2.1 Kajian Penelitian Terdahulu dan Kelembaban Menggunakan ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Review Penelitian Terdahulu ...eprints.umm.ac.id/43128/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Review Penelitian Terdahulu ...eprints.umm.ac.id/43128/3/BAB II.pdf ·...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Review Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan telah
banyak dilakukan di Indonesia maupun di Negara lain. Penelitian ini dilakukan
untuk memperkuat hasil penelitian terdahulu. Penilitian terdahulu diuraikan dalam
bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu
No Nama
(Tahun)
Judul/Jurnal Objek/Variabel/Analisis Hasil Penelitian
1. Kurniasih &
Sari (2013)
Pengaruh
Return on
Assets,
Leverage,
Corporate
Governance,
Ukuran
Perusahaan
dan
Kompensasi
Rugi Fiskal
pada Tax
Avoidance.
Jurnal
Buletin Studi
Ekonomi,
Vol.18, No.1.
Objek: perusahaan
manufaktur di BEI
periode 2007-2010
Variabel: return on
assets, leverage,
komisaris independen,
komite audit,ukuran
perusahaan dan
kompensasi rugi fiskal
Analisis: analisis
regresi linear berganda
Return on assets,
ukuran
perusahaan dan
kompensasi rugi
fiskal
berpengaruh
signifikan pada
tax avoidance.
Leverage dan
corporate
governance tidak
berpengaruh
pada tax
avoidance
2. Swingly &
Sukartha
(2015)
Pengaruh
Karakter
Eksekutif,
Komite
Audit,
Ukuran
Perusahaan,
Leverage,
dan Sales
Growth pada
Tax
Avoidance.
Objek: perusahaan
manufaktur di BEI
periode 2011-2013
Variabel: karakter
eksekutif, komite audit,
ukuran perusahaan,
leverage, dan sales
growth
Analisis: analisis
regresi linier berganda
Karakter
eksekutif dan
ukuran
perusahaan
berpengaruh
positif pada tax
avoidance.
Leverage
berpengaruh
negatif pada tax
avoidance.
Komite audit
8
Jurnal
Akuntansi
Universitas
Udayana,
Vol.10, No.
1, hlm: 47-
62.
dan sales growth
tidak
berpengaruh
pada tax
avoidance.
3. Jasmine
(2017)
Pengaruh
Leverage,
Kepelimikan
Institusonal,
Ukuran
Perusahaan,
dan
Profitabilitas
terhadap
Penghindaran
Pajak. Jurnal
Online
Mahasiswa
Bidang Ilmu
Ekonomi,
Vol.4, No.1,
hlm:1786-
1800.
Objek: perusahaan
manufaktur di BEI
periode 2012-2014
Variabel: leverage,
kepemilikan
institusional, ukuran
perusahaan, dan
profitabilitas
Analisis: analisis
regresi linier berganda
Leverage,
kepemilikan
institusional,
ukuran
perusahaan, dan
profitabilitas
berpengaruh
terhadap tax
avoidance
4. Maharani &
Suardana
(2014)
Pengaruh
Corporate
Governance,
Profitabilitas,
dan
Karakteristik
Eksekutif
pada Tax
avoidance.
Jurnal
Akuntansi
Universitas
Udayana,
Vol.9, No.2,
hlm:525-539.
Objek: perusahaan
manufaktur di BEI
periode 2008-2012
Variabel: dewan
komisaris, kualitas
audit, komite audit,
ROA, dan risiko
perusahaan
Analisis: analisis
regresi linier berganda
Risiko
perusahaan
berpengaruh
positif terhadap
tax avoidance.
Proporsi dewan
komisaris,
kualitas audit,
komite audit,
dan ROA
berpengaruh
negatif terhadap
tax avoidance.
5. Annisa
(2016)
Pengaruh
Return on
Asset,
Leverage,
Ukuran
Perusahaan
Objek: perusahaan
manufaktur di BEI
periode 2012-2015
Variabel: return on
asset, leverage, ukuran
perusahaan, dan
Return on asset
dan leverage
berpengaruh
terhadap
penghindaran
pajak. Ukuran
9
Dan Koneksi
Politik
Terhadap
Penghindaran
Pajak. Jurnal
Online
Mahasiswa
Bidang Ilmu
Ekonomi,
Vol.4,No.1,hl
m: 685-698.
koneksi politik
Analisis: analisis
regresi linier berganda
perusahaan dan
koneksi politik
tidak
berpengaruh
terhadap
penghindaran
pajak.
