BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1...

27
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lama (long losting) sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007), mengungkapkan bahwa sebelum orang memiliki perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini

terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran,

penciuman rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan seseorang tentang

suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.

Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif

terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi, 2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari

pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses yang didasari

oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut

akan bersifat lama (long losting) sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,

2007).

Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007), mengungkapkan bahwa

sebelum orang memiliki perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni:

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

13

a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest (menarasa tertarik), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus atau

objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

d. Trial (mencoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption (penyesuaian) subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa pengetahuan yang

mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai meningkat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk didalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dalam seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

14

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalm perhitungan-

perhitungan penelitian.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk yang baru dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori

atau rumusan rumusan yang telah ada.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

15

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek penelitian itu berdasarkan

kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan yang telah ada.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu dengan cara

kuno dan cara modern (Wawan, A dan Dewi M, 2010):

a. Cara Kuno

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradaban. Cara coba slah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, apabila

kemungkinan itu tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang

lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoriter

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-peminpin

masyarakat, baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima,

mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,

tanpa menguji terlebih dahulu, atau membuktikan kebenarannya, baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

16

3) Cara berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

b. Cara modern

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau disebut dengan metodologi

penelitian. Cara ini awalnya dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-

1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir

suatu cara untuk melakukan penelitian ini disebut penelitian ilmiah.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Menurut Riwidikdo

(2013), kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan kategori dibawah ini :

a. Tingkat pengetahuan baik bila nilai responden yang diperoleh (x) >Mean

+ 1 SD, dengan presentase 76%-100%.

b. Tingkat pengetahuan cukup bila nilai Mean – 1 SD ≤x≤ Mean + 1 SD,

dengan presentase 56%-75%.

c. Tingkat pengetahuan kurang bila responden yang diperoleh (x) < Mean –

1 SD, dengan presentase <56%.

Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan ada dua kategori

yaitu menggunakan pertanyaan subjektif misalnya jenis pertanyaan essay dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

17

pertanyaan objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multple choice),

pertanyaan betul salah dan pertanyaan menjodohkan.

Rumus pengukuran pengetahuan :

P = f/N × 100%

Keterangan :

P : presentase F : frekuensi item soal benar N : jumlah soal Kategori pengetahuan yang umum digunakan yaitu :

1) Kategori baik dengan nilai 76-100%

2) Kategori cukup dengan nilai 56-75%

3) Kategori kurang dengan nilai 40-55%

4) Kategori tidak baik dengan nilai <40%.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu :

a. Faktor Internal

1) Usia dan pengalaman

Usia adalah terhitung mulai seseorang saat dilahirkan sampai saat berulang

tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

semakin mantap dalam berfikir dan bekerja. Berdasarkan segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang

yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dari pengalaman

dan kematangan jiwa (Nursalam, 2008). Pengalaman adalah guru yang

paling baik, semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

18

semakin banyak kasus yang ditangani akan membuat seorang perawat akan

mahir dan terampil dalam penyelesaikan pekerjaan.

2) Tingkat pendidikan

Menurut teori Kuncoroningrat yang dikutip oleh Nursalam (2008),

mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin

mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan

yang dimiliki.

3) Pekerjaan

Menurut Markum yang dikutip Nursalam (2008), mengatakan bahwa

bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu. Seseorang yang bekerja

cenderung memiliki pengetahuan yang lebih dari seseorang yang tidak

bekerja. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena teman bekerja

merupakan sumber informasi yang menambah pengetahuan seseorang.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

dapat mempengaruhi perkembangan prilaku orang atau kelompok.

2) Sumber informasi

Menurut Yusuf (1998) yang dikutip Nursalam (2008), mengatakan bahwa

ledakan pengetahuan sebagai akibat perkembangan bidang ilmu dan

penelitian (ilmiah) maka semakin banyak pengetahuan yang bermunculan.

