BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

51
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa Gedung Koridor Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang merupakan gedung yang menggunakan desain bangunan 7 lantai sebagai ruang perkuliahan untuk aktivitas perkuliahan mahasiswa, selain itu, terdapat juga ruang dosen. Namun fungsi utama dari adanya gedung penghubung ini adalah sebagai gedung penghubung dari gedung utama pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Bentuk bangunan yang digunakan yaitu menggunakan bentuk persegi. Bentuk persegi yang merupakan bangunan yang paling umum dalam bentuk geometris dari suatu bangunan bertujuan agar distribusi gaya gempa pada bangunan dapat terjadi secara lebih baik. Untuk merencanakan bangunan yang memiliki resistensi gempa yang baik, perencanaan harus didasarkan dengan peraturan yang berlaku. Di Indonesia, peraturan terbaru yang berlaku dalam perencanaan struktur beton bertulang penahan gempa adalah SNI 2847:2019 dan SNI 1726:2019. Dalam perencanaan struktur tahan gempa terdapat satu peraturan yang berlaku yaitu adalah konsep pengendalian deformasi agar yang mana dapat menyebabkan keruntuhan apabila digoncang dengan beban gempa. Mengingat bahwa Indonesia sendiri merupakan negara yang sering mengalami gempa, desain bangunan ini menggunakan standar SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus). Diasumsikan bahwa konstruksi memberikan kekuatan bangunan, karena faktor-faktor beban mati (dead load) dan beban hidup (live load) mempengaruhi struktur perusahaan. Beban konstan memiliki bentuk beban karena strukturnya sendiri, sedangkan beban di bawah beban mencakup beban karena ruang dan beban khusus seperti beban gempa. Konsep dasar dari perencanaan struktur beton bertulang yang tahan gempa adalah adanya bagian-bagian struktur tertentu yang diizinkan untuk mengalami

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

Gedung Koridor Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang

merupakan gedung yang menggunakan desain bangunan 7 lantai sebagai ruang

perkuliahan untuk aktivitas perkuliahan mahasiswa, selain itu, terdapat juga ruang

dosen. Namun fungsi utama dari adanya gedung penghubung ini adalah sebagai

gedung penghubung dari gedung utama pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas

Brawijaya. Bentuk bangunan yang digunakan yaitu menggunakan bentuk persegi.

Bentuk persegi yang merupakan bangunan yang paling umum dalam bentuk

geometris dari suatu bangunan bertujuan agar distribusi gaya gempa pada bangunan

dapat terjadi secara lebih baik.

Untuk merencanakan bangunan yang memiliki resistensi gempa yang baik,

perencanaan harus didasarkan dengan peraturan yang berlaku. Di Indonesia,

peraturan terbaru yang berlaku dalam perencanaan struktur beton bertulang

penahan gempa adalah SNI 2847:2019 dan SNI 1726:2019. Dalam perencanaan

struktur tahan gempa terdapat satu peraturan yang berlaku yaitu adalah konsep

pengendalian deformasi agar yang mana dapat menyebabkan keruntuhan apabila

digoncang dengan beban gempa.

Mengingat bahwa Indonesia sendiri merupakan negara yang sering

mengalami gempa, desain bangunan ini menggunakan standar SRPMK (Sistem

Rangka Pemikul Momen Khusus). Diasumsikan bahwa konstruksi memberikan

kekuatan bangunan, karena faktor-faktor beban mati (dead load) dan beban hidup

(live load) mempengaruhi struktur perusahaan. Beban konstan memiliki bentuk

beban karena strukturnya sendiri, sedangkan beban di bawah beban mencakup

beban karena ruang dan beban khusus seperti beban gempa.

Konsep dasar dari perencanaan struktur beton bertulang yang tahan gempa

adalah adanya bagian-bagian struktur tertentu yang diizinkan untuk mengalami

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

6

kelelahan selama terjadi beban gempa. Bagian struktur yang telah mengalami leleh

tersebut merupakan bagian komponen yang menyerap energi gempa selama terjadi

gelombang akibat gempa. Supaya memenuhi kriteria perencanaan struktur beton

bertulang tahan gempa tersebut, maka pada saat bangunan terkena gempa kelelahan

seharusnya hanya terjadi pada balok. Maka dari itu, kolom dan tiap-tiap

sambungannya harus didesain agar komponen struktur tersebut tidak mengalami

kelelahan ketika diberi beban gempa.

Dalam melakukan desain struktur tahan gempa, bangunan yang

direncanakan harus berperilaku daktail agar bangunan tetap berdiri walaupun

digoncang gempa yang kuat. Selain itu struktur yang direncanakan harus memiliki

perilaku elastis agar apabila bangunan berdeformasi secara elastis saat digoncang

gempa akan tetap kembali ke bentuk semula sama seperti saat sebelum menerima

gaya gempa. Namun, untuk mendesain bangunan yang memiliki perilaku elastis

membutuhkan dimensi elemen struktur yang cukup besar sehingga dapat membuat

bangunan tersebut menjadi tidak efisien, maka dari itu, bangunan dapat didesain

untuk berperilaku elastis saat digoncang oleh gempa sedang dan diizinkan untuk

berdeformasi secara plastis saat digoncang gempa besar.

Untuk membangun sebuah rumah atau gedung harus memenuhi persyaratan

bangunan tahan gempa. Bangunan Tahan gempa yang dimaksud disini adalah

bangunan yang apabila:

1. Saat digoncang gempa berskala kecil, struktur tidak mengalami kerusakan

sama sekali.

2. Saat digoncang gempa berskala sedang, hanya terjadi kerusakan pada

komponen bukan struktural, untuk komponen struktural, tidak terjadi

kerusakan sama sekali.

3. Saat digoncang gempa berskala besar, bangunan diharuskan untuk tetap

berdiri walaupun terdapat kerusakan pada elemen struktural dan elemen

non-struktural.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

7

Kinerja struktur bangunan dibagi menjadi 4 level, menurut NEHRP guidelines

diantara lain :

1. Operational

Apabila tidak terjadi kerusakan pada seluruh elemen struktural dan

non-struktural, bangunan ini bertahan dan dapat difungsikan

sebagaimana mestinya kembali

2. Immediate Occupancy

Apabila tidak terdapat kerosakan yang signifikan terhadap struktur,

yang mana struktur mampu mempertahankan kekuatannya

sebagaimana sebelum digoncang oleh gempa bumi. Seluruh

Komponen non-struktural mampu berfungsi sebagaimana mestinya,

babngunan dapat difungsikan kembali dengan perbaikan yang

ringan

3. Life safety

Apabila terdapat kerusakan yang signifikan terhadap struktur

sehingga kekakuannya berkurang namun, struktur masih dapat tetap

berdiri, elemen non-struktural masih tetap aman, namun beberapa

sudah tidak dapat berfungsi, bangunan tidak dapat digunakan

apabila bangunan belum diperbaiki secara menyeluruh.

4. Collapse prevention

Apabila terdapat kerusakan yang signifikan terhadap struktur,

kekuatan dan kekakuan struktur sudah hampir menghilang serta

terdapat berbagai keruntuhan yang dapat membahayakan.

Terdapat beberapa konsep bangunan tahan gempa yang perlu diperhatikan dalam

perencanaan bangunan tahan gempa, antara lain :

1. Bahan Harus Memenuhi Syarat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

8

Kuat tekan beton (fc’) tidak boleh kurang dari 20 Mpa. Beton disyaratkan

untuk memiliki kuat tekan 20 Mpa atau lebih untuk menjamin kualitas perilaku

beton. (Purwono, 2005).

Untuk penggunaan beton ringan, kuat tekan (fc’) tidak diperbolehkan

melampaui batas maksimalnya yaitu 30 Mpa. Beton agregat ringan dengan kuat

tekan rencana yang lebih tinggi boleh digunakan bila dapat dibuktikan melalui

pengujian komponen struktur yang dibuat dari beton agregat ringan tersebut

diharuskan untuk memiliki kekuatan dan stabilitas yang sama atau lebih tinggi dari

komponen struktur yang setara yang terbuat dari jenis beton normal dengan

kekuatan yang sama.

