BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

15
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian Pesawaran merupakan daerah dengan kondisi geologi yang disusun atas banyak formasi. Formasi adalah kondisi geologi dimana tersusun atas satu atau beberapa jenis batuan yang memiliki karakteristik yang sama [11]. Berdasarkan peta geologi lembar Tanjung Karang, daerah di sekitar titik penelitian disusun atas formasi batuan seperti pada Gambar 2.1 diantaranya yaitu formasi kantur (Tmpk), endapan gunung api muda (Qhv), formasi hulusimopang (Tomh), alluvium (Qa), formasi tarahan (Tpot), dasit piabung(Tmda), formasi lampung (Qti), formasi sabu (Tpos), formasi menanga (Km), dan kompleks g kasih takterpisahkan (Pzg). Dimana pada daerah penelitian termasuk kedalam formasi tarahan (Tpot), yang tersusun atas batuan tuf padu dan batuan breksi dengan sisipan batuan rijang [12]. Gambar 2.1. Peta geologi daerah penelitian [12].

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

Pesawaran merupakan daerah dengan kondisi geologi yang disusun atas banyak

formasi. Formasi adalah kondisi geologi dimana tersusun atas satu atau beberapa

jenis batuan yang memiliki karakteristik yang sama [11]. Berdasarkan peta geologi

lembar Tanjung Karang, daerah di sekitar titik penelitian disusun atas formasi

batuan seperti pada Gambar 2.1 diantaranya yaitu formasi kantur (Tmpk), endapan

gunung api muda (Qhv), formasi hulusimopang (Tomh), alluvium (Qa), formasi

tarahan (Tpot), dasit piabung(Tmda), formasi lampung (Qti), formasi sabu (Tpos),

formasi menanga (Km), dan kompleks g kasih takterpisahkan (Pzg). Dimana pada

daerah penelitian termasuk kedalam formasi tarahan (Tpot), yang tersusun atas

batuan tuf padu dan batuan breksi dengan sisipan batuan rijang [12].

Gambar 2.1. Peta geologi daerah penelitian [12].

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

6

2.2 Tanah Longsor

2.2.1 Definisi dan Mekanisme Terjadinya Tanah Longsor

Tanah longsor dapat didefinisikan sebagai proses bergeraknya massa material yang

membentuk lereng seperti batuan, tanah, dan material campuran lainnya yang

bergerak ke bawah. Kecepatan, ukuran dan tingkat kerusakan tanah longsor sangat

beragam tergantung pada material yang bergerak seperti batuan, tanah, maupun

lumpur [13]. Pada dasarnya tanah longsor terdiri atas beberapa bagian seperti yang

diuraikan oleh Vernes (1978) pada Gambar 2.2 [14].

a. Mahkota longsoran merupakan daerah yang letaknya berdekatan dengan

bagian tebing utama pada longsoran.

b. Tebing utama longsoran adalah daerah permukan lereng yang curam dan

tidak terganggu dimana letaknya berada di bagian atas longsoran.

c. Kepala longsoran adalah daerah yang terletak di antara tebing utama dan

tebing minor.

d. Tebing minor adalah daerah permukaan yang curam pada maerial yang

bergerak dan terletak di bawah kepala longsoran.

e. Tubuh utama adalah daerah tanah longsor dimana letaknya pada material

yang bergerak.

f. Kaki longsoran adalah daerah tanah longsor yang gerakannya mulai dari jari

bidang gelincir kemudian menempel dengan permukaan tanah asli.

g. Jari kaki longsoran adalah daerah paling bawah longsoran yang jaraknya

paling jauh dari mahkota longsoran. Biasanya bentuknya yaitu lengkung,

yang terbentuk akibat material longsoran yang bergerak.

h. Bidang gelincir merupakan suatu bidang yang berfungsi sebagai landasan

ketika massa tanah mengalami pergerakankarena kedap air.

i. Material bergerak merupakan material yang bergerak menuruni lereng dari

posisi asli akibat gerakan dari longsoran.

j. Permukaan tanah yang asli adalah daerah permukaan lereng yang belum

pernah mengalami longsoran.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

7

Gambar 2.2. Bagian-bagian tanah longsor [14].

