BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Emas · mulai digunakan di Cina sebagai alat ... grain...

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Emas Cara penambangan endapan emas tergantung pada keadaan geologi bentuk dan letaknya bijih tersebut di alam. Yang pertama endapan emas sekunder yang potensinya lebih kecil pada umumnya daripada endapan emas primer, dapat ditambang secara sederhana dengan cara terbuka, dengan sistem pendulangan atau dengan tambang semprot yang melibatkan banyak pekerja (padat karya), tanpa menggunakan peralatan besar dan padat teknologi serta modal yang besar, kecuali jika endapannya sangat luas dapat ditambang dengan kapal keruk. Yang kedua adalah endapan emas primer yang memerlukan modal besar dan padat teknologi. Pada umumnya potensi endapan emas primer jauh lebih besar daripada endapan emas sekunder, karena itu akan tetap menguntungkan walaupun harus menyerap modal yang cukup besar untuk menambangnya dengan cara tambang terbuka jika endapannya relatif dangkal, atau dengan cara penambangan bawah tanah jika letaknya agak dalam. Kondisi bijih emas primer yang terdapat dalam batuan beku (batuan asal) yang dimuntahkan oleh magma atau bijih emas alluvial yang terdapat dalam batuan sedimen yang dihanyutkan oleh sungai, tergantung kepada kedalaman endapannya, struktur dan kondisi geologinya, suatu cadangan endapan primer dapat ditambang dengan cara tambang terbuka atau dengan cara tambang bawah tanah, atau dengan cara kombinasi dari keduanya.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Emas · mulai digunakan di Cina sebagai alat ... grain...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertambangan Emas

Cara penambangan endapan emas tergantung pada keadaan geologi bentuk

dan letaknya bijih tersebut di alam. Yang pertama endapan emas sekunder yang

potensinya lebih kecil pada umumnya daripada endapan emas primer, dapat

ditambang secara sederhana dengan cara terbuka, dengan sistem pendulangan atau

dengan tambang semprot yang melibatkan banyak pekerja (padat karya), tanpa

menggunakan peralatan besar dan padat teknologi serta modal yang besar, kecuali

jika endapannya sangat luas dapat ditambang dengan kapal keruk.

Yang kedua adalah endapan emas primer yang memerlukan modal besar

dan padat teknologi. Pada umumnya potensi endapan emas primer jauh lebih

besar daripada endapan emas sekunder, karena itu akan tetap menguntungkan

walaupun harus menyerap modal yang cukup besar untuk menambangnya dengan

cara tambang terbuka jika endapannya relatif dangkal, atau dengan cara

penambangan bawah tanah jika letaknya agak dalam. Kondisi bijih emas primer

yang terdapat dalam batuan beku (batuan asal) yang dimuntahkan oleh magma

atau bijih emas alluvial yang terdapat dalam batuan sedimen yang dihanyutkan

oleh sungai, tergantung kepada kedalaman endapannya, struktur dan kondisi

geologinya, suatu cadangan endapan primer dapat ditambang dengan cara

tambang terbuka atau dengan cara tambang bawah tanah, atau dengan cara

kombinasi dari keduanya.

16

2.1.1. Sejarah Pertambangan Emas

Emas telah dipakai sejak berabad-abad lamanya, bahkan mungkin sejak

bermilenium-milenium sebelumnya. Pada tahun 4000 sebelum Masehi Sebuah

kebudayaan yang berpusat disebuah daerah yang saat ini disebut dengan Eropa

Timur mulai menggunakan emas sebagai objek aksesoris & fashion.

Kemungkinan besar emas tersebut ditambang di Transylvanian Alps atau bisa

juga berasal dari tambang di daerah pegunungan Pangaion. Pada tahun 3000

sebelum Masehi Sebuah peradaban di irak selatan menggunakan emas untuk

menciptakan perhiasan yang sangat mengagumkan dan model desain perhiasan

dari peradaban itu masih banyak dipakai sampai saat ini. Pada tahun 2500

sebelum Masehi Raja Tomb of Djer dikubur bersama perhiasannya, dia adalah

raja pertama dari dinasti mesir di Abydos, Mesir.

Pada tahun 1500 sebelum Masehi Daerah Nubia yang sangat kaya akan

deposit kandungan emas membuat mesir menjadi negara yang sangat kaya setelah

emas dikenal sebagai alat tukar untuk perdagangan internasional. Dimana standar

unit di timur tengah pada waktu itu menggunakan koin emas shekel dengan berat

11.3 Gram. Shekel terbuat dari campuran alami logam 2/3 emas dan 1/3 silver

yang biasa di sebut electrum. Pada tahun 1350 sebelum Masehi, Babilonia mulai

menggunakan api sebagai teknik untuk menguji kemurnian emas. Pada tahun

1200 sebelum Masehi, Orang Mesir yang menguasai seni pembuatan emas

dengan cara memasukkan emas ke dalam daun untuk memperpanjang umur

pakainya, mereka juga mencampur emas dengan logam lain untuk meningkatkan

kekerasan dan variasi warna emas yang dihasilkan (dengan campuran tertentu

emas bisa berubah menjadi warna hijau, merah, ungu dll). Pada era ini mereka

17

juga mulai menggunakan teknik lost wax dimana saat ini teknik lost wax ini masih

menjadi jantung dari industri perhiasan. Kulit domba yang tidak dicukur mulai

dipergunakan untuk memisahkan emas dari pasir sungai di timur laut, Laut Hitam.

Setelah pasir dituang ke dalam kulit domba mereka lalu mengeringkannya untuk

mengeluarkan partikel emas, teknik seperti ini menjadi inspirasi “Golden Fleece”.

Tahun 1091 sebelum Masehi emas berbentuk kotak yang berukuran kecil

mulai digunakan di Cina sebagai alat tukar yang syah (uang). Tahun 560 sebelum

Masehi Koin pertama yang dibuat dari emas murni ditambang di Lydia sebuah

kerajaan di Asia Minor. Pada tahun 344 sebelum Masehi, Raja Alexander

melewati Hellespont bersama 40.000 prajurit dimana pada era ini dimulainya

kampanye yang sangat besar dalam sejarah militer dan jumlah emas terbesar yang

pernah dibawa dari kekaisaran Persia. Pada tahun 300 sebelum Masehi Orang

Yunani dan Yahudi di Alexandria kuno mulai mempraktekan teknik kimia untuk

memisahkan emas dari logam lainnya. Pencarian mencapai puncak dari akhir abad

kegelapan melalui Renaissance. Tahun 202 sebelum Masehi selama era Punic

War dengan Carthage Romawi mendapatkan banyak sekali akses ke

pertambangan emas di Spanyol.

Pada tahun 58 sebelum Masehi setelah kemenangan kampanye di Gaul,

Julius Caesar pulang dengan membawa emas yang jumlahnya sangat besar,

sehingga dia bisa memberikan koin emas sebanyak 200 buah kepada setiap

prajuritnya dan membayar semua utang-utang Romawi. Dan pada tahun 50

sebelum Masehi, Romawi mulai mengeluarkan koin emas yang dinamai Aures.

Pada tahun 699 Masehi, Kekaisaran Byzantine melanjutkan proyek penambangan

di Eropa Tengah dan Perancis, dimana area ini merupakan area penambangan

18

emas yang tidak pernah di explorasi selama era kekaisaran Romawi berkuasa.

Pada tahun 814 Masehi Charlemagne menyerbu Avars dan merampas emas

mereka dalam jumlah besar, yang membuatnya menjadi sangat berkuasa di Eropa

Barat. Pada tahun 1066 Masehi setelah terjadinya penaklukan oleh Norman,

standar mata uang logam akhirnya kembali diberlakukan di Inggris dengan

diperkenalkannya sistem Pounds, Shillings, dan Pence, yang secara definisi

Pounds berarti setengah kilo sterling silver.

Pada tahun 1299 Masehi, Marco Polo menulis jurnal dari perjalanannya ke

Timur jauh (saat ini di sebut Asia) dengan judul “gold wealth was almost

unlimited”. Pada tahun 1284 Masehi, Venice memperkenalkan Gold Ducat yang

akhirnya menjadi koin yang sangat terkenal di dunia dan terus menjadi sangat

terkenal sampai lima abad setelah peluncurannya. Pada tahun yang sama Great

Britain mengeluarkan Koin emas utama untuk pertama kali, koin emas ini di beri

nama Florin, yang selanjutnya diikuti oleh dikeluarkannya koin bernama Noble,

Angel, Crown dan Guinea. Tahun 1377 Great Britain merubah sistem keuangan

mereka berdasarkan emas dan perak. Pada tahun 1511, Raja Ferdinand dari

Spanyol mengatakan kepada para penjelajah “jika bisa mendapatkan emas, tapi

banyak bahaya untuk mendapatkan emas” yang akhirnya ekspedisi besar-besaran

ke tanah yang baru ditemukan di western hemisphere. Tahun 1556, Georgius

Agricola menerbitkan buku yang berjudul De Re Metallica yang berisi penjelasan

proses pengujian emas menggunakan api yang biasa digunakan diabad

pertengahan.