Selain kuat tekan beton yang harus memenuhi segala persyaratan, tulangan

yang digunakan pada komponen struktur yang merupakan salah satu unsur dari

sistem gempa juga harus memenuhi syarat juga. Tulangan lentur dan aksial yang

digunakan dalam komponen struktur dari sistem rangka dan komponen batas dari

sistem dinding geser harus memenuhi ketentuan menurut SNI 2847:2019 BAB 18

tentang struktur tahan gempa. Jenis tulangan baik yang tulangan utama maupun

tulangan geser yang digunakan diharuskan menggunakan tulangan ulir.

2. Balok Lemah – Kolom Kuat

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa disarankan untuk menggunakan

perencanaan keruntuhan yang aman, yaitu beam side sway mechanism. Beam side

sway mechanism hanya dapat tercapai apabila kekuatan kolom lebih besar daripada

kekuatan balok, sehingga terjadi kondisi sendi plastis pada balok (capacity design,

strong column weak beam).

3. Deformasi Harus Terkontrol

Deformasi yang berkaitan pada setiap komponen elemen struktur harus

disesuaikan seperti yang terdapat dalam SNI 1726:2019, dalam pasal 7.1.2

disebutkan bahwasanya deformasi struktur tidak boleh melampaui batasan yang

ditetapkan pada saat struktur tersebut dibebani oleh gaya gempa desain.

4. Hubungan Balok Kolom

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

9

Integritas yang menyeluruh pada suatu Sistem Rangka Pemikul Momen

sangat bergantung pada perilaku hubungan antara balok dan kolom. Degradasi pada

hubungan balok dan kolom akan menghasilkan deformasi lateral yang besar

sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang berlebihan atau bahkan hingga

menyebabkan keruntuhan. (Purwono 2005).

5. Pondasi Harus Lebih Kuat Dari Bangunan Atas

Pondasi merupakan struktur yang terletak pada bagian bawah bangunan

yang berfungsi untuk menyalurkan beban vertikal di atasnya (kolom) maupun

beban horizontal ke dalam tanah. Gaya-gaya horizontal tersebutlah yang

menyebabkan pondasi juga harus didesain untuk menahan gaya geser dua arah yang

lebih kuat dari komponen struktur diatasnya. Struktur bawah gedung berfungsi

untuk menahan beban-beban yang berasal dari struktur atas sehingga struktur

bawah tidak diperbolehkan untuk mengalami kegagalan terlebih dahulu dari

struktur atas. (Anugrah dan Erny, 2013)

Pada SNI 1726 : 2019, pasal 7.1.5 menyebutkan bahwa pondasi harus

direncanakan untuk menahan gaya-gaya yang dihasilkan dan menahan pergerakan

yang disalurkan menuju ke arah struktur oleh pergerakan tanah rencana. Desain dari

detail kekuatan struktur bawah diharuskan agar memenuhi berbagai persyaratan

beban gempa rencana.

2.2 Filosofi Gempa

Menurut Chen dan Liu (2006), gempa bumi adalah getaran yang terjadi di

permukaan bumi dan terjadi di permukaan bumi dan dapat disebabkan oleh aktivitas

tektonik, gunung berapi, tanah longsor, termasuk batu dan bahan peledak. Dari

semua penyebab ini, guncangan yang disebabkan oleh aktivitas tektonik atau

pergerakan lempeng bumi adalah penyebab utama kerusakan struktural dan

menimbulkan masalah serius dalam menafsirkan bahaya gempa bumi.

Gaya yang disebabkan oleh gempa bumi menyebabkan bagian bawah

bangunan bergerak seiring dengan pergerakan lapisan tanah tempat bangunan itu

berdiri. Karena setiap bangunan memiliki bobot, kelembaman dari bagian atas

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

10

bangunan dapat menawarkan ketahanan terhadap pergerakan gempa. Ini termasuk

kekuatan yang disebut gempa bumi. Massa bangunan mempengaruhi beban gempa,

selain beban gempa, kekakuan struktur bangunan juga memiliki pengaruh. Jika

bangunan memiliki kekakuan yang sangat tinggi, bagian atas bangunan bergerak

bersama dengan bagian bawah bangunan, atau dapat kita katakan bahwa waktu

konstruksi bangunan tersebut bertepatan dengan waktu gelombang gempa.

Jika terjadi gempa bumi, bangunan akan mengalami getaran dan pergeseran

baik secara vertikal maupun horizontal, yang mengakibatkan kerusakan bangunan.

Bangunan biasanya harus tahan terhadap gaya vertikal yang kuat dengan faktor

keamanan yang cukup tinggi, tetapi bukan gaya horizontal. Karena itu, banyak

bangunan hancur dalam gempa kuat. Perencanaan untuk struktur tahan gempa

adalah perencanaan struktur dengan meningkatkan kekuatan struktur yang dapat

menahan gaya horizontal sehingga bangunan tahan terhadap gaya horizontal dan

vertikal.

Dalam hal ini, beban atau gaya pada bangunan adalah F = m x a jika massa

bangunan ditetapkan sebagai m dan percepatan gempa ditetapkan sebagai a. Jenis

konstruksi ini sering ditemukan pada bangunan rendah. Pada bangunan menengah-

atas, desainnya tidak terlalu fleksibel, sehingga gaya gempa adalah F < m x a. Pada

bangunan bertingkat tinggi, struktur biasanya memiliki periode alami yang panjang.

Jika gempa terkena gempa yang lebih lama, struktur dapat dipengaruhi oleh gempa

dengan periode gelombang yang nilainya hampir cocok dengan periode alami

struktur. Dalam hal ini, resonansi terjadi, yang mengarah ke pengaruh yang sangat

kuat pada struktur. Dalam hal ini beban gempa adalah F > m x a. Karena itu, beban

gempa yang terjadi dalam struktur bangunan tergantung pada konfigurasi elemen-

elemen struktural.

2.3 Beton Bertulang

Beton adalah komponen utama bangunan yang terdiri dari campuran pasir,

kerikil, kerikil atau agregat campuran lainnya untuk membentuk bersama dengan

semen dan air serta pada umumnya ditambahkan pula satu atau lebih zat adiktif

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

11

yang menghasilkan beton dengan sifat khusus seperti peningkatan kuat tekan beton

dan serta mempercepat waktu curing.

Selain itu, terdapat rasio optimal antara campuran agregat yang memiliki

bentuk berbeda sehingga komposisi beton dapat memiliki kuat tekan optimal yang

direncanakan. Bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke komposisi beton

bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat beton yang diproduksi, yaitu untuk

meningkatkan kemampuan kerja, daya tahan, stabilitas dan durasi pengerasan dari

beton.

Gambar 2.1 Diagram regangan dan tegangan pada beton

Seiring waktu, bahan campuran seperti batu menjadi lebih keras dan

memiliki kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tarik rendah. Beton bertulang

didefinisikan sebagai kombinasi tulangan beton dan baja yang bekerja bersama

untuk mendukung beban. Penguatan baja pada beton bertulang memberikan

kekuatan tarik yang bukan milik beton. Penguatan baja juga dapat menahan beban

tekanan.

2.3.1 Pelat

Pelat Beton merupakan struktur yang direncanakan untuk menyediakan

suatu permukaan horizontal yang rata pada lantai bangunan. Pelat beton juga

merupakan struktur bangunan yang berfungsi untuk menerima beban hidup lantai.

Pelat lantai dapat ditumpu oleh struktur balok, kolom (suspended slab) dan juga

terdapat juga pelat yang terletak langsung di atas tanah (slab on ground) bangunan

pelat lantai terbagi menjadi dua yaitu pelat lantai satu arah dan dua arah. Pada

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

12

umumnya pelat dan balok dicor secara bersamaan sehingga membentuk suatu

struktur yang monolit.