Secara fisis, proses terjadinya tanah longsor dapat dianalogikan seperti benda yang

bergerak pada bidang miring seperti Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Komponen gaya yang bekerja pada lereng [13].

Dari Gambar 2.3 akan didapatkan persamaan gaya-gaya yang bekerja pada bidang

miring sebagai berikut.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

8

cosyW

W

(2.1)

cosyW W

(2.2)

sin xW

W

(2.3)

sinyW W

(2.4)

dimana merupakan sudut kemiringan (ᵒ), yW

merupakan gaya berat pada arah y

(N), W

merupakan gaya berat (N), dan xW

merupakan gaya berat pada arah x (N).

Pada umunya, prinsip terjadinya bencana tanah longsor biasanya akibat adanya

gaya-gaya yang bekerja pada lereng. Gaya tersebut berupa gaya pendorong dan

gaya penahan tidak seimbang, dimana tanah longsor akan terjadi saat gaya

penahannya lebih kecil daripada gaya pendorong pada lereng. Proses terjadinya

tanah longsor diawali ketika pada saat musim kemarau partikel tanah menyusut dan

terbentuklah retakan tanah (crack), sehingga ketika ada air hujan dengan intensitas

yang tinggi meresap ke tanah melalui crack akan menambah bobot tanah dan dapat

mengakibatkan tanah tersebut kehilangan kemampuannya dalam memikul beban

struktur di atasnya. Jika air tersebut terus mengalir dengan cepat dan menembus

hingga ke tanah kedap air atau lapisan keras yang berfungsi sebagai bidang gelincir,

lalu tanah akan menjadi licin dan tanah yang jenuh di atasnya akan mengalami

pergerakan ke bawah mengikuti lereng tersebut [5].

2.2.2 Klasifikasi Tanah Longsor

Tanah longsor memiliki banyak tipe sesuai dengan karakteristiknya masing-

masing. Menurut Vernes (1978) berdasarkan mekanisme gerakan dan material yang

bergerak pindah ke bawah, tanah longsor dibedakan menjadi beberapa tipe, antara

lain yaitu seperti pada Gambar 2.4 [14].

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

9

Runtuhan (Falls)

Robohan (Topples)

Rotational slide

Translational slide

Menyebar lateral

Debris flow

Debris avalanche

Earth flow

Creep

Gambar 2.4. Klasifikasi tanah longsor [14].

a. Runtuhan (Falls)

Runtuhan merupakan gerakan jatuhnya tanah, batu atau runtuhan yang jatuh

dari lereng atau tebing yang curam. Material mengalami pelepasan dengan

cara jatuh bebas, terpental ataupun menggelinding di lereng yang lebih

curam hingga medan yang rata.

b. Robohan (Topples)

Topples merupakan gerakan massa tanah yang terjadi ketika robohnya

batuan dengan cara berputar kedepan pada satu titik sumbu (bagian dari unit

batuan yang lebih rendah) yang disebabkan oleh berat lereng material dari

massa yang dipindahkan dan kandungan air pada rekahan batuan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

10

c. Gelincir (Slides)

Slides merupakan gerakan ke bawah dari suatu massa tanah atau batuan

yang terjadi pada permukaan bidang longsor. Berdasarkan geometri

bidangnya gelincirnya, longsoran dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

sebagai berikut.

- Rotational slide, terjadi pada daerah dengan bidang gelincirnya

berbentuk cekung ke atas, dan arah gerakan longsornya berputar di

sumbu yang letaknya sejajar dengan permukaan tanah.

