BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori ...repository.ump.ac.id/155/3/BAB II ~ Ferni...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori ...repository.ump.ac.id/155/3/BAB II ~ Ferni...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Teori ini menjelaskan hubungan antara agen (manajemen usaha) dan
principal (pemilik usaha). Agen diberi kewenangan oleh pemilik untuk
melakukan operasional perusahaan, sehinggaagen lebih banyak mempunyai
informasi dibandingkan pemilik. Hubungan agensi merupakan suatu kontrak,
dimana pihak principal terdiri dari satu orang atau lebih mengadakan perjanjian
dengan pihak agen untuk melaksanakan sejumlah jasa, mencakup pendelegasian
sejumlah kekuasaan untuk membuat keputusan kepada pihak agen. (Jensen dan
Meackling, 1967 dalam Aiisiah 2012). Agen diberi kewenangan oleh principal
untuk mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai operasional perusahaan
sehingga agen mempunyai banyak informasi dibandingkan dengan principal.
Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara
principal dan agen. Pihak ketiga berfungsi untuk memonitor perilaku manager.
Terkait dengan kondisi keuangan perusahaan yang dalam
penelitian ini diproksikan dengan financial distress, merupakan salah satu tanda
yang akan menjadi perhatian auditor dalam memberikan opini audit going
concern. Oleh karena itu agen akan selalu menjaga kondisi keuangan perusahaan
pada tingkat baik.
Kaitannya terhadap ukuran perusahaan yaitu, semakin besar perusahaan
maka sistem dan manajemen yang dilakukan akan semakin baik, dimana manajer
bertanggungjawab atas perkembangan perusahaan. Dalam penelitian ini ukuran
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
12
perusahaan diproksikan dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan
adanya peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi maka perusahaan
akan dapat mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Oleh karena itu
perusahaan besar akan cenderung tidak memperoleh opini audit going concern
(Dewayanto, 2011).
Auditor adalah pihak yang mampu menjembatani kepentingan pihak
principal (Shareholders) dengan pihak manajer (principal) dalam mengelola
keuangan perusahaan (Setiawan 2006, dalam Aiisiah 2012). Auditor bertanggung
jawab atas pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit yang
telah dilaksanakan (Mulyadi, 2011). Tugas auditor adalah memberikan opini atas
kewajaran laporan keuangan perusahaan dan mempertimbangkan kelangsungan
hidup suatu perusahaan.
2.1.2 Teori Kebangkrutan (Bancrupty Theory)
Menurut Baldwin dalam Elloumi (2001:2), definisi kebangkrutan adalah
:“When a firm’s business deteriorates to the point where it cannot meet its
financial obligations, the firm is said to have entered the state of financial
distress. The first signals of distress are usually violations of debt covenants
coupled with the omission or reduction of dividens”. Dari definisi tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa ketika suatu perusahaan menuju suatu titik dimana tidak
dapat melunasi obligasi keuangannya, maka perusahaan tersebut mengalami
financial distress.Tanda-tanda awal dari financial distress adalah penundaan
hutang diikuti dengan penurunan dividen yang diterima pemegang saham, (dalam
Simanjuntak, 2008).
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
13
Menurut Altman (1968), financial distress digolongkan ke dalam empat
istilah umum :
a. Economic Failure
Economic failure terjadi ketika pendapatan tidak dapat menutup total biaya
modal. Usaha yang mengalami hal tersebut dapat meneruskan operasinya
sepanjang kreditur berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan
pemilik dapat menerima tingkat pengembalian (return) dibawah tingkat bunga
pasar.
b. Business Failure
Business Failure seringkali digunakan untuk menggambarkan berbagai
macam kondisi bisnis yang tidak memuaskan. Business failure mengacu pada
sebuah perusahaan berhenti beroperasi karena ketidakmampuannya untuk
menghasilkan keuntungan atau mendatangkan penghasilan yang cukup untuk
menutupi pengeluaran.
c. Insolvency
1. Technical Insolvency
Merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu memenuhi
kewajibannya yang jatuh tempo sebagai akibat dari ketidakcukupan arus
kas.
