi yang sedang dialami.
Keyakinan diri juga memberikan kontribusi terhadap kualitas dari fungsi
psikososial seseorang (Bandura, 1997).
Bandura (1997) menjelaskan bahwa fungsi dan berbagai dampak dari
penilaian self-efficacy antara lain sebagai berikut:
61
2.3.2.1 Perilaku Memilih
Dalam kehidupan sehari-hari, individu seringkali dihadapkan
dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan
lingkungan social yang ditentukan dari penilaian efficacy individu.
Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi
yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya
mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk
mereka lakukan. Self-efficacy yang tinggi akan dapat memacu
keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang kemudian
akan meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, self-
efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik
diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat
perkembangan potensi yang dimilikinya.
2.3.2.2 Usaha yang Dilakukan dan Daya Tahan
Penilaian terhadap self-efficacy juga menentukan seberapa
besar usaha yang akan dilakukan seseorang dan seberapa lama
ia akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman
yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self-efficacy
seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang
dilakukan. Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang
memiliki self-efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar
untuk mengatasi tantangan tersebut. Sedangkan orang yang
62
meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau
bahkan menyerah sama sekali.
2.3.2.3 Pola Berpikir dan Reaksi Emosi
Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga
mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosionalnya selama
interaksi actual dan terantisipasi dengan lingkungan. Individu yang
menilai dirinya memiliki self-efficacy rendah, merasa tidak mampu
dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan
terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang
mungkin timbul lebih berat dari kenyataannya. Sebaliknya,
individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan lebih
memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha yang lebih besar
terhadap situasi yang dihadapinya, dan setiap hambatan yang
muncul akan mendorongnya untuk berusaha lebih keras lagi.
Self-efficacy juga dapat membentuk pola berpikir kausal.
Dalam mengatasi persoalan yang sulit, individu yang memiliki self-
efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena
kurangnya usaha yang dilakukan, sedang yang memiliki self-
efficacy rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan
kurangnya kemampuan yang ia miliki.
2.3.2.4 Perwujudan dari Keterampilan yang Ia Miliki
Seseorang yang memandang dirinya sebagai orang yang self-
efficacy nya tinggi akan membentuk tantangan-tantangan trhadap
63
dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam
suatu kegiatan. Individu yang memiliki self-efficacy rendah
biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang
dilakukan dan mudah menyerah menghadapi kesulitan,
mengurangi perhatian terhadap tugas tingkat aspirasi rendah, dan
mudah mengalami stress dalam situasi yang menekan.
2.3.3 Dimensi Self-Efficacy
Bandura mengemukakan bahwa ada 3 macam dimensi self-efficacy
yaitu magnitude, strength, dan generally :
2.3.3.1 Magnitude
Dimensi magnitude berfokus pada tingkat kesulitan tugas
yang diyakini seseorang dapat diselesaikannya. Individu dengan
magnitude self-efficacy yang tinggi, akan mampu menyelesaikan
tugas yang sulit. Sedangkan individu dengan magnitude self-
efficacy yang rendah, akan menilai dirinya hanya mampu
melaksanakan perilaku yang mudah dan sederhana (Bandura,
1997). Semakin tinggi magnitude self-efficacy yang dimiliki maka
akan mudah usaha yang terkait dapat dilakukan.
2.3.3.2 Generality
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap
bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya
memiliki self-efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada
fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self-efficacy yang
64
tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk
menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy
yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan
dalam menyelesaikan suatu tugas (Bandura, 1997).
2.3.3.3 Strength
Dimensi strength berfokus pada kekuatan atau keyakinan
dalam melakukan sebuah usaha. Strength self-efficacy
menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan
memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu.
Strength self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha
yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun
(Bandura, 1997).