Sumbar informasi diperoleh melalui massa, media elektronik dan pelatihan

(kursus). Pelatihan menurut Andrew (2002) adalah upaya untuk

memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

19

kerja tertentu. Umumnya pelatihan berupaya menyiapkan karyawan untuk

melakukan pekerjaan yang pada saat itu dihadapi.

2.2 Konsep Kehamilan

2.2.1 Definisi Kehamilan

Menurut Sukarni dan Margareth (2013), kehamilan adalah fertilasi atau

penyatuan sprematozoa dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

Lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus kira-kira 280 hari (40

minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu) Prawirohardjo (2009).

2.2.2 Pembagian Usia Kehamilan

Menurut Prawirohardjo (2009), ditinjau dai usia Kehamilan, kehamilan

dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

a. Kehamilan triwulan pertama (0-12 minggu), yang mana alat-alat mulai

dibentuk.

b. Kehamilan triwulan kedua (12-28 minggu), yang mana alat-alat telah

dibentuk namun belum sempurna.

c. Kehamilan triwulan ketiga (28-40 minggu), yang mana janin yang

dilahirkan dapat viable (hidup).

2.2.3 Evidence Based dalam Praktik Kehamilan

Menurut Diyan dan Asmuji (2014), praktik yang berdasarkan bukti

penelitian adalah penggunaan secara sistematis, ilmiah dan eksplisit dari bukti

terbaik mutakhir dalam membuat keputusan tentang asuhan bagi pasien secara

individual. Berikut ini evidence based yang menjadi standar pelayanan dalam

praktik kehamilan sebagai berikut :

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

20

a. Kunjungan ANC

Dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan.

Tabel 2.1 Kunjungan ANC

Kujungan Waktu Alasan

Trimester I Sebelum 14 minggu 1. Mendeteksi masalah sebelum membahayakan jiwa.

2. Mencegah masalah, misalnya : tetanus neonatal, anemia, kebiasaan tradisional berbahaya.

3. Membangun hubungan saling percaya.

4. Memulai kesiapan kelahiran dan kesiapan menghadapi komplikasi.

5. Mendorong perilaku sehat (nutrisi, kebarhasilan, olahraga, istirahat, seks, dan sebagainya).

Trimester II 14-28 minggu Sama dengan trimester I ditambah kewaspadaan khusus terhadap hipertensi kehamilan (deteksi gejala preeklamsia, pantau TD, evaluasi edema, proteinuria).

Trimester III 28-36 minggu Sama, ditambah: deteksi kehamilan ganda.

Setelah 36 minggu Sama, ditambah: deteksi kelainan letak atau kondisi yang memerlukan persalinan di RS.

b. Pemberian suplemen mikronoutrien.

Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (=zat besi 60 mg) dan asam folat

500 µg sebanyak 1 tablet/hari segera setelah rasa mual hilang. Pemberian

selama 90 hari (3 bulan). Ibu harus dinasihati agar tidak meminumnya

bersama teh/kopi agar tidak mengganggu penyerapannya.

c. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) 0,5 cc.

Tabel 2.2 Pemberian imunisasi TT

Imunisasi Interval Lama perlindungan

Perlindungan %

TT 1 Pada kunjungan ANC pertama

- -

TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun 80 %

TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun 95 %

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

21

Imunisasi Interval Lama perlindungan

Perlindungan %

TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99 %

TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 tahun/seumur hidup

99 %

d. Perkiraan Hb pada kehamilan.

Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut:

1) Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar Hb. Kadar

terendah terjadi sekitar kehamilan 30 minggu. Pemeriksaan Hb harus

dilakukan pada kehamilan dini untuk melihat data awal lalu diulang pada

kehamilan 30 minggu.

2) Bila Hb rendah (<9 gr%) harus dilakukan pemeriksaan dan pengobatan

yang sesuai. Mungkin perlu dilakukan pemeriksaan Hb ulang apakah

pengobatan sudah tepat.