2. Insolvency in Bancrupty Sense
Merupakan kondisi dimana kewajiban lebih besar dari nilai pasar asset
perusahaan. Dan karena itu memiliki ekuitas yang negative.
d. Legal Bancrupty
Sebuah bentuk formal kebangkrutan dan telah disahkan secara hukum,
(Ardina, 2013).
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
14
Dalam berbagai study akademik, Altman Z-score atau bancrupty model
dipergunakan sebagai alat kontrol terukur terhadap status keuangan suatu
perusahaan yang sedang mengalami (kesulitan keuangan) atau financial distress
dan berada diambang kebangkrutan. Dengan kata lain, dipergunakan sebagai alat
untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
Persamaan linear oleh Altman sebagai penyempurnaan atas penelitian T-
Test (model uji statistik) yang dilakukan William Beaver (1966 hingga 1968).
Pada saat itu penelitian Beaver menghasilkan persamaan yang hanya memprediksi
kebangkrutan pada suatu perusahaan tertentu dengan menggunakan rasio-rasio
akuntansi pada saat itu saja. Kelemahaan penelitian Beaver itulah yang
disempurnakan oleh Altman dengan Z-scorenya yang menggunakan teknik analisa
deskriminan milik R.A. Fisher (1936). Hasilnya Z-score mampu memprediksi
potensi kebangkrutan suatu perusahaan secara kontinyu dan bersifat umum.
Dengan menggunakan model persamaan yang telah disempurnakan oleh Altman,
yaitu dengan menggunakan indikator Working capital to Total assets (WCTA),
Retained Earnings to total assets (RETA). Earnings before and Taxes to total
assets (EBITA), Book value of Equity to total Liability (MVEBVL)dan Sales to
total assets (STA).
Sejak 1985 Z-score semakin popular, sehingga tidak lagi hanya digunakan
dalam penelitian-penelitian akademik, melainkan diadopsi juga oleh kalangan
auditor, akuntan manajemen, bahkan oleh pihak pengadilan Amerika Serikat
dalam melakukan assessment terhadap perusahaan yang dinyatakan bangkrut.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
15
Namun Z-score tidak dipergunakan untuk perusahaan jasa keuangan atau lembaga
keuangan (baik swasta maupun pemerintah).Khusus jenis perusahaan ini memang
tidak menggunakan model berbasis neraca.Hal ini karena adanya kecenderungan
perbedaan yang cukup besar antara neraca suatu institusi keuangan dengan
institusi keuangan lainnya.
Sepanjang periode 1968 hingga 2000, Altman telah menguji tak kurang
dari 66 perusahaan yang sebagian besar merupakan perusahaan jenis manufaktur
dan sebagian kecil perusahaan jenis lain. Semua perusahaan diuji rata-rata
memiliki aset diatas US$ 1 Juta. Altman mengklaim tingkat akurasi formulanya
berkisar antara 80 hingga 90 persen, dengan potensi error antara 10 hingga 15
persen, (Jurnal Akuntansi Keuangan, 2015).
Financial distress merupakan suatu kondisi dimana peusahaan mengalami
kesulitan keuangan dan dikhawatirkan mengalami kebangkrutan sehingga
perusahaan tidak mampu untuk melunasi kewajibannya.Financial distress
diprediksi menggunakan rasio-rasio berdasarkan penelitian sebelumnya (Altman
dan McGough), (1974); Koh dan Killough, (1990).Penelitian sebelumnya
memberikan suatu kesimpulan bahwa model prediksi kebangkrutan menggunakan
rasio-rasio keuangan lebih akurat dibandingkan pendapat auditor dalam
pengelompokkan perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.
Financial distress dalam penelitian ini menggunakan Revised Altman
Model (1993).Resived Altman Model (1993) merupakan model yang
dikembangkan sebelumnya mengalami revisi yang tujuannya adalah agar model
prediksinya tidak hanya digunakan pada perusahaan manufaktur tetapi juga dapat
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
16
digunakan untuk perusahaan selain manufaktur, (Kumalawati, 2011). Perhitungan
Z-score dengan rumus sebagai berikut :
Z' = 0,717 Z1 + 0,874 Z2 + 3,107 Z3 + 0,420 Z4 + 0,998 Z5
Keterangan :
Z' =Z-Score revised Altman Model
Z1=Working Capital/Total Asset
Z2= Retained Earning/Total Asset
Z3= Earnings Before Interest and Taxes/Total Asset
Z4= Book Value of Equity/Book Value of Debt
Z5= Sales/Total Asset
Kategori :
Bila Z' > 2,9 = Zone “Aman”
Bila Z' < 1,23 = Zone “Distress”
Nilai diperoleh dengan menghitung kelima rasio tersebut berdasarkan data
pada neraca dan laporan laba/ rugi dikalikan dengan koefisien masing-masing
rasio kemudian dijumlahkan dengan hasilnya (Fadilah, 2013).
