BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan campuran
semen Portland, agregat kasar, halus serta air, dengan atau tanpa bahan campuran
tambahan. Menurut Kusuma (1993) perilaku struktur beton bertulang dapat waktu
menahan diantaranya gaya aksial, gaya geser, lentur, puntir atau gabungan dari
beberapa gaya-gaya itu. Secara umum, hal tersebut tergantung pada hubungan
regangan yang terjadi pada beton sekaligus jenis tegangan yang dapat ditahannya.
Dikarenakan sifat bahan beton dimana nilai kuat tarik rendah, maka hanya
diperhitungkan pada daerah tekan disetiap penampangnya.
Pengklasifikasian pelat diantaranya adalah pelat satu-arah atau pelat dua
arah. Pelat yang tingkat defleksinya dominan pada satu arah disebut pelat satu-arah.
Kemudian jika pelat dipikul oleh kolom yang disusun berbaris sehingga pelat dapat
berdefleksi dalam dua-arah, pelat disebut pelat dua-arah. Flatslab masuk kedalam
pelat beton dua arah dengan Drop panel, kapital, atau keduanya. Pelat ini sangat
sesuai untuk bentang panjang dan beban yang berat. Flatslab lebih ekonomis pada
bangunan gedung, pabrik dan parkir. Pada gambar di bawah adalah pelat dua arah
dengan balok. Pada sistem seperti ini digunakan karena lebih murah dibanding
dengan flat plate. Apabila beban dan bentang atau keduanya sangat besar, maka
ketebalan pelat sekaligus ukuran kolom yang dibutuhkan menjadi besar.
Perilaku struktural Flatslab bisa diidealis dengan menganggap plat ini
berlaku sebagai pelat menerus yang bertumpu pada barisan kolom yang kekakuan
lenturnya bisa diabaikan, selain itu kita bisa menganggap bahwa reaksi kolom
tersebar merata pada suatu luas yang kecil. Jika dimensi suatu Flatslab yang
memikul beban merata relatif besar dibandingkan dengan jarak antar kolomnya,
sifat simetri pada konfigurasi struktur dan pembebanan bisa dimanfaatkan untuk
mereduksi masalahnya ke analisis satu panel dalam.
5
Gambar 2. 1 Pelat dengan balok
Gambar 2. 2 Pelat dengan penebalan
Keuntungan ketika menggunakan Flatslab sangat banyak, diantaranya
menurut Darsono (2002) adalah lebih fleksibel terhadap tata ruang, kemudahan
dalam pemasangan elektrikal dan mekanikal, waktu pengerjaan yang cukup pendek
dilihat dari pembuatan bekisting pelat yang dibuat merata dan menyeluruh tanpa
harus membuat bekisting balok dahulu, menghemat tinggi bangunan (yaitu tinggi
ruang bebas lebih besar karena tak ada pengurangan ketinggian akibat balok dan
komponen pendukung struktur lainnya), pemakaian tulangan pelat bisa dengan
tulangan fabrikasi (wire mesh). Dengan beberapa keuntungan itulah diharap
penggunaan metode Flatslab banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur
di Indonesia. Kerugian yang didapat jika menggunakan konstruksi Flatslab antara
6
lain, batasan kemampuan bentang yang relatif pendek (15-25 kaki bahkan hingga
35 kaki) yang dapat digunakan pada jenis bangunan dengan susunan partisi yang
sering (padat), contohnya apartement , selain itu rasio kedalaman bentang yang
besar dapat menyebabkan munculnya defleksi atau pembengkokan berlebihan dari
pelatnya.
2.2 Pembebanan Struktur
Dalam perencanaan struktur bangunan haruslah memenuhi peraturan yang
berlaku supaya aman secara konstruksi. Struktur bangunan yang direncanakan
harus mampu menahan beban hidup, beban mati, serta beban gempa pada struktur
bangunan tersebut. Dipohusodo (1994) menjelaskan, beban pada struktur secara
umum terdiri dari beberapa jenis beban,antara lain :
2.2.1 Beban Mati (D)
Menurut Dipohusodo (1994), Beban mati adalah berat semua unsur tetap
dari gedung, termasuk unsur tambahan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari bangunan gedung. Umumnya beban mati adalah berat sendiri dari
bangunan, sehingga nilainya dapat dihitung berdasarkan bentuk, ukuran, dan berat
jenis material. Sehingga berat dinding, lantai, balok, langit-langit, dan sebagainya
dianggap sebagai beban mati.
2.2.2 Beban Hidup (L)
Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat hunian atau penggunaan
gedung dan kedalaman yang termasuk beban-beban pada lantai dari barang yang
dapat berpindah, sekaligus peralatan bukan bagian gedung namun tidak terpisahkan
dari gedung, sehingga mengakibatkan perubahan pada pembebanan lantai dan atap
tersebut. Khususnya atap beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air
hujan, baik akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air ataupun genangan air.
