BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf ·...

21
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik 2.1.1. Jamaluddin (2006) mengadakan penelitian dengan judul “Persepsi Kepuasan Pasien Askes Gakin Tentang Asuhan Keperawatan di Ruang Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi kepuasan pasien ASKES GAKIN tentang asuhan keperawatan di Ruang Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif non analitik. Sebagai populasi adalah pasien ASKES GAKIN yang dirawat di Ruang Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin. Sampel berjumlah 30 orang yang dipilih secara Aksidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien ASKES GAKIN mempunyai persepsi negatif (80 %). Dari hasil penelitian ini menunjukkan persepsi kepuasan pasien ASKES GAKIN tentang asuhan keperawatan kurang baik. 2.1.2. Anniek (2006) mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Divisi Penyakit Dalam (Ruang Flamboyan, Ruang Tanjung dan Ruang Alamanda) RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sejauh mana kemampuan terapeutik perawat dalam berkomunikasi dengan pasien di dalam praktik keperawatan profesional di RSUD Ulin Banjarmasin. Meliputi gambaran komunikasi perawat dan tingkat kepuasan pasien yang berhubungan dengan komunikasi perawat. Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah studi korelasional yaitu hubungan antara 2 (dua) variabel. Hubungan antara komunikasi perawat

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empirik

2.1.1. Jamaluddin (2006) mengadakan penelitian dengan judul “Persepsi

Kepuasan Pasien Askes Gakin Tentang Asuhan Keperawatan di Ruang

Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi persepsi kepuasan pasien ASKES GAKIN tentang

asuhan keperawatan di Ruang Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif non analitik.

Sebagai populasi adalah pasien ASKES GAKIN yang dirawat di Ruang

Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin. Sampel berjumlah 30 orang

yang dipilih secara Aksidental sampling. Instrumen penelitian

menggunakan kuesioner. Hasil penelitian ini didapatkan sebagian besar

pasien ASKES GAKIN mempunyai persepsi negatif (80 %). Dari hasil

penelitian ini menunjukkan persepsi kepuasan pasien ASKES GAKIN

tentang asuhan keperawatan kurang baik.

2.1.2. Anniek (2006) mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan

Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Divisi Penyakit

Dalam (Ruang Flamboyan, Ruang Tanjung dan Ruang Alamanda) RSUD

Ulin Banjarmasin”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sejauh

mana kemampuan terapeutik perawat dalam berkomunikasi dengan

pasien di dalam praktik keperawatan profesional di RSUD Ulin

Banjarmasin. Meliputi gambaran komunikasi perawat dan tingkat

kepuasan pasien yang berhubungan dengan komunikasi perawat.

Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah studi korelasional yaitu

hubungan antara 2 (dua) variabel. Hubungan antara komunikasi perawat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

6

dengan tingkat kepuasan pasien di Divisi Penyakit Dalam (Ruang

Flamboyan, Ruang Tanjung dan Ruang Alamanda) RSUD Ulin

Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan

penelitian kuantitatif jenis penelitian analitik. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien dan perawat di Divisi Penyakit Dalam (Ruang

Flamboyan, Ruang Tanjung dan Ruang Alamanda) RSUD Ulin

Banjarmasin. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang pasien dan 30

orang perawat yang memenuhi kriteria. Jenis Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data nominal untuk menanyakan status

demografi sampel. Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi

terapeutik perawat menggunakan data ordinal. Yang menjadi sumber

data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu hasil observasi,

wawancara, kuesioner dan data sekunder yaitu Studi dokumentasi,

koran, studi kepustakaan serta laporan harian dari ruangan yang

bersangkutan. Yang menjadi tempat penelitian adalah RSUD Ulin

Banjarmasin Ruang Flamboyan, Ruang Tanjung dan Ruang Alamanda.

Penelitian dilakukan pada Bulan Februari sampai dengan Maret 2006.