Menghitung variabel dengan formula Z-Score :
1. Menghitung Z1Working Capital to Total Asset
Working Capital (Modal Kerja) : Aset lancar – kewajiban.
2. Menghitung Z2Retained to Total Asset
Retained Earning (Laba Ditahan) : Jumlah laba ditahan pada neraca
konsolidasi.
3. Menghitung Z3Earning Before Interest and Taxes to Total Asset
Earning Before Interest and Taxes to Total Asset : laba rugi sebelum
beban pajak pada laporan laba rugi konsolidasi.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
17
4. Menghitung Z4Book Value of Equity to Book Value of Debt.
Book Value of Equity : Nilai ekuitas bersih pada neraca konsolidasi.
Sedangkan Book Value of Debt : Nilai kewajiban / hutang pada neraca
konsolidasi.
5. Menghitung Z5Sales to Total Asset
Sales : Nilai penjualan bersih pada laporan laba rugi konsolidasi.
Uraian dari rumus Altman Z-Score diatas adalah : (M.Adnan dan M.
Tauffiq, 2005:190).
1. Working Capital to Total Asset.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio
ini dihitung dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara
aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang
negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi
kewajiban jangka pendeknya, karena tidak tersedianya aktiva lancar yang
cukup untuk menutupi kewajiban tersebut, sebaliknya perusahaan dengan
modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi
kesulitan dalam melunasi kewajibannya.
2. Retained Earning to Total Asset.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang
tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba
ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
18
dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba
ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan per ekuitas pemegang
saham. Laba ditahan terjadi karena para pemegang saham biasa
mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak
didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba ditahan yang
dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan “tidak tersedia” untuk
pembayaran dividen atau yang lain.
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset.
Rasio ini menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan laba dari
aktivitas perusahaan, sebelum pembayaran pajak dan bunga.
4. Market Value of Equity to Book Value of Debt.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai
pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham
biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku
hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan
kewajiban jangka panjang.
5. Sales to Total Asset.
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis
yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini
mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan
aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba
(dalam Fadilah, 2013).
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
19
2.1.3 Opini Audit
Opini audit merupakan pernyataan pendapat yang diberikan oleh auditor
dalam menilai kewajaran penyajian laporan keuangan klien yang diauditnya.
Pengukuran variabel opini audit ini menggunakan variabel (dummy). Sudarno dan
(Muttaqin, 2012) menyatakan bahwa opini audit merupakan pernyataan yang
diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap sehingga memberikan kesimpulan
atas opininya melalui laporan keuangan yang telah diaudit.
Lima macam opini yang dikeluarkan auditor (Mulyadi, 2011) :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion report)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai
dnegan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia. Laporan audit yang
bersisi pendapatwajar tanpa pengecuaian adalah laporan audit yang paling
dibutuhkan semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun
oleh auditor. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi
keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan, jika memenuhi kondisi berikut :
a) Standar akuntansi keuangan digunakan sebagai pedoman untuk menyusun
laporan keuangan.
b) Perubahan Standar Akuntansi Keuangan dari periode ke periode telah cukup
dijelaskan.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
20
c) Informasi dalam catatannya yang mendukungnya telah digambarkan dan
dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan Bahasa penjelasan
(Unqualified opinion report with explantory language).
Saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraph penjelas,
(atau suatu Bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit meskipun tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang
diaudit. Paragraph penjelas dicantumkan setelah paragraph pendapat. Keadaan
yang menjadi penyebab utama ditambahkan suatu paragraph penjelas/ modifikasi
kata-kata dalam laporan audit buku adalah :
a) Ketidak konsistenan Prinsip Akuntansi Berterima Umum.
b) Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas.
c) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
d) Penekanan atas suatu hal.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion report)
a) Lingkup audit yang dibatasi oleh klien.
b) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting/ tidak dapat
memperoleh informasi penting yang berbeda diluar kekuasaan klien
maupun auditor.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
21
c) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan.
d) Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan dalam Penyusunan laporan
keuangan tidak diterapan secara konsisten.