- Translational slide, terjadi pada daerah dengan bentuk bidang

gelincirnya rata dan pergerakan longsornya sedikit rotasi atau miring ke

arah kebelakang.

d. Menyebar lateral (Lateral spread)

Lateral spread merupakan tanah longsor yang terjadi ketika massa tanah

bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan

lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Penyebaran lateral

biasanya terjadi pada lereng yang sangat landai atau pada dasarnya dataran

datar. Terjadi akibat adanya likuifaksi, atau suatu proses dimana tanah

menjadi jenuh terhadap air yang mengalami perubahan dari padat ke

keadaan cair.

e. Aliran (Flows)

Aliran adalaah gerakan perpindahan material longsoran dari lereng berupa

tanah atau lumpur dengan kadar air yang cukup tinggi. Hal tersebut

membuat material terlepas, mengalir dan bergerak secara spasial menuruni

lereng ke bawah. Longsoran aliran terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu

sebagai berikut.

- Debris flow adalah suatu bentuk gerakan massa penyusun lereng yang

bergerak cepat saat tanah gembur, batuan, dan terkadang bahan organik

bergabung dengan air membentuk bubur yang mengalir ke lereng

bawah. Penyebab terjadinya debris flow yaitu karena terjadinya aliran

air dipermukaan yang cukup kuat akibat hujan lebat mapun salju yang

mencair dengan cepat, yang mengikis lalu memindahkan tanah gembur

atau batuan pada lereng yang sangat curam.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

11

- Debris avalanche adalah gerakan aliran massa tanah dan batuan dengan

pergerakan yang sangat cepat. Biasanya longsor jenis ini terjadi sering

pada daerah lereng yang terjal.

- Earth flow adalah jenis tanah longsor dengan material yang bergerak

membujur dari material halus atau batuan yang di dalamnya memiliki

kandungan mineral lempung.

- Creep adalah proses pergerakan massa material tanah atau batuan

secara lambat dan stabil pada suatu lereng.

2.2.3 Faktor Penyebab Tanah Longsor

Tanah longsor dapat disebabkan oleh dua faktor pengontrol yaitu faktor internal

dan eksternal. Faktor eksternal merupakan gaya pendorong terjadinya tanah

longsor. Gaya-gaya tersebut, diantaranya gaya berat tanah, tekanan air pori untuk

tanah yang mengandung air tanah, dan gaya gempa yang dipengaruhi oleh besarnya

nilai sudut kemiringan lereng, beban material serta berat jenis tanah/batuan

penyusun lereng. Sedangkan faktor internal (gaya penahan) terjadinya tanah

longsor diantaranya kuat geser tanah yang dipengaruhi oleh kepadatan tanah dan

kekuatan batuan [5].

Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya tanah longsor diantaranya

yaitu adanya gaya gravitasi pada lereng yang curam, intensitas hujan yang tinggi,

penggunaan lahan yang kurang baik bahkan tidak tepat, serta struktur geologi

menjadi faktor pendukung [15]. Namun sebagai daerah beriklim tropis yang

menjadi penyebab terjadinya tanah longsor di Indonesia yaitu tingginya intensitas

curah hujan dan kondisi geologi yang kompleks.

2.3 Stabilitas Lereng Dan Faktor Keamanan

2.3.1 Stabilitas Lereng

Lereng merupakan daerah permukaan tanah yang menghasilkan sudut kemiringan

akibat perbedaan permukaan tanah yang tinggi dan rendah. Lereng dapat terbentuk

melalui proses alami maupun melalui tangan manusia. Pada setiap lereng

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

12

kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada, karena apabila terdapat suatu tempat

dengan dua permukaan tanah yang ketinggiannya berbeda, maka akan

mengakibatkan komponen gravitasi dari berat memiliki kemampuan untuk

menggerakkan massa tanah dari posisi yang tinggi ke posisi yang lebih rendah.

Terdapat tiga jenis lereng menurut insinyur geoteknik yaitu sebagai berikut [16].

Lereng alami

Lereng yang terbentuk akibat proses alami dari, diantaranya erosi dan

gerakan tektonik.