7
2.2.3 Rekapitulasi Pembebanan Mati dan Hidup
Analisa pembebanan untuk struktur ini meliputi beban-beban sebagai
berikut:
Tabel 2. 1 Jenis-jenis pembebanan
Jenis Beban Beban-beban Besaran Beban Sumber
Mati
Berat volume beton
bertulang. 2400 kg/m³
PPIUG-1987
Penutup lantai ubin
per cm tebal. 24 kg/m²
Spesi dari campuran
semen, per cm tebal. 21 kg/m²
Plafon asbes tebal 4
mm dengan rangka
dan penggantung dari
kayu.
18 kg/m²
Pipa-pipa dan ducting
untuk pekerjaan
mekanikal dan
elektrikal.
30 kg/m²
Pasangan dinding
setengah bata 250 kg/m²
Hidup Beban hidup Hotel 250 kg/m²
Beban hidup pekerja 100 kg/m²
2.2.4 Beban Berfaktor
Beban berfaktor adalah pengkalian beban kerja dengan faktor beban yang
sesuai. Faktor yang mempengaruhi struktur beton bertulang adalah Faktor
Keamanan. Dalam SNI 2847-2013 faktor keamanan terdiri dari :
1. Faktor Reduksi
2. Faktor Beban
Faktor beban U yang menahan beban mati (D) dan beban hidup ( L ), sekaligus
kombinasi pembebanan dalam berbagai kondisi diantaranya :
1. U = 1,4D
2. U = 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
3. U = 1,2D + 1,6(Lr atau R) + ( 1,0L atau 0,5W)
4. U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5(Lr atau R)
8
5. U = 1,2D + 1,0E + 1,0L
6. U = 0,9D + 1,0W
7. U = 0,9D + 1,0E
Kecuali :
Faktor beban untuk L pada persamaan 3,4,dan 5 diambil sama dengan 0,5 kecuali
ruang pertemuan, garasi, dan ruangan yang nilai LL lebih dari 500 kg/m2. Bila
beban air F bekerja pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan
dengan nilai faktor beban yang sama dengan faktor beban untuk beban mati D pada
kombinasi 1 hingga 5 dan 7. apabila beban tanah H yang bekerja pada struktur,
maka harus diperhitungkan seperti berikut :
1. Apabila H memperkuat pengaruh variabel beban utama, maka pengaruh
H dihitung dengan faktor beban 1,6.
2. Apabila H memberi perlawanan kepada pengaruh variabel beban utama,
maka pengaruh H dihitung dengan faktor beban = 0,9 (jika beban
permanen) atau dengan nilai faktor beban = 0 (untuk kondisi lain).
Pengaruh beban angin dan seismik harus ditinjau, namun keduanya tak
perlu ditinjau secara simultan.
Tabel 2. 2 Faktor Reduksi Kekuatan
NO. Gaya Φ
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Lentur tanpa beban aksial
Geser dan torsi
Beban aksial dan beban aksial dengan lentur
Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
(spiral) Tumpuan pada beton
0,08
0,75
0,80
0,80
0,70
0,65
Sumber : SNI 2847-2013
Sehingga dinyatakan dengan, kuat momen yang digunakan Mr (Kapasitas
Momen) sama dengan momen ideal Mn dikalikan faktor ϕ :
MR = ϕ.Mn ………………………………………………………… (2.1)
9
2.2.5 Beban Gempa
Beban gempa ialah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada struktur
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah sebagai akibat
dari gempa tersebut. (SKBI-1.3.53. 1987).
2.2.5.1 Pengaruh Beban Gempa Horisontal
Pengaruh nilai beban gempa horizontal, Eh yaitu harus ditentukan dengan
persamaan seperti ini:
Eh = QE = pengaruh dari gaya gempa horizontal V atau Vp …………. (2.2)
2.2.5.2 Pengaruh Beban Gempa Vertikal
Pengaruh beban gempa Vertikal, Ev harus ditentukan melalui persamaan
sebagai berikut :
Ev = 0,2. SDS.D …………………………………...……….....................….. (2.3)
SDS = 2
3. SMS ……………………………………………………………... (2.4)
SMS = Fa.Ss ……………………………………………………………...… (2.5)
Keterangan :
D = Pengaruh beban mati
Fa = Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode
pendek
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek
SMS = Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek
Ss = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
periode Pendek
10
Tabel 2. 3 Kategori risiko bangunan gedung non gedung untuk beban gempa
Sumber : SNI 1727 2013
11
Tabel 2. 4 Faktor Keutamaan Gempa
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa,
Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber : SNI 1726 – 2012
2.2.5.3 Klasifikasi Situs
Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di
permukaan tanah, maka situs tersebut harus diklasifikasikan dulu.
Penetapan kelas situs melalui penyelidikan tanah dilabotarium dan di
lapangan dan yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain
geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua
dari tiga parameter tanah. Apabila tidak tersedia data tanah yang spesifik
pada situs sampai kedalaman 30 meter, maka sifat-sifat tanah harus
diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat keahlian
yang menyiapkan laporan penyelidikan tanah berdasarkan kondisi
getekniknya. ditetapkannya kelas situs SA dan kelas situs SB tidak boleh
lebih dari 3 m lapisan tanah antara dasar telapak atau rakit pondasi dan
permukaan batuan dasar.
