BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Fasilitas .... BAB II.pdf · Terbagi (dengan median)...

26
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Fasilitas Berbalik Arah Jalan arteri dan jalan kolektor yang mempunyai lajur lebih dari empat dan dua arah biasanya menggunakan median jalan untuk meningkatkan faktor keselamatan dan waktu tempuh pengguna jalan. Pada ruas jalan yang mempunyai median sering dijumpai bukaan yang berfungsi sebagai tempat kendaraan untuk melakukan gerakan berbalik arah 180˚ (u-turn), sebelum kendaraan melakukan gerakan berbalik arah pada ruas jalan yang mempunyai median, kendaraan tersebut akan mengurangi kecepatannya dan akan berada pada jalur paling kanan, pada saat kendaraan akan melakukan gerakan memutar menuju jalur yang berlawanan, kendaraan tersebut akan dipengaruhi oleh jenis kendaraan (kemampuan manuver, dan radius putaran) gerakan balik arah kendaraan, dimana pada ruas jalan tersebut terjadi interaksi antara kendaraan balik arah dan kendaraan yang bergerak lurus pada arah yang berlawanan, dan penyatuan dengan arus berlawanan arah untuk memasuki jalur yang sama sehingga dapat mempengaruhi kinerja ruas jalan. Pada kondisi ini yang terpenting adalah penetapan pengendara sehingga gerakan menyatu dengan arus utama yang tersedia. Artinya pengendara harus dapat mempertimbangkan adanya senjang jarak antara dua kendaraan pada arah arus utama sehingga kendaraan dapat dengan aman menyatu dengan arus utama ( gap acceptance), dan fenomena merging dan weaving. 2.2 Gerakan Memutar Kendaraan Gerakan berbalik arah (u-turn) akan melibatkan beberapa kejadian yang berpengaruh terhadap kinerja jalan tersebut. Pada tahap pertama terjadi pengaruh terhadap arus lalu lintas yang searah dengan jumlah kendaraan yang akan berputar arah sebelum arus kendaraan tersebut menyatu dengan arus yang berlawanan saat gerakan putar arah dilakukan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1. tahap kedua adalah pada saat kendaraan melakukan gerakan berputar pada fasilitas yang tersedia. Tahap ketiga, kejadian tersebut mempunyai dampak yang secara parsial

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Fasilitas .... BAB II.pdf · Terbagi (dengan median)...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Umum Fasilitas Berbalik Arah

Jalan arteri dan jalan kolektor yang mempunyai lajur lebih dari empat dan

dua arah biasanya menggunakan median jalan untuk meningkatkan faktor

keselamatan dan waktu tempuh pengguna jalan. Pada ruas jalan yang mempunyai

median sering dijumpai bukaan yang berfungsi sebagai tempat kendaraan untuk

melakukan gerakan berbalik arah 180˚ (u-turn), sebelum kendaraan melakukan

gerakan berbalik arah pada ruas jalan yang mempunyai median, kendaraan

tersebut akan mengurangi kecepatannya dan akan berada pada jalur paling kanan,

pada saat kendaraan akan melakukan gerakan memutar menuju jalur yang

berlawanan, kendaraan tersebut akan dipengaruhi oleh jenis kendaraan

(kemampuan manuver, dan radius putaran) gerakan balik arah kendaraan, dimana

pada ruas jalan tersebut terjadi interaksi antara kendaraan balik arah dan

kendaraan yang bergerak lurus pada arah yang berlawanan, dan penyatuan dengan

arus berlawanan arah untuk memasuki jalur yang sama sehingga dapat

mempengaruhi kinerja ruas jalan. Pada kondisi ini yang terpenting adalah

penetapan pengendara sehingga gerakan menyatu dengan arus utama yang

tersedia. Artinya pengendara harus dapat mempertimbangkan adanya senjang

jarak antara dua kendaraan pada arah arus utama sehingga kendaraan dapat

dengan aman menyatu dengan arus utama (gap acceptance), dan fenomena

merging dan weaving.

2.2 Gerakan Memutar Kendaraan

Gerakan berbalik arah (u-turn) akan melibatkan beberapa kejadian yang

berpengaruh terhadap kinerja jalan tersebut. Pada tahap pertama terjadi pengaruh

terhadap arus lalu lintas yang searah dengan jumlah kendaraan yang akan berputar

arah sebelum arus kendaraan tersebut menyatu dengan arus yang berlawanan saat

gerakan putar arah dilakukan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1. tahap kedua

adalah pada saat kendaraan melakukan gerakan berputar pada fasilitas yang

tersedia. Tahap ketiga, kejadian tersebut mempunyai dampak yang secara parsial

6

berbeda, namun keseluruhan gerakan tersebut akan secara nyata mempengaruhi

kondisi arus lalu lintas pada kedua arah arus lalu lintas.