4. Pendapat tidak wajar (Adverse of opinion report)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan
auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum. Auditor harus menjelaskan alasan yang mendukung
pendapat tidak wajar dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pemberian
pendapat tidak wajar.
Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika lingkup auditnya tidak
dibatasi, sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk
mendukung pendapatnya. Jika pendapat ini diberikan, berarti informasi yang
disajikan klien dalam laporan keuangan tidak dapat dipercaya, sehingga tidak
dapat dipakai untuk pengambilan keputusan oleh pemakai informasi keuangan.
5. Tidak menyatakan pendapat (Disclaimer of opinion report)
Apabila auditor tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan, maka laporan audit ini disebut laporan tanpa pendapat (adverse opinion).
Kondisi yang menyebabkan audit tidak memberikan pendapat adalah:
a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit.
b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
22
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat
tidak wajar yaitu, pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor
mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien, sedangkan auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat karena ia tidak cukup memperoleh bukti
mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena tidak independen
dalam hubungannya dengan klien.
Dalam laporan audit, auditor menyatakan pendapatnya mengenai
kewajaran laporan keuangan auditan. Pendapat auditor disajikan dalam suatu
laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit buku, yang terdiri dari 3
paragraf yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, paragraf pendapat (Mulyadi,
2011).
2.1.4 Going Concern
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya
going concern maka suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang tidak akan dilikuidasi dalam
jangka waktu pendek. Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan
dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya (Irfana, 2012).
2.1.5 Opini Audit Going Concern
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor
dengan menambah paragraph penjelas menengenai pertimbangan auditor bahwa
terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup
perusahaan dalam menjalankan operasinya pada masa mendatang (Muttaqin,
2012).
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
23
2.1.6 Financial Distress
Financial distress (kesulitan keuangan) perusahaan terjadi sebelum
kebangkrutan.Studi yang berkaitan dengan kondisi financial distress pada
umumnya menggunakan rasio keuangan perusahaan. Perluasan penelitian yang
berkaitan dengan prediksi financial distress suatu perusahaan telah dilakukan
dengan memasukkan variabel-variabel penjelas lain yaitu kondisi ekonomi, opini
yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya dan perbedaan industry.
Studi yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial
distress suatu perusahaan dilakukan oleh (Zmijewski, 1984) dan (Lau, 1987).
Plat dan Plat (1990), Poston et al. (1994), Doumpos dan Zouponidis
(1999). Studi Plat dan Plat (1990) tentang financial distress dan kebangkrutan
perusahaan dilakukan dengan menggunakan sampel pada beberapa industry.
Perbedaan industry dikontrol dengan menggunakan industry normalizing ratio.
Plat dan Plat (1990) menguji stabilitas dan kelengkapan model kebangkrutan
berdasarkan industry-relative ratio yang dibandingkan dengan rasio yang tidak
disesuaikan berdasarkan jenis industrinya. Hasil penelitian Plat dan Plat (1990)
memberikan bukti bahwa industry relative ratio memiliki tingkat klasifikasi yang
lebih tingggi dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan
berdasarkan jenis industrinya. McKoewn et al., (1991) menemukan bukti bahwa
auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern pada perusahaan
yang tidak mengalami financial distress. Mutchler (1985) meninjau opini audit
untuk perusahaan yang bermasalah didefinisikan sebagai perusahaan yang
memiliki sedikitnya satu diantara ciri-ciri di dalam penelitian Mutchler (1985)
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
24
sebelumnya. Ciri-ciri tersebut adalah : 1) arus kas negatif ; 2) pendapatan operasi
negatif ; 3) modal kerja negatif ; 4) kerugian pada tahun berjalan, atau defisit
saldo laba tahun berjalan. Informasi tersebut secara umum digunakan untuk
melihat perbedaan antara going concern opinion dengan non going concern
opinion pada perusahaan yang bermasalah.