Pada tahun 1700 ditemukannya cadangan deposit emas di Brazil,

menjadikan Brazil sebagai penghasil emas terbesar didunia pada tahun 1720

19

dengan kapasitas produksi hampir mendekati 2/3 dari total kapasitas produksi

seluruh dunia. Isaac Newton yang berperan sebagai kepala tambang menetapkan

harga dalam satuan mata uang Great Britain sebesar 84 shillings 11,5 Pence per

Troy ounce. The Royal Commission (Komisi Kerajaan) yang terdiri dari Isaac

Newton, John Locke, and Lord Somers memutuskan untuk menarik seluruh mata

uang lama dan menerbitkan mata uang baru dari emas atau perak dengan rasio

16:1. Dengan begitu harga emas dididirikan pertama kali di Inggris 200 tahun

yang lalu. Pada tahun 1744 kebangkitan pertambangan emas di Rusia dimulai

pada saat ditemukannya singkapan pasir kuarsa di Ekaterinburg pada tahun 1787,

dan koin emas Amerika pertama kali ditemukan oleh Ephraim Brasher yang

berprofesi sebagai tukang emas. Pada tahun 1792 undang-undang mata uang

logam Amerika Serikat menetapkan standar bimetallic emas perak, dimana telah

ditetapkan dolar AS setara dengan 24,75 grain emas murni dan 371,25 grain perak

murni (1 grain = 0.0648 grams).

Pada tahun 1799 Gold Nugget seberat 17 Pon ditemukan di Cabarus

county, North Carolina dimana penemuan ini merupakan penemuan emas yang

pertama kali terdokumentasikan. Pada tahun 1803 penemuan emas di Little

Meadow Creek, North Carolina memicu terjadinya Gold Rush di Amerika untuk

yang pertama kalinya. Tahun 1828 North Carolina memasok seluruh kebutuhan

koin emas US Mint untuk skala domestik dengan peruntukan sebagai mata uang.

Tahun 1816 Inggris secara resmi mengikat Poundsterling terhadap emas dengan

kuantitas berat tertentu dimana mata uang Inggris dapat digunakan sebagai nilai

tukarnya. Tahun 1817 Inggris mulai memperkenalkan Sovereign yaitu sebuah

koin emas berukuran kecil yang memiliki nilai setara 1 Poundsterling. Tahun

20

1830 Heinrich G. Kuhn mengumumkan penemuannya atas sebuah formula Fired

on Glanz Gold. Tahun 1837 berat emas dalam satuan US dolar di kurangi 23,22

grain sehingga nilai emas murni seberat 1 troy ounce emas akan setara dengan $

20.67. Pada tahun 1848 John Marshall menemukan serpihan emas (gold flake)

ketika sedang membangun sawmill milik John Sutter di dekat Sacramento,

California. Penemuan John Marshall ini menyebabkan terjadinya Gold Rush di

California.

Pada tahun 1850 Edward Hammong Hargraves kembali ke Australia

setelah perjalanan ke California, dia memprediksi akan dapat menemukan emas di

negaranya dalam kurun waktu 1 minggu setelah kedatangannya dan dia

menemukan emas di New South Wales seminggu setelah dia sampai di Australia.

Tahun 1859 Comstock Lode yang merupakan deposit perak pertama di Amerika

ditemukan di daerah yang saat ini bernama Virginia City, Nevada yang

didalamnya juga terkandung deposit emas. Tahun 1862 Latin Monetary Union,

ketetapan yang mengatur kadar, berat, ukuran dan nominal dari koin perak dan

koin emas bagi negara Perancis, Italia, Belgia, Swiss, dan Yunani (pada tahun

1868) dan mewajibkan semua negara itu menerima koin emas dan koin perak dari

masing-masing negara tersebut sebagai alat pembayaran yang syah. Tahun 1868

George Harrison menemukan emas ketika menggali batu untuk membangun

rumah, dimana emas tersebut ditemukan di Afrika Selatan, sejak saat itu sumber

emas tersebut mendekati 40% dari total emas yg pernah ditambang di Afrika

Selatan. Pada tahun 1873 sebagai hasil dari perubahan undang-undang

pertambangan dan koin, perak telah dihapuskan dari standar nilainya dan Amerika

secara tidak resmi kembali ke standar emas. Pada tahun 1887 Hak Paten Inggris

21

dikeluarkan kepada John Steward MacArthur untuk penemuannya dalam proses

recovery atau pemurnian emas dengan menggunakan proses sianida. Proses

sianida ini dapat menghasilkan emas sampai dua kali lipat dari total produksi

dunia sampai 20 tahun yang akan datang.

Tahun 1896 William Jennings Bryan berpidato di konvensi nasional partai

demokrat yang berjudul “cross of gold” dimana pidatonya ini berisi desakan agar

kembali ke sistem bimetallism. Pidato ini menjadikan William Jennings Bryan

sebagai salah satu kandidat presiden dari partai demokrat, tapi dia dikalahkan

pada saat Pemilu oleh William McKinley (Dalam ilmu ekonomi Bimetallism

memiliki arti Standar keuangan dimana nilai dari mata uang dalam sistem

moneter sebuah negara didefiniskan setara atau senilai dengan sejumlah tertentu

berat emas atau bisa juga setara atau senilai dengan sejumlah tertentu berat perak).

Tahun 1898 Dua orang pemancing ikan menemukan emas saat memancing di

Klondike, Alaska yang menimbulkan gold rush diakhir abad ke 19. Tahun 1900

Undang-undang Standar emas di Amerika Serikat menempatkan sistem ekonomi

Amerika pada Standar emas, dengan komitmen bahwa Amerika akan

mempertahankan nilai tukar mata uangnya terhadap negara lain berdasarkan

Standar Emas. Tahun 1903 Sebuah perusahaan bernama Engelhard

memperkenalkan sistem untuk mencetak emas diatas permukaan sebuah objek. Ini

pertama kalinya emas digunakan sebagai dekorasi dengan menggunakan sistem

ini dan teknologi untuk Microcircuit Printing. Tahun 1913 undang-undang Bank

sentral Amerika menetapkan bahwa USD akan didukung dengan emas sebanyak

40%.

22

Pada tahun 1919 Standar emas dihentikan sementara oleh beberapa negara

termasuk Amerika, Inggris selama perang dunia 1. Pada tahun 1927 penelitian

bidang kedokteran dalam skala besar yang dilakukan di Perancis yang

membuktikan bahwa emas memiliki nilai yang sangat berharga dalam

pemakaiannya untuk pengobatan atau perawatan penyakit rheumatoid arthritis

(Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi

pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang

mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang

persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada

membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan

tulang). Tahun 1931 Inggris meninggalkan sistem standar emas logam mulia.

Pada tahun 1933 untuk mengurangi kepanikan sektor perbankan, Presiden

Amerika Franklin D. Roosevelt melarang warga negara Amerika memiliki koin

emas, emas batangan logam mulia, dan sertifikat emas.

Begitu panjangnya usia kegiatan pertambangan Emas tentunya juga

banyak mengalami perubahan metode, dimulai dengan cara pertambangan

tradisional yaitu menggunakan gravitasi atau amalgamasi air raksa, kemudian

metode Sianida, flotasi dan heap leaching. Pertambangan Emas terbesar saat ini

adalah Afrika Selatan, walau demikian tidak berarti Afrika Selatan memilki

cadangan emas terbesar. Sesuai sifatnya Emas memang tidak habis dikonsumsi,

berbeda dengan komoditi lain yang habis dikonsumsi sehingga memungkinkan

negara lain yang tidak memilki tambang Emas yang banyak tetapi justru memilki

cadangan Emas yang besar, hal ini terkait dengan fungsi Emas sebagai cadangan

devisa dan instrumen moneter serta investasi (Aris Purbo).