2.2.5.4 Definisi Kelas Situs
Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai dengan definisi dari tabel 3
dan pasal-pasal berikut :
Tabel 2. 5 Klasifikasi Situs
Kelas Situs 𝑽𝒔 (m/detik) ��atau 𝑵𝒄𝒉
𝑺𝒖 (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai
1500 N/A N/A
12
SC (tanah keras, sangat
padat dan batuan lunak)
350 sampai
750 >50 ≥100
SD (tanah sedang) 175 sampai
350
15 sampai
50
50 sampai
100
SE (tanah lunak)
<175 <15 <50
profil tanah dengan kandungan lebih dari 3m tanah
dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks elastisitas PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser niralir 𝑆𝑢 < 25 kPa
SF (tanah khusus, yang
membutuhkan investigasi
geoteknik spesifik dan
analisis respons spesifik-
situs yang mengikuti
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
atau lebih dari karakteristik berikut :
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifikasi, lempung
sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organik dan/atau gambut
(ketebalan H > 3m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan
H>7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75)
Lapisan lempung lunak atau setengah teguh dengan
ketebalan H > 35m dengan 𝑆𝑢 < 50 kPa
Catatan :N/A = tidak dapat dipakai
Sumber : SNI 1726 – 2012
13
Gambar 2. 3 Ss, Gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget
Gambar 2. 4 S1, Gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget
14
Tabel 2. 6 Koefisien situs, Fa
Kelas
Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa(MCER)
terpetakan pada periode pendek, T = 0,2 detik, Ss
Ss≤ 0,25 Ss=0,5 Ss=0,75 Ss=1,0 Ss≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1.7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
Sumber : SNI 1726 – 2012
Tabel 2. 7 Koefisien situs, Fv
Kelas
Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa(MCER)
terpetakan pada periode pendek, T = 1 detik, Ss
S1≤ 0,1 S1=0,2 S1=0,3 S1=0,4 S1≥ 0.5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb
Sumber : SNI 1726 – 2012
Gambar 2. 5 Spektrum respons Desain
15
2.2.5.5 Kecepatan Rerata Gelombang geser, 𝑽𝒔
Nilai 𝑉�� harus ditentukan dengan persamaan berikut :
𝑉�� =∑ 𝑑𝑖
𝑛𝑖=1
∑𝑑𝑖
𝑉𝑠𝑖
𝑛𝑖=1
………………………………………………………. (2.6)
Keterangan :
𝑑𝑖 = tebal lapisan diantara kedalaman 0 sampai 30 meter
𝑉𝑠𝑖 = kecepatan gelombang geser lapisan i dinyatakan dalam meter per detik
(m/detik) 𝑖 = ∑ 𝑑𝑖𝑛𝑖=1 = 30 meter
2.2.5.6 Geser Dasar Seismik
Gaya dasar seismik ,V, ditentukan dengan rumus berikut :
V = Cs.W ……………………………………………………...…...... (2.7)
Keterangan :
Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan
W = berat seismik efektif
2.2.5.7 Koefisien Respons Seismik
Koefisien respons seismik ditentukan melalui rumus sebagai berikut :
Cs = 𝑆𝐷𝑆
𝑅
𝐼𝑒
……………………………………………………………... (2.8)
Keterangan :
𝑆𝐷𝑆 = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
periode pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan
16
Tabel 2. 8 Faktor R untuk sistem penahan gempa
Sumber : SNI 1726 – 2012
Tabel 2. 9 Kategori desain seismik berdasarkan pada parameter respons
percepatan pada perioda pendek
Sumber : SNI 1726 – 2012
2.2.5.8 Periode Fundamental Pendekatan
Periode fundamental pendekatan ( Ta ), dalam detik , dihitung dari
persamaan berikut :
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡. ℎ𝑛𝑥 ………………………………………………………….. (2.9)
Keterangan :
17
hn adalah ketinggian struktur (m), diatas dasar hingga tingkat tertinggi
struktur, dan koefisien Ct dan x dihitung pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. 10 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct X
Sistem rangka pemikul momen, yang mana rangka
memikul 100 % gaya gempa yang diisyaratkan dan
tidak dilingkupi komponen yang kaku serta akan
mencegah rangka defleksi jika dikenai gaya gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
Rangka baja dengan bresingeksentris 0,0731a 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap
Tekuk 0,0731a 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75
Sumber : SNI 1726 – 2012
2.2.5.9 Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di semua tingkat dihitung
dari persamaan berikut :
Fx = Cvx.V ………………………………………………...…………. (2.10)
Cvx = 𝑊𝑥.ℎ𝑥
𝑘
∑ 𝑊𝑖.ℎ𝑖𝑘𝑛
𝑖=1
…………………………………………….………. (2.11)
Keterangan :
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral total atau geser didasar struktur, dalam (kN)
Wi dan Wx = bagian dari berat seismik efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau ditempatkan pada tingkat i atau x
hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dalam meter (m)
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut :
k = 1, untuk struktur dengan periode 0,5 detik atau kurang
k = 2, untuk struktur dengan periode 2,5 detik atau lebih
k = 2 atau diinterpolasi linier antara 1 dan 2, untuk struktur dengan
periode 0,5 dan 2,5 detik.