2.2 Tinjauan Teoritis
1. Teori Agensi
Teori agensi menjelaskan tentang hubungan antara manajemen (agent) dan
pemilik/pemegang saham (principal). Jensen & Meckling (1976) mengungkapkan
bahwa pemilik/pemegang saham (principal) merupakan pihak yang memberikan
perintah kepada manajemen (agent) untuk bertindak atas nama pemilik/pemegang
saham (principal), sedangkan manajemen merupakan (agent) yang bertindak
untuk kepentingan pemilik/pemegang saham (principal) yaitu bertanggungjawab
untuk memaksimalkan kekayaan pemilik/pemegang saham (principal).
Menurut Eisenhardt (1989), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat
manusia yaitu: (1) Manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self
interest), (2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk
averse).
Pemberian delegasi kepada manejemen dapat menimbulkan masalah
keagenan (agency problem) yang berarti ketidaksejajaran kepentingan antara
pemilik/pemegang saham (principal) dengan manajemen (agent), (Jensen
10
&Meckling, 1976). Timbulnya penghindaran pajak (tax avoidance) sangat
dipengaruhi oleh masalah agensi (agency problem). Masalah agensi yang muncul
dengan adanya penghindaran pajak (tax avoidance) adalah karena adanya
perbedaan kepentingan antara manajemen (agent) yang menginginkan
peningkatan kompensasi dengan pemilik/pemegang saham (principal) yang
menginginkan penekanan biaya pajak yang dikeluarkan perusahaan.
2. Penghindaran Pajak (tax avoidance)
Menurut Dyreng, et. al (2008) tax avoidance merupakan segala bentuk
kegiatan yang memberikan efek terhadap kewajiban pajak, baik kegiatan yang
diperbolehkan oleh pajak atau kegiatan khusus untuk mengurangi pajak.
Penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh perusahaan dengan
memanfaatkan kelemahan hukum perpajakan.
Menurut Fadhilah (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
komite urusan fiskal dari Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) telah menyebutkan tiga karakter penghindaran pajak (tax
avoidance) yaitu:
1) Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat
didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
2) Memanfaatkan loopholes (celah) dari undang-undang atau menerapkan
ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang
sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.
3) Para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran
pajak dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin.
11
Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan diukur dan dibandingkan
dengan besar kecilnya penghematan pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax
avoidance) dan penyelundupan pajak (tax evasion) yang ketiganya bertujuan
untuk meminimalkan beban pajak (Zain, 2003). Bagi pelaku bisnis pajak dianggap
sebagai beban investasi. Sehingga perusahaan berusaha untuk menghindari beban
pajak dengan melakukan perencanaan pajak (tax planning) yang efektif. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance).
Menurut Maharani dan Suardana (2014) tax avoidance merupakan salah satu cara
untuk menghindari pajak secara legal yang tidak melanggar peraturan perpajakan.
Penghindaran pajak (tax avoidance) diukur dengan Cash Effective Tax
Rate (Cash ETR). Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) merupakan kas yang
dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak (Dewinta &
Setiawan, 2016). Menurut Dyreng, et al. (2008) Cash Effective Tax Rate (Cash
ETR) baik digunakan untuk menggambarkan kegiatan penghindaran pajak (tax
avoidance) oleh perusahaan karena Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) tidak
terpengaruh dengan adanya estimasi seperti penyisihan penilaian atau
perlindungan pajak. Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) dilihat berdasarkan
jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan.
3. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan ukuran kinerja perusahaan untuk mendapatkan
laba dalam satu periode tertentu. Menurut Sartono (2012) dalam bukunya
menjelaskan profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba
dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
12
Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan
dengan analisis profitabilitas ini. Misalnya bagi pemegang saham akan melihat
keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen
Menurut Al Ifanda (2016) yang menunjukkan bahwa profitabilitas sangat
cocok untuk mengukur efektivitas manajemen dan pengevaluasian kinerja
manajemen dalam menjalankan bisnis dan produktivitasnya dalam mengelola
aset-aset perusahaan secara keseluruhan seperti yang nampak pada pengembalian
yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi, serta untuk mengevaluasi kinerja
ekonomi dari bisnis. Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dan mencari laba. Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi cenderung akan melakukan penghindaran pajak (tax
avoidance) (Azizah, 2017). Hal tersebut terjadi karena pajak penghasilan
perusahaan akan dikenakan berdasarkan besaranya laba yang dihasilkan oleh
perusahaan.
Alat analisis untuk mengukur profitabilitas adalah Return on Asset (ROA).
Sartono (2012) mengatakan bahwa Return on Asset (ROA) merupakan
pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan,
semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on
Asset (ROA) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan
total aset (Sartono, 2012).