23

Untuk di Negara Indonesia, pertambangan emas yang diduga merupakan

pertambangan tertua di Sumatera maupun di Indonesia terdapat di pesisir selatan

yang disebut dengan pertambangan emas Salida. Sebelum kedatangan VOC di

pantai barat Sumatera, kandungan emas di Salida sudah ditambang oleh penduduk

setempat. Jauh sebelum bangsa Barat berhasil menemukan Sumatera, berita

mengenai ‘Pulau Emas’ sudah sampai ke Eropa melalui cerita-cerita para pelaut

Arab. Penyair Portugis yang terkenal, Luiz de Camoens (1524-1580), menulis

dalam Os Lusiadas (terbit 1572), sebuah puisi epik panjang yang monumental,

tentang Gunung Ophir di Pasaman yang kaya emas, yang diperdagangkan oleh

penduduk lokal dengan orang asing. Camoens bertualang hanya sampai di Goa,

India, dan tidak pernah sampai di Sumatra.

Gambar 3: Tambang emas di Salida (Makassar Kota, 2008)

Makassar, Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki tambang

emas terbesar di dunia yang hingga saat ini belum dieksplorasi. Padahal potensi

ini memberi kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Ahli

geologi dunia asal Malaysia, Datu Azis Chemor berkata bahwa pada ekspose

"Peluang Tambang Emas Sulsel" di ruang Rapim kantor Gubernur Sulsel, di

24

Makassar, dalam peta pertambangan dunia, Sulsel merupakan sentra jalur emas di

dunia. Potensi tambang emas Sulsel tersebar disejumlah kabupaten, yakni Luwu,

Luwu Utara, Palopo, Luwu Timur, Tanatoraja, Pangkep, Barru, Bone, Jeneponto,

Takalar, Gowa, Maros, Selayar dan Wajo, perlu dijaga dan diawasi supaya dapat

diolah menjadi industri yang menjanjikan kehidupan yang layak bagi warga di

daerah itu. Hanya saja, lanjutnya, untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumber

daya alam ini menjadi emas maka harus dibangun industrinya yang investasinya

cukup besar, termasuk desain lokasinya, survey lapangan, studi kelayakannya dan

lainnya (Makassar Kota, 2008).

2.1.2. Sejarah Pertambangan Emas Pongkor

Survey geologi Gunung Pongkor diawali pada tahun 1979 oleh tim

geologi PT. Aneka Tambang, tentang logam berat. Kemudian pada tahun 1980

dilanjutkan penelitian vein (cebakan) batuan kuarsa yang mengandung emas (Au)

dan kandungan perak (Ag). Berdasarkan penemuan tersebut perusahaan meminta

dan memperoleh K.P. (Kuasa Pertambangan) Eksplorasi No. 562 di daerah ini

pada tahun 1983, yang kemudian ditingkatkan ke K.P. Eksploitasi pada tahun

1988.

Pada tahun 1990 PT. Aneka Tambang mengundang Kilborn Engineering

Pacific Ltd (Kilborn) untuk pekerjaan studi kelayakan di bidang pertambangan,

pengolahan, dan fasilitas untuk pengembangan dan operasi penambangan dengan

kapasitas 500 ton bijih per hari. Menurut Laporan Tahunan ANTAM (1997)

pembangunan pabrik dilakukan pada tahun 1993 dan produksi komersial dimulai

pada bulan Mei 1994. Pengembangan Pongkor diselesaikan pada bulan November

25

1997 yang direncanakan mampu meningkatkan kapasitas produksi menjadi sekitar

5 ton emas per tahun.

Lokasi kegiatan Pertambangan Emas Pongkor terletak pada areal dengan

topograpi yang terjal dan curam, sebagian besar berbukit dan bergunung.

Pengelolaan lingkungan dilaksanakan pada seluruh areal yang terkena dampak

akibat aktivitas penambangan dan pembangunan sarana penunjangnya seperti

kegiatan pembenahan lahan bukaan areal kolam buangan, penanganan batuan

buangan, dan air tambang serta penanganan limbah dari pabrik pengolahan.

Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Antam Tbk. Adalah sistem

penambangan bawah tanah (Underground Mining) dengan menggunakan metode

“Cut and Fill” yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi lalu rongga yang telah

kosong diisi kembali dengan menggunakan material limbah (waste material)

berbentuk lumpur (slurry) yang merupakan limbah hasil pengolahan yang telah

bersih dari zat- zat berbahaya. Terdapat lima siklus dalam penambangan emas di

PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor yaitu tahap Drilling, Blasting, Mucking,

Transportation, dan Backfilling. Tahap pertama proses penambangan bijih emas

yaitu dengan membuat lubang bor dengan cara Drilling (pengeboran) untuk

menempatkan bahan peledak di perut bumi. Alat yang digunakan adalah Jack Leg

atau Jumbo Drill.

Tahap kedua adalah Blasting (peledakan) sekaligus Clearing Smoke

(pembersihan asap). Selanjutnya adalah Mucking (pengerukan) setelah dilakukan

peledakan, bijih (Ore) dikeruk menggunakan LHD dan dijatuhkan melalui Ore

Pass ke level terendah (level 500). Tahap keempat adalah Transporting,

mengangkut bijih dari dalam tambang ke area proses penghancuran bijih

26

(Crushing Plant Area) dengan menggunakan Grandby. Tahap terakhir yaitu

Backfilling (pengisian ulang) merupakan proses pemompaan Backfill dalam

bentuk campuran air dan padatan (Slurry) ke dalam Stope (lubang hasil proses

penambangan), hal ini untuk menghindari terjadinya Subsidence permukaan, serta

sebagai pijakan pemboran selanjutnya.

Sistem pengolahan bijih emasnya dilakukan oleh PT. Antam Tbk. Dengan

menggunakan dua buah pabrik yang berbeda namun dengan proses yang sama.

Kapasitas untuk pabrik pertama sebesar 500 dry million ton atau ton kering per

jam dan pabrik kedua berkapasitas 720 dry million ton. Alur proses pengolahan

bijih menjadi dore bullion melewati 5 tahap proses yaitu, yang pertama adalah

Crushing Unit yaitu proses pengecilan bijih hasil penambangan mulai dari ukuran

400 mm menjadi ukuran kurang dari 12.5 mm. selanjutnya adalah Milling Unit,

dari Crushing bijih emas dibawa ke bin dengan belt conveyor menuju ballmill,

kemudian bijih digerus bersama kapur mati, bola baja sebagai media gerus dan

Pb(NO ) (lead nitrat) untuk mempercepat proses pelindian perak pada proses

sianidasi, dan jenis prosesnya adalah proses basah (media air).

3 2

Tahap ketiga adalah Leaching and Carbon In Leach Unit (CIL) yaitu

proses pelindian (pelarutan) bijih logam (emas dan perak) dalam larutan sianida.

Emas dan perak dalam lumpur (produk ballmill) dimasukkan dalam tanki pelarut

dimana tanki tersebut ditambahkan NaCN 700-900 ppm. Tahap yang selanjutnya

adalah Gold Recovery Unit yaitu pengambilan emas dan perak dari loaded carbon

(karbon aktif yang telah bermuatan logam emas dan perak dengan kadar tertentu)

sampai berbentuk dore bullion melalui tiga proses yaitu, tahap elution,

electrowining, dan smelting. Dalam tahap elution, karbon yang telah jenuh

27

menyerap larutan emas dan perak di sirkuit CIL, dilepaskan kembali menjadi fase

larutan.

Hasil dari proses elution disebut sebagai air kaya (eluate solution) akan

diolah dalam proses electrowining. Air kaya dari tanki eluate dipompakan menuju

bak elektrowining, emas dan perak dalam air kaya akan terdeposisi ke kawat

katoda menggunakan arus searah (elektrolisa). Emas dan perak yang menempel

pada proses elektrolisis di sel katoda yang berupa endapan disebut cake. Setelah

proses electrowining adalah proses smelting, dimana cake dipanaskan sampai

melebur dengan waktu sekitar 4 jam dan hasil peleburan ini berupa dore bullion.

Dore bullion ditampung dalam louder untuk dimasukkan ke percetakan bullion

(bullion mold) yang selanjutnya dikirim ke unit pemurnian logam mulia di Jakarta

yang juga merupakan satu unit produksi PT. Antam Tbk. Untuk dimurnikan

sehingga kadarnya mencapai 99.8 %.

Dan tahap terakhir adalah proses pengolahan limbah yang dihasilkan dari

proses produksi. PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor dalam menangani limbahnya

dilengkapi dengan tailing dam sebagai tempat penampungan limbah terakhir dan

dua area Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yaitu IPAL Tambang dan IPAL

Cikaret. IPAL tambang mengelola limbah dengan kadar TSS (Total Suspended

Solid) yang tinggi dan IPAL Cikaret mengelola limbah dengan kadar sianida yang

tinggi, maka adanya penambahan CuSO dan H O selain flocculant dan

coagulant. IPAL ini dibangun untuk mengolah limbah cair dari overflow tailing

dam, sebelum dialirkan ke sungai cikaniki, sludge yang mengendap diangkut oleh

dump truck untuk dikembalikan ke tailing dam.