2.3.4 Sumber-Sumber yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997) ada sumber informasi utama yang
mempengaruhi self-efficacy yang dapat diperoleh dari 4 prinsip sumber
informasi yaitu :
2.3.4.1 Pencapaian Kerja (Performance Accomplishment)
Hasil yang didapatkan secara nyata merupakan sumber
penting tentang informasi self-efficacy karena didasari oleh
pengalaman otentik yang telah dikuasai. Keberhasilan yang
diperoleh akan membawa seseorang pada tingkat self-efficacy
yang lebih tinggi, sedang kegagalan akan merendahkan self-
efficacy, terutama jika kegagalan tersebut terjadi pada awal
65
pengerjaan tugas dan bukan disebabkan oleh kurangnya usaha
atau juga karena hambatan dari factor eksternal. Besarnya nilai
yang diberikan dari pengalaman baru tergantung pada sifat dan
kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya.
2.3.4.2 Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience)
Self-efficacy dapat juga dipengaruhi karena pengalaman dari
orang lain. Individu yang melihat atau mengamati orang lain yang
mencapai keberhasilan dapat menimbulkan persepsi self-efficacy-
nya. Dengan menlihat keberhasilan orang lain, individu dapat
meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang
sama dengan orang yang dia amati. Ia juga meyakinan dirinya
bahwa jika orang lain bisa melakukannya, ia juga harus dapat
melakukannya.
Ada suatu kondisi dimana penilaian terhadap self-efficacy
khususnya sensitif pada informasi dari orang lain. Pertama adalah
ketidakpastian mengenai kemampuan yang dimiliki individu. Self-
efficacy dapat diubah melalui pengaruh modelling yang relevan
ketika seseoang memliki sedikit pengalaman sebagai dasar
penilaian kemampuannya. Karena pengetahuan yang dimiliki
tentang kemampuan diri sendiri sangat terbatas, maka individu
tersebut lebih bergantung pada indikator yang dicontohkan
(Bandura, 1997). Kedua adalah penilaian self-efficacy selalu
66
berdasarkan kriteria dimana kemampuan dievaluasi (Bandura,
1997).
2.3.4.3 Persuasi Verbal (Social Persuasion)
Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan
kepada seseorang bahwa ia memiliki suatu kemampuan yang
memadai untuk mencapai apa yang diinginkan. Seseorang yang
berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan suatu usaha
yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki
keraguan dan hanya memikirkan kekurangan diri ketika
menghadapi suatu kesulitan.
2.3.4.4 Keadaan dan Reaksi Fisiologis (Physiological State and
Emotional Status)
Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber
informasi untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan
dirinya. Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan
stamina tubuh, seseorang merasa bahwa keletihan dan rasa sakit
yang dia alami merupakan tanda-tanda kelemahan fisik, dan hal
ini menurunkan keyakinan akan kemampuan fisiknya.
2.3.5 Proses Pembentukan Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997), self-efficacy terbentuk melalui 4 proses,
yaitu kognitif, motivasional, afektif, dan seleksi yang berlangsung
sepanjang kehidupan.
67
2.3.5.1 Proses Kognitif
Keyakinan self-efficacy terbentuk melalui proses kognitif,
misalnya melalui perilaku manusia dan tujuan. Penentuan tujuan
dipengaruhi oleh penilaian atas kemampuan diri sendiri. Semakin
kuat self-efficacy seseorang maka semakin tinggi seseorang
untuk berkomitmen demi mencapai tujuan yang telah
ditentukannya. Beberapa tindakan pada awalnya diatur dalam
bentuk pikiran. Keyakinan tentang keberhasilan akan membentuk
sebuah skenario dimana seseorang akan berusaha dan berlatih
untuk mewujudkan keyakinannya. Mereka yang mempunyai self-
efficacy yang tinggi akan menvisualisasikan skenario
keberhasilannya sebagai panduan positif dalam mencapai tujuan,
sedangan orang yang meragukan keberhasilannya akan
menvisualisasikan scenario kegagalan dan banyak melakukan
kesalahan. Fungsi utama dari pemikiran adalah untuk
memungkinkan seseorang memprediksi kejadian dan
mengembangkan cara untuk mengendalikan hidupnya.