3) Anemia ringan penyebabnya adalah defisiensi zat besi, dapat diobati secara

efektif dengan suplemen besi.

4) Semua ibu hamil terutama yang mendapat suplementasi besi harus

mendapat nasihat gizi khususnya menghindari tembakau, kopi, dan teh.

5) Pastikan ibu mengkonsumsi makanan yang kaya protein dan vitamin C.

e. Perkiraan tinggi fundus uteri (TFU).

Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut :

1) Pengukuran menggunakan pita pengukur memberikan hasil yang konsisten

antar individu (walaupun masih terjadi sedikit variasi). Namun, bila semua

petugas dilatih dengan cara yang sama, teknik ini sangat berguna di negara

berkembang sebagai alat tapis awal yang dilakukan bidan dengan efisien.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

22

2) Pengukuran TFU pada kehamilan lanjut/saat persalinan dalam posisi

terlentang, terbukti memberikan hasil yang lebih tinggi dari yang

sebenarnya, sehingga hal tersebut menyebabkan perkiraan umur kehamilan

yang salah.

3) Program nasional menganjurkan posisi setengah duduk pada saat

pengukuran TFU. Diukur dengan menggunakan pita ukur standar untuk

memberikan interpretasi pertumbuhan janin yang benar.

4) Pengukuran TFU bila dilakukan oleh petugas yang sama setiap kunjungan

terbukti memiliki nilai prediktif yang baik terutama mengidentifikasi

adanya gangguan pertumbuhan intrauteri.

f. Hipotensi pada saat berbaring terlentang.

Dalam beberapa studi terhadap ibu pada kehamilan lanjut, ditemukan hal-

hal berikut ini:

1) Terjadi pengurangan aliran darah sebesar 45% pada tungkai bila ibu

berbaring terlentang dibandingkan dengan bila berbaring disisi kiri.

2) Ibu hamil merasa pusing bahkan dapat pingsan bila tidur terlentang karena

adanya kekurangan oksigenasi ke otak yang disebabkan pengurangan aliran

darah oleh adanya penekanan uterus pada vena pelvis mayor, vena cava

inferior, dan bagian dari desenden (penekanan autocaval). Keadaan ini

disebut Supine Hiptensive Syndrome yang dapat mengakibatkan denyut

jantung janin menjadi abnormal.

2.2.4 Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Ari Sulistyawati (2009), pemeriksaan kehamilan merupakan

salah satu tahapan penting menuju kehamilan yang sehat. Pemeriksaan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

23

Antenatal Care (ANC) dapat dilakukan melalui dokter kandungan atau bidan

dengan minimal pemeriksaan 4 kali selama kehamilan, yaitu :

a. 1x pada trimester pertama (usia kehamilan 0 -13 minggu)

b. 1x pada trimester kedua (usia kehamilan 14 -27 minggu)

c. 2x pada trimester ketiga (usia kehamilan 20 – 40 minggu)

Menurut Saryono (2010), pelayanan antenatal adalah pelayanan

kesehatan oleh tenaga professional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum,

bidan pembantu bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama masa kehamilan,

sesuai kebijakan program pelayanan asuhan antenatal harus sesuai standar yaitu

“14T” meliputi :

1) Timbang berat badan

2) Ukur tekanan darah

3) Ukur tinggi fundus uteri

4) Pemberian tablet zat besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan

5) Pemberian imunisasi TT

6) Pemeriksaan Hb

7) Pemeriksaan VDRL

8) Pemeriksaan payudara

9) Senam payudara dan pijit tekan payudara

10) Pemeliharaan tingkat kebugaran / selama ibu hamil

11) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

12) Pemeriksaan protein urine atas indikasi

13) Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi

14) Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah edemis gondok dan

pemberian anti malaria untuk daerah edemis malaria.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

24

2.2.5 Hak-hak Wanita Hamil

Menurut Ari Sulistyawati (2009), adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh pendidikan dan informasi.

b. Mendapat jaminan dari pemerintah untuk mendapatkan yang benar dari

suatu kehamilan tanpa ada resiko.

c. Memperoleh gizi yang cukup.

d. Wanita bekerja berhak untuk tidak dikeluarkan dari pekerjaannya.

e. Berhak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskrimasi dan hukuman,

seperti dikucilkan oleh masyarakat akibat mengalami gangguan kehamilan.

f. Berhak ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut

kesehatan diri dan bayinya.