Alat pengumpulan data adalah instrumen yang berupa kuesioner dan

observasi yang mencakup kepuasan pasien dengan jumlah pertanyaan

23 buah dan 23 buah check list observasi untuk perawat. Berdasarkan

hasil penelitian didapatkan bahwa sebagain besar komunikasi yang

dilakukan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada

pasien adalah komunikasi perawat yang baik sebanyak 16 (53,3%)

mengatakan puas dan 2 (6,7%) tidak puas, sedangkan komunikasi

perawat kurang baik sebanyak 6 (20%) mengatakan puas dan 6 (20%)

mengatakan tidak puas. Berdasarkan uji statistik Chi-Square (X2)

diperoleh p = 0,027 atau p < 0,05, maka H1 diterima berarti ada

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

7

hubungan yang bermakna antara variabel komunikasi perawat dengan

tingkat kepuasan pasien.

2.1.3. Haryadi (2007) mengadakan penelitian dengan judul “Studi Deskriptif

Tentang Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pelaksanaan Komunikasi

Perawat di Ruang Kasuari RSUD Banjarbaru”. Penelitian ini bertujuan

untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kepuasan pasien dalam

Pelaksanaan komunikasi perawat di RSUD Banjarbaru. Metode

penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian kuantitatif jenis

penelitian deskriptif mengenai gambaran tingkat kepuasan pasien dalam

pelaksanaan komunikasi perawat di RSUD Banjarbaru. Sedangkan

populasi adalah pasien yang sakit dan dirawat di RSUD Banjarbaru,

sampel adalah pasien yang sakit dan dirawat di Ruang Bedah, Penyakit

Dalam, VIP dan Zaal RSUD Banjarbaru, Sampling menggunakan

Porposive sampling. Hasil penelitian dari 20 orang responden didapatkan

bahwa sebagian besar komunikasi yang dilakukan perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien adalah Baik 13

orang (65%) kurang baik 5 orang (25%) dan sangat baik 2 orang (10%).

Sebagian besar kepuasan yang dirasakan pasien dalam melaksanakan

asuhan keperawatan kepada pasien adalah puas yaitu sebanyak 19

(95%), dan kurang puas 1 orang (5%). Dari hasil penelitian diketahui

bahwa lebih banyak responden yang menyatakan puas dan adanya

faktor-faktor yang berperan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

maupun faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi antara perawat

dan pasien. Masih adanya ketidak puasan pasien merupakan salah satu

indikator agar mutu pelayanan kesehatan termasuk keperawatan perlu

ditingkatkan lagi.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

8

2.1.4. Donny Jie Samsoe (2011) mengadakan penelitian dengan judul

“Hubungan antara Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Klien di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas

pelayanan dengan kepuasan klien di IGD RSUD Ulin Banjarmasin.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional (analitik) dengan

pendekatan cross sectional. Populasinya adalah seluruh klien di IGD

RSUD Ulin Banjarmasin. Sampel diambil dari sebagian klien yang

dirawat di IGD RSUD Ulin Banjarmasin yang memenuhi kriteria inklusi.

Metode pengambilan sampelnya adalah porposife sampling

Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian sebagian

besar kualitas pelayanan di IGD RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan

kategore sangat berkualitas. Sebagian besar kepuasan klien di IGD

RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan kategore sangat puas. Terdapat

hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan klien di IGD RSUD Ulin

Banjarmasin.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

9

Tabel 2.1. Perbandingan Penelitian-penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan

No Nama

Peneliti Judul penelitian Alat Analisis

dan Unit Analisis

Hipotesis Penelitian

Persamaan Perbedaan

1 Jamaluddin (2006)

Persepsi Kepuasan Pasien Askes Gakin Tentang Asuhan Keperawatan di Ruang Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin

diskriptif non analitik

Unit Analisis sama sama : Kepuasan Pasien di RSUD Ulin Banjarmasin

lokasi penelitian variabel penelitian : variabel penelitian Asuhan Keperawatan di Ruang Bedah Ortopedi

2 Anniek (2006)

Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Divisi Penyakit Dalam (Ruang Flamboyan, Ruang Tanjung dan Ruang Alamanda) RSUD Ulin Banjarmasin

uji statistik Chi-Square (X2)