13
4. Leverage
Leverage merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur sejauh mana
perusahaan menggunakan utang untuk membiayai operasi perusahaan. Dalam
bukunya Irham (2015) menjelaskan rasio leverage merupakan cara mengukur
seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang terlalu
tinggi akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam
kategori extreme leverage (utang ekstrim) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat
utang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Sehingga
manajer diharuskan mengelola rasio leverage sebaik mungkin, dengan cara
menyeimbangkan berapa utang yang layak diambil dan darimana sumber-sumber
yang dapat dipakai untuk membayar utang perusahaan.
Rasio Leverage yang digunakan sebagai alat ukur adalah Debt to Equity
Ratio (DER). Menurut Sartono (2012) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan
perbandingan antara seluruh hutang perusahaan baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Semakin tinggi DER menunjukkan semakin besar total utang terhadap total
ekuitasnya. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang (Sartono, 2012).
5. Ukuran Perusahaan
Ukuran Perusahaan (Size) merupakan skala untuk mengklasifikasikan
besar atau kecilnya perusahaan. Dalam bukunya Brigham & Houston (2010)
menjelaskan ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya sebuah
perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total penjualan, jumlah
14
laba, beban pajak dan lain-lain. Perusahaan yang memiliki total aset besar
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan mampu
menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki total
aset sedikit (Azizah, 2017).
Dalam UU No. 20 Tahun 2008 telah diatur tentang kriteria ukuran
perusahaan yang dimulai dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan
usaha besar, kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Kriteria ukuran perusahaan
Ukuran Perusahaan Kriteria
Assets (Tidak termasuk
tanah dan bangunan
tempat usaha)
Penjualan tahunan
Usaha Mikro Maksimal 50 Juta Maksimal 300 Juta
Usaha Kecil >50 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2,5 Milliar
Usaha Menengah >10 Juta – 10 Milliar >2,5 Milliar – 50 Milliar
Usaha besar >10 Milliar >50 Milliar
Sumber : UU No.20 Tahun 2008
Menurut Marfu’ah (2015) semakin besar ukuran perusahaannya, maka
transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks. Jadi hal ini memungkinkan
perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang ada untuk melakukan tindakan
penghindaran pajak (tax avoidance) dari setiap transaksi. Selain itu, perusahaan
yang beroperasi lintas negara memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan
penghindaran pajak (tax avoidance) yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan
yang beroperasi lintas domestik, karena perusahaan bisa melakukan transfer
15
pricing ke perusahaan yang ada di negara lain, dimana negara tersebut memungut
tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan negara lainnya.
Alat untuk mengukur ukuran perusahaan adalah dengan melihat total aset
yang dimiliki oleh perusahaan. Seperti yang diungkapan oleh Harahap (2007)
ukuran perusahaan diukur dengan logaritma dari total asset perusahaan.
Penggunaan total aktiva berdasarkan pertimbangan bahwa total aktiva
mencerminkan ukuran perusahaan dan diduga mempengaruhi ketepatan waktu.
2.3 Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance.
Teori agensi menjelaskan hal yang dapat memacu para manajer(agent)
untuk meningkatkan laba perusahaan agar mendapat kompensasi lebih, namun
mengakibatkan kerugian bagi pemilik/pemegang saham (principal) karena
membayarkan pajak terlalu besar. Profitabilitas merupakan gambaran kinerja
perusahaan dalam menghasilkan laba. Tingginya nilai profitabilitas perusahaan
menunjukan banyaknya laba yang diperoleh perusahaan dari pengelolaan aset
perusahaan secara efektif dan efisien yang dihitung dengan Return On Assets
(ROA). Dikarenakan Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba
secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan dan semakin baik pula posisi
perusahaan tersebut dari segi penggunaan asetnya.
Semakin tinggi nilai ROA, maka semakin besar juga laba yang diperoleh
perusahaan. Ketika laba yang diperoleh perusahaan membesar, maka jumlah pajak
16
penghasilan akan meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan. Jika
semakin tinggi laba perusahaan, maka akan dilakukan perencanaan pajak (tax
planning) untuk melakukan aktivitas yang mampu mengurangi jumlah kewajiban
perpajakan. Apabila perusahaan akan melakukan tax avoidance maka harus
semakin efisien dari segi beban sehingga tidak perlu membayar pajak dalam
jumlah besar. Semakin besar nilai ROA perusahaan maka semakin rendah Cash
ETR, sehingga menunjukkan bahwa tindakan penghindaran pajak (tax avoidance)
yang dilakukan oleh perusahaan semakin tinggi. Dapat diasumsikan bahwa
perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung akan melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance). Darmawan & Sukartha (2014) menunjukan
profitabilitas yang diukur menggunakan Return On Assets (ROA) memiliki
pengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak (tax avoidance).
H1 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance.
2. Pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance.
Dalam hal ini teori agensi menunjukkan konflik yang terjadi antara agent
dan principal. Dimana sistem pendanaan melalui hutang dapat menimbulkan
konflik tersebut. Leverage diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) yaitu alat
untuk mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan utang untuk memodali
operasi perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang
semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Meningkatnya
beban terhadap kreditur menunjukkan sumber modal perusahaan sangat
17
tergantung dengan pihak luar. Selain itu, besarnya beban hutang yang ditanggung
perusahaan dapat mengurangi jumlah laba yang diterima perusahaan.
Namun dengan adanya hutang pada perusahaan akan menimbulkan beban
tetap yaitu adanya bunga yang harus dibayar. Pada peraturan perpajakan pasal 6
ayat 1 huruf a UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh, bunga pinjaman merupakan
biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense) terhadap penghasilan kena
pajak sehingga akan mengakibatkan laba kena pajak perusahaan berkurang.
Berkurangnya laba kena pajak akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang
harus dibayar perusahaan. Dalam hal ini dikenal dengan istilah thin capitalization
yaitu modal yang terselubung melalui pinjaman yang melampaui batas kewajaran.
Pinjaman tersebut berupa uang atau modal dari pemegang saham atau pihak-pihak
lain yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak peminjam. Dengan
demikian, alasan perusahaan untuk melakukan thin capilaization karena beban
bunga merupakan salah satu alat yang digunakan perusahaan untuk mengurangi
pajaknya karena undang-undang memperbolehkan beban bunga sebagai
deductible expense.
Pemerintah berupaya untuk mengurangi thin capilaization tersebut dengan
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.03/2015 pasal
2, yang mengatur penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) yaitu paling
tinggi sebesar 4:1 atau dengan kata lain 80% utang dan 20% modal. Dengan
adanya perbandingan antara utang dan modal tersebut, sehingga perusahaan tidak
diperkenankan membebankan semua beban bunga sebagai biaya pengurang Pajak
18
Penghasilan (PPh). Semakin tinggi nilai rasio leverage, menunjukkan semakin
tinggi jumlah pendanaan perusahaan melalui hutang. Semakin tinggi beban hutang
yang ditanggung perusahaan dapat mengurangi jumlah laba yang diterima
perusahaan, sehingga mengurangi kompensasi yang diterima oleh manajer
(agent).
Selain itu, beban hutang juga akan menimbulkan beban bunga. Beban
bunga yang tingi akan mengurangi pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan
karena adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah, sehingga
memberikan keuntungan kepada pemilik/pemegang saham (principal). Semakin
besar nilai leverage perusahaan maka semakin rendah Cash ETR, sehingga
menunjukkan bahwa tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan
oleh perusahaan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan yang
diberikan oleh pemerintah, sehingga akan mendorong perusahaan menggunakan
utang untuk memodali operasi perusahaan dengan tujuan melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance). Rachmithasari (2015) menyatakan bahwa
leverage berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak (tax avoidance).
H2 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance.
3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance.
Berdasarkan teori agensi, manajer (agent) akan memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki perusahaan untuk memaksimalkan kompensasi kinerja manajer
(agent), yaitu dengan cara menekan beban pajak perusahaan untuk
memaksimalkan kinerja perusahaan. Perusahaan yang dikelompokkan ke dalam
ukuran besar yang memiliki total aset yang banyak akan cenderung lebih mampu
19
dan lebih stabil untuk menghasilkan laba besar jika dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki total aset kecil. Namun, laba perusahaan digunakan
sebagai penentu tarif pajak perusahaan. Tarif pajak yang besar akan semakin
memperbesar jumlah pajak yang dibayar perusahaan. Perusahaan besar yang
memiliki laba besar akan menjadi sorotan pemerintah untuk dikenakan pajak yang
tinggi. Sehingga perusahaan dengan ukuran besar akan melakukan tindakan
penghindaran pajak (tax avoidance) untuk memperkecil kewajiban pajaknya
dengan cara memanfaatkan celah-celah undang-undang perpajakan atau dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya seperti melakukan transfer pricing
atau membuka cabang perusahaan di negara yang memiliki tarif pajak rendah (tax
heaven). Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin rendah Cash ETR,
sehingga menunjukkan bahwa tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) yang
dilakukan oleh perusahaan semakin tinggi. Swingly & Sukartha (2015)
membuktikan bahwa ukuran perusahaan (firm size) berpengaruh signifikan
terhadap penghindaran pajak (tax avoidance).
H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Tax
Avoidance.
2.4 Kerangka Pemikiran
Dari yang telah diuraikan diatas, maka disusun hipotesis yang merupakan
alur pikiran dari penelitian ini, kemudian digambarkan dalam kerangka teoritis
yang disusun sebagai berikut :