Pelat adalah komponen struktur bangunan yang berfungsi untuk menjaga

agar beban hidup tetap lurus. Dimana perbandingan untuk catatan Partai langsung

menahan beban hidup. Untuk pelat tempat Rasio sisi panjang (ly) dan sisi pendek

(lx) ke lebih dari 2 dapat dikategorikan sebagai sistem pelat satu arah sementara

rasio sisi panjang (ly) dan sisi pendek (lx) kurang dari 2, maka dapat menggunakan

sistem pelat dua arah.

Tabel 2.1 Koefisien momen terfaktor pada pelat

Nilai koefisien yang terdapat pada tabel diatas hanya dapat digunakan apabila

Perbedaan bentang panjang pada bentang panjangnya tidak boleh

boleh melebihi 20% dari bentang pendeknya

Beban yang bekerja pada pelat hanya merupakan beban merata

Nilai beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati

2.3.1.1 Perencanaan Pelat Satu Arah

Pelat satu arah merupakan pelat yang hanya ditumpu pada sisi panjangnya

saja sehingga pelat akan mengalami lendutan searah tegak lurus dari sisi tumpuan.

Apabila rasio sisi panjang dengan sisi pendek lebih dari dua, maka dapat

dikategorikan sebagai sistem pelat satu arah . Kondisi pelat lantai ini dapat

direncanakan sebagai pelat satu sisi dengan tulangan utama sejajar dengan balok

atau sisi pendek pelat, pada sistem pelat satu arah, beban hanya disalurkan kepada

sisi yang terkekang.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

13

Gambar 2.2 Gambar pelat satu arah

Pada tabel dibawah, dijelaskan tabel untuk tebal minimum balok non-

prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak perlu diperhitungkan berdasarkan

SNI 2847:2019.

Tabel 2.2 Tebal minimum balok prategang atau pelat satu arah

2.3.1.2 Perencanaan Pelat Dua Arah

Pelat lantai dua arah merupakan suatu sistem pelat yang ditopang pada

keempat sisi nya. Persyaratan dasar untuk pelat dua arah adalah bahwa rasio

bentang panjang dan bentang pendeknya kurang dari dua. Beban dari pelat lantai

ke jenis pelat ini kemudian didistribusikan ke keempat sisi pelat atau ke empat balok

bantalan beban, sehingga tulangan utama pelat dibutuhkan di kedua arah pelat sisi.

Sistem pelat dua arah memungkinkan terjadinya lendutan yang relatif kecil yang

disebabkan adanya balok yang menopang pelat dapat meningkatkan kekakuan

pelat.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

14

Gambar 2.3 Pelat satu arah dan dua arah

a. Persyaratan tebal Minimum Pelat

Menurut SNI 2847:2019 pasal 8.3.2.1 tebal pelat dengan balok yang membentang

di antara tumpuan pada semua sisinya, tebal minimumnya ( h ) harus memenuhi

ketentuan sebagai berikut :

untuk 0,2 < αfm < 2,0

h min = 𝐼𝑛(0,8+

𝑓𝑦

1400)

36+5𝛽(𝑚 −0,2)namun tidak kurang dari 125 mm

untuk αfm > 2,0

h min = 𝐼𝑛(0,8+

𝑓𝑦

1400)

36+9𝛽(𝑚 −0,2)namun tidak kurang dari 90 mm

untuk αfm < 2,0

h min = ketebalan minimum pelat tanpa balok sesuai tabel 8.3.1.1 SNI

2847:2019

dimana

ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi dua arah

𝛽 = adalah rasio bentang panjang dan bentang pendek dari pelat dua arah

αfm = rasio kekakuan lentur rata-rata pada semua sisi-sisi pelat

αf = rasio kekakuan lentur dari penampang balok dan penampang pelat yang

dibatasi secara lateral oleh garis-garis sumbu tengah dari pelat yang bersebelahan

pada tiap sisi balok

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

15

b. Pembebanan pelat

Pelat lantai direncanakan hanya untuk memikul beban gravitasi yang hanya

ditimbulkan oleh beban hidup dan beban mati lantai, dengan kombinasi

pembebanan nya seperti berikut:

Wu = 1,2 Wdl + 1,6 Wll

Wdl = Jumlah beban mati pelat (kN/m2 )

Wll = Jumlah beban hidup pelat (kN/m2 )

c. Perencanaan tulangan pelat

Gambar 2.4 Gambar diagram regangan pada penampang beton bertulang

Tentukan Nilai Rn =Mu/b.d2 untuk mendapatkan nilai (rasio tulangan)

m = 𝑓𝑦

0,85.𝑓𝑐′

𝑘 =𝑚𝑢

∅ × 𝑏 × 𝑑2

𝑝 =1

𝑚( 1 − √1 −

2. 𝑚. 𝑘

𝑓𝑦)

𝜌𝑏 =0,85 × 𝑓𝑐′ × 𝛽

𝑓𝑦×

600

(600 + 𝑓𝑦)

𝜌 𝑀𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏

𝜌 𝑀𝑖𝑛 = 1,4

𝑓𝑦

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

16

Mencari luas tulangan pokok

𝐴𝑠 = 𝜌 × 𝑏 × 𝑑

d. Setelah perhitungan tulangan maka harus dilakukan cek momen nominal

kapasitas penampang dengan rumus di bawah ini

a = 𝐴𝑠.𝑓𝑦

0,85.𝑓𝑐′.𝑏

𝜑.Mn = φ (As.fy (d - 𝑎

2 ))

2.3.2. Balok

Dalam menyalurkan beban-beban struktur ke dalam penyangga vertikal atau

kolom terdapat suatu elemen struktur bernama balok. Selain itu, balok juga

digunakan sebagai pengikat kolom lantai atas ke dalam diafragma lantai. Selain itu

juga balok dapat digunakan untuk memperkuat struktur arah horizontal.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah

sebagai berikut:

1. Distribusi regangan pada seluruh bentang balok dianggap linier.

2. Regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak pada

beton atau leleh pada baja.

3. Beton adalah salah satu komponen struktur yang lemah terhadap tarik. Sehingga

beton akan mengalami keretakan pada level pembebanan yang relatif kecil, yaitu

berkisar 10% dari kekuatan totalnya. Akibatnya, bagian beton yang terletak pada

bagian tarik pada penampang dapat diabaikan dalam melakukan analisa dan

perencanaan, selain itu, tulangan tarik yang terdapat pada beton bertulang

diasumsikan memikul seluruh gaya-gaya tarik tersebut.

Setiap perencanaan balok didasarkan pada kesetimbangan antara momen

MR atau disebut juga momen tahanan terhadap momen akibat gaya luar atau Mn

(momen nominal). selain perbandingan antara MR dan Mn terdapat juga berbagai

persyaratan yang harus dipenuhi. Hal-hal tersebut di antara lain adalah rasio

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

17

tulangan lendutan maksimal tebal minimum selimut beton beserta jarak spasi

tulangan yang semuanya termuat dalam SNI 2847:2019 BAB 9 tentang balok.

Selain menahan momen lentur, balok juga harus didesain berdasarkan kuat

geser, karena apabila tulangan geser tidak direncanakan, maka balok akan

mengalami kegagalan geser. Balok harus didesain sedemikian rupa agar kegagalan

geser tidak terjadi sebelum kegagalan lentur.