2.3.5.2 Proses Motivasional
Tingkat motivasi seseorang tercermin pada seberapa banyak
upaya yang dilakukan dan seberapa lama bertahan dalam
menghadapi hambatan. Semakin kuat keyakinan akan
kemampuan seseorang maka akan lebih besar upaya yang
dilakukannya. Keyakinan dalam proses berfikir sangat penting
68
bagi pembentukan motivasi, karena sebagian besar motivasi
dihasilkan melalui proses berfikir. Mereka mengantisipasi tindakan
dengan mentapkan tujuan dan rencana program untuk mencapai
tujuannya.
2.3.5.3 Proses Afektif
Keyakinan seseorang tentang seberapa kuat mengatasi stress
dan depresi melalui berbagai yang dialaminya akan sangat
berpengaruh pada motivasi seseorang. Self-efficacy dapat
mengendalikan depresi yaitu dengan mengontrol stress.
Seseorang yang dapat mengontrol depresi maka pikirannya tidak
akan terganggu. Tetapi bagi orang-orang yang tidak bisa
mengontrol berbagai ancaman maka akan mengalami kecemasan
yang tinggi. Kecemasan tidak hanya dipengaruhi oleh koping
mekanisme seseorang tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan
untuk mengendalikan pemikiran yang mengganggu.
2.3.5.4 Proses Seleksi
Tujuan akhir dari proses self-efficacy adalah untuk
membentuk lingkungan yang menguntungkan dan dapat
dipertahankannya. Sebagian besar orang adalah produk dari
lingkungan. Oleh karena itu keyakinan self-efficacy dipengaruhi
dari tipe aktivitas dan lingkungan yang dipilihnya. Seseorang akan
menghindari sebuah aktivitas dan lingkungan bila orang tersebut
merasa tidak mampu untuk melakukannya. Tetapi mereka akan
69
siap dengan berbagai tantangan dan situasi yang dipilihnya bila
mereka menilai dirinya mampu untuk melakukannya.
2.3.6 Faktor yang Berhubungan dengan Self-Efficacy
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap self-efficacy, yaitu :
2.3.6.1 Jenis Kelamin
Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu, pria memiliki self-
efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Begitu
juga sebaliknya self-efficacy wanita unggul dalam beberapa
pekerjaan dibandingkan dengan pria. Hasil penelitian Ariani
(2011) menyebutkan bahwa laki-laki memiliki efikasi diri yang
lebih tinggi daripada perempuan.
2.3.6.2 Usia
Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar social yang
dapat berlangsung selama kehidupan. Menurut Ariani (2011)
bahwa usia 40-60 tahun disebut juga tahap keberhasilan, yaitu
waktu untuk pengaruh maksimal, membimbing diri sendiri serta
menilai diri sendiri, sehingga seseorang memiliki efikasi diri yang
baik.
2.3.6.3 Tingkat pendidikan
Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat
diterima individu pada tingkat pendidikan formal. Ariani (2011)
mengatakan bahwa seseorang dengan pendidikan yang lebih
tinggi dilaporkan memiliki efikasi diri yang baik.
70
2.3.6.4 Pekerjaan
Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self-
efficacy yang dimilikinya dalam bidang pekerjaan tertentu. Namun
tidak menutup kemungkinan self-efficacy orang tersebut justru
cenderung tetap atau menurun. Hal ini tergantung bagaimana
individu menghadapi keberhasilan dan kegagalan yang dialami
selama melakukan pekerjaan. Ariani (2011) mengungkapkan
bahwa pekerjaan secara signifikan sebagai prediktor efikasi diri
secara umum atau dengan kata lain seseorang yang bekerja
memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk mengatasi
masalahnya.
2.3.6.5 Status Pernikahan
Menurut Ariani (2011), orang yang menikah akan mempunyai
penyesuaian psiklogis yang baik.