4 2 2

28

2.1.3. Buangan dari Pertambangan dan Pengolahan Emas

Buangan dari adanya pertambangan dan pengolahan emas cukup

bervariasi tergantung pada teknik yang digunakan. Pertambangan emas biasanya

akan menghasilkan air, tanah, batu, yang merupakan sisa dari proses

penambangan. Untuk pengolahan emas juga dihasilkan buangan berupa air,

lumpur, dan bahan-bahan yang dipakai dalam proses pengolahan bijih emas.

2.2. Limbah Berbahaya

Pencemaran lingkungan dalam kehidupan sehari-hari dapat dipahami

sebagai sesuatu kejadian lingkungan yang tidak diingini, menimbulkan gangguan

atau kerusakan lingkungan bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan

sampai kematian. Hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat disebut pencemaran,

misalnya udara berbau tidak sedap, air berwarna keruh, tanah ditimbuni sampah.

Hal tersebut dapat berkembang dari sekedar tidak diingini menjadi gangguan.

Udara yang tercemar baik oleh debu, gas maupun unsur kimia lainnya dapat

menyakitkan saluran pernafasan, mata menjadi pedas atau merah dan berair. Bila

zat pencemar tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3),

kemungkinan dapat berakibat fatal.

Hal yang sama dapat terjadi pada air. Air yang tercemar dapat

menimbulkan gangguan gatal pada kulit, atau sakit saluran pencernaan bila

terminum dan dapat berakibat lebih jauh bila ternyata mengandung B3. Demikian

pula halnya dengan tanah yang tercemar, yang pada gilirannya dapat mengotori

sumber air didekatnya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan

hidup adalah : masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan

29

atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup

tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

2.2.1. Jenis dan Akibat Limbah Berbahaya

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari

suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,

pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan

debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat

beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun (Limbah B3).

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan

berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun

tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau

membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah

bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak,

sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan

penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila

memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah

terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-

lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Limbah merupakan zat ataupun benda sisa dari suatu proses baik itu proses

produksi maupun proses konsumsi. Adapun limbah berasal dari berbagai tempat,

limbah bisa berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan rumah sakit, kegiatan

30

industri, dan kegiatan pertambangan. Jenis dan akibat dari limbah berbahaya yang

dihasilkan dari tempat-tempat tersebut akan dijelaskan dibawah ini.

2.2.1.1. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Rumah Tangga

Terdapat dua jenis limbah rumah tangga yaitu limbah organik dan

anorganik, dimana sebagian besar limbah rumah tangga merupakan bahan organik

seperti sisa-sisa makanan (sayuran, sisa tepung, kulit buah dan daun-daun), dan

juga berupa tinja dan limbah cair yang semuanya dapat mencemari lingkungan

perairan. Sedangkan untuk limbah anorganik yang berasal dari rumah tangga

adalah berupa botol plastik, tas plastik, kaleng, dan kain (sintetis).

Dampak yang diakibatkan dari limbah hasil rumah tangga adalah yang

pertama dampak terhadap kesehatan. Lokasi dan pengelolaan limbah yang kurang

memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang

cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat

dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Adapun penyakit-penyakit yang

ditimbulkan adalah diare, kolera, tifus yang menyebar dengan cepat karena virus

yang berasal dari limbah dengan pengelolaan tidak tepat yang dapat bercampur air

minum.

Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat

dengan cepat di daerah yang pengelolaan limbahnya kurang memadai, dan

penyakit yang disebabkan oleh jamur (misalnya jamur kulit). Penyakit yang dapat

menyebar melalui rantai makanan, salah satu contohnya adalah penyakit yang

dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam

pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau

sampah.

31

2.2.1.2. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Industri

Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk

kategori atau dengan sifat limbah B3. Kegiatan industri disamping bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghasilkan limbah sebagai

pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke

perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan

mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan

sumber air tanah, limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung

senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan.

Adanya SO2 dan NOx diudara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang

dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan

pertanian dan hutan.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah

dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung

berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun

(toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah-limbah yang biasa

dihasilkan oleh industri adalah

• Chromium

Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi

meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri Metalurgi, Kimia,

Refractory (heat resistant application). Dalam industri metalurgi, chromium

merupakan komponen penting dari stainless steels dan berbagai campuran logam.

Dalam industri kimia digunakan sebagai : Cat pigmen (dapat berwarna merah,

kuning, orange dan hijau), Chrome plating, penyamakan kulit, Treatment Wool 8

Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya

32

adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI Electroplating, penyamakan kulit dan pabrik textil

merupakan sumber utama pemajanan chromium ke air permukaan.

Limbah padat dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke landfill

dapat merupakan sumber kontaminan terhadap air tanah. Kelompok Resiko

Tinggi : Pekerja di industri yang memproduksi dan menggunakan Cr, dan

perumahan yang terletak dekat tempat produksi akan terpajan Cr-VI lebih tinggi.

Perumahan yang dibangun diatas bekas landfill, akan terpajan melalui pernafasan

(inhalasi) atau kulit. Pemajanan melaui, inhalasi terutama pekerja, kulit, dan Oral

(masyarakat pada umumnya). Dampak Kesehatan dan efek fisiologi yang akan

terjadi ketika tercemar oleh Cromium adalah Cr (III) yang merupakan unsur

penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi menjaga agar

metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal. Organ utama yang

terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain yang bisa

terserang adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas. Efek pada Kulit adalah

Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV. Efek pada Ginjal

bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis, efek pada hati

adalah pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 %

tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi

kegagalan ginjal akut.

• Cadmium (Cd)

Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi.

Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak, namun bentuk ini

tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium terdapat dalam

kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen (Cadmium Oxide), Clorine

33

(Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide). Kebanyakan Cadmium

(Cd) merupakan produk samping dari pengecoran seng, timah atau tembaga

cadmium yang banyak digunakan berbagai industri, terutama plating logam,

pigmen, baterai dan plastik.

Pemajanan

Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena makanan

menyerap dan mengikat Cd. misalnya : tanaman dan ikan. Tidak jarang Cd

dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat buangan limbah bahan

kimia.

Dampak pada kesehatan

Beberapa efek yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya

kerusakan ginjal,liver, testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah.

• Cupper (Cu)

Tembaga merupakan logam berwarna kemerah-merahan dipakai sebagai

logam murni atau logam campuran (suasa) dalam pabrik kawat, pelapis logam,

pipa dan lain-lain.

Pemajanan

Pada manusia pemajanan terjadi melalui pernafasan, oral dan kulit yang

berasal dari berbagai bahan yang mengandung tembaga. Tembaga juga terdapat

pada tempat pembuangan limbah bahan berbahaya. Senyawa tembaga yang larut

dalam air akan lebih mengancam kesehatan. Cu yang masuk ke dalam tubuh,

dengan cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi ke seluruh tubuh.

34

Dampak terhadap Kesehatan

Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr) penting dalam diet agar manusia tetap

sehat. Namun suatu intake tunggal atau intake perhari yang sangat tinggi dapat

membahayakan. Bila minum air dengan kadar Cu lebih tinggi dari normal akan

mengakibatkan muntah, diare, kram perut dan mual. Bila intake sangat tinggi

dapat mengakibatkan kerusakan liver dan ginjal, bahkan sampai kematian.

• Timah Hitam (Pb)

Sumber emisi antara lain dari : Pabrik plastik, percetakan, peleburan

timah, pabrik karet, pabrik baterai, kendaraan bermotor, pabrik cat, tambang timah

dsb.

Pemajanan

melalui Oral dan Inhalasi

Dampak pada Kesehatan

Sekali masuk ke dalam tubuh timah didistribusikan terutama ke 3 (tiga)

komponen yaitu

• Darah

• Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak)

• Jaringan dengan mineral (tulang + gigi)

Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal

mengeluarkan dengan cara yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah gangguan

pada saraf perifer dan sentral, sel darah, gangguan metabolisme Vit.D dan

Calsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan ginjal secara kronis, dapat

menembus placenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin.

35

• Nickel (Ni)

Nikel berupa logam berwarna perak dalam bentuk berbagai mineral. Ni

diproduksi dari biji Nikel, peleburan atau daur ulang besi, terutama digunakan

dalam berbagai macam baja dan suasa serta elektroplating. Salah satu sumber

terbesar Ni terbesar di atmosfir berasal dari hasil pembakaran BBM,

pertambangan, penyulingan minyak, incenerator. Sumber Ni di air berasal dari

lumpur limbah, limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air tanah dekat lokasi

landfill.