Ada hubungan komunikasi terapeutik dari perawat terhadap tingkat kepuasan pasien

Unit analisis sama yaitu Kepuasan Pasien di RSUD Ulin Banjarmasin

Uji Statistik, Lokasi penelitian, waktu, variabel penelitian Komunikasi Perawat

3 Haryadi (2007)

Studi Deskriptif Tentang Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pelaksanaan Komunikasi Perawat di Ruang Kasuari RSUD Banjarbaru

dianalisis secara deskriptif

Unit analisis sama yaitu Tingkat Kepuasan Pasien

Lokasi penelitian, variabel penelitian yaitu Pelaksanaan Komunikasi Perawat

4 Donny Jie Samsoe (2011)

Hubungan antara Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Klien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin

analisis nonparametrik, dengan uji Chi-square.

Terdapat hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan klien

Unit analisis sama yaitu Kepuasan Klien di RSUD Ulin Banjarmasin

Uji Statistik, Lokasi penelitian, variabel penelitian yaitu Kualitas Pelayanan

Sumber : Data di olah, 2015

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

10

2.2. Kajian Teoritik

2.2.1. Konsep Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien merupakan cerminan kualitas pelayanan

kesehatan yang mereka terima. Kualitas pelayanan kesehatan

menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam

menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna

kepuasan makin baik pula mutu pelayanan kesehatan (Azrul Azwar,

1996).

Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara

kinerja pelayanan yang di dapat dengan yang diharapkan, apabila kinerja

di bawah harapan maka pelanggan akan merasa kecewa, sedangkan

jika kinerja pelayanan sesuai dengan harapan maka pelanggan akan

merasa puas, jika kinerja pelayanan melebihi daripada harapan maka

pelanggan akan merasa sangat puas. Pelanggan memang harus

dipuaskan sebab kalau pelanggan merasa tidak puas maka mereka akan

meninggalkannya dan mencari tempat pelayanan lain yang kinerja

pelayanannya lebih baik (Inbalo S, 2003). Meskipun timbul banyak

kesulitan dalam pengukuran kepuasan pasien, namun pada prinsipnya,

kepuasan pasien dapat diukur. Di mana pada hakikatnya pengukuran

kepuasan pasien menyangkut penentuan 3 faktor, yaitu:

1. Pilihan tentang ukuran kinerja yang tepat.

2. Proses pengukuran secara normatif.

3. Instrumen dan teknik pengukuran yang dipergunakan menciptakan

suatu indikator (Parasuraman, 1988).

Tingkat kepuasan pasien dapat diukur secara kualitatif dan

kuantitatif, pengukuran tingkat kepuasan pasien mutlak diperlukan untuk

meningkatkan kepuasan dalam pelayanan kesehatan, di mana pasien

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

11

yang merasa puas akan berdampak positif bagi kelangsungan pelayanan

kesehatan, karena pasien yang puas biasanya akan bersikap:

1. Memiliki kecenderungan untuk kembali menggunakan jasa

pelayanan kesehatan.

2. Lebih loyal terhadap jasa pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh

pihak pemberi layanan.

3. Sedikit perhatian terhadap promosi yang ditawarkan oleh fasilitas

kesehatan pesaing.

4. Memberikan informasi yang baik pada pihak lain tentang pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh pihak pemberi layanan yaitu rumah

sakit.

5. Kurang sensitif terhadap kenaikan harga pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh layanan kesehatan (Parasuraman, 1988).

2.2.2. Tingkat Kepuasan Pasien

Tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan

antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Bila kinerja di bawah

harapan maka pasien akan merasa tidak puas. Bila kinerja sesuai

dengan harapan maka pasien akan merasa puas. Sedangkan bila kinerja

melebihi harapan maka pelanggan akan merasa sangat puas (Kotler

Philip, 2007).