2.3 Konsep Imunisasi Tetanus Toksoid

2.3.1 Definisi Imunisasi Tetanus Toksoid

Imunisasi adalah suatu program yang dengan sengaja memasukkan

antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten

terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010). Imunisasi adalah suatu cara

untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,

sehingga bila nanti terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit

ringan. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) adalah imunisasi yang diberikan

kepada ibu hamil untuk mencegah terjadinya Tetanus Neonatorum (TN)

(Astuti, 2012).

Imunisasi TT adalah suntikan vaksin tetanus untuk meningkatkan

kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2007).

Vaksin tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan kemudian

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

25

dimurnikan (Setiawan, 2006). Kemasan vaksin dalam 1 vial vaksin TT berisi 10

dosis dan setiap 1 box vaksin terdiri dari 10 vial. Vaksin TT adalah vaksin yang

berbentuk cairan (Depkes RI, 2010).

2.3.2 Manfaat Imunisasi Tetanus Toksoid

Menurut Bartini (2012), imunisasi TT di anjurkan untuk mencegah

terjadinya infeksi tetanus neonatorum. Vaksin tetanus pada pemeriksaan

antenatal dapat menurunkan kemungkinan kematian bayi dan mencegah

kematian ibu akibat tetanus. Imunisasi TT dapat melindungi bayi yang baru

lahir dari tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus

yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh

clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan

menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin dkk, 2008).

2.3.3 Jumlah Dosis Pemberian Imunisasi TT

Ibu hamil harus mendapatkan penjelasan tentang pentingnya imunisasi

TT sebanyak 5 kali seumur hidup. Setiap ibu hamil yang belum pernah

imunisasi TT harus mendapatkan imunisasi TT paling sedikit 2 kali suntikan

selama hamil yaitu :

a. Kunjungan pertama kehamilan

b. 4 minggu setelah imunisasi petama

Apabila ibu telah diimunisasi TT sebanyak 2 kali, kemudian dalam satu

tahun ibu hamil maka saat hamil diberikan 1 kali suntikan paling lambat 2

minggu sebelum melahirkan (Bartini, 2012).

Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ

reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Puncak

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

26

kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Wanita Usia Subur (WUS)

diwajibkan untuk melakukan imunisasi TT saat mendaftarkan pernikahan di

KUA (Kantor Urusan Agama) sebagai bentuk pencegahan infeksi tetanus saat

kehamilan. Imunisasi TT1 dilakukan pertama kemudian dilanjutkan TT2 4

minggu setelah TT1. Jika WUS tidak melanjutkan TT2 kemudian setelah 1

tahun hamil maka imunisasi TT harus diulang dari imunisasi TT1 (Depkes RI,

2007).

Menurut Syaifuddin (2008), jumlah dan dosis pemberian imunisasi TT

untuk ibu hamil yaitu :

1) Pasien dianggap mempunyai kekebalan jika telah mendapat 2 dosis

terakhir dengan interval 4 minggu, dan jarak waktu sekurangnya 4 minggu

antara dosis terakhir dengan saat terminasi kehamilan. Pasien yang telah

mendapat vaksinasi lengkap (5 suntikan) lebih dari 10 tahun sebelum

kehamilan perlu diberikan booster berupa toksoid 0,5 ml IM.

2) Jika pasien belum pernah imunisasi, berikan serum anti tetanus 1500 unit

IM dan suntikkan booster Tetanus Toksoid (TT) 0,5 ml IM diberikan 4

minggu kemudian.