Gambar 2.1 Gerakan arus berputar arah

Kendaraan belakang terhadang oleh kendaraan di depannya, kendaraan

yang akan berbelok harus menunggu gap antara kendaraan pada arus arah yang

berlawanan.

2.3 Faktor Pembuatan Kebijakan Untuk Merencanakan Putaran Balik

Pada Bukaan Median

Faktor yang mempengaruhi kebijakan untuk merencanakan putaran balik

pada bukaan median adalah sebagai berikut:

Lebar Median (berdasarkan kendaraan rencana dan gangguan yang

berpotensi mengganggu arus lalu lintas).

Kondisi arus lalu lintas yang meliputi (LHR, volume kendaraan berat,

jam puncak pergerakan memutar)

Jarak pandang.

U

S

7

Kemampuan untuk memulai dan mengakhiri gerakan memutar dari

jalur satu ke jalur berlawanan.

Frekuensi kecelakaan.

Lokasi bukaan median.

Lajur khusus untuk memutar balik.

Ketersediaan lain lokasi putaran balik alternative.

Bukaan median terpisah (lihat Gambar 2.2) diperlukan untuk lokasi-lokasi

berikut:

Lokasi di sekitar persimpangan minor tanpa fasilitas belok untuk

mengakomodasi gerakan berbalik.

Lokasi persimpangan untuk mengakomodasi gerakan putar balik.

Lokasi di pertemuan dengan jalan minor dan arus lalu lintas dilarang

memotong jalan mayor, namun bila diperlukan dapat dilakukan

gerakan berbelok kekanan memasuki arus lalu lintas menerus

weaving ke kiri, putaran balik kemudian kembali.

Lokasi dengan ruang terbuka untuk aktifitas pemeliharaan untuk

fasilitas terkait kegiatan jalan.

Lokasi pada jalan tanpa control akses dimana bukaan median pada

jarak optimum disediakan untuk melayani pengembangan daerah

tepinya (frontage) dan meminimumkan tekanan untuk bukaan median

di depannya.

2.3.1 Lebar Median Ideal Gerakan Berputar

Putaran balik langsung adalah putaran yang disediakan untuk memenuhi

kebutuhan memutar kendaraan pada jalan-jalan baik di perkotaan maupun di

luar kota dengan mengadakan bukaan pada median. Pada putaran balik

langsung terdapat tiga (3) jenis gerakan memutar, yaitu:

a) Gerakan memutar dari lajur dalam ke lajur berlawanan.

b) Gerakan memutar dari lajur dalam ke lajur luar pada jalur berlawanan.

c) Gerakan memutar dari lajur dalam ke bahu jalan pada jalur

berlawanan untuk jalan 4/2D atau dari lajur dalam ke lajur luar pada

jalur berlawanan.

8

Dua macam median yaitu tanpa penambahan lajur (lihat Gambar 2.2),

dan dengan penambahan lajur (lihat Gambar 2.3). Lebar median ideal sesuai

dengan manuver kendaraan dari lajur paling dalam ke lajur paling dalam pada

jalur lawan.

Gambar 2.2 Putaran balik tanpa penambahan lajur

Sumber: Agah (2007)

Gambar 2.3 Putaran balik dengan penambahan lajur

Sumber: Agah (2007)

Kebutuhan lebar dan bukaan median yang di desain untuk fasilitas

putaran balik arah (u-turn) tergantung ukuran dan tapak gerakan membelok

terutama untuk kendaraan desain (AASHTO, 2001), pada Tabel 2.1 dapat

dilihat tipe pergerakan, pengelompokan kelas secara umum dan minimum

putaran membelok untuk setiap kendaraan desain yang ideal.