Kemudian menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara, bahwa kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan

penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh

penyelenggara pelayanan publik, (Menpan RI, 2004). Artinya bahwa

pasien akan membandingkan antara apa yang diterima dengan yang

menjadi harapan. Jika yang diterima sesuai atau lebih baik dari apa yang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

12

diharapkan maka pasien akan merasa puas, dan sebaliknya jika yang

diterima tidak sesuai atau lebih buruk dari yang diharapkan maka pasien

akan merasa tidak puas.

Fokus kepuasan dalam sebuah pelayanan kesehatan adalah

pasien pengguna jasa pelayanan. Apabila pasien merasa puas, maka ia

akan kembali menggunakan jasa pelayanan tersebut dan lebih loyal

terhadap jasa-jasa pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh pihak

pemberi jasa pelayanan. Jika pasien merasa tidak puas, maka mereka

akan meninggalkan dan mencari tempat pelayanan lain yang kinerja

pelayanannya lebih baik (Said Rahmatsyah, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Berry (2004) bahwa ada lima

kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa pada

pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Di

mana manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang

diinginkan pelanggan. Manajer pelayanan mungkin berpikir bahwa

pasien menginginkan program yang lebih baik, tetapi pasien mungkin

lebih mementingkan daya tanggap/tanggung jawab petugas

kesehatan yang sesuai harapan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas

jasa. Di mana manajemen mungkin memahami secara tepat

keinginan pasien, tetapi tidak menetapkan suatu standar kinerja

spesifik. Pimpinan pelayanan memerintahkan petugas kesehatan

untuk memberikan pelayanan yang ”cepat” tanpa menentukannya

secara kuantitatif.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Di mana para personil mungkin kurang terlatih dan kurang mampu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

13

atau tidak mau memenuhi standar, atau mereka diharapkan pada

standar yang berlawanan, seperti dalam menyediakan waktu untuk

mendengarkan para pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.

4. Kesenjangan antar penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Di

mana harapan pasien dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat para

petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan. Jika suatu brosur

pelayanan memperlihatkan tatanan ruang pelayanan yang bersih dan

indah, tetapi dalam kenyataannya memperlihatkan yang tidak sesuai

mungkin terkesan tidak terawat, maka komunikasi eksternal itu telah

mendistorsi harapan pelanggan.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Di

mana kesenjangan ini terjadi bila mereka memiliki persepsi yang

keliru tentang kualitas jasa pelayanan tersebut. Petugas kesehatan

mungkin terus mengunjungi/berkomunikasi dengan pasien untuk

menunjukkan kepeduliannya, tetapi pasien menganggap sesuatu

yang tidak beres.

Menurut Jacobalis S, (1993) bahwa kepuasan adalah rasa lega

atau senang karena harapan atau hasrat tentang sesuatu terpenuhi.

Kepuasan mempunyai dimensi fisik, mental dan sosial. Sedangkan

ketidakpuasan adalah kesenjangan antara harapan dengan kenyataan

layanan yang diterima oleh pasien.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

14

2.2.3. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan menurut Philip Kotler (2007) adalah

tindakan atau capaian dengan satu pihak menawarkan kepada pihak lain

yang terukur dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, jadi

pelayanan adalah suatu produksi yang mungkin atau tidak mungkin

diikat ke fisik produk.

Pemberian pelayanan jasa agar dapat memenuhi keinginan

pelanggan dan berkualitas harus dapat diberikan pelayanan yang

unggul. Pada prinsipnya ada tiga kunci dalam memberikan pelayanan

yang unggul yaitu:

1. Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan

termasuk di dalamnya tipe pelanggan yang loyal.

2. Pengembangan data base yang lebih akurat daripada pesaing yang

mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap pelanggan dan

perubahan kondisi persaingan.

3. Pemanfaatan informasi strategis yang diperoleh dari riset pasar

dalam suatu kerangka strategis (Nasution.M.N, 2004).

Kualitas pelayanan menurut Juran (dalam Nasution, M. N, 2004)

adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan

kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada lima

ciri utama yaitu:

1. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.

a. Psikologi, yaitu citra rasa atau status.

b. Waktu, yaitu kehandalan.

c. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.

d. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur.

Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

15

pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik

bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia

jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.

Karena pelangganlah yang mengkonsumsi atau menikmati suatu jasa

atau produk.

Menurut Stamais (dalam Nasution, M. N, 2004) bahwa kualitas

jasa terpadu (TQS) didefinisikan sebagai suatu system manajemen

strategis dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan

serta menggunakan metode-metode kuantitatif dan kualitatif untuk

memperbaiki secara berkesinambungan berbagai proses agar memenuhi

dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Hal ini

berarti kualitas jasa terpadu merupakan kualitas pelayanan secara total

yang bersifat strategis.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected

service dan perceived service yang dapat dijelaskan bahwa apabila jasa

yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan. Maka

kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa diterima

melebihi harapan pelanggan, kualitas dipersepsikan sebagai kualitas

yang ideal.

Menurut Parasuraman et al (1988) kepuasan customer dapat

dinilai dengan metode Servqual dengan cara menilai gap mutu kinerja

pelayanan suatu organisasi terhadap kebutuhan mutu pelayanan

customer. Hal itu dilakukan dengan menilai dimensi mutu yaitu reliability,

responsiveness, assurance, emphaty dan tangibles.

Perilaku konsumen sangat erat hubungannya dengan perwujudan

dari ke lima unsur di atas, kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan

terhadap unsur tersebut selanjutnya akan mempengaruhi perilaku

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

16

konsumen dalam hubungan usaha pelayanan kesehatan di masa

mendatang.

2.2.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal

yang mudah, kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai,

sekalipun hanya sementara waktu.

Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur

dan memantau kepuasan pelanggan. Menurut Hafizurrahman (2004)

dengan menggunakan enam metode untuk mengukur kepuasan

pelanggan yaitu:

1. Sistem Keluhan dan Sarana

Bahwa setiap lembaga pelayanan yang berorientasi pada

pelanggan (costumer oriented) perlu memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran,

pendapat dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan antara

lain kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus dan lain-

lain. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan

ide-ide baru dan masukan yang berharga bagi lembaga pelayanan,

sehingga memungkinkan untuk memberikan respon cepat dan

tanggap pada setiap masalah yang timbul. Namun karena metode ini

bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai

kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan

yang tidak puas dan lantas dalam menyampaikan keluhannya. Bisa

saja mereka langsung beralih pada lembaga jasa pelayanan yang

lain.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

17

2. Survei Kepuasan Pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai pelanggan dilakukan

dengan metode survei baik melalui pos, telepon maupun wawancara

pribadi melalui survei perbaikan pelayanan akan memperoleh

tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan

sekaligus juga dalam memberikan tanda (signal) positif bahwa

pelayanan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.

Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan

dengan cara pengukuran kepuasan yang dilaporkan secara langsung

(directly reported satisfaction) dan pertanyaan yang diajukan

menyangkut dua hal utama yakni besarnya harapan pelanggan

terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan

(derived disstisfaction).

3. Analisis Problem

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk

mengungkapkan dua hal pokok. Pertama masalah-masalah yang

mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perbaikan

pelayanan. Dan kedua saran-saran untuk melakukan perbaikan.

4. Importence Performance Analysis

Penilaian dengan teknik ini, di mana responden diminta untuk

merangking seberapa baik kinerja perbaikan pelayanan dalam

masing-masing elemen atau atribut tersebut.

5. Ghost Shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa

orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai

pelanggan atau pembeli potensial produk layanan dan pesaing

berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk tersebut.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

18

Salain itu mereka juga dapat mengamati atau menilai cara lembaga

pelayanan dan pesaingnya untuk menjawab atas pertanyaan

pelanggan dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya para manajer

turun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung

bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan

pelanggannya, dan tentunya hal ini tanpa sepengatahuan para

karyawannya.