3) Pencegahan dan perlindungan diri yang aman terhadap penyakit tetanus

dilakukan dengan pemberian 5 dosis imunisasi untuk mencapai kekebalan

penuh (Depkes RI, 2007).

2.3.4 Jarak Pemberian Imunisasi TT

Menurut WHO (2010), jika seorang ibu yang tidak pernah diberikan

imunisasi tetanus maka ia harus mendapatkan paling sedikit 2 kali suntikan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

27

selama kehamilan yaitu pertama saat kunjungan antenatal dan kedua pada 4

minggu setelahnya.

Tabel 2.3 Jadwal pemberian imunisasi tetanus toksoid

Antigen Interval Lama perlindungan

% perlindungan

TT 1 Kunjungan awal - -

TT 2 4 minggu setelah TT 1

3 tahun 80

TT 3 6 bulan setelah TT 2

5 tahun 95

TT 4 1 tahun setelah TT 3

10 tahun 99

TT 5 1 tahun setelah TT 4

25 tahun/longlife 99

Sumber: Depkes RI, 2007

2.3.5 Efek samping imunisasi TT

Efek samping dari imunisasi TT biasanya gejala-gejala ringan seperti

nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada area suntikan (Depkes RI, 2007).

Tetanus toksoid adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita

hamil, tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi

TT. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari kemudian akan sembuh

sendiri dan tidak perlukan tindakan/pengobatan (Saifuddin dkk, 2008).

2.3.6 Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT

Menurut Depkes RI (2007), tempat pelayanan untuk mendapatkan

imunisasi TT yaitu : a. Puskesmas; b. Puskesmas pembantu; c. Rumah sakit; d.

Rumah bersalin; e. Polindes; f. Posyandu; g. Rumah sakit swasta; h. Dokter

praktik; i. Bidan praktik.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

28

2.4 Konsep Perilaku dan Kepatuhan

2.4.1 Definisi Perilaku

Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang

mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri

yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak diluar dirinya atau

disebut faktor eksternal yaitu faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat adanya

rangsangan (stimulus), baik dari dalam (internal) maupun dari luar tubuh

individu (eksternal). Pada hakikatnya perilaku individu mencakup perilaku yang

tampak (overt behavior) dan atau perilaku yang tidak tampak (innert behavior atau

covert behavior). Perilaku tersebut timbul akibat adanya rangsangan atau stimulus

yang menimbulkan aktivitas yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung (Sunaryo, 2008).

2.4.2 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan imunisasi adalah sejauh mana kelengkapan pasien dalam

melakukan imunisasi sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan, sesuai

dengan arahan dan rekomendasi dari petugas kesehatan (WHO, 2011).

Menurut Sacket dalam Niven (2010), kepatuhan adalah sejauh mana perilaku

pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

Yegenoglu et al. (2003) dalam Pertiwi et al. (2011), menjelaskan bahwa

kepatuhan pasien mengacu kepada kemauan dan kemampuan seorang individu

untuk mengikuti saran-saran medis, mengonsumsi obat sesuai dengan yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

29

diresepkan, mematuhi jadwal konsultasi medis, serta menyelesaikan tindak

lanjut medis sesuai dengan rekomendasi.

WHO (2003) dalam Prihandana (2012), mendefinisikan kepatuhan

sebagai kemampuan pasien dalam berperilaku untuk melakukan pengobatan,

mengikut diet, dan melakukan perubahan pola hidup, sesuai dengan arahan dan

rekomendasi dari petugas kesehatan. Kepatuhan pada program kesehatan

merupakan perilaku yang dapat diobservasi dengan begitu dapat diukur secara

tidak langsung melalui konsekuensi atau hasil yang berkaitan dengan perilaku.

2.4.3 Perilaku Kesehatan

Berdasarkan teori perilaku dari Skiner (1938) dalam Nesi&Yunetra

(2011), perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme)

terhadap stimulus atas objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Perilaku

kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance).

Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan upaya penyembuhan jika sakit. Perilaku ini

terdiri atas dua aspek adalah:

1) Perilaku pencegahan penyakit, misalnya: pemberian imunisasi TT pada ibu

hamil, mencuci tangan dan sebagainya.

2) Perilaku meningkatkan kesehatan dan penyembuhan akibat sakit.

Kesehatan itu dinamis dan relatif, maka perlu upaya bagi yang sudah sehat

untuk meningkatkan kembali kesehatannya seoptimal mungkin, misalnya:

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

30

pemberian antibotik, makanan dan minuman yang bergizi, pemberian

tablet Fe, dan sebagainya.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour).

Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat sakit

atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari sederhana yaitu mengobati

sendiri (self treatment) sampai cara modern (teknologi)dengan pergi ke luar

negeri, misalnya: pada saat ibu akan bersalin akan mencari tenaga

kesehatan (bidan, dokter, perawat) untuk menolong persalinannya,

penderita sakit jantung akan pergi ke luar negeri untuk melakukan

pengobatan, dan sebagainya.

c. Perilaku kesehatan lingkungan.

Menurut Hedrik L. Blum, faktor lingkungan mempunyai kontribusi besar

yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Lingkungan yang dimaksud

adalah lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya. Apabila individu

bisa mengelola lingkungan dengan baik, maka lingkungan tidak akan

mengganggu kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat, misalnya:

pengelola sampah, air minum, pembuangan tinja, pembuangan limbah,

dan sebagainya.

2.4.4 Bentuk-Bentuk Perilaku

Skinner (1983) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi

melalui proses :

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

31

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007), bentuk operasional dari

perilaku dapat dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari

informasi yang disampaikan orang lain, melalui buku atau media massa

dan elektronik.

b. Perilaku dalam bentuk sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulasi atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk

terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan factor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007).

2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepatuhan

Menurut teori perubahan perilaku yang dikembangkan oleh Lawrence

Green (1989), perilaku dipengaruhi oleh salah satu dari tiga faktor utama, yaitu

Stimulus Organisme Respon atau “S-O-R”

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

32

faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan

faktor pendukung (reinforcing factor) (Notoatmodjo, 2007).

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) terwujud dalam :

1) Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui sensori

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Tingkat pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

terbuka (overt behavior). Pengetahuan yang didasari pengetahuan umumnya

lama (Notoatmodjo, 2007).

2) Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus yaitu

objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya

tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku tertutup tersebut. Sikap secara realistis menunjukkan adanya

kesesuaian terhadap respon stimulus tertentu. Tingkatan respon adalah

menerima (receiving), merespon (responding), dan bertanggung jawab

(responsible) (Sunaryo, 2008).

3) Nilai-nilai

Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk prilaku yang sesuai

dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang.

4) Kepercayaan

Seseorang yang mempunyai atau menyakini suatu kepercayaan tertentu

akan mempengaruhi prilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang

akan berpengaruh terhadap kesehatannya.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

33

5) Persepsi

Persepsi adalah proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus

yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian,

penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organism atau

individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon

yang menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam penginderaan

orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang

akan mengaitkan dengan objek. Persepsi pada individu akan menyadari

tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang

mempunyai persepsi tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai

persepsi yang dimilikinya (Sunaryo, 2008).

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor pendukung merupakan factor pemungkin. Faktor ini bisa

sekaligus menjadi faktor penghambat atau mempermudah niat suatu

perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor

pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas.

Sarana dan fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung

atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor pendukung (reinforcing factor)

Faktor pendukung merupakan penguat timbulnya sikap dan niat

untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan

penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan

negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku

yang positif.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

34

2.4.6 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut

Brunner dan Suddarth (2002) dalam Rahmi (2011), adalah:

a. Faktor demograsi seperti usia, jenis kelamin, status sosio-ekonomi dan

pendidikan.

b. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat

terapi.

c. Faktor program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping

yang tidak menyenangkan.

d. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap kesehatan,

penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau

budaya dan biaya finansial.