Chen dan Church (1992) juga menyatakan bahwa perusahaan yang
bermasalah setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria berikut : 1) ekuitas yang
negatif ; 2) arus kas yang negatif ; 3) laba operasi yang negatif ; 4) modal kerja
yang negatif ; 5) laba bersih yang negatif ; 6) laba ditahan yang negatif. Hasil
penelitian Chen dan Church (1992) memberikan bukti empiris bahwa rasio-rasio
keuangan merupakan indikator yang penting untuk memprediksi opini
goingconcern (Kumalawati, 2012).
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan besar atau luasnya suatu perusahaan dan
merupakan suatu indicator yang dapat menunjukkan kondisi atau karakteristik
suatu perusahaan.Ukuran perusahaan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu
besar atau kecilnya perusahaan tersebut.Koewn et al (2002) mengatakan bahwa
perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi dari pada yang
ditawarkan oleh perusahaan kecil.Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit
yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan
opini audit going concern pada perusahaan besar. Mutchler (1985) menyatakan
bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concernpada
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
25
perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat
menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada
perusahaan kecil (Warnida, 2012).
2.1.8 Solvabilitas
Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
keuangannya seandainya perusahaan dilikuidasi (Warnida, 2011).
Rasio solvabilitas diukur dengan menggunakan rasio Debt to equity ratio
yang merupakan total hutang dan total ekuitas (Warnida, 2011).
a. Debt to equity ratio
Dalam rangka mengukur, fokus perhatian kreditor jangka panjang
terutama ditunjukkan pada prospek laba dan perkiraan arus kas. Meskipun
demikian, mereka tidak dapat mengabaikan pentingnya tetap mempertahankan
keseimbangan antara proporsi aktiva yang didanai oleh kreditor dan yang
didanai oleh pemilik perusahaan. Keseimbangan proporsi antara aktiva yang
didanai oleh kreditor dan yang didanai oleh pemilik perusahaan diukur dengan
ratio to equity.
Dengan demikian, debt to equity, ini juga dapat memberikan gambaran
mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat
dilihat tingkat resiko tertagihnya suatu utang.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
26
b. Time interest earned
Time interest earned adalah untuk mengukur kemampuan operasi
perusahaan dalam memberikan proteksi kepada kreditor jangka panjang,
khususnya dalam membayar bunga, digunakan time interest earned.
2.1.9 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba terkait
dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 1998 dalam
Noverio, 2011). Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan
hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi.Dalam penelitian
ini rasio profitabilitas yang digunakan adalah return on asset (ROA).ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari asset yang
dimanfaatkan.Semakin tinggi nilai ROA maka semakin efektif pengelolaan asset
dalam menghasilkan laba operasi perusahaan.
Tujuan dari analisis profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabilitas yang dicapai perusahaan dalam mengelola aset-aset yang
dimilikinya untuk menghasilkan profit.Perusahaan dengan tingkat profitabilitas
yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mampu menjalankan
usahanya dengan baik, sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin rendah pula
kemungkinan pemberian opini audit going concern oleh auditor. Sebaliknya,
perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas rendah maka cenderung akan
mendapatkan opini audit going concen (Komalasari, 2003). Lebih lanjut tingkat
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
27
profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan ROA, ROA merupakan salah satu
bentuk analisis profitabilitas untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam
mengelola asetnya guna menghasilkan laba (Kristiana, 2012).
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti (Tahun) Variabel Hasil Penelitian Dependen Independen Totok Dewayanto (2011)
Opini audit going concern
Kondisi keuangan, ukuran perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, auditor client tenure, opinion shopping, reputasi auditor
Opini audit tahun sebelumnya, reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Kondisi keuangan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit goingconcern.
Warnida (2011)
Opini audit going concern
Likuiditas, Ukuran perusahaan, solvabilitas, price earning ratio
Likuiditas dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Solvabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap opini audit going concern.
Ira Kristiana (2012)
Opini audit going concern
Ukuran perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan perusahaan
Ukuran perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas dan Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern.
Lely Kumalawati (2012)
Opini going concern
Opinion shopping, Likuiditas, Financial distress, opini audit, Pertumbuhan perusahaan
Financial distress berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, opini audit berpengaruh terhadap opini going concern.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
28
(+)
(-)
(+)
(-)
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh financial distress, ukuran
perusahaan, solvabilitas dan profitabilitas terhadap kecenderungan penerimaan
opini audit going concern.