Lereng buatan

Lereng ini terbentuk akibat adanya penggalian atau memotong tanah alami.

Lereng dibangun dari tanah,

Contoh dari lereng ini yaitu tanggul yang terletak di pinggir jalan raya atau

tanah bendungan.

Pada prinsipnya, massa tanah pada lereng memiliki dua jeni gaya, yaitu gaya

penggerak dan gaya penahan. Gaya penahan merupakan gaya yang dapat menahan

massa dari gerakan material pembentuk lereng yaitu berupa kohesi, gaya gesekan,

dan kekuatan geser tanah. Sedangkan gaya penggerak merupakan gaya yang

meyebabkan massa pembentuk lereng bergerak yaitu gaya berat dan gaya gravitasi.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain sebagai

berikut [3].

- Geometri lereng

Geometri lereng yang mempengaruhi kestabilan dari lereng yaitu ketinggian

dan besar sudut lereng. Semakin landai suatu lereng maka tingkat kestabilannya

akan semakin tinggi.

- Sifat fisik dan mekanik material

Bobot isi merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh dalam kestabilan

lereng. Sedangkan, sifat mekanik yang berpengaruh sedangkan sifat mekanik

yang mempengaruhi adalah kohesi dan sudut geser dalam.

- Struktur geologi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

13

Struktur geologi yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng diantaranya

bidang perlapisan, bidang erosi, dan sesar.

- Cuaca atau iklim

Akibat curah hujan, kadar air pada lereng meningkat dan membuat lereng

menjadi kurang stabil.

- Faktor getaran

Selain akibat gempa, getaran yang muncul dapat ditimbulkan dari aktifitas

manusia, seperti operasi alat berat dan peledakan (blasting) pada proses

penambangan.

- Ketidakseimbangan beban di puncak dan kaki lereng

Kestabilan lereng akan menurun apabila beban di puncak lereng lebih besar

daripada beban di kaki lereng.

2.3.2 Faktor Keamanan

Keamanan/stabilitas lereng dapat diidentifikasi berdasarkan besaran faktor

keamanan ( )FS pada lereng tersebut. Faktor keamanan sendiri adalah besar nilai

perbandingan antara gaya pendorong dengan gaya penahan pada suatu lereng.

Semakin besar gaya penahan maka lereng akan semakin stabil begitu pula

sebaliknya. Untuk itu agar lereng tetap stabil maka gaya pendorong terjadinya tanah

longsor harus lebih kecil daripada gaya penahannya. Persamaan faktor kemanannya

dapat dituliskan dalam persamaan 2.5 [17].

r

sFS

(2.5)

dimana FS merupakan faktor keamanan, s merupakan kekuatan geser rata-rata

pada tanah asli (kN/m2), dan r merupakan kekuatan geser rata-rata akibat longsor

(kN/m2). Kuat geser tanah merupakan gaya maksimum yang dapat dilakukan oleh

butir tanah untuk menahan tarikan maupun desakan. Ketika butir tanah saling

kontak, sehingga akan menghasilkan gaya geser yang menimbulkan adanya kuat

geser tanah. Keruntuhan terjadi sebagai akibat dari perpaduan atau kombinasi kritis

antara tegangan normal dengan tegangan geser. Bukan hanya tegangan normal dan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

14

tegangan geser maksimum yang menjadi penyebab keruntuhan. Jika tegangan geser

pada suatu bidang dalam massa tanah lebih besar dari nilai yang diberikan oleh

persamaan 2.6 maka akan terjadi gerakan pada bidang tersebut. Pada metode ini

tidak bergantung pada parameter 'c dan ' , parameter tersebut dianggap sebagai

konstanta untuk tanah pada keadaan tertentu [17]. Kriteria keruntuhan Mohr-

Coulomb, persamaan kuat geser dapat ditulis sebagai berikut.