Menurut Purwanto (2006) dalam Novian (2013), ada beberapa variabel

yang mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang, antara lain:

1) Demografi meliputi: usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio-ekonomi

dan pendidikan.

2) Pengetahuan

Pengetahuan pasien tentang kepatuhan pengobatan yang rendah dapat

menimbulkan kesadaran yang rendah, sehingga akan berdampak dan

berpengaruh pada pasien dalam mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan

pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut.

3) Komunikasi terapeutik

Kualitas insteraksi antara pasien dengan tenaga kesehatan menentukan

tingkat kepatuhan seseorang, karena dengan kualitas interaksi yang tinggi,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

35

maka seseorang akan puas dan akhirnya meningkatkan kepatuhannya

terhadap anjuran kesehatan dalam hal perawatan, sehingga dapat dikatakan

salah satu penentu penting dari kepatuhan adalah cara komunikasi tentang

bagaimana anjuran diberikan.

4) Psikososial

Variabel ini meliputi sikap pasien terhadap tenaga kesehatan serta terhadap

penyakitnya. Sikap seseorang terhadap perilaku kepatuhan menentukan

tingkat kepatuhan. Kepatuhan seseorang merupakan hasil dari proses

pengambilan keputusan orang tersebut dan akan berpengaruh pada

persepsi dan keyakinan orang tentang kesehatan.

5) Dukungan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu serta memainkan

peran penting dalam program perawatan dan pengobatan. Pengaruh

normatif pada keluarga dapat memudahkan atau menghambat perilaku

kepatuhan, selain dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan

diperlukan untuk mempertinggi tingkat kepatuhan, dimana tenaga

kesehatan adalah seseorang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien,

sehingga apa yang dianjurkan akan dilaksanakan.

2.4.7 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan

menjadi empat bagian menurut Niven (2009), antara lain:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

36

a. Pemahaman tentang instruksi

Tak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang

instruksi yang diberikan padanya.

b. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan

bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

c. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.

d. Keyakinan, sikap, dan kepribadian

Niven (2009), menjelaskan bahwa keyakinan seseorang tentang kesehatan

berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Orang-orang yang

tidak patuh adalah orang-orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat

memperhatikan kesehatannya, memiliki ego yang lebih lemah dan

kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada diri sendri.

2.4.8 Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994) dalam Niven (2009) yang dikutip dari Rahmi

(2011), berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara

lain:

a. Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan

kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut

adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

37

penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan

baik dokter atau perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Pasien dan keluarga yang

percaya pada tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh perawat dapat

menunjang peningkatan kesehatan pasien, sehingga perawat dapat bekerja

dengan percaya diri dan ketidakpatuhan pasien dapat dikurangi.

c. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya kepatuhan perawat

untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien atau

melakukan tindakan asuhan keperawatan.

d. Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya pemberian asuhan

keperawatan berdasarkan prosedur yang ada akan membantu

meningkatkan kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan

memberikan pelatihan-pelatihan kesehatan yang diadakan oleh pihak

rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain.

2.4.9 Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan

Niven (2009), mengungkapkan derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh

kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hidup/lingkungan

kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat mematuhi prosedur

tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi menyelamatkan hidup, dan

keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas

kesehatan.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41846/3/jiptummpp-gdl-tillatulla-47577-3-bab2.pdf13 a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

38

2.4.10 Pengukuran Kepatuhan

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu

dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-

indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai

ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur

melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi

merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu

indikator merupakan suatu variabel (karakteristik)terukur yang dapat digunakan

untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian mutu.

Disamping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar,

misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai

dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al-Assaf, 2010).