9

Tabel 2.1 Lebar minimum rencana bukaan median untuk u-turn

Sumber: AASHTO, 2001

2.3.2 Bukaan Median

Bukaan median diperlukan untuk kendaraan agar dapat melakukan

gerakan putaran balik (u-turn) pada tipe jalan terbagi serta dapat

mengakomodasi gerakan memotong dan belok kanan. Bukaan median

diperlukan untuk lokasi-lokasi berikut:

1. Lokasi disekitar persimpangan: mengakomodasi gerakan berbelok.

2. Lokasi didepan persimpangan: mengakomodasi gerakan putaran

balik yang akan mengganggu gerakan berputar di persimpangan,

lokasi dengan median yang cukup lebar pada pendekatan jalan

dengan sedikit bukaan.

3. Lokasi yang terdapat ruang terbuka untuk aktivitas pemeliharaan

fasilitas, kantor polisi, dan aktivitas sosial lainnya, diperlukan

pada jalan dengan kontrol akses dan pada jalan terbagi yang

melalui daerah yang kurang berkembang.

4. Lokasi pada jalan tanpa kontrol, merupakan akses dimana bukaan

madiaan pada jarak yang optimum disediakan untuk melayani

pengembangn daerah tepinya (frontage) dan meminimumkan

tekanan untuk bukaan median didepannya.

10

Gambar 2.4 Standar bentuk putaran balik Sumber: Agah, 2007

Gambar 2.4 memperlihatkan bentuk standar putaran balik. Putaran balik

harus mamenuhi syarat dengan Iebar jalan termasuk lebar median yang cukup

bagi kendaraan untuk melakukan putaran tanpa adanya kemungkinan untuk

merusak bagian luar perkerasan dengan menyediakan tempat agar dapat berputar

dari suatu lajur putar ke median sampai mendekati bahu pada jalur lawan.

2.3.3 Kebutuhan Lahan Lokasi Putaran Balik

Kebutuhan lahan minimal yang harus disiapkan apabila median sempit

dthitung dengan pendekatan sebagai berikut:

1. Panjang lajur putaran adalah 60 meter, ditetapkan berdasakan

maksimum panjang antrian dengan 3 kendaraan, panjang kendaraan

rencana terbesar jalan perkotaaan 18 meter dan panjang kendaraan

rencana terbesar luar kota 21 meter.

2. Lebar median yang diperlukan untuk melakukan gerakan putaran

batik secara langsung oleh kendaran berat pada jalan dengan lebar

lajur 3 meter adalah sebesar 21 meter.

3. Kebutuhan lahan adalah luas total pada pelebaran dikurangi lebar

jalan normal dengan asumsi lebar lajur jalan adalah 3,5 meter.

2.4 Jalan Perkotaan

Jalan perkotaan adalah jalan yang mempunyai perkembangan secara

permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada

satu sisi jalan, baik berupa perkembangan lahan atau bukan. Yang termasuk dalam

kelompok jalan perkotaan adalah jalan yang berada didekat pusat perkotaan

11

dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 jiwa. Jalan di daerah perkotaan

dengan jumlah penduduk yang kurang dari 100.000 juga dapat digolongkan pada

kelompok ini jika perkembangan samping jalan tersebut bersifat permanen dan

terus menerus.

Beberapa tipe jalan perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD).

2. Jalan empat lajur dua arah.

a. Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD).

b. Terbagi (dengan median) (4/2 D).

3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D).

4. Jalan satu arah (1-3/1).

2.5 Kondisi Geometrik dan Kondisi Lingkungan

Dalam menghitung kinerja ruas jalan, data kondisi geometric jalan dan

kondisi lingkungan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:

a. Kondisi Geometrik

Jalur gerak, yaitu bagian jalan yang direncanakan khusus

untuk kendaraan bermotor lewat, berhenti dan parkir

(termasuk bahu).

Jalur jalan, Semua bagian dari jalur gerak, median dan

pemisah luar.

Median, yaitu daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada

segmen jalan.

Lebar jalur, yaitu lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas,

tidak termasuk bahu.

Lebar jalur efektif, yaitu lebar rata-rata yang tersedia untuk

pergerakan lalu lintas setelah pengurangan akibat parkir tepi

jalan, atau panghalang sementara lain yang menutup jalur lalu

lintas.

Kereb, batas yang diinginkan berupa bahan kaku antara tepi

jalur lalu lintas dan trotoar.

Trotoar, yaitu bagian dari jalan yang disediakan untuk pejalan

12

kaki yang biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari

jalur jalan oleh kereb.

Jarak penghalang kereb, jarak dari kereb ke penghalang dari

trotoar (misalnya pohon, tiang lampu)

Lebar bahu, yaitu lebar bahu di sisi jalur lalu lintas yang

direncanakan untuk kendaraan berhenti, pejalan kaki dan

kendaraan yang bergerak lambat.