' ' 's c tg (2.6)

' ' 'r d dc tg (2.7)

dimana 'c merupakan kohesi pada tanah asli (kN/m²), 'dc merupakan kohesi pada

tanah akibat longsor (kN/m²), ' merupakan tekanan normal pada permukaan

longsor (N/m²), ' merupakan sudut gesekan pada tanah asli (ᵒ), dan 'd

merupakan sudut gesekan pada tanah akibat longsor (ᵒ).

Dari persamaan 2.6 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.5 sehingga menjadi

' ' '

' ' 'd d

c tgFS

c tg

(2.8)

' '' ' ' ' .d d

c tgc tg

FS FS

(2.9)

Sehingga dapat diketahaui bahwa faktor keamanan memiliki hubungan dengan

kohesi dan gesekan seperti pada persamaan 2.10 sampai persamaan 2.13.

'

'c

d

cF

c (2.10)

'

'd

tgF

tg

(2.11)

Sehingga :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

15

' tan '

' tan 'd d

c

c

(2.12)

' 'cFS F F

(2.13)

Dari perbandingan persamaan diatas akan mendapatkan faktor keamanan ( FS )

yang merupakan nilai kestabilan lereng. Dimana nilai-nilai kestabilan suatu lereng

adalah sebagai berikut [18].

FS > 1 : menunjukkan lereng stabil.

FS < 1 : menunjukkan lereng tidak stabil.

2.4 Metode Analisa Stabilitas Lereng

Metode analisa stabilitas lereng merupakan metode yang digunakan untuk

menentukan faktor keamanan dari bidang longsor suatu lereng. Terdapat beberapa

metode yang dapat dilakukan dalam analisis stabilitas lereng, salah satunya yaitu

dengan menggunakan metode Bishop.

Gambar 2.5. Tipe irisan geometri [19].

Sebenarnya jika diperhatikan bidang gelincir dari longsor sering mendekati

lengkung lingkaran seperti pada Gambar 2.5. Namun massa tanah pada setiap

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

16

daerah longsor tidak selalu sama, maka perlu dilakukan pembagian massa tanah

menjadi beberapa bagian yang disebut dengan irisan. Berat massa geser W

bekerja

melalui pusat gravitasinya dan bertanggung jawab atas momen penggerak di sekitar

pusat rotasi. Dimana d merupakan panjang lengan momen dan r merupakan jari-

jari permukaan gelincirnya. Sepanjang permukaan gelincirnya terdapat momen

resistif dari gaya geser. Dari Gambar 2.5. didapatkan hubungan faktor keamanan

dan gaya geser melalui persamaan sebagai berikut [19].

i ii i ri

l sS l

FS

(2.14)

dan

sin

i i

i i

l sFS

W

(2.15)

dimana iS

merupakan gaya geser (N), il merupakan lebar irisan (m),

i

merupakan sudut kemiringan lereng (ᵒ), dan iW

merupakan berat irisan (kN).

Bishop (1955) mengasumsikan bahwa resultan gaya di dalam irisan bekerja secara

horizontal. Gaya normal dan gaya geser pada irisan yang bekerja pada arah vertikal

mempunyai resultan nol. Berdasarkan irisan dari suatu benda, penjumlahan gaya

dalam arah vertikal adalah sebagai berikut [19].

Gambar 2.6. Gaya yang bekerja pada irisan [20].

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

17

Pada Gambar 2.6 merupakan gaya yang bekerja pada irisan dari lereng dimana 1,i iX X

merupakan gaya-gaya yang bekerja secara vertikal yang besar resultan gayanya nol,

sedangkan 1,i iE E

merupakan gaya-gaya yang bekerja secara horizontal. Pada metode

bishop ini resultan gaya yang mempunyai nilai yaitu resultan gaya horizontal. Gaya

geser ( )S

berada pada sumbu x yang tegak lurus terhadap gaya berat pada irisan.