18
2.2.5.10 Distribusi Horisontal Gaya Gempa
Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) ditentukan
dari persamaan berikut :
Vx = ∑ 𝐹𝑖𝑛𝑖=𝑥 ……………………………………………………….. (2.12)
Keterangan :
𝐹𝑖 ialah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul pada tingkat i,
dalam (kN). Geser tingkat desain gempa tingkat (Vx) (kN) harus
didistribusikan pada beberapa elemen vertikal dari sistem penahan gaya
gempa ditingkat yang ditinjau sesuai dengan kekakuan lateral relatif elemen
penahan vertical.
2.2.5.11 Kontrol Gaya Geser Dasar
Beban geser dasar nominal statik ekivalen adalah :
𝑉 = 𝐶𝑠 𝑥 𝑊𝑡 …………..…………………………………………… (2.13)
Penentuan nilai Cs :
a. Cs maksimum
..…………………………………………… (2.14)
b. Cs hitungan
………………………………………………..…….. (2.15)
c. Cs minimum
𝐶𝑠𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 0,044 𝑆𝐷𝑆 𝐼 ≥ 0,01 Cs minimum tambahan berdasarkan S1
jika lebih besar dari 0,6g
...…………………………………… (2.16)
Nilai terpakai ialah nilai Cs pada interval antara nilai Cs min dan Cs maks.
Sedang sistem penahan gaya seismik yang terpakai ialah sistem dinding
geser beton bertulang pada umumnya , dimana terdapat nilai koefisien
19
modifikasi respons (R) = 5,5 sesuai Tabel 9 dalam SNI-1726-2012 Pasal
7.2.2 .
Periode fundamental (T) :
𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑟 ℎ𝑛𝑥 …………….………………………. (2.17)
𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑢 𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 ……………………….. (2.18)
Tabel 2. 11 Ketidakberaturan Horizontal Pada Struktur
2.3 Perencanaan Struktur Pelat
Pelat merupakan struktur planar kaku terbuat dari bahan material monolit
dengan tinggi relatif kecil dibanding dimensi lainya. Beban pada pelat memiliki
sifat banyak arah sekaligus tersebar. Pelat dapat ditopang di seluruh tepinya atau
pada titik tertentu. Kondisi tumpuan bisa berbentuk sederhana atau jepit. Variasi
tumpuan menyebabkan pelat dapat digunakan untuk bermacam keadaan. Rangka
ruang (rangka batang) yang terdiri dari elemen-elemen pendek kaku berpola
20
segitiga yang disusun secara tiga dimensi dan membentuk struktur permukaan
bidang kaku yang besar dengan ketebalan relatif tipis adalah struktur yang analog
dengan pelat. Pada umumnya pelat diklasifikasikan menjadi pelat satu arah dan
pelat dua arah. Pelat yang berdefleksi secara dominan dalam satu arah disebut pelat
satu arah. Tetapi, jika pelat dipikul oleh kolom yang disusun berbaris sehingga pelat
berdefleksi dalam dua arah, maka disebut pelat dua arah. Dibawah ini akan dibahas
lebih detail terkait pelat satu arah dan dua arah.
2.3.1 Struktur Pelat Satu Arah
Jika sistem pelat hanya ditumpu di kedua sisinya, maka pelat tersebut akan
melendut ke arah tegak lurus dari sisi tumpuan. Beban didistribusikan oleh pelat
dalam satu arah saja yaitu arah tumpuan. Pelat jenis ini disebut pelat satu arah. Jika
pelat tertumpu di keempat sisinya, dan rasio bentang panjang terhadap bentang
pendek lebih besar atau sama dengan 2, maka 95% beban dilimpahkan ke arah
bentang pendek, dan pelat tersebut menjadi sistem pelat satu arah. Sistem pelat satu
arah cocok digunakan pada bentang sekitar 3-6 meter, dengan beban hidup sebesar
2,5 - 5 kN/m2.
Gambar 2. 6 Pelat satu arah dengan balok
Sistem pelat satu arah bisa terjadi pada pelat tunggal maupun pelat menerus, apabila
persyaratan perbandingan panjang daripada bentang kedua sisi pelat terpenuhi. Jika
Lx < 0,4 Ly seperti pada gambar dibawah, maka pelat dianggap sebagai pelat
menumpu balok B1 dan B3, untuk balok B2 dan B4 hanya kecil didalam memikul
beban pelat. Sehingga dipandang sebagai Pelat Satu Arah (arah x), dengan tulangan
utama dipasang pada arah x dan tulangan bagi pada arah y.