Kerangka pemikiran yang diajukan adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Rasio Financial distress terhadap Opini Audit Going
Concern.
Carcello dan Neal (2000) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi
keuangan perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan menerima
opini going concern.Altman dan Mc.Gough (1974) menemukan bukti bahwa
tingkat prediksi kebangkrutan dnegan menggunakan suatu model prediksi
mencapai angka 82%, sedangkan dengan menggunakan opini audit, tingkat
Financial Distress
Ukuran Perusahaan
Profitabilitas
Solvabilitas
Peneriman Opini Audit Going Concern
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
29
keakuratan hanya mencapai 46%. Studi Lenard et al. (2000) memberikan
gambaran pengujian dari fuzzy clustering dan model hybrid yang akan mendukung
keputusan auditor pada saat menyelesaikan evaluasi tentang going concern.
Lenard et al. (2000) mengungkapkan suatu ramalan dimana suatu perusahaan
akan bangkrut atau tidak termasuk dalam komponen atas keputusan going
concern. Perusahaan yang dinyatakan bangkrut akan membantu kepastian dalam
opini auditor yang berkaitan dengan going concern suatu entitas bisnis.
(Kumalawati, 2012).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai
berikut :
H1 :Financial distress berpengaruh positif terhadap opini audit going concern.
2.3.2 Pengaruh Rasio Ukuran Perusahaan terhadap Opini Audit Going
Concern.
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total asset, penjualan dan
kapitalisasi pasar.Semakin besar total asset, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka
semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Dari ketiga variabel diatas, nilai asset
relative lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan
dalam mengukur ukuran perusahaan, sehingga penelitian ini menggunakan
besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan sebagai proxy dari ukuran
perusahaan. Bukti empiris menemukan bahwa hubungan negatif antara ukuran
perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Mutchler et al. (1985)
Dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor lebih sering
mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor
mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan keuangan yang
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
30
dihadapinya dari pada perusahaan kecil. Oleh karena itu diharapkan dengan
semakin besarnya perusahaan akan semakin kecil perusahaan menerima opini
audit going concern.
Mutchler et al. (1985) dalam Aiisiah (2012) serta Arsianto (2013) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan
opini audit going concern.
Berdasarkan penjelasaan tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai
berikut :
H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern.
2.3.3 Pengaruh Rasio Solvabilias terhadap Opini Audit Going Concern.
Rasio solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh
kewajibannya seandainya dilikuidasi (Warnida, 2011).Semakin tinggi nilai
solvabilitas ratio, maka perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban
keuangannya meskipun perusahaan tersebut sedang mengalami laba
negatif.Karena itu, semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini
going concern.
Menurut Warnida (2011), mengatakan bahwa rasio solvabilitas
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
H3 : Rasio solvabilitas berpengaruh positif terhadap opini audit going concern.
2.3.4 Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Opini Audit Going Concern.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015
31
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba terkait
dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998 dalam
Noverio, 2011).Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan
hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi.Dalam penelitian
ini rasio profitabilitas yang digunakan adalahreturn on assets (ROA).ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari asset yang
dimanfaatkan.Semakin tinggi nilai ROA maka semakin efektif pengelolaan asset
dalam menghasilkan laba operasi perusahaan.
Tujuan dari analisis profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efesiensi
usaha dan profitabilitas yang dicapai perusahaan yang bersangkutan. Semakin
tinggi rasio profitabilitas suatu perusahaan maka semakin baik kinerja perusahaan
dalam mengelola aset-aset yang dimilikinya untuk menghasilkan profit.
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut mampu menjalankan usahanya dengan baik sehingga dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan kata lain, semakin tinggi
tingkat profitabilitas maka semakin rendah pula kemungkinan pemberian opini
audit going concern oleh auditor. Sebaliknya perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas rendah maka cenderung akan mendapatkan opini audit going
concern (Komalasari, 2003).Rasio profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
penerimaan opini audit going concern (Kristiana, 2012).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
H4 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern.
Analisis Pengaruh Financial...,Ferni Listantri,FE UMP,2015