Pemajanan

Melalui inhalasi, oral dan kontak kulit.

Dampak terhadap Kesehatan

Ni dan senyawanya merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang

mengandung Ni-Sulfide mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru

dan rongga hidung, dan mungkin juga dapat terjadi kanker pita suara.

• Pestisida

Pestisida mengandung konotasi zat kimia dan atau bahan lain termasuk

jasad renik yang mengandung racun dan berpengaruh menimbulkan dampak

negatif yang signifikan terhadap kesehatan manusia, kelestarian lingkungan dan

keselamatan tenaga kerja. Pestisida banyak digunakan pada sektor pertanian dan

perdagangan/ komoditi.

Pemajanan

Melalui Oral, Inhalasi, Kulit.

36

Dampak pada Kesehatan

Pestisida golongan Organophosphat dan Carbamat dapat mengakibatkan

keracunan sistemik dan menghambat enzim Cholinesterase (Enzim yang

mengontrol transmisi impulse saraf) sehingga mempengaruhi kerja susunan saraf

pusat yang berakibat terganggunya fungsi organ penting lainnya dalam tubuh.

Keracunan pestisida golongan Organochlorine dapat merusak saluran pencernaan,

jaringan, dan organ penting lainnya.

• Arsene

Arsene berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan.

Arsen di air ditemukan dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen lain.

Senyawa Arsen dengan oksigen, klorin atau belerang sebagai Arsen inorganik,

sedangkan senyawa dengan Carbon dan Hydrogen sebagai Arsen Organik. Arsen

inorganik lebih beracun dari pada arsen organik. Suatu tempat pembuangan

limbah kimia mengandung banyak arsen, meskipun bentuk bahan tak diketahui

(Organik/ Inorganik). Industri peleburan tembaga atau metal lain biasanya

melepas arsen inorganik ke udara. Arsen dalam kadar rendah biasa ditemukan

pada kebanyakan fosil minyak, maka pembakaran zat tersebut menghasilkan

kadar arsen inorganik ke udara, dan penggunaan arsen terbesar adalah untuk

pestisida.

Pemajanan

Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan atau

minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus

kemudian masuk ke peredaran darah.

37

Dampak terhadap Kesehatan

Arsen inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang

dapat mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan

jaringan, bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi

saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan

penurunan pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung,

kerusakan pembuluh darah, luka di hati dan ginjal.

• Nitrogen Oxide (NOx)

NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari

hasil pembakaran dari berbagai bahan yang mengandung Nitrogen.

Pemajanan

Pada manusia pada umumnya melalui inhalasi atau pernafasan.

Dampak terhadap kesehatan

Berupa keracunan akut sehingga tubuh menjadi lemah, sesak nafas, batuk

yang dapat menyebabkan edema pada paru-paru

• Sulfur Oxide (SOx)

Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan

minyak, industri kimia dan metalurgi.

Dampak terhadap Kesehatan

• Bila pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut, pharynx,

abdomen yang disusul dengan muntah, diare, tinja merah gelap (melena). Tekanan

darah turun drastis.

38

• Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan, batuk, rasa

tercekik, kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit didada, tekanan darah

rendah dan nadi cepat.

• Pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit terbakar.

• Karbonmonoksida (CO)

Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna,

berasal dari hasil proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang

mengandung rantai karbon.

Pemajanan

Pada manusia melalui inhalasi.

Dampak terhadap kesehatan

• Keracunan akut terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO

yang masuk kedalam tubuh dengan cepat mengikat haemoglobine dalam darah

membentuk karboksihaemoglobine (COHb), sehingga haemoglobine tidak

mempunyai kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat diperlukan untuk

proses kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena CO

mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200 sampai 300 kali lebih besar dari

pada oksigen, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak atau hypoxia,

susunan saraf, dan jantung, karena organ tersebut kekurangan oksigen dan

selanjutnya dapat mengakibatkan kematian.

• Keracunan kronis terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar

rendah atau sedang. Keracunan kronis menimbulkan kelainan pada pembuluh

darah, gangguan fungsi ginjal, jantung, dan darah.

39

2.2.1.3. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Pertambangan

Pertambangan memerlukan proses lanjutan pengolahan hasil tambang

menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses dipertambangan emas,

memerlukan bahan air raksa atau merkuri akan menghasilakan limbah logam berat

cair penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik. Adapun

penjelasan mengenai limbah berbahaya yang dihasilkan oleh pertambangan adalah

sebagai berikut.

1. Merkuri

Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang memiliki sifat

cair pada temperatur ruang dengan gaya berat spesifik (specific gravity) dan daya

hantar listrik yang tinggi, mudah bergerak, tidak berbau, tidak larut dalam air,

sebagai pelarut organik, cenderung membentuk Alloy dengan logam lain,

bertekanan uap tinggi dan berat jenis yaitu 13,54 pada suhu 20 C. Karena sifat-

sifat tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian

maupun laboratorium. Merkuri merupakan zat yang sangat beracun bagi makhluk

hidup baik sebagai unsur tunggal maupun yang telah membentuk persenyawaan

(Palar, 2004).

o

Menurut William et . a l (1995) beberapa sumber polutan yang

menyebabkan terjadinya penimbunan merkuri di lingkungan laut, yang terpenting

adalah industri penambangan logam, industri bijih besi, termasuk metal plating,

industri yang memproduksi bahan kimia, baik organik maupun anorganik, dan

sampah domestik (offshore dumping), lumpur dan lain-lain.

Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun,

sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian

40

pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat jaringan tubuh

organisme air. Merkuri harus ditangani dengan hati-hati, dijauhkan dari anak-anak

dan wanita yang sedang hamil. Standar yang ditetapkan badan-badan internasional

untuk merkuri adalah sebagai berikut: di air minum 2 ppb (2 gr dalam

1.000.000.000 (satu milyar gr air atau kira-kira satu juta liter)). Di makanan laut 1

ppm (1 gram tiap 1 juta gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan. Di udara 0,1

mg (miligram) metilmerkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk

orang-orang yang bekerja 40 jam seminggu (8 jam sehari) (Ismunandar, 2002).

Sifat ion Merkuri yang mudah berinteraksi dengan air, maka merkuri

dengan mudah memasuki tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi

(pernafasan) maupun lewat makanan. Bila masuk melalui kulit akan menyebabkan

reaksi alergi kulit berupa iritasi kulit, reaksi seperti ini tidak perlu menunggu lama

cukup mandi beberapa kali di sungai atau di laut yang tercemar merkuri, kulit pun

akan segera mengalami iritasi. Pekerja yang biasa menggunakan merkuri berisiko

tinggi menghirup uap merkuri lewat hidungnya. Uap yang terhirup ini dapat

menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan dan paru, sehingga saraf juga

bisa rusak. Cara lain masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia adalah melalui

makanan atau minuman. Jadi pada gilirannya, manusia sendiri juga ikut

menimbun merkuri dalam tubuhnya. Dampak akibat masuknya merkuri ke dalam

tubuh biasanya muncul dalam waktu lama, bisa bulanan atau tahunan tergantung

kadar merkuri yang masuk. Merkuri akan menumpuk dan selanjutnya

mengganggu fungsi ginjal atau sering disebut nefrotoksik (Budiawan, 2009).

41

1.1. Proyek Merkuri Global Penilaian Lingkungan di dua area pertambangan emas skala kecil di Indonesia

Tujuan dari proyek ini adalah untuk memimpin penilaian terhadap

besarnya kontaminasi merkuri dalam dua area pertambangan emas tersebut,

memberikan dukungan secara teknik untuk langkah- langkah intervensi yang akan

dilakukan, penyelidikan keberadaan sumber merkuri saat ini dan sebelum adanya

kegiatan tambang, evaluasi ketersediaan merkuri serta pergerakannya melalui

karakteristik hidrokomia, geokimia, mineralogy, dan bioindikator.

Pertambangan batu keras dilakukan didalam lubang sempit dengan

diameter 50-70 cm dan kedalaman mencapai 30 m, penemuan bijih emas

utamanya dilakukan dengan mencari lapisan-lapisan urat-urat emas dalam batu-

batu vulkanik. Lalu untuk mengangkat bijih-bijih emas yang ditemukan dilakukan

dengan menggunakan karung-karung agar dapat diangkut dari kedalaman 30 m

tersebut ke permukaan lubang tambang. Setelah mengumpulkan bijih-bijih emas

tersebut, barulah dilakukan pengolahan untuk mendapatkan emas. Bijih-bijih

tersebut diangkut dan dibawa ke tempat penggilingan, lalu bijih-bijih tersebut

dihancurkan dengan alat penggilingan untuk mendapatkan kualitas bijih yang

terbaik.