2.3.2.1 Perhitungan Kebutuhan Tulangan lentur

Perhitungan kuat momen nominal dari suatu balok struktural harus

didasarkan oleh persamaan berikut:

m = 𝑓𝑦

0,85.𝑓𝑐′

𝑘 =𝑚𝑢

∅ × 𝑏 × 𝑑2

𝑝 =1

𝑚( 1 − √1 −

2. 𝑚. 𝑘

𝑓𝑦)

𝜌𝑏 =0,85 × 𝑓𝑐′ × 𝛽

𝑓𝑦×

600

(600 + 𝑓𝑦)

𝜌 𝑀𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏

𝜌 𝑀𝑖𝑛 = 1,4

𝑓𝑦

𝐴𝑠 = 𝜌 × 𝑏 × 𝑑

a = 𝐴𝑠.𝑓𝑦

0,85.𝑓𝑐′.𝑏

𝜑.Mn = φ (As.fy (d - 𝑎

2 ))

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

18

2.3.2.2 Perhitungan Kebutuhan Tulangan Geser

Gambar 2.5 tulangan lentur dan tulangan geser

Kuat geser beton untuk komponen struktur yang dikenai geser dan lentur dicari

dengan mencari nilai terkecil dari persamaan yang berdasarkan SNI 2847:2019

pasal 22.5.3.1 berikut:

Tabel 2.3 Nilai kapasitas gaya geser yang dipikul oleh penampang beton

atau secara konservatif, kekuatan geser yang ditahan oleh penampang dapat juga

dihitung menggunakan persamaan sesuai SNI 2847:2019 pasal 22.5.5.1 seperti

berikut:

Vc = ⅙ √𝑓𝑐′ × 𝑏 × 𝑑

Kuat geser nominal yang harus ditahan oleh tulangan geser dihitung dengan

persamaan sesuai SNI 2847:2019 pasal 22.5.10.5.3 seperti berikut:

Sedangkan untuk kekuatan total dari kekuatan geser balok diantara lain adalah

Vn = Vc + Vs

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

19

Apabila besarnya gaya geser terfaktor ultimit lebih besar daripada setengah nilai

kekuatan geser yang ditahan oleh penampang beton dan tidak lebih dari kekuatan

geser nominal, maka diperlukan suatu tulangan minimum yang harus dihitung

berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 9.6.3.3 yakni nilai Av/s terbesar dari persamaan-

persamaan berikut:

Serta untuk jarak tulangan tulangan geser maksimal menurut SNI 2847:2019 pasal

9.7.6.2.2 adalah d/4 atau 300 mm.

Pada SNI 2847:2019 pasal 9.4.3.2, kekuatan geser harus dihitung pada penampang

kritis yaitu pada sejarak d dari muka kolom.

Untuk kait pada sengkang dapat direncanakan menggunakan skema seperti berikut

Gambar 2.6 jenis-jenis tulangan transveral

2.3.3 Kolom

Kolom merupakan suatu elemen struktur yang berfungsi untuk menyalurkan

beban beban struktur dari balok menuju ke dalam tanah (pondasi). Gaya-gaya yang

dominan ditahan oleh kolom merupakan gaya tekan, namun selain gaya tekan

kolom juga menahan momen. Momen yang ditahan oleh kolom dapat disebabkan

oleh gaya gempa maupun eksentrisitas beban kerja pada kolom.

Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor

pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu

bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang

memberi rasio momen maksimum terhadap beban aksial juga harus ditinjau.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

20

Dalam perencanaan kolom harus didasarkan oleh gaya aksial dari beban

terfaktor pada tiap lantai. Selain itu untuk perencanaan kolom harus berdasarkan

oleh Kegagalan tekuk pada kolom akibat eksentrisitasnya yang tinggi. Pada struktur

SRPMK kolom harus desain agar lebih kuat dari balok. Hal tersebut agar kolom

tidak runtuh terlebih dahulu dari balok.

Gambar 2.7 Jenis-jenis Kolom

Dalam segi struktural, kolom dibedakan menjadi tiga jenis secara garis besar di

antara lain :

1. Kolom yang menggunakan sengkang lateral.

Kolom jenis ini terdiri dari tulangan utama yang yang dililit oleh pengaku atau

Sengkang yang diberi spasi Tulangan tertentu. jenis kolom ini merupakan jenis

yang paling umum pada penerapan kolom di lapangan.

2. Kolom yang menggunakan pengikat spiral.

Kolom jenis ini merupakan kolom yang yang umumnya memiliki lingkaran ini.

Kolom ini Terdiri dari tulangan utama yang diikat oleh pengikat yang berbentuk

spiral.

3. Struktur kolom komposit.

Kolom jenis ini merupakan kolom yang tulangannya terdiri dari baja profil yang

umumnya merupakan profil WF. Pada jenis kolom ini digunakan baja bar yang

diikat melilit sepanjang kolom.

Berdasarkan kelangsingan, kolom dibagi menjadi dua, yaitu:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

21

1. Kolom pendek, kegagalan terjadi akibat kegagalan material (lelehnya baja

tulangan dan atau hancurnya beton).

2. Kolom panjang, kegagalan terjadi akibat kehilangan stabilitas lateral karena

bahaya akibat tekuk.

Berdasarkan letak beban aksial, kolom dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kolom sentris yaitu kolom yang menahan beban tepat pada titik berat kolom.

2. Kolom eksentris yaitu kolom yang dibebani oleh beban yang tidak tepat pada

titik berat kolom. Selisih dari jarak titik berat kolom dan beban aksial disebut juga

dengan eksentrisitas.

2.3.3.1 Kelangsingan Kolom

Berdasarkan Pasal 10.10.1 SNI 2847:2019 untuk komponen struktur tekan yang

bergoyang, pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila :

a. Untuk komponen struktur tekan yang tidak diberi pengekang terhadap

goyangan menyamping

b. Untuk komponen struktur tekan yang dibraising terhadap goyangan

menyamping

Dimana:

K = Faktor panjang efektif kolom

Lu = Panjang kolom yang ditopang

r = jari-jari potongan melintang kolom = √𝐼⁄𝐴

Dimana M1/M2 adalah positif jika kolom dibengkokkan dalam kurvatur

tunggal, dan negatif jika komponen struktur dibengkokan dalam kurvatur ganda.

Faktor panjang efektif tahanan pada ujung k, dalam berbagai kondisi dapat dilihat

dalam tabel dibawah ini:

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

22

Tabel 2.4 Koefisien tekuk pada jenis tumpuan kolom

Kondisi K

kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral

kedua ujung jepit

satu ujung jepit, ujung lain bebas

kedua ujung jepit, ada gerak lateral

1,0

0,5

2,0

1,0

Gambar 2.8 Tekuk pada kolom

2.3.3.2 Kuat Beban Aksial Maksimum

Ketentuan rumus kuat beban aksial maksimum dihitung berdasarkan persamaan

berikut

1. Kolom dengan penulangan spiral

ϕPn (maks) = 0,80 ϕ (0,85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast)

2. Kolom dengan penulangan sengkang :

ϕPn (maks) = 0,85 ϕ (0,85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast)

Pu ≤ ϕPn

Dimana :

Ag = Luas bruto dari penampang melintang kolom (mm2)

Ast = Luas total dari tulangan memanjang (mm2)

Pn = Kuat aksial nominal dengan nilai eksentrisitas tertentu

Pu = Beban aksial yang terfaktor dengan eksentrisitas

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

23

ϕ = 0,65 untuk sengkang persegi dan 0,75 untuk sengkang spiral

2.4 Sistem Rangka Pemikul Momen

Sistem rangka pemikul momen adalah sistem penahan gempa apa yang

menitikberatkan pada kekakuan portal. Mekanisme lentur menahan gaya Lateral.

Selain itu gaya vertikal ditahan oleh suatu rangka ruang pemikul beban gravitasi.

Sistem rangka pemikul momen dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan

tingkatannya untuk KDS tertentu, diantara lain :

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Sistem rangka pemikul momen adalah suatu sistem struktur yang pada

dasarnya memiliki suatu rangka ruang penahan beban gravitasi secara menyeluruh.

Dalam bentuk geometris pada nyatanya, sistem rangka pemikul ini terdiri dari balok

dan kolom yang membentuk portal dan desain Strong Column Weak Beam. Dimana

beban lateral ditahan oleh rangka pemikul momen terutama beban lateral dipikul

oleh suatu rangka pemikul momen terutama melalui suatu mekanisme lentur

sehingga peranan balok kolom sangatlah penting dalam merencanakan sebuah

bangunan.