6. Lost Costumer Analysis

Metode ini sedikit unik bagi pelayanan kesehatan untuk

berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti

membeli atau telah beralih pelayanan yang diharapkannya akan

diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini

sangat bermanfaat bagi penyedia layanan untuk mengambil

kebijakan selanjutnya dalam rangka untuk dapat meningkatkan

kepuasan dan loyalitas pelanggan. Pentingnya tempat pelayanan

yang berkarakter yang meliputi pelayanan yang ramah, sopan dan

santun, gesit dan peduli dengan keluhan pasien.

2.2.5. Pengertian Asuransi Kesehatan

Yang dimaksud dengan Asuransi Kesehatan adalah suatu sistem

pengorganisasian dana yang diperoleh dari kontribusi anggota secara

teratur oleh suatu bentuk organisasi guna membiayai pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan anggota. Secara teoritis menurut Azrul

Azwar (1996) bahwa peranan yang dapat dimainkan oleh asuransi dalam

pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas beberapa macam yakni:

a. Membebaskan rasa khawatir anggota masyarakat akan biaya

pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya jika kebetulan jatuh sakit.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

19

b. Jika asuransi dikelola oleh pemerintah maka mutu dan biaya

pengobatan dapat diawasi, dan kesemuanya ini akan

menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.

c. Dengan diterapkannya sistem asuransi maka akan menjamin

pendapatan pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, dengan

demikian petugas kesehatan dapat lebih memusatkan perhatian

secara serius pada pekerjaan yang pada gilirannya akan

menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.

d. Karena asuransi memerlukan kecermatan dalam mencatat dan

melaporkan kegiatannya, maka kelengkapan data akan lebih terjamin

dan ini berarti akan membantu para perencana kesehatan.

UU No.24 Th.2014 tentang BPJS : Jaminan Kesehatan Nasional

diselenggarakan oleh Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan dimulai 1 Januari 2014. Dan sejak 1 Januari 2014, PT

ASKES (PERSERO) Menjadi BPJS Kesehatan.

2.2.6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau pelayanan

yang ada dalam Rumah Sakit yang dipimpin oleh seorang profesional,

yaitu farmasis yang mempunyai kualifikasi resmi (Hassan, 1986).

Menurut standar pelayanan rumah sakit yang dikeluarkan direktorat

rumah sakit umum dan pendidikan dikatakan bahwa pelayanan farmasi

rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem

pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada

pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi

semua lapisan masyarakat (Anonim, 1996).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan satu-satunya unit di

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

20

rumah sakit yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan

mendistribusikannya kepada pasien, bertanggungjawab atas pengadaan

dan penyajian informasi obat siap pakai ke semua pihak di rumah sakit,

baik tenaga kesehatan lain maupun pasien (Aditama, 2004).

Adapun ruang lingkup fungsi farmasi ada dua yaitu fungsional

(klinik) dan menejerial. Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung

dilakukan sebagai bagian terpadu perawatan pasien atau memerlukan

terapi dengan tenaga kesehatan lain yang secara langsung terlibat

dalam pelayanan. Pelayanan pasien mencakup fungsi farmasi yang

dilakukan dalam program rumah sakit yaitu: pemantauan terapi obat,

evaluasi penggunaan obat, penanganan bahan sitostatik, pelayanan

pada unit pelayanan klinis, penyusunan dan pemeliharaan formularium,

penelitian, pengendalian infeksi di rumah sakit, sentra informasi obat,

pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, buletin terapi obat,

program edukasi ”in service” bagi apoteker dan tenaga kesehatan lain,

investigasi obat, dan gawat darurat. Fungsi menejerial adalah kegiatan

dalam mewujudkan fungsi tersebut agar tercipta pelayanan yang sesuai

dengan standar (Siregar dan Amalia, 2004).

Instalasi Farmasi seperti tecantum dalam Keputusan Menteri

Republik Indonesia No.134/Menkes/SK/IV/78 mempunyai tugas (Anonim,

1978), sebagai berikut:

1. Peracikan, penyimpanan dan penyaluran obat-obatan, gas medis

serta bahan kimia.

2. Penyimpanan dan penyaluran alat kedokteran, alat keperawatan dan

alat kesehatan.