Lebar bahu efektif, yaitu lebar bahu yang sesungguhnya

tersedia untuk digunakan, setelah pengurangan akibat

penghalang seperti pohon, kios di pinggir jalan dan

sebagainya.

Panjang jalan, yaitu panjang segmen jalan yang diamati

sebagai daerah studi.

Tipe jalan, yaitu tipe potongan melintang jalan ditentukan oleh

jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan. Berbagai tipe

jalan akan mempunyai kinerja berbeda pada pembebanan lalu

lintas tertentu.

b. Kondisi Lingkungan

Ukuran kota, yaitu jumlah penduduk di dalam kota yang

dinyatakan dalam satuan juta jiwa. Kelas ukuran kota

dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kelas ukuran kota

Ukuran Kota

(Juta Penduduk)

Kelas Ukuran Kota

(City Size)

<0,1 Sangat kecil

0,1-0,5 Kecil

0,5-1,0 Sedang

1,0-3,0 Besar

>3,0 Sangat besar Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

Hambatan samping, yaitu faktor yang mempengaruhi

kinerja lalu lintas akibat kegiatan di pinggir jalan.

13

Data rincian yang diambil untuk penentuan kelas hambatan samping sesuai

dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) adalah:

1. Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyebrang sepanjang

segmen jalan (faktor bobot = 0,5).

2. Jumlah kendaraan berhenti dan parkir. (faktor bobot = 1,0).

3. Jumlah kendaraan bermotor yang keluar masuk ke/dari lahan

samping jalan dan sisi (faktor bobot = 0,7).

4. Jumlah arus kendaraan lambat (sepeda, delman, becak,

gerobak) (faktor bobot = 0,4).

Untuk menentukan kelas hambatan samping maka data masing-masing tipe

kejadian dikalikan dengan masing-masing faktor bobotnya, kemudian

jumlahkan semua kejadian berbobot untuk mendapatkan frekuensi faktor

berbobot kejadian, selanjutnya dengan menggunakan Tabel 2.3 maka akan

didapat kelas hambatan samping pada ruas jalan daerah studi.

Tabel 2.3 Penentuan kelas hambatan samping

Kelas hambatan

samping Kode Jumlah berbobot kejadian per

200m per jam (dua sisi) Kondisi khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah permukiman; jalan samping

tersedia.

Rendah L 100 - 299 Daerah permukiman; beberapa

kendaraan umum dsb.

Sedang M 300 - 500 Daerah industri; beberapa toko di

sisi jalan.

Tinggi H 500 - 899 Daerah komersil; aktifitas sisi jalan

tinggi.

Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersil; aktifitas pasar di

samping jalan.

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

2.6 Kinerja Ruas Jalan Perkotaan

Pembina Jalan (Departemen Pekerjaan Umum) menilai kinerja adalah

ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas lalu

lintas. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1997), ukuran kinerja ruas jalan

berupa kapasitas, derajat kejenuhan, dan kecepatan arus bebas. Di bawah ini

adalah parameter-paramater yang digunakan untuk menentukan kinerja ruas

jalan.

14

2.6.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Arus lalu lintas (Qp) adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui

titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dengan kend/jam, smp/jam, LHRT

(Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan) (Departemen Pekerjaan Umum, 1997).

Nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil

penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) yang

diturunkan secara empiris tipe kendaraan berikut:

Kendaraan tak bermotor (UM).

Sepeda motor (SM).

Kendaraan bermotor (KR) termasuk mobil penumpang, mini bus,

truk, dan jep.

Kendaraan berat (KB) termasuk truk dan bus.

Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukan sebagai kejadiaan terpisah

dalam faktor penyesuaian hambatan samping.

Lalu lintas jam puncak:

Qp = Q KR x emp KR + Q KB x emp KB + Q SM x emp SM.

Untuk kendaraan ringan (KR), nilai (emp) selalu 1,0. Ekivalen mobil

penumpang (emp)untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah

Tipe jalan satu arah

dan terbagi

Arus lalu lintas

Per lajur

(kend/jam)

Emp

KB SM

Dua lajur satu arah (2/1)

Dan

0 1,3 0,40

Empat lajur terbagi (4/2D) > 1050 1,2 0,25

Tiga lajur satu arah (3/1)

Dan

0 1,3 0,40

Enam lajur terbagi (6/2D) > 1100 1,2

0,25

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum,1997

15

2.6.2 Kapasitas

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di

jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi (geometric, pemisah

arah, komposisi lalu lintas, lingkungan) tertentu.

Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah

(kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan

per arah dan kapasitas di tentukan per lajur.

Kapasitas merupakan salah satu ukuran kinerja lalu lintas pada saat arus

lalu lintas maksimum dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan pada

kondisi tertentu (MKJI).

2.6.3 Tipe Jalan dan Kapasitas Dasar (Co)

Kapasitas dasar (base capasity) merupakan kapasitas pada kondisi

ideal. Kapasitas dasar jalan perkotaan lebih dari empat lajur (banyak lajur)

dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kapasitas dasar Co untuk jalur perkotaan

Tipe Jalan

Kapasitas

dasar

(smp/jam)

Catatan

Empat lajur terbagi atau

jalan satu arah 1650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur

Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua lajur

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

2.6.4 Kapasitas Sesungguhnya

Perhitungan besarnya kapasitas sesungguhnya yang dinyatakan dalam

satuan mobil penumpang (smp) suatu ruas jalan dirumuskan sebagai berikut:

C = Co x Fcw x FcSP x FcSF x FcCS (2.1)

Dimana:

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam).

16

Co = Kapasias Dasar (smp/jam).

Fcw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas.

FcSP = Faktor penyesuaian pemisah arah.

FcSF = Faktor penyesuaian hambatan samping.

FcCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

2.6.5 Faktor Koreksi Kapasitas Sesungguhnya

Untuk menentukan nilai masing-masing faktor penyesuaian guna

menghitung kapasitas nyata dapat dilihat sebagai berikut:

1. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (Fcw)

Untuk mencari besarnya faktor penyesuaian lebar jalan yaitu dengan

memasukkan nilai lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) ke tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan (Fcw)

Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas FCw

Empat lajur terbagi atau Per lajur

satu arah 3,00 0,92

3,25 0,96

3,50 1,00

3,75 1,04

4,00 1,08

Empat lajur tak terbagi Per lajur

3,00 0,91

3,25 0,95

3,50 1,00

3,75 1,05

4,00 1,09

Dua lajur tak terbagi Total dua arah 5 0,56

6 0,87

7 1,00

8 1,14

9 1,25

10 1,29

11 1,34

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

2. Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FcSP)

Untuk menentukan faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah yaitu

dengan memasukkan persentase arus ke tabel 2.7 tabel di bawah hanya

memberikan nilai untuk jalan dua lajur satu arah (2/1) dan empat lajur dua arah

17

(4/2) tak terbagi. Sedangkan untuk jalan terbagi dan satu arah faktor penyesuaian

kapasitas pemisah arah nilainya 1,0.

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FcSP)

Pemisah arah SP (%-%) 50 - 50 55 - 45 60 - 40 65 - 35 70 - 30

Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

3. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FcSF)

Di dalam menentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh

hambatan samping (FcSF) pada jalan perkotaan dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan

jalan kerb- penghalang (FcSF) untuk jalan perkotaan

Tipe jalan Kelas

hambatan

samping

Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar

bahu(FCsF)

Lebar bahu efektif Ws <, 0 5 1,00 1,50 > 2,0

4/2 D VL 0,96 0,98

1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02

M 0,92 0,95 0.98 1,00

H 0,88 0,92 0,95 0,98

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95 2/2 UD atau VL 0,94 0,96 0,99 1,01 jalan satu arah L 0,92 0,94 0,97 1,00

M 0.89 0,92 0,95 0,98

H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

4. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FcCS)

Untuk mendapatkan faktor penyesuaian kapasitas ukuran kota (Fccs)

dengan memasukan jumlah penduduk dalam Tabel 2.9.

18

Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota FCcs

Ukuran kota

(juta penduduk)

Faktor penyesuaian ukuran kota

< 0,1 0,86

0,1 - 0,5 0,90

0,5 - 1,0 0,94

1,0 - 3,0 1,00

> 3 1,04

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

2.6.6 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap

kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja

simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut

mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

Persamaan umum derajat kejenuhan adalah:

DS = Q/C (2.2)

Dimana:

DS = Derajat kejenuhan.

Q = Arus lalu lintas (smp/jam).

C = Kapasitas (smp/jam).