Pada perencanaan bangunan ini digunakan sistem rangka pemikul momen

khusus. Dalam sistem ini menggunakan konsep strong column and weak beam

(kolom kuat dan balok lemah). Agar sebuah desain struktur pada daerah gempa

menjadi lebih efisien, sifat daktail yang dimiliki struktur dapat dimanfaatkan untuk

menerima energi gempa setelah melampaui kondisi elastisnya. Dengan adanya sifat

daktilitas, respons spektrum gempa rencana elastis dapat direduksi menjadi beban

gempa nominal dengan persyaratan desain yang relatif kuat.

Persyaratan rangka pemikul momen adalah kehilangan tahanan momen

pada sambungan balok ke kolom di kedua ujung balok tunggal tidak akan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

24

mengakibatkan lebih dari reduksi tingkat sebesar 33%, atau sistem yang dihasilkan

tidak mempunyai kelenturan torsi yang berlebihan.

a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

Sistem rangka pemikul momen biasa memiliki kekurangan berupa tingkat

kekakuan paling rendah dibandingkan yang lainnya. sehingga tidak cocok untuk

diterapkan di sebagian besar wilayah di Indonesia. jenis sistem rangka pemikul

momen ini memiliki resistensi gempa paling rendah dibandingkan dengan jenis

sistem rangka pemikul momen lainnya. Metode ini dapat digunakan untuk

menghitung struktur gedung yang masuk dalam kategori desain seismik yang

rendah yakni KDS A dan B saja . Faktor reduksi gempa (R) dari jenis sistem rangka

pemikul momen biasa ini adalah sebesar = 3,5 dan sistem rangka pemikul momen

biasa ini tidak cocok untuk diterapkan pada gedung Gedung Koridor Fakultas Ilmu

Komputer Universitas Brawijaya Malang yang memiliki kategori desain seismik D.

b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

Jenis sistem rangka pemikul momen menengah difokuskan untuk menahan

kegagalan geser pada struktur gedung. Sistem rangka pemikul momen ini sangat

cocok untuk diterapkan pada kategori desain seismik A, B dan C saja. Faktor

reduksi gempa dari jenis sistem rangka pemikul momen ini adalah sebesar 5. Jenis

sistem rangka pemikul ini kurang cocok untuk diterapkan pada Gedung Koridor

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang yang memiliki kategori

desain seismik D.

c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Jenis sistem rangka pemikul momen khusus Memiliki perilaku struktur

dengan nilai daktilitas yang besar. Yang mana perilaku daktil yang besar memiliki

keuntungan berupa tingkat resistensi gempa yang sangat tinggi. Sistem rangka

pemikul momen khusus cocok digunakan untuk bagunan yang memiliki kategori

desain seismik D, yang mana memiliki tingkat intensitas gempa yang tinggi dan

kerawanan akan gaya gempa yang tinggi pula. Sistem rangka pemikul momen

khusus memiliki aturan yang cukup banyak untuk dipenuhi dalam segi tulangan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

25

pada tiap-tiap komponen struktur nya titik. Hal tersebut dikarenakan agar tingkat

daktilitas yang tinggi dapat tercapai. Faktor reduksi dari sistem rangka pemikul

momen khusus adalah sebesar 9 untuk jenis sistem rangka pemikul momen khusus

beton bertulang.

2.4.1 Balok Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

2.4.1.1 Persyaratan Dimensi Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.6.2.1, komponen struktur rangka pemikul

momen khusus berfungsi untuk menahan gaya lentur akibat beban lateral gempa

memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Panjang bentang bersih (ln) diharuskan harus lebih besar dari 4 kali tinggi efektif.

2. Lebar komponen penampang (bw), tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari

0,3h dan 250 mm.

3. Lebar penampang (bw), tidak boleh melebihi lebar komponen struktur menumpu,

c2, ditambah dengan suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur yang

menumpu yang besarnya sama dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b):

a. Lebar komponen struktur penumpu (kolom).

b. ¾ kali dimensi keseluruhan komponen struktur arah sejajar komponen lentur.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

26

2.4.1.2 Persyaratan Tulangan Longitudinal Balok Rangka Pemikul Momen

Khusus

Balok yang difungsikan untuk menahan gaya lateral, umumnya didesain

dengan menggunakan tulangan rangkap, hal tersebut difungsikan untuk

mengantisipasi adanya momen bolak-balik pada balok, dikarenakan gaya lateral

umumnya bersifat bolak-balik.

1. Syarat rasio minimal luasan tulangan lentur pada sisi atas dan sisi

bawah kolom harus memenuhi persamaan sesuai SNI 2847:2019

pasal 9.6.1.2 berikut

2. Kuat lentur positif komponen struktur pada muka kolom tidak boleh

lebih kecil dari setengah kuat lentur negatif nya

3. Syarat rasio maksimum tulangan lentur adalah sebesar 0,025.bw.d

4. Kuat lentur negatif maupun positif pada penampang di sepanjang

bentang balok tidak boleh kurang dari ¼ kuat lentur pada kedua

muka kolom tersebut.

5. Setidaknya terdapat dua buah tulangan yang menerus baik di sisi

bawah dan atas bangunan

2.4.1.3 Persyaratan Tulangan Transversal Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.6.4, untuk menjamin perilaku kolom

beton bertulang yang memadai dan dipasang dengan diberi kait gempa di

ujungnya. Tulangan transversal perlu dipasang agar bisa menahan gaya lintang

dan menghindarkan tekukan dari tulangan memanjang, Menurut SNI 2847:2019

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

27

pasal 18.6.4, bahwasanya tulangan transversal harus memenuhi persyaratan

diantara lain:

1. Sengkang Pengekang harus diletakkan pada daerah hingga dua kali

tinggi balok yang mana diukur dari muka kolom pada kedua ujung

komponen lentur. Selain itu, sengkang pengekang harus diletakkan

pada lokasi dimana terdapat leleh lentur (sendi plastis)

2. Sengkang tertutup pertama harus diletakkan maksimal sejarak

50mm dari muka kolom. Menurut SNI 2847:2019 pasal 21.6.4.3

spasi tulangan transversal harus memenuhi syarat-syarat jarak

minimal sebagai berikut :

a) d/4

b) 6db

c) 150 mm

3. Tulangan sengkang Sistem rangka pemikul momen khusus harus

didesain untuk memikul gaya geser rencana (Ve), yang ditimbulkan

oleh kuat lentur maksimum dengan arah yang berlawanan pada

kedua ujung muka tumpuan, pada saat yang bersamaan, selain itu,

komponen struktur itu juga diharuskan untuk menahan gaya

gravitasi terfaktor yang bekerja di sepanjang komponen lentur.

4. Kuat geser yang dipikul oleh beton (Vc) dapat diambil sama dengan

nol apabila gaya geser yang ditimbulkan oleh gaya gempa lebih

besar daripada 50% dari kuat geser perlu pada sepanjang bentang,

serta apabila terdapat gaya aksial terfaktor akibat gaya gempa

besarnya kurang dari Ag.fc/20.

2.4.2.3 Persyaratan Sambungan Lewatan Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Sambungan lewatan pada balok diizinkan apabila terdapat tulangan spiral

atau sengkang tertutup yang mengikat sambungan lewatan tersebut, spasi pada

sambungan lewatan tersebut tidak boleh melebihi d/2 atau 100 mm. Sambungan

lewatan tidak diizinkan untuk berada pada sambungan balok dan kolom, pada

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

28

sejarak 2h dari muka kolom, serta pada bagian yang memungkinkan terjadi leleh

lentur yang diakibatkan oleh perpindahan inelastis.

2.4.2 Kolom Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

2.4.2.4 Persyaratan Dimensi Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.2.1, kolom sistem rangka pemikul

momen khusus harus memenuhi persyaratan diantara lain, dimensi kolom

terkecil harus lebih besar dari 300 mm, serta rasio dimensi terpendek dengan

yang terpanjang harus lebih besar dari 0,4.