Tugas pokok seorang apoteker di Rumah Sakit adalah melakukan

pengawasan agar pengobatan yang diresepkan dokter pada pasien

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

21

rasional dan memenuhi syarat, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat

obat, tepat dosis dan regimen dosisnyanya, dan dengan harga yang

tepat. Selain hal tersebut, sistem informasi dan pelayanan yang

dijalankan apoteker kepada pasien juga harus tepat. Hal tersebut

mencakup keramahan, kecepatan pelayanan, dan penerangan atau

informasi yang harus diberikan kepada pasien (Setiawan, 1991).

2.2.7. Pelayanan Farmasi

Menurut kamus Bahasa Indonesia arti pelayanan ada tiga

macam, yaitu perihal atau cara melayani, usaha melayani kebutuhan

orang lain dengan memperoleh imbalan (uang) atau jasa, serta

kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau

jasa. Pelayanan medis adalah pelayanan yang diterima seseorang

dalam hubungannya dengan diagnosis, pencegahan, dan pengobatan

suatu gangguan kesehatan tertentu (Anonim, 2002). Pelayanan

merupakan suatu proses, dalam arti luas proses menyangkut segala

usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mencapai tujuan.

Menghubungi pihak-pihak yang tepat di perusahaan untuk medapatkan

pelayanan, jawaban, dan penyelesaian masalah yang cepat dan

memuaskan merupakan proses pelayanan konsumen atau pelanggan.

Pelayanan farmasi di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pelayanan Rumah Sakit secara keseluruhan. Menurut

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi Rumah Sakit

Umum menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit Umum harus

melaksanakan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah

menyelenggarakan pelayanan penunjang medik, maka salah satu

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

22

pelayanan penting di dalamnya adalah pelayanan obat dan farmasi

(Aditama, 2004).

Pelayanan farmasi meliputi penyediaan dan distribusi semua

perbekalan farmasi, pelayanan keprofesian serta membuat informasi dan

mejamin kualitas pelayanan yang berhubungan dengan penggunaan

obat (Aditama, 2004), meliputi:

1. Sistem pengadaan dan inventaris

2. Pembuatan obat dan termasuk pembungkusan kembali, sesuai

kebutuhan dan fasilitas yang tersedia dan Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB)

3. Bantuan penyelenggaraan sistem distribusi yang efisien, baik bagi

penderita rawat inap maupun rawat jalan atau poliklinik

4. Penyelenggara pelayanan keprofesian yang meliputi penyiapan,

pencampuran, penyampaian informasi obat dalam dosis, indikasi

Efek Samping, pemakaian, memperhitungkan kadar dan harga obat

5. Pelayanan obat dan bahan steril keperluan pembedahan, kegiatan

medis dan perawatan tertetu, di ruangan dan di dalam Rumah Sakit

6. Pemberian informasi obat yang baik kepada staf dan penderita

Tugas pokok seorang apoteker di Rumah Sakit adalah

pengawasan agar pengobatan yang diresepkan dokter untuk pasien

adalah rasional dan memenuhi syarat. Obat yang tepat harus diberikan

pada pasien dengan tepat dengan dosis yang tepat diberikan pada

waktu yang tepat, dan dengan harga yang tepat. Selain itu sistem

informasi dan pelayanan yang harus dilaksanakan seorag apoteker

kepada pasien juga harus tepat. Hal tersebut mecakup keramahan,

kecepatan pelayanan, dan penerangan atau informasi yang harus

diberikan kepada pasien (Setiawan, 1991).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

23

2.2.8. Teori Kepuasan dan Harapan

Menurut Winarti Damayanti (2000) bahwa harapan merupakan

dasar dari kepuasan konsumen. Di mana dalam pelayanan kesehatan

diformulasikan sebagai pelayanan yang dipikirkan oleh pasien akan

diterimanya.

Harapan pasien dipengaruhi oleh karakter pasien (umur, tingkat

pendidikan dan pekerjaan) respon emotional, frekuensi sakit dan

pengalaman perawatan. Kepuasan dipengaruhi oleh faktor privider,

dituntut memberikan dan memenuhi kebutuhan dan memenuhi

kebutuhan yang bersifat medis dan non-medis.