2.4 Pelatihan
2.4.1 Definisi Pelatihan
Menurut Santoso (2010) pelatihan adalah suatu proses pembelajaran
yang lebih menekankan praktek dari pada teori yang dilakukan seseorang
atau kelompok dengan menggunakan pendekatan berbagai pembelajaran
dan betujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis
keterampilan tertentu. Pelatihan adalah proses menjadikan seseorang
atau kelompok menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya.
71
2.4.2 Tujuan Pelatihan
Menurut Santoso (2010) tujuan pelatihan yaitu :
Supaya peserta pelatihan baik seseorang atau kelompok dapat
menguasai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dilatihkan
dalam program sehingga dapat diaplikasikan baik untuk jangka waktu
pendek maupun jangka waktu panjang.
Pelatihan merupakan suatu penyataan tentang pengetahuan,
keterampilan dan sikap/perilaku yang diharapkan dapat dicapai atau
dikuasai oleh peserta pelatihan ketika pelatihan telah selesai.
2.4.3 Jenis Pelatihan
Menurut Santoso (2010) dari segi materi, pelatihan dapat digolongkan
menjadi 2 jenis, yaitu :
2.4.3.1 Pelatihan wacana (knowledge based training)
Sebuah pelatihan mengenai sebuah wacana baru yang harus
disosialisasikan kepada peserta pelatihan dengan tujuan wacana
baru tersebut dapat meningkatkan pencapaian tujuan seseorang,
kelompok, organisasi atau lembaga.
2.4.3.2 Pelatihan keterampilan (skill based training)
Sebuah pelatihan mengenai pengenalan atau pendalaman
keterampilan seseorang, kelompok, organisasi atau lembaga baik
secara teknis (hard skill) maupun bersifat non teknis yang lebih
bersifat pada perkembangan pribadi (soft skill).
72
Hard skill
Hard skill bersifat teknis, sehingga cukup mudah untuk
dipelajari berdasarkan panduan, dan mudah diukur hasil
pelaksanaannya. Pengukuran bersifat kuantitatif untuk
dapat melihat hasil pelatihan.
Soft skill
Soft skill cukup sulit diukur karena parameter
pengukurnya tidak sebaku pengukuran hard skill.
Pengukuran bersifat kualitatif untuk melihat pemahaman
peserta pelatihan.
2.4.4 Ciri Pelatihan dan Pergeseran Paradigma Pelatihan
Ciri pelatihan menurut Santoso (2010) antara lain :
Menginginkan terjadinya perubahan dan peningkatan kemampuan,
lebih mengacu pada aspek psikomotori untuk melakukan sesuatu.
Materi yang disajikan hanya mengacu pada satu aspek kompetensi
tertentu yang ingin dicapai (khusus).
Hanya untuk jangka waktu tertentu pada kondisi tertentu, masanya
relatif pendek.
Mengembangkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan.
Prosesnya mempelajari dan mempraktekkan dengan menuruti
prosedur sehingga menjadi kebiasaan.
Diberikan secara instruksional baik in-door maupun out-door.
73
Pergeseran paradigma pelatihan dari training menjadi learning menurut
Santoso (2010), meliputi :
2.4.4.1 Paradigma training
Paradigma training yaitu pelatihan yang berorientasi pada pelatih
(trainer’s oriented), sehingga memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Keberadaan trainer lebih penting daripada peserta
Trainer mempunyai kekuasaan atas berlangsungnya
proses
Peserta pasif (mendengarkan, mencatat, dan bertanya
untuk klarifikasi)
Metode yang digunakan lebih banyak ceramah.
2.4.4.2 Paradigma learning
Paradigma learning yaitu pelatihan yang berorientasi pada
peserta (learner’s oriented), sehingga memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
Keterlibatan penuh dari peserta pelatihan
Memberikan kebebasan kepada peserta
Kerjasama murni
Variasi dan keragaman dalam metode belajar
Motivasi internal
Adanya kegembiraan dan kesenangan dalam proses
pelatihan
74
Integrasi pembelajaran yang lebih menyeluruh dalam
proses pelatihan