2.4.2.5 Persyaratan Tulangan Lentur Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.4, tulangan lentur pada kolom harus

memenuhi persyaratan diantara lain

1. Luas tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 1%Ag dan tidak

boleh lebih dari 6% Ag.

2. Untuk kolom-kolom dengan sengkang bundar, kolom longitudinal

harus lebih dari 6 buah.

2.4.2.6 Persyaratan Tulangan Transversal Kolom Rangka Pemikul Momen

Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.1, daerah sendi plastis kolom (l0)

harus didesain lebih dari nilai-nilai berikut:

1. Sisi terpanjang kolom

2. ⅙ bentang bersih kolom

3. 450 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.3, pada daerah sendi plastis

kolom (l0), harus diletakkan tulangan transversal yang harus memenuhi

persyaratan jarak maksimal seperti berikut:

a) d/4

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

29

b) 6db

c) 100 mm < 100 + 350−ℎ𝑥

3< 150 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.2, terdapat beberapa ketentuan

yang harus dipenuhi dalam desain tulangan transversal pada kolom diantara

lain:

1. Tulangan transversal harus terdiri dari spiral tunggal atau spiral saling

tumpuk (overlap), sengkang pengekang bundar, atau sengkang pengekang

persegi, dengan atau tanpa ikat silang.

2. Setiap lekukan ujung sengkang pengekang persegi dan ikat silang harus

mengait batang tulangan longitudinal terluar.

3. Ikat silang dengan ukuran batang tulangan yang sama atau yang lebih kecil

dari diameter sengkang pengekang diizinkan sesuai batasan. Ikat silang

yang berurutan harus diselang seling ujungnya sepanjang tulangan

longitudinal dan sekeliling perimeter penampang.

4. Tulangan harus diatur sedemikian sehingga spasi hx antara tulangan

tulangan longitudinal di sepanjang perimeter penampang kolom yang

tertumpu secara lateral oleh sudut ikat silang atau kaki-kaki sengkang

pengekang tidak boleh melebihi 350 mm.

5. Ketika Pu > 0,3 Agfc’ atau fc’ >70 MPa, pada kolom dengan sengkang

pengekang, setiap batang tulangan longitudinal harus memiliki sengkang

pengekang atau kait gempa dengan jarak maksimal baris tulangan dalam

kolom maksimal sepanjang 200 mm.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

30

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.4, kebutuhan tulangan transversal pada

daerah sendi plastis (l0) adalah diambil nilai terbesar dari persamaan berikut:

Tabel 2.5 Rasio tulangan geser dalam bentang l0

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.5, di luar panjang sendi plastis (l0),

spasi tulangan transversal tidak boleh melebihi nilai terkecil dari:

a) 6db

b) 100 mm < 100 + 350−ℎ𝑥

3 < 150 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.6.1, Tulangan transversal pada kolom

diharuskan untuk memikul gaya geser rencana (Ve) yang dihitung dengan

menggunakan kuat momen maksimum Mpr pada kolom lantai atas dan kolom lantai

bawah dari titik yang dituinjau. Gaya geser rencana tersebut harus lebih besar

daripada gaya geser rencana yang dihitung menggunakan analisa struktur.

2.4.3 Confinement

Dengan adanya pengekang yang terdapat pada suatu komponen struktur,

suatu daktilitas dan kuat beton akan meningkat. Yang mana hal tersebut akan

membuat suatu struktur lebih resisten terhadap gaya lateral seperti gaya gempa.

Selain itu, terdapatnya confinement pada suatu struktur merupakan persyaratan

mutlak dari sistem rangka pemikul momen khusus. Menurut Jerry dan Hadi,

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

31

pengekangan akan efektif bekerja setelah tegangan aksial melebihi 60% dari

kapasitas kuat tekan maksimum dari suatu komponen struktur.

Gambar 2.9 Detail Confinement

2.4.4 Hubungan Kolom dan Balok

Pada sambungan kolom dan balok, harus tercapai suatu sistem strong

column weak beam, untuk memenuhi kriteria tersebut, maka sambungan kolom

dan balok harus memenuhi persyaratan sesuai SNI 2847:2019 pasal 18.7.3.2

sebagai berikut:

1. Jumlah momen nominal pada kolom atas dan bawah, harus lebih besar dari

1,2 jumlah momen nominal pada balok kiri dan kanan pada suatu joint

yang ditinjau.

2. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok dimuka hubungan balok kolom

harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik

lentur adalah 1,25 fy.

3. Kuat hubungan balok kolom harus direncanakan menggunakan faktor

reduksi kekuatan.

4. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus

diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan di

angkur.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

32

2.5 Metode Analisa Gempa

Respons yang terjadi pada struktur yang diakibatkan oleh gempa bumi yang

terjadi dapat dianalisis dengan menggunakan analisa beban gempa yang sesuai

dengan SNI 1726:2019. Pada SNI 1726:2019 ini terdapat perubahan seperti

pembaharuan peta gempa untuk wilayah Indonesia serta berbagai besaran yang

telah dikoreksi.

Analisis beban gempa dapat dilakukan dengan berbagai metode di antara

lain: analisa statik ekivalen, analisa respon spektrum, dan analisa riwayat waktu

(Time History). Menurut Widodo (2001) analisis riwayat waktu (Time History)

merupakan metode yang paling mendekati besarnya beban gempa aktual. Tetapi

untuk melakukan analisis time history diperlukan banyaknya analisa yang lebih

mendalam serta adanya data pendukung yang diperlukan seperti riwayat gempa

historis pada situs tersebut. Untuk itu, penyederhanaan dilakukan oleh para ahli

gempa sehingga menjadikan efek beban dinamik oleh gempa menjadi gaya statis

arah horizontal yang bekerja pada pusat massa, metode ini disebut dengan metode

analisis statik ekivalen.

Tabel 2.6 Analisa yang diizinkan untuk kategori desain seismik tertentu

Pemilihan metode analisis untuk perencanaan bangunan tahan gempa harus

dilakukan dengan tepat. Menurut SNI 1726:2019, analisa statik ekivalen

dikhususkan untuk struktur gedung yang memiliki bentuk beraturan, serta

berbentuk tipikal setiap lantainya, sedangkan analisis menggunakan metode time

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

33

history dapat digunakan untuk menganalisa suatu struktur yang beraturan maupun

struktur yang tidak beraturan.

Gambar 2.10 Peta koefisien gempa Indonesia

2.5.1 Analisa Statis Ekivalen

Analisa metode statik ekivalen merupakan suatu analisis yang hanya

mempertimbangkan getar mode atau ragam pertama. Ragam mode pertama tersebut

dapat diasumsikan mengikuti sebuah garis lurus. Respons struktur yang diakibatkan

gempa sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri bangunan itu sendiri. Menurut

Pauly dan Priestley, Bangunan yang memiliki bentuk yang beraturan memiliki

ketahanan atas gempa lebih tinggi daripada bangunan yang memiliki bentuk

geometris yang tidak beraturan.

Analisa perencanaan struktur gedung terhadap efek beban gempa yang

bersifat statis, pada dasarnya merupakan Upaya untuk menggantikan beban dinamis

dengan gaya lateral yang bersifat statis. yang dianalisa akibat pergerakan tanah

dengan gaya-gaya statis ekivalen, dengan tujuan simplifikasi agar mendapatkan

kemudahan dalam perhitungan analisanya. Metode ini disebut dengan Metode Gaya

Lateral Ekivalen (Equivalent Lateral Force Method). Metode ini menitikberatkan

pada suatu elemen struktur yang dibebani gaya gempa merupakan hasil dari

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

34

perkalian Berat aktual total struktur dikalikan dengan koefisien berat yang didapat

dari jenis tanah situs beserta nilai percepatan gaya gempa periode pendek.

2.5.2 Analisis Dinamis

Pada analisa dinamis perhitungan analisa gaya gempa memperhitungkan

juga aspek khusus yang tidak terdapat dalam analisa statis. analisa ini cukup sering

digunakan pada bangunan yang memiliki bentuk geometris yang tidak beraturan.