Setelah didapatkan bijih dengan kualitas yang terbaik selanjutnya adalah

memasukkan bijih-bijih tersebut ke dalam tromel untuk dihancurkan kembali,

setelah itu dilakukan pencampuran langsung dengan menggunakan merkuri tanpa

konsentrasi gravitasi untuk mendapatkan emas yang diinginkan. Merkuri yang

hilang setelah proses pencampuran untuk Kasus di Tatelu, dimana terdapat 100

unit dengan 12 tromel per unit yang menggunakan 1 kg merkuri per tromel untuk

42

satu kali putaran, dimana dilakukan 3 kali putaran per hari adalah sebanyak 2 %

dari total 3600 kg per hari penggunaan merkuri yaitu sekitar 72 kg merkuri yang

hilang per harinya.

Rasio penggunaan merkuri untuk mengikat emas yang normal biasanya

ada pada interval 1:1 hingga 2:1, untuk kasus di Tatelu ini rasio penggunaan

merkuri untuk mengikat emasnya adalah 60:1, jadi untuk satu kg emas digunakan

60 kg merkuri. Hal tersebut menyebabkan besarnya merkuri yang hilang ke

lingkungan, sehingga besar pula resiko bahaya kesehatan yang dihadapi, terutama

yang melakukan pengolahan bijih emas yang berinteraksi langsung dengan

merkuri tersebut akan mudah terkontaminasi merkuri yaitu melalui udara yang

dihirupnya yang telah terkontaminasi merkuri.

Sedangkan untuk di daerah Galangan, jumlah merkuri yang hilang setelah

proses pencampuran dimana terdapat 500 unit dan hanya melakukan 1 kali

putaran per harinya dengan penggunaan merkuri 1kg per tromel. Dan rasi

penggunaa merkuri untuk mengikat emasnya hanya 2,4:1 yaitu 2,4 kg merkuri

untuk 1 kg emas. Di daerah Galangan ini lebih sedikit menggunakan merkuri

dibanding di daerah Tatelu (Saulo dkk, 2004).

2. Sianida

Sianida secara alami terbentuk dalam ikatan yang dihasilkan oleh reaksi

biokimia. Banyak spesies tumbuhan yang terdiri atas senyawa organik yang

mengandung sianida dalam bentuk cyanogenic glycosides (Knowles, 1976 dalam

Hardiani, Lidya 2002). Contohnya sianida yang terdapat pada tanaman seperti

selada, jagung, ubi, kedelai, dan almond, selain tanaman sianida juga terdapat

43

dalam asap rokok (hardiani, 2002.) berdasarkan tingkat keracunannya, dikenal

tiga macam senyawa sianida, yaitu:

a. Sianida bebas (CN free)

Sianida bebas adalah jumlah dari konsentrasi HCN dan ion CN- dalam

larutan air. CN free beracun bagi manusia, hewan mamalia dan spesies air

(Doudoroff, 1976 dalam Hardiani, 2002.). Dosis mematikan untuk manusia

dewasa sangat bervariasi tergantung pada besarnya pemaparan, seperti dibawah

ini:

• 1 sampai 3 mg/kg berat tubuh, jika terminum;

• 100 sampai 300 ppm, jika terhirup;

• 100 mg/kg berat tubuh jika terserap.

b. Sianida Total (Total Cyanide)

Sianida total adalah jumlah konsentrasi dari senyawa sianida yang terdapat

dalam air termasuk senyawa kompleks sianida logam. Dalam terminologi, CN

total dituliskan CN-, dan CN free juga berlabel CN-, dengan demikian terkadang

sulit membedakan antara CN total dengan CN free. Pada umumnya ahli biologi

dan ilmuwan-ilmuwan lingkungan lebih menyukai peraturan yang menunjukkan

terminologi CN free, karena CN total kurang beracun bila dibandingkan CN free.

c. Weak Acid Dissociable Cyanide (CN WAD)

CN wad adalah jumlah konsentrasi dari senyawa sianida yang terdisosiasi

dalam asam lemah. Konsentrasi ini tidak termasuk senyawa kompleks sianida

yang stabil (seperti ferisianida, ferosianida dan senyawa kompleks sianida logam

lainnya). Logam-logam yang biasanya berikatan dengan sianida jenis ini antara

lain Zinc dan Cadmium. Masing-masing logam yang berikatan dengan sianida

44

memiliki efek toksisitas tersendiri. Untuk Zinc sianida efek toksisitasnya antara

0,18 sampai 0,26 mg/l, sedangkan Cadmium sianida sebesar 0,18 mg/l.

Pencemaran sianida pada proses pengolahan bijih emas menurut Soedjoko

et al (1991) adalah gangguan akibat penggunaan sianida yang mungkin timbul

dalam proses ekstraksi emas, meliputi antara lain tercemarnya air sungai, air tanah

dan udara. Sianidasi biasanya diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang

bermodal besar, maka pada umumnya mereka sudah melengkapinya dengan unit

pengendali limbah, meresirkulasikan limbah cairnya ke dalam proses pengolahan

dan membuat tailing pond/tailing dam, dimana disini terjadi degradasi sianida

secara alami. Namun demikian pencemaran masih tetap akan ada, apabila

penanganannya tidak dilakukan dengan baik dan tidak dilakukan pengawasan dan

pemantauan secara terus menerus terhadap limbah yang akan dibuang ke sungai.

Soedjoko et al (1991) juga menyebutkan bahwa pemakaian garam-garam

sianida pada industri, seperti pengolahan emas dapat menimbulkan dampak

negatif terhadap kesehatan manusia/pekerja. Hal ini disebabkan karena ion sianida

mempunyai sifat menghambat kerjanya beberapa sistem enzim dalam tubuh

manusia. Enzin yang sangat peka terhadap sianida adalah enzim sitokrom oksidase

dan enzim lainnya yang mengontrol oksidasi dalam jaringan sel. Jaringan sel yang

terhambat oleh ion sianida tidak dapat menggunakan oksigen yang dibawa oleh

darah, sebagai akibatnya pembentukan oxyhaemoglobin yang diperlukan untuk

pembakaran terganggu. Persenyawaan sianida berupa gas sangat mudah diserap

oleh paru-paru dan penyerapan melalui kulit umumnya lambat. Serangan sianida

berjalan cepat, gejala yang timbul umumnya: lemah, sakit kepala, pandangan

kabur, dan kadang-kadang pingsan.

45

2.2.1.4. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Rumah Sakit

Setiap ruang kerja di rumah sakit berpotensi menghasilkan limbah, baik

limbah padat maupun limbah cair. Adapun jenis limbah dari setiap ruang dapat

berbeda-beda sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. Secara umum, berdasarkan

asalnya sampah rumah sakit dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Sampah Anatomis, contoh: potongan tubuh manusia 

2. Sampah Non anatomis, contoh: perban, kapas, kasa pembalut luka 

3. Sampah inventaris/administrasi dan sampah domestik, contoh: pembungkus

makanan, sisa makanan pasien, kertas, kardus, plastik. 

Berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu

sampah medis atau klinis, dan sampah non medis. Dari keseluruhan sampah

rumah sakit, sekitar 10% merupakan sampah infektif (dapat menularkan penyakit)

sehingga memerlukan penanganan terlebih dahulu sebelum dibuang. Sedangkan

limbah cair dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah cair infektif dan limbah

cair non infektif. Limbah cair infektif terutama berasal dari kegiatan-kegiatan:

1. Pengobatan/perawatan pasien dengan penyakit infeksi, berupa buangan

pasien dan pencucian peralatan pasien.

2. Kegiatan operasi dan kegiatan laboratorium klinis berupa darah, sisa obat,

dan pencucian peralatan.

3. Kegiatan laundry dan pembersihan ruangan infektif.

Sedangkan sumber limbah cair non infektif berasal dari kegiatan seperti:

1. Dapur 

2. Pembersih ruangan-ruangan non infektif 

46

Limbah medis atau klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan

medis, perawatan gigi, veterinary (kedokteran hewan), pengobatan, terapi,

penelitian. Rumah sakit merupakan penghasil limbah medis terbesar, berbagai

jenis limbah yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan

bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung

terutama bagi petugas yang menangani limbah tersebut serta masyarakat di sekitar

rumah sakit. Berdasarkan potensi bahaya yang terkandungdalam limbah medis,

maka jenis limbah dapat digolongkan sebagai berikut (Depkes RI, 1996 dalam

Ariany, 2005):

1. Limbah Benda Tajam 

Selain berpotensi menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan, limbah

benda tajam juga memiliki potensi bahaya tambahan yang dapat menularkan

penyakit digunakan untuk pengobatan pasien infeksi. 