21
Gambar 2. 7 Pelat satu arah
Perhitungan tebal pelat satu arah diatur dalam SNI yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. 12 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila
lendutan tidak dihitung
Sumber : SNI 2847 2013
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam bahasan pelat satu arah, antara lain
adalah :
1. Beban Merata
Perilaku struktur pelat hampir sama dengan struktur grid bedanya
adalah pada pelat, berbagai aksi terjadi secara kontinu melalui bidang slab,
bukan hanya pada titik tumpuan. Pelat tersebut dianggap sebagai sederetan
jalur balok yang terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjang dan
berdekatan dengan lebar satu satuan.
22
2. Beban Terpusat
Perilaku pelat yang memikul beban terpusat lebih rumit. Pelat tersebut
dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang berdekatan dengan lebar
satu satuan dan terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjangnya. Karena
adanya beban yang diterima oleh jalur balok, maka balok berdefleksi ke bawah.
2.3.2 Struktur Pelat Dua Arah
Apabila persyaratan terpenuhi maka sistem pelat lantai dua arah dapat juga
terjadi pada pelat bentang tunggal maupun menerus. Persyaratan pelat dua arah
ialah jika bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat
akan disalurkan ke empat sisi atau empat balok pendukung,yang mengakibatkan
tulangan utama perlu diperhatikan pada kedua arah sisi pelat. Apabila Lx >= 0,4 Ly
seperti gambar dibawah , maka pelat menumpu pada balok B1, B2, B3, B4 sehingga
disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisi. Dengan demikian pelat akan
dipandang sebagai pelat dua arah (arah x dan arah y), tulangan pelat dipasang pada
kedua arah yang mana besarnya sebanding dengan momen yang timbul.
Gambar 2. 8 Pelat dua arah
23
Jenis sistem pelat dua arah secara umum ada dua macam yang dikenal, antara
lain:
1. Pelat lantai dengan balok-balok (two way slab)
merupakan pelat dua arah dengan ciri danya beberapa balok pada
sepanjang garis kolom dalam maupun kolom luar.
2. Pelat lantai cendawan (flat/waffle slab)
merupakan pelat dengan kuat geser yang cukup karena adanya salah
satu atau kedua hal sebagai berikut :
a. Drop panel (pertambahan tebal pelat di daerah kolom)
b. Kepala kolom (column capital) yakni pelebaran pelat yang mengecil
dari ujung kolom atas.
Pelat ini sesuai untuk beban berat dan bentang panjang walaupun bekisting
mahal dibanding pelat datar. Pada pelat ini akan diperlukan beton dan tulangan
yang sedikit dibanding pelat datar untuk beban dan bentang yang sama. Pelat
slab biasanya ekonomis untuk pabrik, gudang, dan parkir. Selanjutnya adalah
waffle slab, dengan tipe tersebut berat beton akan sangat tereduksi tanpa
banyak merubah tahanan momen dari sistem lantai. Pelat ini biasanya dibuat
solid didekat kolom untuk meningkatkan tahanan geser. (McCormac,Jil.2
Ed.5)
2.3.3 Struktur Pelat Lantai Datar (Flat Plate)
Adalah pelat lantai tanpa ada balok di sepanjang garis kolom dalam, namun
untuk balok tepi luar boleh ada atau tidak ada. Beberapa sumber menyatakan
termasuk struktur pelat dua arah namun ada juga yang menganggap pelat datar
berdiri sendiri yang sejajar dengan pelat searah dan dua arah. Pelat datar dapat
dibuat secara cepat karena bekisting dan susunan tulangan yang sederhana. Pelat
ini memerlukan tinggi lantai terkecil guna memberikan persyaratan tinggi ruangan
dan memberikan fleksibilitas dalam susunan kolom sekaligus partisi. Pelat ini juga
akan memberikan sedikit penghalang untuk pencahayaan dan ketahanan api karena
sedikitnya sudut tajam pada struktur, dimana pengelupasan beton dapat terjadi.
Pelat datar mungkin merupakan sistem pelat paling umum digunakan untuk hotel
beton bertulang tingkat banyak, asrama, rumah sakit, dan apartemen.
24
Menurut Soedarmoko (1996), flat plate adalah pelat tanpa balok sepanjang
garis kolom dalam, namun balok tepi luar boleh ada atau tidak ada. Flat plate ialah
pelat beton pejal dengan ketebalan merata dimana beban akan langsung ditransfer
dari pelat ke kolom.
Gambar 2. 9 Flat plate (pelat datar)
Keunggulan dari sistem jenis ini antara lain : waktu pelaksanaan proyek singkat
dibandingkan sistem konvensional, bentuk struktur sederhana dan fungsional,
ekonomis karena bekisting sedikit, tinggi ruang bebas lebih besar karena tidak ada
pengurangan akibat balok dan komponen pendukung struktur lainnya, serta
kemudahan dalam pemasangan instalasi mechanical dan electrical. Lendutan pada
flat plate terjadi sepanjang tepi pelat karena pelat tidak ditumpu oleh balok
(Timoshenko, 1959). Konsekuensinya ialah sistem ini kurang cocok untuk partisi
yang lemah terhadap lendutan seperti kaca.