Dari segi analisis dinamik, hal ini bukan menjadi masalah, dengan adanya berbagai

program komputer canggih saat ini yang memiliki kemampuan tinggi menganalisis

struktur rumit, sejatinya juga dipakai juga untuk mengontrol perilaku struktur

tersebut dalam responnya terhadap gempa. Pada analisa beban gempa dinamis

dapat menggunakan software analisa struktur seperti SAP2000 dan STAAD Pro

Yang berdasarkan peraturan yang berlaku di suatu daerah tertentu. Selain itu, hasil

dari analisa gempa beban dinamis pada software analisa struktur harus dikontrol

dengan perhitungan secara manual. Dengan melakukan analisis getaran bebas

3D dapat dilihat, kecenderungan perilaku struktur terhadap gempa. Nilai total dari

analisa dinamis umumnya lebih kecil hasilnya daripada menggunakan analisa statis.

Nilai ini juga lebih akurat daripada menggunakan analisa statis. Selain itu bangunan

yang memiliki tinggi lebih dari 40 meter diharuskan untuk menggunakan analisa

dinamis karena analisa statis sudah tidak lagi akurat untuk bangunan dengan

ketinggian lebih dari 40 meter.

Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan apabila

diperlukan analisa ulang yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada

struktur tersebut, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh

gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk

geometris atau konfigurasi yang tidak teratur.

Analisis dinamis dapat dilakukan dengan menggunakan metode elastis

maupun inelastis. Pada metode elastis dibedakan Analisis Riwayat Waktu dimana

pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum

Respons , yang mana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang

terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana Sedangkan pada analisis dinamis

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

35

inelastis, metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai respons struktur akibat

pengaruh gempa yang kuat dengan menggunakan cara integrasi langsung.

2.5.3 Respons Spektrum

Respons spektrum adalah suatu spektrum yang dijelaskan dalam bentuk

grafik antara periode getar struktur, yang berlawanan dengan respon-respon

maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respon–respon

maksimum berupa Simpangan, kecepatan, percepatan. Sedangkan nilai spektrum

respon dipengaruhi oleh periode getar, nilai rasio redaman, nilai daktilitas

struktur, serta jenis tanah pada suatu situs.

Terdapat dua macam spektrum respon :

1. Spektrum elastik: suatu spektrum yang didasarkan atas respon elastik struktur.

2. Spektrum inelastik (disebut juga desain spektrum respon): suatu spektrum yang

discale down dari spektrum elastik dengan nilai daktilitas tertentu.

2.6 Pembebanan Struktur

Perencanaan pembebanan dalam suatu struktur menjadi salah satu hal yang

terpenting yang mana nantinya digunakan untuk acuan dalam perencanaan

komponen struktur seperti pelat, balok dan kolom. Adapun beban-beban tersebut

dapat digolongkan menjadi dua yakni, beban gravitasi yang secara garis besar

terdiri dari beban mati (dead load) dan beban hidup (live load) , serta beban lateral

yang terdiri dari beban gempa (seismic load) dan beban angin (wind load).

Perencanaan pembebanan struktur gedung koridor Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya Malang ini menggunakan beberapa acuan standar sebagai

berikut :

1) SNI 2847:2019 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung

2) SNI 1726:2019 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur

Bangunan Gedung

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

36

3) SNI 1727:2013 tentang Standar Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan

Gedung.

2.6.1. Beban Gravitasi

2.6.1.1 Beban Mati

Dalam suatu struktur, beban mati merupakan beban yang telah membebani

struktur baik itu pada masa konstruksi maupun pada masa layan. Dalam sebagian

besar struktur gedung beban mati itu dapat berupa komponen struktural gedung,

komponen arsitektural gedung beserta utilitas gedung seperti perpipaan,

komponen kelistrikan dan lain-lain .

Beban mati yang termasuk perlu dipertimbangkan adalah beban yang

memiliki pengaruh terhadap struktur atau memiliki berat yang relatif tinggi

sehingga perlu diperhitungkan, beban-beban tersebut diantara lain:

Beton Bertulang = 2400 kg/m3

Tegel (24 kg/m2) + spesi (21 kg/m2) = 45 kg/m3

Plumbing = 10 kg/m3

Plafond + Penggantung = 18 kg/m3

2.7.1.2 Beban Hidup

Beban hidup merupakan beban yang disebabkan karena aktivitas dalam

gedung oleh pengguna gedung yang tentunya aktivitas tersebut mengakibatkan

beban yang berdampak pada struktur bangunan. Beban hidup itu juga dapat

dikatakan beban vertikal selain beban konstruksi. Beban hidup bekerja disaat

bangunan pada saat masa layan.

Menurut SNI 1727:2013, besarnya beban hidup lantai yang terdistribusi

secara merata pada jenis bangunan tertentu dapat ditentukan besarnya sesuai nilai-

nilai pada tabel berikut:

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

37

Tabel 2.7 Beban hidup terdistribusi merata pada lantai

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

38

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

39

2.6.2. Beban Lateral

2.6.2.1 Beban Gempa

Beban gempa adalah beban yang diakibatkan karena pergerakan tanah

akibat suatu aktivitas seismik pada bagian dalam bumi yang mana dapat

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

40

mempengaruhi kondisi struktur tersebut yang berupa simpangan atau drift. Maka

dari itu diperlukanlah suatu manajemen penahan gempa yang mampu mereduksi

suatu simpangan agar bangunan tersebut tidak mengalami keruntuhan.

2.7.2.2 Beban Angin

Beban angin merupakan beban yang diakibatkan gesekan udara yang mana

gesekan tersebut memberi dorongan pada suatu struktur. Besarnya beban angin

pada suatu struktur itu berdasarkan lokasi suatu situs, tinggi bangunan dan juga

luasan bangunan dari arah samping yaitu lebar gedung dikalikan dengan tinggi

gedung.

2.6.3 Beban Kombinasi Terfaktor

Beban kombinasi merupakan beban dasar yang dikalikan dengan faktor

yang mana termuat dalam suatu code atau aturan yang berlaku di suatu tempat,

besarnya suatu faktor dapat dipengaruhi oleh tingkat fluktuasi beban terhadap

beban rencana sehingga suatu faktor beban berbeda satu sama lain pada setiap

kondisi gedung.

Tabel 2.8 Kombinasi pembebanan menurut SNI 2847:2019

Keterangan :

D = beban mati

L = beban hidup

Lr = beban hidup atap

R = beban hujan

W = beban angin

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

41

E = beban gempa

2.7 Tahapan Analisa Beban Gempa Metode Respons Spektrum

2.7.1 Kategori Resiko Bangunan dan Faktor Keutamaan, Ie

Menurut SNI 1726:2019, setiap jenis bangunan yang dikategorikan

terhadap fungsi nya. Kategori resiko tersebut memiliki faktor keutamaan terhadap

gempa yang berbeda satu sama lainnya yang bergantung pada tingkat urgensi pada

gedung tersebut. Faktor keutamaan terhadap gempa tersebut termuat dalam tabel

2.9 berikut:

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

42

Tabel 2.9 Kategori risiko bangunan terhadap gempa

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

43

Tabel 2.10 Faktor keutamaan terhadap gempa

2.7.2 Nilai Spektral Percepatan SS dan S1

Nilai spektral percepatan SS ditentukan menggunakan peta zonasi

gempa untuk SS, parameter respon spektral percepatan gempa maksimum yang

dipertimbangkan (MCER), periode ulang gempa selama 2500 tahun dimana dapat

dikatakan bahwa probabilitas yang dimiliki suatu bangunan dalam 50 tahun adalah

2%.

2.7.3 Klasifikasi Situs

Klasifikasi situs ini digunakan sebagai acuan kriteria desain seismik yang

terdiri dari nilai-nilai faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria

desain seismik suatu bangunan pada permukaan tanah atau penentuan amplifikasi

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

44

percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs

tertentu, maka situs tersebut harus diklasifikasi dahulu.