2. Limbah infeksius 

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit

menular (perawatan intensif)

b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi

dari poliklinik dan ruangan perawatan (isolasi) penyakit menular.

3. Limbah jaringan tubuh 

Jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah, cairan tubuh yang

dihasilkan pada saat pembedahan (autopsi). 

4. Limbah sitotoksik 

47

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin

terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau

tindakan terapi sitotoksik. 

5. Limbah farmasi 

Limbah farmasi berasal dari obat-obatan yang kadaluarsa, obat-obatan yang

terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang

terkontaminasi, obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh

masyarakat, obat-obatan yang tidak diperlukan lagi oleh institusi yang

bersangkutan, limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan. 

6. Limbah kimia 

Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,

veterinary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. 

7. Limbah radioaktif 

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang

berasal dari penggunaan medis atau riset radionukleida. Limbah ini dapat

berasal dari antara lain tindakan kedokteran nuklir, radiommunoasaay dan

bakteriologis. Limbah ini dapat berbentuk padat, cair maupun gas.

2.2.1 Nilai Harapan Hidup

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial

ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup

penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui

Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses

terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,

mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan

48

dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup

yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x,

pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan

masyarakatnya. Angka Harapan Hidup Saat Lahir adalah rata-rata tahun hidup

yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Angka

Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat

kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah

harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial

lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk

program pemberantasan kemiskinan.

Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian

Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari

catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat

Tabel Kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum

berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan Hidup digunakan

cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite. Contohnya, Angka Harapan

Hidup yang terhitung untuk Indonesia dari Sensus Penduduk Tahun 1971 adalah

47,7 tahun. Artinya bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1971 (periode

1967-1969) akan dapat hidup sampai 47 atau 48 tahun. Tetapi bayi-bayi yang

dilahirkan menjelang tahun 1980 mempunyai usia harapan hidup lebih panjang

yakni 52,2 tahun, meningkat lagi menjadi 59,8 tahun untuk bayi yang dilahirkan

49

menjelang tahun 1990, dan bagi bayi yang dilahirkan tahun 2000 usia harapan

hidupnya mencapai 65,5 tahun. Peningkatan Angka Harapan Hidup ini

menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia

selama tiga puluh tahun terkahir dari tahun 1970-an sampai tahun 2000.

Tabel 2. Angka Harapan Hidup saat Lahir Propinsi/Kabupaten Angka Harapan Hidup

Laki-laki Angka Harapan Hidup

Perempuan Sumatera Selatan 65,5 69,5

Kab. OKI 64,4 68,5 Kota Palembang 69,9 73,5

Jawa Barat 63,8 68,0 Kab. Kuningan 63,4 67,7 Kota Bandung 70,0 73,6

NTT 62,9 67,2 Kab. Flores Timur 63,5 67,8

Kab. Timor Tengah Utara 62,6 67,0 Sumber: Menurut Beberapa Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang dihitung dari data Susenas 2004 memakai program Mortpak 4. 2.3. Pertambangan Emas Liar (PETI)

PETI adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan,

sekelompok orang, perusahaan atau yayasan berbadan hukum yang dalam

operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai

peaturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi semua izin, rekomendasi, atau

bentuk apapun yang diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang,

perusahaan atau yayasan oleh instansi pemerintah diluar ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dapat dikategorikan sebagai PETI.

Pertambangan emas tradisional yang dilakukan secara turun temurun dan

telah berlangsung sebelum Indonesia merdeka, merupakan cikal bakal usaha

pertambangan yang kemudian dikenal sebagai PETI. PETI emas di Gunung

Pongkor memasuki kawasan pertambangan emas Pongkor PT. ANTAM sejak

tahun 1991 dan lebih dikenal dengan istilah gurandil. Keberadaan PETI awalnya

50

sekitar puluhan orang dan aktifitasnya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi

(KLH, 2002).

Adanya krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi pada tahun

1998 di Indonesia menambah jumlah PETI yang datang menjadi ribuan dengan

komposisi perbandingan jumlah PETI yaitu: pendatang 70% dan penduduk lokal

30%. Secara teknis kegiatan para pelaku kegiatan PETI di Gunung Pongkor

dibedakan menjadi: (1). PETI: Pemahat, kuli pikul dan pemilik lubang, (2).

Kelompok pendukung: pemodal, pengolah, penampung, dan oknum aparat/jawara

yang bertindak sebagai pelindung kegiatan PETI (beking). Pola kegiatan PETI

dapat dilihat dari diagram berikut:

Pemikul

Suplai gelundungan dan merkuri

Pengolahan emas di lokasi

Penggalian

Pengolahan emas di luar lokasi penggalian

Di dalam Kec.Nanggung

Penadah

Di luar Kec. Nanggung

Penggali

Lokasi Kegiatan PETI

PEMODAL+BEK I NG

Sumber: KLH, 2002 Gambar 4. Diagram alir kegiatan PETI emas di Pongkor

51

Pengolahan bijih-bijih emas yang telah ditambang dilakukan dengan cara

sederhana serta menggunakan bahn kimia merkuri (Hg) yang berfungsi sebagai

pengikat butiran-butiran emas membentuk bullion, karena sifat merkuri yang

cenderung membentuk Alloy bila bereaksi dengan logam lain. Batuan yang

ditambang diremukkan menjadi butiran-butiranyang halus. Kemudian butirn-

butiran tersebut dimasukkan ke dalam alat yang dinamakan glundungan, yang

dicampur dengan bahan kimia merkuri (Hg) dan air. Untuk satu alat glundungan

yang berkpasitas 8-12 kg diperlukan 0,5-1 kg merkuri. Setelah melalui proses

penggelundungan selama ±6-8 jam dihasilkan bullion (emas+merkuri).

Selanjutnya dari bullion-bullion ini dilakukan pemurnian dan peleburan

(Hasmalina, 2004). Diagram prosesnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Sumber: KLH, 2002

Gambar 5. Proses pengolahan emas oleh PETI di Gunung Pongkor

Penggilingan+Amalgamisasi

Emas

Peleburan

Retorting

Pengotor + emas yang tidak terambil

+ air raksa yang hancur

Buangan Limbah/Tailing Di Sungai atau ditmbun

Bullion Emas+Raksa Air Raksa

BIJIH EMAS

52

2.4. Metode Transfer Benefit

Transfer benefit adalah sebuah proses mengadopsi estimasi nilai yang

telah ada dan mentransfernya kedalam sebuah aplikasi baru yang berbeda dari

bentuk aslinya (Boyle and Bergstrom, 1992). Terdapat dua tipe dari transfer

benefit, yaitu transfer nilai dan transfer fungsi. Transfer nilai adalah mengadopsi

sebuah estimasi nilai tunggal atau estimasi poin rata-rata dari beberapa penelitian,

untuk mentransfer kedalam aplikasi kebijakan baru. Transfer fungsi menggunakan

jumlah estimasi untuk memprediksi nilai yang seragam untuk membuat aplikasi

kebijakan yang baru.

Transfer benefit biasanya digunakan dalam analisis-analisis kebijakan

karena estimasi-estimasi nilai diluar lokasi aslinya jarang yang sangat cocok untuk

pertanyaan-pertanyaan kebijakan yang spesifik. EPA membuat petunjuk praktis

untuk memimpin cara transfer benefit, yang telah dibuat berupa panduan tinjauan

untuk memimpin analisis-analisis tersebut (EPA, 2000a). Karena transfer benefit

meliputi penggunaan data yang telah ada, maka transfer benefit tidak menetapkan

batasan eror untuk nilai dalam aplikasi baru setelah ditransfer. Untuk alasan-

alasan ini, transfer benefit secara umum dipertimbangkan sebagai metode valuasi

kedua terbaik oleh para ekonomis.

2.5. Kasus Minamata

Penyakit minamata pertama kali ditemukan di Kumamoto pada tahun

1956, dan pada tahun 1968 Jepang mangumumkan penyakit ini disebabkan oleh

pencemaran pabrik perusahaan Chisso Co. Ltd. Penyakit Minamata diduga akibat

banyaknya ikan dan kerang yang mati di Teluk Minamata karena airnya tercemar

oleh metil merkuri (methylmercury).

53

Gambar 6. Kedudukan teluk Minamata yang terletak di Jepang

Tahun 1908 perusahaan Chisso didirikan dan pada tahun 1932 perusahaan

ini mulai mengeluarkan berbagai jenis produk dari pewarna kuku, peledak dan

sebagainya. Industri ini berkembang melalui industri kimia, dan kemudian mulai

membuang sisa limbahnya ke perairan teluk Minamata. Kira-kira 200-600 ton

merkuri dibuang dari tahun 1932 hingga 1968. Selain merkuri, sisa limbah PT

Chisso juga terdiri dari mangan, thalium, dan selenium.