Gambar 2. 10 Lendutan flat plate
25
Gambar 2. 11 Macam pelat dua-arah
Menurut SNI 2847-2013 diberikan persyaratan pelat yang tidak
menggunakan balok dalam yang terletak diantara tumpuan dimana balok itu
mempunyai rasio tidak lebih dari 2 antara bentang pendek dan bentang
panjang, dan ketebalan minimum balok tersebut harus memenuhi ketentuan
berikut:
Tabel 2. 13 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior
Tegangan
Leleh, fy
MPa
Tanpa Penebalan Dengan Penebalan
Panel Eksterior Panel
Interior Panel Eksterior
Panel
Interior
Tanpa
Balok
Pinggir
Dengan
Balok
Pinggir
Tanpa
Balok
Pinggir
Dengan
Balok
Pinggir
280 Ln / 33 Ln / 36 Ln / 36 Ln / 36 Ln / 40 Ln / 40
420 Ln / 30 Ln / 33 Ln / 33 Ln / 33 Ln / 36 Ln / 36
520 Ln / 28 Ln / 31 Ln / 31 Ln / 31 Ln / 34 Ln / 34
Sumber : SNI 2847-2013
Pelat dengan balok yang membentang antara tumpuan di semua sisi, minimum
h harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Untuk yang sama atau kurang dari 0,2 harus menggunakan tabel diatas.
26
2. Untuk kurang dari 0,2 tetapi tidak lebih dari 2,0 maka h tidak boleh kurang
dari:
ℎ min = 𝐿𝑛 ( 0.8 +
𝑓𝑦1400⁄ )
36 + 5∙𝛽(𝑎𝑚−0,2) …………..……………………………… (2.19)
3. Untuk lebih besar dari 2,0 pelat tebal minimum harus tidak kurang dari
ℎ 𝑚𝑖𝑛 = 𝐿𝑛 ( 0.8 +
𝑓𝑦1400⁄ )
36 + 9∙𝛽 ………………………………………… (2.20)
Metode dasar di dalam perencanaan sistem pelat dua arah mencakup khayalan
atas pemotongan vertikal dari seluruh bangunan sepanjang garis tengah antara
kolom-kolom. Pemotongan tersebut akan menghasilkan portal-portal yang
melebar diantara garis-garis tengah daripada dua panel yang berdekatan.
Gambar 2. 12 Denah Portal Ekuivalen (daerah x diarsir).
2.4 Perencanaan Struktur Flatslab
Suatu flatslab merupakan pelat beton bertulang yang ditumpu langsung oleh
kolom – kolom beton yang tak memakai balok – balok perantara. Pelat mempunyai
tebal konstan keseluruhnya atau dapat dipertebal di daerah kolom dengan suatu
pelat tiang (Drop panel). Kolom juga mempunyai penampang konstan atau
dibesarkan untuk membentuk suatu kepala kolom. Pada umumnya dipakai dengan
beban – beban hidup yang melebihi 7 kN/m2, atau berkisar itu. Flatslab memiliki
banyak keuntungan diantaranya acuan yang sederhana dan pengurangan tinggi
lantai membuat flatslab lebih ekonomis. Tidak adanya sudut yang tajam dapat
memberikan ketahanan dalam kebakaran.
27
Flatslab ini dicirikan tanpa adanya balok-balok sepanjang garis-garis
kolom, namun pada tepi bangunan luar boleh atau bisa ada balok. Flatslab biasanya
beda dari pelat lantai datar yang mempunyai kekuatan geser yang cukup dengan
adanya salah satu atau kedua hal berikut, yaitu:
1) Drop panel adalah penambahan tebal pelat di daerah kolom.
2) Kepala kolom yaitu pelebaran sisi kolom mengerucut dari ujung kolom atas.
Gambar 2. 13 Rencana Denah Flatslab dan Potongan
Analisa Struktur flatslab dilakukan menggunakan 2 metode yakni metode desain
langsung (direct design method) dan metode portal ekuivalen (equivalent frame
method). Pada dasarnya metode portal ekuivalen memerlukan distribusi momen
beberapa kali, sedangkan metode desain langsung hanya berupa pendekatan dengan
satu kali distribusi momen. (Harshal, Radhika, Dan Prashan, 2014).
28
Tabel 2. 14 Tulangan terusan minimum pelat tanpa balok
Sumber : SNI 2847-2013
2.4.1 Drop panel
Pertebalan pelat di dalam konstruksi flatslab adalah penambahan tebal
pelat di sekitar kolom. Apabila pertebalan pelat diteruskan dari garis pusat
tumpuan paling tidak seperenam dari bentang yang diukur pusat ke pusat dalam
masing – masing arah, dan apabila proyeksi dibawah pelat paling tidak
seperempat dari tebal pelat diluar pertebalan, sehingga ACI - 9.5.3.2
mengizinkan penggunaan tebal pelat minimum yang disyaratkan direduksi
dengan 10%. Untuk menentukan tulangan disyaratkan bahwa tebal dari Drop
panel di bawah pelat harus dimisalkan pada harga yang tidak melebih
seperempat dari jarak antara tepi dari Drop panel dan tepi dari kepala kolom.