Tabel 2.11 Klasifikasi situs gempa

2.7.4 Koefisien Situs

Tabel 2.12 Nilai koefisien pada tiap situs (FA) dengan periode 0.2 s

CATATAN :

a. Untuk nilai-nilai SS yang terletak pada dua nilai dapat dicari dengan

menggunakan interpolasi linier

b. SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik serta analisis

respons situs spesifik

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

45

CATATAN :

a. Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier

b. SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons

situs spesifik.

2.7.5 Nilai Koefisien Modifikasi Respon

Nilai koefisien pada setiap jenis nilai koefisien modifikasi respon termuat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.13 Nilai koefisien situs (Fv) pada tiap situs dengan periode 1s

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

46

Tabel 2.14 Tabel Nilai R,Ω0 dan Cd

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

47

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

48

2.7.6 Parameter Spektrum Respon Periode Pendek

Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan

periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus

ditentukan dengan persamaan berikut:

SMS = Fa SS

SM1 = Fv S1

Keterangan :

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

periode pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

periode 1 detik

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

49

2.7.7 Parameter Percepatan Spektral Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek SDS dan pada

periode 1 detik, SD1, harus ditentukan dengan persamaan berikut:

SDS = SMS

SD1 = SM1

2.7.8 Kategori Desain Seismik

Struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik. Kategori

desain seismik ditentukan berdasarkan tabel kategori desain seismik di bawah ini,

dimana kategori desain seismik yang diambil merupakan nilai yang terberat dari

kedua tabel tersebut.

Tabel 2.15 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode

Pendek

Tabel 2.16 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode 1

Detik

2.7.9 Spektrum Respon Desain

Berikut ini terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam desain

dalam desain respon spektrum, di antara lain:

1. Untuk periode yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain,

Sa, harus diambil berdasarkan persamaan berikut ini:

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

50

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari atau

sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa,

diambil berdasarkan persamaan :

Ev = 0,2× 𝑆𝐷𝑆 ×𝐷

Dan

𝑆𝐷𝑆 = 2/3 𝑆𝑀𝑆

𝑆𝑀𝑆 = Fa×Ss

Keterangan :

𝑆𝐷𝑆 = parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek

𝐷 = pengaruh beban mati

𝐹𝑎= faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek

𝑆𝑀𝑆 = parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

𝑆𝑠= parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

periode pendek

2.7.10 Menentukan Gaya Gempa dasar (Base Shear)

Besarnya gaya gempa dasar dapat dihitung menggunakan persamaan yang

berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 7.8.1 yakni:

Keterangan:

Cs = Koefisien respon seismik

W = berat seismik efektif

Koefisien respon seismik (Cs), harus dihitung berdasarkan SNI 1726:2019 pasal

7.8.1.1, seperti berikut:

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

51

Nilai Cs tersebut harus kurang dari Cs max yang nilainya sebesar

Apabila T < TL

Apabila T > TL

Nilai Cs tersebut harus lebih besar dari Cs min yang nilainya sebesar

2.7.11 Perioda Fundamental Alami (Approximate Fundamental Period)

Berdasarkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.2.1, periode fundamental

pendekatan (Ta), dalam satuan detik, harus ditentukan melalui persamaan sebagai

berikut :

Keterangan:

hx = Ketinggian struktur dari dasar hingga puncak gedung dalam satuan meter

Ct = dapat dilihat pada tabel berikut

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

52

Tabel 2.17 Nilai parameter pendekatan Ct dan x

2.7.12 Distribusi Vertikal gaya gempa

Berdasarkan pada SNI 1726 :2019 pasal 7.8.3, gaya gempa lateral (Fx),

yang terdapat pada seluruh tingkat dapat ditentukan melalui persamaan berikut :

Keterangan :

𝐶𝑣𝑥 = faktor distribusi vertikal

V = base shear atau gaya geser gempa dasar, (kN)

Cvx, wi dan wx= sebagian berat efektif total struktur (W) pada suatu tingkat

bangunan i atau x

hi dan hx = nilai eksponen yang terkait dengan periode struktur yakni sebagai

berikut :

k = 1, berlaku untuk struktur yang mempunyai periode kurang dari 0,5 s

k = 2, berlaku untuk struktur yang mempunyai periode lebih dari 2s

untuk nilai k yang terletak diantara 0,5s - 2s, maka harus diinterpolasikan secara

linier.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

53

2.7.13 Distribusi Horizontal gaya gempa

Berdasarkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.4, geser tingkat desain di semua

lantai dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

Keterangan :

Fi adalah sebagian dari gaya geser dasar seismik V yang terjadi pada tingkat

i, dan dinyatakan dalam satuan kilonewton (kN). Besarnya nilai gaya geser tingkat

desain gempa juga harus didistribusikan pada seluruh elemen vertikal sistem

penahan gaya gempa pada tingkat yang ditinjau berdasarkan kekakuan lateral relatif

pada setiap elemen vertikal dan diafragma.

2.8 Kontrol Stabilitas Bangunan Akibat Pengaruh Gaya Gempa

2.8.1 Simpangan Antar Tingkat

Menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.6, gaya gempa akan menghasilkan suatu

simpangan struktur dalam arah lateral, sehingga dalam perencanaan struktur harus

diperiksa simpangan antar lantai (story drift) agar stabilitas struktur dan

kenyamanan dalam penggunaan bangunan terjamin.

Dalam menentukan besarnya simpangan antar lantai desain, perhitungan

harus dihitung berdasarkan perbedaan simpangan pada lantai atas dan lantai bawah

yang ditinjau. Defleksi pusat massa di tingkat x (δx) dihitung menggunakan

persamaan berikut:

Keterangan:

Cd = faktor pembesaran defleksi

δxe = defleksi pada lantai yang ditinjau akibat adanya gaya gempa lateral

Ie = faktor keutamaan struktur

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

54

Gambar 2. 11 skema deformasi portal akibat gaya gempa menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.7

2.8.2 Simpangan Izin Antar Tingkat

Simpangan antar tingkat desain, tidak boleh melebihi simpangan izin yang

disyaratkan sesuai SNI 1726:2019 pasal 7.12.1 yakni seperti yang termuat pada

tabel berikut:

Tabel 2.18 Simpangan izin antar tingkat

Untuk sistem penahan gaya gempa yang berupa rangka momen (moment frame)

yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, F besarnya simpangan yang

diizinkan tidak boleh melebihi Δa/ yang mana berlaku untuk seluruh tingkat, untuk

diambil secara konservatif sebesar 1,3.

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

55

2.8.3 Efek P-delta

Dalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi, pergerakan lateral kolom

yang disebabkan oleh pengaruh beban aksial dan defleksi horizontal dapat

menimbulkan momen sekunder yang terjadi pada balok dan kolom, serta dapat

memberi tambahan terhadap besarnya simpangan antar lantai. Pengaruh itulah yang

disebut sebagai efek P-delta, untuk stabilitas struktur juga harus diperiksa akibat

dari efek P-delta ini.

Pengaruh P-delta pada geser dan momen tingkat tidak perlu dihitung apabila

koefisien stabilitas nilainya kurang dari 0,1 yang mana harus dihitung melalui

persamaan yang diisyaratkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.7 berikut.

Keterangan:

Px = beban desain vertikal total di atas tingkat x tak terfaktor

Δ = simpangan antar lantai desain (mm)

Ie = faktor keutamaan gempa

Vx = gaya geser akibat gempa pada tingkat x dan x-1 (KN)

hsx = tinggi tingkat dibawah tingkat x (mm)

Cd = faktor pembesaran defleksi

Selain itu nilai koefisien stabilitas bangunan diisyaratkan untuk tidak melebihi nilai

maksimumnya yang dihitung menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.7 seperti berikut:

Keterangan:

θmax = koefisien stabilitas maksimum

ꞵ = rasio keruntuhan geser terhadap kapasitas gesernya, secara konservatif,

nilainya diambil 1,0

Cd = faktor pembesaran defleksi