Gambar 7. Saluran pipa sisa buangan merkuri dari perusahaan Chisso.

Bencana mulai dirasakan pada tahun 1949 ketika kawasan batu karang

semakin rusak, sehingga ikan yang menjadi sumber tangkapan nelayan Minamata

mulai menurun secara drastis. Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang

memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang- kejang, seperti menari-

nari, dan mengeluarkan air liur dan beberapa saat kemudian kucing itu mati.

Gambar 8. putaran proses pencemaran yang dimulai dari sisa buangan mengandungi metil

merkuri

54

Pada Tahun 1956, gadis berusia 5 tahun menderita gejala kerusakan otak,

gangguan berkomunikasi, dan kehilangan keseimbangan, akibatnya dia tidak

dapat berjalan seperti biasa, hal yang sama terjadi pada adik dan empat orang

saudaranya. Penyakit ini kemudiannya diberi nama oleh Dr. Hosokawa sebagai

penyakit minamata atau minamata disease.

Tahun 1959 terbukti penyakit Minamata disebabkan oleh keracunan metil

merkuri, dibuktikan melalui kucing yang kejang dan diikuti dengan kematian

setelah diberi makan metil merkuri. Kemudian pada tahun 1960 bukti tersebut

menyatakan bahwa PT Chisso berperanan besar dalam tragedi Minamata, karena

penemuan metil merkuri dalam ekstrak kerang dari teluk Minamata. Sedimen

kerang mengandung 10-100 ppm metil merkuri, sedangkan di dasar dekat

pembuangan pabrik mencapai 2000 ppm. Akhirnya pada tahun 1968 pemerintah

secara resmi mengakui sisa buangan pabrik Chisso sebagai sumber utama

penyebab penyakit Minamata.

Tabel 3. Daftar Waktu Perkembangan Kasus Minamata

Tahun Kejadian

1908 Perusahaan Chisso berdiri

1932 Chisso mengeluarkan berbagai jenis produk dari pewarna kuku, peledak, dan sebagainya

1932-1968 Kira-kira 200-600 ton merkuri dibuang ke alam

1949 Batu karang semakin rusak, ikan semakin sulit didapat

1953 Beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari Teluk Minamata mengalami kejang- kejang, mengeluarkan air liur kemudian mati

1956

Gadis berusia 5 tahun menderita gejala kerusakan otak, gangguan berkomunikasi, dan kehilangan keseimbangan akibatnya tidak bisa berjalan, dan hal yang sama terjadi pada adik dan 4 orang saudaranya

1959 Terbukti penyakit Minamata disebabkan oleh metil merkuri

1960

PT. Chisso dinyatakan berperan besar dalam tragedi Minamata karena ditemukan metil merkuri dalam ekstrak kerang (10-100ppm) dari teluk Minamata

55

1968 Pemerintah Jepang secara resmi mengakui sisa buangan PT. chisso sebagai penyebab penyakit Minamata

1973 Distrik Kumamoto menetapkan bahwa Chisso secara resmi bertanggungjawab atas terjadinya penyakit Minamata

1988

Presiden dan Direktur Chisso dihukum bersalah dan harus membayar kompensasi untuk gejala gangguan sensorik yang parah menerima 2.6 juta yen dari Chisso

1995 Telah tercatat 14.753 orang mengaku menjadi korban pencemaran di Minamata

2.4.1 Gejala-gejala akibat penyakit Minamata

Minamata adalah penyakit yang disebabkan keracunan metil merkuri

dengan mengakibatkan gangguan pada saraf pusat dan otak karena logam merkuri.

Penyakit Minamata tidak menular secara genetik. Selain itu, penyakit Minamata

juga tidak dapat diobati contonya dengan Antibiotik karena bukan disebabkan

oleh infeksi, namun dengan merawat secara khusus dapat mengurangi gejala dan

fisioterapi fisik.

Gambar 9. Korban yang mengalami kekejangan otot

Untuk pengetahuan anda, merkuri banyak digunakan dalam industri seperti

Thermometer, baterai dan soda. Pada tubuh manusia metil merkuri menyebar ke

seluruh jaringan terutama darah dan otak. Sekitar 90% ditemukan dalam sel darah

merah dan sisanya dibuang melalui empedu ke saluran pencernaan juga air

kencing. Metil merkuri memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui

kulit, inhalasi(pernafasan) dan juga makanan. Apabila ia memasuki melalui kulit

ia akan menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Reaksinya berlangsung dengan

singkat, seperti mandi beberapa kali pada air yang tercemar merkuri, kulit akan

segera mengalami iritasi. Kadar metil merkuri tertinggi dapat ditemukan pada

56

ginjal, hati, dan otak. Selain itu juga dapat menyebabkan radang buah pinggang

atau nephritis, efek-efek saraf dan Jantung. Setelah keracunan, dapat timbul

gangguan pada sistem saluran pencernaan dan pernafasan. Metil merkuri juga

dapat menembus blood brain barrier dan menimbulkan kerusakan di otak.

Metil merkuri yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf

pusat, akibatnya terjadi kerusakan sel-sel saraf pada otak kecil, selaput saraf dan

bagian otak yang mengatur penglihatan. Korbannya mengalami kejang- kejang

(paresthesia), gangguan berkomunikasi, hilang daya mengingat, ataxia dan lain-

lain lagi. Gejala-gejala dapat berkembang lebih buruk menjadi seperti kesulitan

menelan, kelumpuhan, kerusakan otak, dan terakhir adalah kematian. Penderita

kronik penyakit ini mengalami sakit kepala, sering lelah, hilang kemampuan indra

perasa dan pembau serta menjadi pelupa (Anonim).

2.4.1. Kompensasi kepada Para Korban

Korban akibat penyakit minamata semakin bertambah banyak karena

penduduk pada distrik Kumamoto mayoritas mengkonsumsi ikan yang merupakan

media transfer utama merkuri kedalam tubuh para korban, ditambah dengan

penyakit minamata bawaan yang menyerang anak-anak yang dilahirkan setelah

adanya penyakit minamata ini. Pada tahun 1958 tepatnya bulan Agustus dibentuk

lembaga solidaritas keluarga dan penderita penyakit minamata yang beraksi untuk

menuntut dana kompensasi bagi para korban. Pihak perusahan tetap mengelak

bahwa penyakit tersebut tidak disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh

perusahaan Chisso tersebut. Lembaga solidaritas ini tetap berjuang yang akhirnya

pada akhir tahun 1959 mereka ditawarkan kontrak oleh perusahaan Chisso melalui

gubernur Teramoto yang berisi pemberian dana kompensasi kepada korban yang

57

meninggal sebesar 300 ribu yen dengan biaya pemakaman sebesar 20 ribu yen,

dan bagi mereka yang masih hidup diberikan dana kompensasi sebesar 100 ribu

yen untuk orang dewasa dan 30 ribu yen untuk anak-anak per tahunnya.

Hingga tahun 1995 masalah permintaan dana kompensasi terus

berlangsung, karena tidak semua korban mendapatkan dana kompensasi namun

hanya yang memiliki sertifikasi saja yang akan mendapatkan dana kompensasi.

Pada tanggal 27 April tahun 2001 para korban menuntut penegakan hukum hingga

ke pengadilan tinggi Osaka, dan memutuskan bahwa pemerintah tidak ada usaha

untuk menolong dan bertanggung jawab akibat limbah perusahaan Chisso sebagai

biang pencemaran yang berujung pada penyakit minamata, dan pemerintah

diharuskan untuk bertanggungjawab dengan memberi kompensasi bagi para

korban. Pada tanggal 11 Mei 2001 kasus ini dibawa lagi ke pengadilan tinggi

Jepang dan kasus ini berlanjut tanpa kesimpulan. Seiring dengan meninggalnya

para korban, pada faktanya penyakit minamata belumlah berakhir hingga saat ini.

Sebagai kelanjutan gugatan masyarakat yang terkena penyakit Minamata

kepada pemerintah Jepang sejak tahun 1995, telah digelar persidangan di

Pengadilan Tinggi Kansai di Osaka Jepang pada tanggal 15 Oktober 2004. Hasil

dari persidangan tersebut adalah memutuskan untuk memenangkan gugatan 37

orang masyarakat yang terkena penyakit Minamata dan mengharuskan pemerintah

Jepang dan perusahaan Chisso memberi dana kompensasi sebagai bentuk

tanggungjawab akibat pencemaran yang ditimbulkan sebesar 71.500.000 yen

kepada korban.