Oleh karena ini,tidak ada alasan kuat untuk menggunakan Drop panel yang
lebih tebal.
Dalam menentukan dimensi pertebalan pelat ( Drop panel ), faktor-
faktor yang mempengaruhi dalam lebar pelat pada potongan persegi panjang
dan potongan ini dapat ditentukan dari garis tengah bentang pelat. Sehingga
dalam menentukan tebal pelat antara panel akan dapat diperiksa.
29
Gambar 2. 14 Potongan Drop panel
Jika Drop panel dapat berbentuk persegi dalam perencanaan, dan panjangnya
dalam setiap arah tak lebih dari sepertiga panjang panel dalam arahnya. Untuk
panel luar, lebar drop dengan sudut sampai didalam panel yang terputus dan
diukur dari garis pusat kolom adalah setengah lebar panel untuk panel dalam.
Penambahan ketebalan pelat pada penampang kolom dimaksud untuk
mengurangi adanya geser pons. Berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 15 butir
13.2.5, syarat pengurangan adalah :
1. Disetiap arah, pertebalan panel supaya lebih menjorok dari garis sumbu
perletakan sejarak tidak kurang dari seper enam panjang bentang yang
diukur dari sumbu ke sumbu perletakan didalam arah tersebut.
2. Proyeksi penebalan pada panel di bawah pelat paling tidak harus berukuran
seper empat dari tebal pelat yang berada diluar penurunan panel tersebut.
3. Dalam menghitung tulangan pada pelat yang diperlukan, tebal panel tak
boleh diartikan lebih besar dari seperempat dari jarak antara tepi penebalan
panel sampai tepi kolom atau kepala kolom.
⍺ > 1/6 x ln …………………………………………………………. (2.21)
t drop panel > ¼ x t ……………………………………………... (2.22)
30
Gambar 2. 15 Persyaratan ketebalan flatslab dan Drop panel
Drop panel pada struktur flatslab berfungsi sebagai pengganti balok serta
mencegah geser pounds pada kolom. Sehingga dalam desain Drop panel yang
akan digunakan harus mempertimbangkan hal tersebut. Desain Drop panel
harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada SNI 03-2847-2013 pasal
13.2.5
a. Lebar Drop panel
Untuk arah Sumbu x : ………...... (2.23)
Untuk arah sumbu y : ………..... (2.24)
b. Tebal Drop panel
Tebal Drop panel yang telah didapatkan tidak boleh melebihi
persyaratan berikut:
h Drop panel ≥ 1
4 x h pelat ………………………………………….. (2.25)
h Drop panel ≥ 1
4 x Se…………………………………….…..…….. (2.26)
dimana Se adalah jarak tepi kolom ekivalen ke tepi Drop panel
2.4.2 Kepala Kolom (column capital)
Kepala kolom pada bangunan flabslab ialah perbesaran dari permukaan
kolom bagian atas atau pada pertemuan dengan pelat lantai. Karena tak
a > 1 6 × 𝑙𝑛
a > 1
6 × 𝑙𝑛
31
memakai balok-balok, maka tujuan kepala kolom adalah guna mencari
pertambahan keliling kritis kolom supaya memberikan tegangan geser dari
beban lantai dan untuk penambah tebal dengan berkurangnya keliling dekat
kolom. Dengan memisalkan garis maksimum 45˚ untuk distribusi dari geser
kepada kolom, ACI – 13.1.2 mensyaratkan jika kepala kolom efektif untuk
pertimbangan kekuatan supaya berada dalam kerucut bulat terbesar, piramida
atau biji yang mengecil dengan puncak 90˚ yang diikutkan didalam cakupan
dari elemen pendukung yang sebenarnya. Garis tengah dari kepala kolom
biasanya sekitar 20 sampai 25% dari rata-rata diantara kolom-kolom.
Dimensi daripada kepala kolom dapat ditentukan tergantung tebal
kepala kolom. Kemiringan sudut kepala, jika pelebaran arah atau teori
kemiringan jika seragam tidak melebihi dari 45˚ dari horizontal. Dimensi dapat
diukur dengan jarak 40 mm dibagian bawah pelat atau Drop panel yang telah
disediakan. Jika persyaratan ukuran kepala kolom yang sebenarnya diperoleh
sudut kurang dari 45˚ maka dimensi yang harus digunakan. Persyaratan ini
dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:
Lh= lebih kecil dari lho dan lhmax = lc + 2(dh – 40 ) mm dimana lho adalah
dimensi aktual, lc ialah dimensi kolom yang diukur dari sama arah, dh adalah
tebal kepala kolom bagian atas pelat atau drop,semua ukuran dalam satuan
millimeter.