Poligon gaya merupakan metode pengukuran yang dilakukan dengan cara

menentukan posisi atau titik yang dihitung dari pengukuran arah, sudut dan

jaraknya. Untuk mendapatkan faktor keamanan perlu diketahui terlebih dahulu

besar gaya geser yang terjadi pada irisan tersebut, sehingga persamaan parameter

gaya gesernya sebagai berikut.

' ' '1tani i i i iS c l P

FS

(2.16)

' '1tani i i i i i iS c l N u l

FS

(2.17)

sehingga persamaannya menjadi,

' '

'

sintan

1cos sin tan

ii i i i i i

i

i i i

W c l u lFSN

FS

(2.18)

dimanaiN

merupakan gaya normal efektif di dasar irisan (N), dan iu tekanan air

pori. Sehingga faktor keamanan dalam kesetimbangan momen di sekitar pusat

permukaan slip adalah sebagai berikut.

' 'tan

sin

ii i i i i

i i

c l N u l

FS

W

(2.19)

masukkan persamaan Ni kedalam persamaan (2.19).

' '

'

cos cos tan

cos (1/ )sin tan

sin

ii i i i i i i

i i i

i i

c l W u l

FS

FS

W

(2.20)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

18

selanjutnya disederhanakan dengan mendefinisikan parameter aim sebagai berikut.

'1cos sin tanai i i im

FS (2.21)

masukkan ke dalam persamaan, sehingga faktor kemanannya sebagai berikut.

' ' 1cos cos tan

sin

ii i i i i i i

ai

i i

c l W u lm

FS

W

(2.22)

' '1 1cos cos tan .

sin

ii i i i i i i

aii i

FS c l W u lmW

(2.23)

2.5 Pengukuran Standar Dalam Analisa Longsor

Terdapat beberapa pengukuran standar dalam analisa stabilitas longsor yaitu uji

sampe tanah, uji triaksial dan pengukuran topografi. Uji sampel tanah dilakukan di

laboratorium yang terdiri dari uji kadar air tanah, uji berat volume tanah, uji analisis

saringan dan uji hidrometer untuk mengetahui sifat fisik tanah. Sedangkan uji

triaksial digunakan untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah. Hasil yang

didapatkan berupa sudut geser tanah efektif ( )' dan nilai kohesi efektif ( 'c ).

Namun pada penelitian kali ini hanya dilakukan pengukuran topografi saja guna

meminimalisir biaya yang cukup tinggi.

2.5.1 Pengukuran Topografi

Topografi merupakan keberagaman kondisi muka bumi berdasarkan perbedaan

tinggi, bentuk, serta kemiringan pada daerah tertentu [21]. Hasil dari pengukuran

topografi adalah peta topografi yang memiliki dua bagian utama. Bagian pertama

adalah ukuran permukaan pada bidang datar yang disajikan dengan koordinat x ,

dan y . Sedangkan yang kedua ukuran berdasarkan variasi elevasi, disajikan dalam

koordinat z yang disebut dengan ukuran relief [22]. Keadaan topografi merupakan

kondisi yang menampilkan kontur atau kemiringan lereng. Apabila kondisi kontur

semakin kecil maka tingkat kemiringan lereng juga semakin kecil. Daerah dengan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

19

kemiringan lereng yang cukup tinggi tidak disarankan untu dijadikan sebagi tempat

hunian. Dikarenakan lereng tersebut memiliki tingkat kestabilan lereng yang kecil.

Dalam pengukuran topografi, alat yang digunakan yaitu total station seperti pada

Gambar 2.8. Total station adalah teodolite yang sudah terhubung dengan alat

pengukur jarak eletronik. Teodolite dibuat guna mengetahui sudut horizontal dan

sudut vertikal dari suatu daerah [23]. Pengukuran topografi yang dilakukan akan

menghasilkan file yang tersimpan pada alat tersebut. Kemudian file dapat

dikonversi menjadi beberapa format diantaranya excel, autocad bahkan esri file.

Gambar 2.7. Alat total station (sumber : dokumentasi pribadi).