Pemenuhan tersebut merupakan proses pelayanan yang

dipengaruhi oleh input organisasi yang meliputi SDM, keuangan,

teknologi dan sarana dan prasarana fisik. SDM memegang peranan

penting dalam pengelolaan rumah sakit, karena tenaga medis dan

paramedis yang berinteraksi langsung dengan pasien dalam proses

perawatan yang rentan menjadi sumber konflik dan ketidakpuasan

pasien.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, pelayanan

kesehatan semakin diberi kepercayaan untuk menanggulangi dan

mengatasi berbagai permasalahan manusia. Pelayanan kesehatan dasar

semakin dirasakan tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harapan

masyarakat, terutama lapisan masyarakat menengah dan atas, yang

kondisi sosial ekonominya meningkat. Taraf pendidikan masyarakat juga

semakin banyak menuntut dan mengharapkan bahwa pelayanan

kesehatan tidak hanya mengatasi berbagai masalah medis, tetapi juga

berbagai masalah manusia yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

(Lumenta, 1989).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

24

Kepuasaan adalah perasaan atau keadaan seseorang yang telah

mengalami suatu tindakan atau perilaku sesuai dengan harapannya,

sedang harapan merupakan dasar dari kepuasaan konsumen dalam

pelayanan kesehatan harapan dirumuskan sebagai pelayanan yang

dipikirkan oleh pasien dan yang akan diterimanya, Bennet dan

N.B.Silalahi (dalam Assauri, S 2004).

Kepuasaan pasien tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor

provider yaitu pemberi layanan kesehatan yang dimaksud disini adalah

petugas kesehatan itu sendiri yang dituntut wajib memberikan dan

memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang bersifat medis atau

non medis dan secara langsung melayani pasien (Inbalo. S, 2003).

2.3. Hubungan antara Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

peserta BPJS terhadap pelayanan kesehatan. Namun karena terbatasnya waktu

penelitian maka variabel dalam penelitian ini dibatasi hanya pada faktor internal

tentang umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan faktor eksternal tentang

fasilitas, prosedur pelayanan dan obat-obatan. Hal ini sejalan dengan konsep

Marsudi (2000) dan Winarti Damayanti (2000).

Pelayanan farmasi meliputi penyediaan dan distribusi semua perbekalan

farmasi, pelayanan keprofesian serta membuat informasi dan mejamin kualitas

pelayanan yang berhubungan dengan penggunaan obat (Aditama, 2004),

meliputi:

1. Sistem pengadaan dan inventaris

2. Pembuatan obat dan termasuk pembungkusan kembali, sesuai kebutuhan

dan fasilitas yang tersedia dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/857/3/BAB II.pdf · Sedangkan untuk menanyakan praktik komunikasi terapeutik perawat menggunakan data

25

3. Bantuan penyelenggaraan sistem distribusi yang efisien, baik bagi penderita

rawat inap maupun rawat jalan atau poliklinik

4. Penyelenggara pelayanan keprofesian yang meliputi penyiapan,

pencampuran, penyampaian informasi obat dalam dosis, indikasi Efek

Samping, pemakaian, memperhitungkan kadar dan harga obat

5. Pelayanan obat dan bahan steril keperluan pembedahan, kegiatan medis

dan perawatan tertetu, di ruangan dan di dalam Rumah Sakit

6. Pemberian informasi obat yang baik kepada staf dan penderita

Fokus kepuasan dalam sebuah pelayanan kesehatan adalah pasien

pengguna jasa pelayanan. Apabila pasien merasa puas, maka ia akan kembali

menggunakan jasa pelayanan tersebut dan lebih loyal terhadap jasa-jasa

pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh pihak pemberi jasa pelayanan. Jika

pasien merasa tidak puas, maka mereka akan meninggalkan dan mencari

tempat pelayanan lain yang kinerja pelayanannya lebih baik (Said Rahmatsyah,

2003).