2.6.7 Kecepatan

Kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam

kilometer/jam (km/jam). Klasifikasi utama yang sering digunakan dalam

analisis kecepatan adalah:

1. Kecepatan setempat (spot speed) adalah kecepatan yang diukur pada

saat kendaraan melintasi suatu titik jalan.

2. Kecepatan rata-rata waktu (time mean speed) adalah kecepatan rata-

rata dari semua kendaraan yang melewati suatu titik dijalan selama

periode waktu tertentu.

3. Kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) adalah kecepatan rata-

rata dari semua kendaraan yang melewati suatu potongan jalan selama

periode waktu tertentu.

19

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) menggunakan kecepatan tempuh

sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai

kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan.

Persamaan umum kecepatan adalah:

V = L/TT (2.3)

Dimana:

Dimana:

V = Kecepatan rata-rata kendaraan ringan (km/jam).

L = Panjang segmen.

TT = waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)

Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatn rata-rata dari kendaraan

ringan sepanjang segmen jalan. Grafik fungsi untuk mendapatkan kecepatan rata-

rata kendaraan ringan dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik Kecepatan sebagai fungsi DS jalan banyak lajur dan satu arah

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

2.6.7.1 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan

arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pegemudi seandainya

mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain dijalan

(yaitu saat arus = 0). Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya 10-15%

20

lebih tinggi dari jenis kendaraan lain. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus

bebas pada jalan perkotaan mempunyai bentuk sebagai berikut (Dep. PU, 1997):

FV = (FVO + FVW) x FFVSF x FFVCS (2.4)

Keterangan:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FVO = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinyemen

ruang diamati (km/jam)

FVW = Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu lintas (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu/jarak kerb ke

penghalang

FFVCS = Faktor penyesuaian kota

1. Kecepatan Arus Bebas Dasar

Berdasarkan Dep.PU (1997), kecepatan arus bebas adalah kecepatan

kendaraan yang tidak dihalangi kendaraan lain. Kecepatan arus bebas dasar

ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis kendaraan. Secara umum kendaraan

ringan memiliki kecepatan arus lebih tinggi daripada kendaraan barat dan sepeda

motor. Jalan terbagi memiliki kecepatan arus bebas lebih tinggi daripada jalan

tidak terbagi. Bertambahnya jumlah lajur sedikit menaikkan kecepatan arus bebas.

Untuk nilai kecepatan arus bebas dasar dapat dilihat pada Tabel 2.10

Tabel 2.10 Kecepatan arus bebas dasar (FVO) untuk jalan perkotaan

Tipe Jalan

Kecepatan Arus Bebas (FVO) (km/jam)

Kendaraan

Ringan

LV

Kendaraan

Berat

HV

Sepeda

Motor

MC

Semua

Kendaraan

(rata-rata)

6/2 terbagi atau tiga

lajur satu arah 61 52 48 57

4/2 terbagi atau dua

lajur satu arah 57 50 47 55

4/2 tak terbagi 53 46 43 51

2/2 tak terbagi 44 40 40 42

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

21

2. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (FVW)

Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas ditentukan berdasarkan jenis jalan

dan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc). Pada jalan selain 2/2 UD pertambahan atau

pengurangan kecepatan bersifat linier sejalan dengan selisihnya dengan lebar

standar (3,5 meter). Hal ini berbeda terjadi pada jalan 2/2 UD terutama untuk Wc

(2 arah) kurang dari 6 meter. Nilai untuk penyesuaian kecepatan arus bebas untuk

lajur lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Faktor penyesuaian FVW untuk pengaruh lebar jalur lintas pada

kecepatan arus bebas kendaraan ringan jalan perkotaan

Tipe Jalan

Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif

(WC)

(m)

FVW (km/jam)

Empat lajur terbagi (4/2 D) atau jalan

satu arah

Per lajur

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

-4

-2

0

2

4

Empat lajur tak terbagi (4/2 UD)

Per lajur

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

-4

-2

0

2

4

Dua lajur dua arak tak terbagi (2/2

UD)

Total dua arah

5

6

7

8

9

10

11

-9,5

-3

0

3

4

5

7

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

22

3. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FFVSF)

Faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan berdasarkan jenis jalan,

kelas hambatan samping, lebar bahu dan jarak kereb ke penghalang efektif dapat

dilihat pada Tabel 2.12 dan Tabel 2.13.

a. Jalan Dengan Bahu

Tabel 2.12 Faktor penyesuaian untuk pengruh hambatan samping dan lebar

bahu (FFVSV)

Tipe Jalan Kelas Hambatan

Samping

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan

Samping dan Lebar Bahu (FFVSF)

Lebar Bahu efektif rata-rata (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D

Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04

Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03

Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02

Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99

Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2 UD

Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04

Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03

Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02

Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98

Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD

atau jalan

satu arah

Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,01

Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00

Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99

Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95

Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

23

b. Jalan Dengan Kereb

Tabel 2.13 Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan kereb

penghalang (FFVSF)

Tipe

Jalan

Kelas Hambatan

Samping

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan

Samping dan

Jarak Kereb Penghalang (FFVSF)

Jarak Kereb Penghalang (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D

Sangat Rendah 1 1,01 1,01 1,02

Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00

Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99

Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96

Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2 UD

Sangat Rendah 1 1,01 1,01 1,02

Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00

Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98

Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94

Sangat Tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2 UD

atau jalan

satu arah

Sangat Rendah 0,98 0,995 0,99 1,00

Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98

Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95

Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88

Sangat Tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

4. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FFVCS)

Faktor penyesuaian ukuran kota (FFVCS) ditentukan berdasarkan jumlah

penduduk di kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada dapat dilihat pada

Tabel 2.14. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) menyarankan reduksi

terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk kurang dari 1 juta

jiwa dan kenaikan terhadap kapasitas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3

juta jiwa.

24

Tabel 2.14 Faktor penyesuaian FFVCS untuk pengaruh ukuran kota pada

kecepatan arus bebas kendaraan ringan jalan perkotaan

Ukuran Kota (juta jiwa) Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota

< 0,1 0,90

0,1 – 0,5 0,93

>0,5 – 1,0 0,95

>1,0 – 3,0 1,00

> 3,0 1,03

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997

2.6.8 Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat pelayanan jalan merupakan indikator yang dapat mencerminkan

tingkat kenyamanan suatu ruas jalan, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas

yang ada terhadap kapasitas jalan tersebut.

Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri

dari 6 tingkat. Tingkat-tingkat ini dinyatakan dengan huruf-huruf dari A-F,

dimana A merupakan tingkat pelayanan tertinggi. Apabila volume lalu lintas pada

suatu jalan meningkat mengakibatkan kendaraan tidak dapat mempertahankan

suatu kecepatan konstan, sehingga kinerja ruas jalan akan menurun, akibat faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan suatu ruas jalan.

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan suatu

ruas jalan adalah:

Kecepatan

Hambatan atau halangan lalu lintas

Kebebasan untuk maneuver

Keamanan dan kenyamanan

Karakteristik pengemudi

Hubungan antara tingkat pelayanan, karakteristik arus lalu lintas dan rasio

volume terhadap kapasitas (Rasio V/C) adalah seperti Tabel 2.15.

25

Tingkat pelayanan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio

V/C, namun juga tergantung dari besamya kecepatan operasi pada suatu ruas

jalan. Kecepatan operasi dapat diketahui dari survai langsung di lapangan.

Apabila kecepatan operasi sudah didapat, maka akan dapat dibandingkan

dengan kecepatan optimum (kecepatan yang dipilih pengemudi pada saat

kondisi tertentu).

Tabel 2.15 Karakteristik tingkat pelayanan jalan

Tingkat

Pelayanan Keterangan

Derajat

Kejenuhan

(DS)

A

Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan volume lalu lintas

rendah. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa

hambatan.

0,00 – 0,19

B Dalam zona arus stabil. Pengemudi memiliki kebebasan yang

cukupdalam memilih kecepatan. 0,20 – 0,44

C Dalam zona arus stabil. Pengemudi dibatasi dalam memilih

kecepatan. 0,45 – 0,74

D

Mendakati arus yang tidak stabil. Dimana hampir seluruh

pengemudi akan dibatasi (terganggu). Volume pelayanan berkaitan

dengan kapasitas yang dapat ditolerir.

0,75 – 0,84

E Volume lalu lintas mendekati atau berada pada kapasitasnya. Arus

tidak stabil dengan kondisi yang sering terhenti. 0,85 – 1,00

F Arus yang dipaksakan atau macet pada kecepatan yang rendah.

Antrian yang panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar. >1,00

Sumber: TRB (2000)

2.7. Analisis Bagian Jalinan Tunggal

Bagian jalinan secara formil dikendalikan dengan aturan lalu lintas

Indonesia yaitu dengan memberi jalan kepada yang kiri. Bagian jalinan dibagi

menjadi dua tipe yaitu bagian jalinan tunggal dan bagian jalinan bundaran.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1997), ukuran kinerja pada jalinan

tunggal berupa kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan tempuh, waktu tempuh.

Untuk tundaan dan peluang antrian tidak diperhitungkan pada jalinan tunggal. Di

bawah ini adalah parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan kinerja

bagian jalinan tunggal.

26

2.7.1 Kapasitas

Kapasitas total bagian jalinan adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar

(Co) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor penyesuaian (F),

dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan sesungguhnya terhadap

kapasitas. Model kapasitas adalah sebagai berikut (Dep. PU, 1997):

C = 135 x WW1.3

x (1 + WE/WW)1.5

x (1 – PW/3)0.5

x (1 + WW/WL)-1.8

x FCS x FRSU (smp/jam) (2.5)

Dimana :

C : Kapasitas (smp/jam)

WW : Lebar jalinan (m)

WE : Lebar masuk rata – rata (m)

Pw : Rasio jalinan

WW/LW : Lebar jalinan/Panjang jalinan

FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan jalan,

gangguan samping, dan kendaraan tidak bermotor

Untuk menentukan nilai kapasitas dasar pada bagian jalinan tunggal

seperti yang dipergunakan dalam mencari kapasitas bagian jalinan tunggal dapat

menggunakan grafik-grafik pada Gambar 2.6, Gambar 2.7, Gambar 2.8, dan

Gambar 2.9 sebagai berikut:

Gambar 2.6 Grafik Faktor Ww = 135 x Ww1.3

Sumber: Dep. PU(1997)

27

Gambar 2.7 Grafik Faktor WE/WW = (1 + WE/WW)1.5

Sumber: Dep. PU(1997)

Gambar 2.8 Grafik Faktor PW = (1 – PW/3)0.5

Sumber: Dep. PU(1997)

28

Gambar 2.9 Grafik Faktor WW/WL = (1 + WW/WL)-1.8

Sumber: Dep. PU(1997)

1. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dari Tabel 2.16 berdasarkan jumlah

penduduk kota (juta jiwa).

Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

Ukuran kota

(CS)

Penduduk

Juta

Faktor penyesuaian

ukuran

kota (FCS)

Sangat kecil < 0,1 0,82

Kecil 0,1-0,5 0,88

Sedang >0,5-1,0 0,94

Besar >1,0-3,0 1,00

Sangat Besar >3,0 1,05

Sumber: Dep.PU(1997)

29

2. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan

Rasio Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)

Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan rasio

kendaraan tak bermotor, ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.17 di bawah.

Tabel 2.17 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan

Rasio Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)

Kelas tipe

lingkungan

jalan RE

Kelas

hambatan

samping SF

Rasio kendaraan tak bermotor (PUM)

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25

Komersial

Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70

Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70

Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71

Permukiman

Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72

Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73

Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74

Akses

terbatas

Tinggi/sedang/

rendah 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75

Sumber: Dep.PU(1997)

2.7.2 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan bagian jalinan dihitung sebagai berikut (Dep. PU, 1997):

DS = Qsmp/ C (2.6)

Keterangan :

DS : Degree of Saturation (Derajat kejenuhan)

Q smp : Arus total (smp/jam), Qsmp = Qkend x Fsmp

Fsmp : Faktor smp = (empLv x LV % + emphv x HV% + empMC x

MC%) / 100, dimana :

30

empLv , LV %, emphv, HV%, empMC, MC% adalah emp dan

komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, berat dan sepeda

motor.

C : Kapasitas (smp/jam)

2.7.3 Kecepatan Tempuh

Kecepatan tempuh (km/jam) sepanjang bagian jalinan dihitung dengan rumus

empiris berikut (Dep. PU, 1997):

V = VO x 0.5 x (1 + (1-DS)0.5

(2.7)

Dimana :

VO : Kecepatan arus bebas (km/jam), dihitung sebagai berikut :

VO = 43 x (1 – PW/3)

PW : Rasio menjalin

DS : Degree of Saturation (Derajat kejenuhan)

2.7.4 Waktu Tempuh

`Waktu tempuh (TT) sepanjang bagian jalinan dihitung sebagai berikut

(Dep. PU, 1997):

TT = LW x 3.6 / V (2.8)

Dimana :

Lw : Panjang bagian jalinan (m)

V : Kecepatan tempuh (km/jam)