Apabila kepala kolom memiliki bentuk lingkaran, kemudian lh menjadi
hc. Dengan kata lain,nilai hc harus dihitung. Nilai hc tak boleh lebih dari ¼ dari
jarak bentangan antara kolom yang biasanya dalam menentukan ukuran ini dan
selanjutnya dapat menghitung ukuran kepala kolom yang paling besar dapat
ditentukan. Misalnya, jika perencana merencanakan kolom persegi dan kepala
kolom persegi,maka ukuran kepala kolom menjadi 0,88 hc ,dimana kurang
lebih 0,22lmin. Dalam menentukan ukuran harus disesuaikan dengan kepala
kolom persegi untuk dapat menentukan nilai hc dimana nilai hc digunakan
dalam semua analisis untuk menghitung momen lentur.
32
Gambar 2. 16 Dimensi kepala kolom,
(a) lh = lhmax, (b) lh = lho, (c) lh = lhmax, (d) lh = lho
2.4.3 Metode Desain Langsung (Direct Design Method)
Metode ini adalah rangkuman dari pendekatan ACI untuk mengevaluasi
dan mendistribusikan momen total pada panel slab dua arah.
Berikut ini adalah batasan penggunaannya :
a. Harus ada setidaknya tiga bentang terus menerus di setiap arah. Apabila
panel lebih sedikit, momen negatif interior akan terlalu kecil.
b. Panel harus persegi panjang dan rasio span lebih panjang / lebih pendek
di dalam panel tak boleh melebihi 2, jika tidak, tindakan satu arah akan
berlaku.
c. Di setiap arah, panjang rentang yang berurutan tidak boleh berbeda
lebih dari sepertiga dari panjang bentang terbesar.
d. Kolom offset lebih dari 10% dari sumbu antara garis tengah kolom
berurutan tidak diizinkan.
e. Metode ini berlaku untuk lempengan yang dikenakan beban gravitasi
saja.
f. Beban hidup layanan tak berfaktor tak boleh lebih dari dua kali beban
mati tidak terpakai.
g. Balok digunakan, kekakuan relatif balok antara dua arah vertikal antara
0,2 – 0,5.
33
1. Momen Statis Terfaktor Total Untuk Suatu Bentang
Nilai momen terfaktor yang digunakan antara lain:
Mo = 𝑞𝑢.2.𝑙𝑛2
8 ………………………………………….…………… (2.27)
Dimana ln adalah bentang bersih dalam arah momen-momen tersebut
ditentukan.
2. Momen Terfaktor Negatif dan Positif
Momen terfaktor negatif harus terletak pada muka tumpuan persegi.
Pendukung bulat atau berbentuk polygon harus diperlakukan sebagai tumpuan
bujursangkar dengan luas yang sama. Pada bentang interior, momen statis total
Mo harus di distribusikan sebagai berikut :
Momen terfaktor negatif ................................................. (0,65)
Momen terfaktor positif ................................................. (0,35)
Tabel 2. 15 Distribusi Momen Total Terfaktor
(1) (2) (3) (4) (5)
Tepi
eksterior
tak-
tertekang
Slab dengan
balok
diantara
semua
tumpuan
Slab tanpa balok
diantara tumpuan
interior Tepi
eksterior
terkekang
penuh Tanpa
balok
tepi
Dengan
balok
tepi
Momen
terfaktor
negatif
interior
0,75 0,70 0,70 0,70 0,65
Momen
terfaktor
positif
0,63 0,57 0,52 0,50 0,35
Momen
terfaktor
negatif
eksterior
0 0,16 0,26 0,30 0,65
Sumber: SNI 03-2847-2013
3. Momen Terfaktor pada Lajur Kolom
Lajur kolom harus mampu menahan persentase beban yang tercantum pada
tabel berikut, yang mana persentase tersebut merupakan persentase dari
momen negatif interior:
34
Tabel 2. 16 Persen momen terfaktor negatif interor
l2/l1 0,5 1,0 2,0
(⍺ l2/l1) = 0 75 75 75
(⍺ l2/l1) ≥ 1,0 90 75 45
Sumber: SNI 03-2847-2013
Jika nilai input tidak tertera dalam tabel maka dilakukan proses interpolasi
linier. Lajur kolom harus mampu menahan persentase beban yang tercantum
pada tabel berikut, yang mana persentase tersebut merupakan persentase dari
momen negatif eksterior:
Tabel 2. 17 Persen momen terfaktor negatif eksterior
l2/l1 0,5 1,0 2,0
(⍺ l2/l1) = 0 𝛽t =0 100 100 100
𝛽t ≥2,5 75 75 75
(⍺ l2/l1) ≥ 1,0 𝛽t =0 100 100 100
𝛽t ≥ 2,5 90 75 45
Sumber: SNI 03-2847-2013
Lajur kolom harus mampu menahan persentase beban yang tercantum pada
tabel berikut, yang mana persentase tersebut merupakan persentase dari
momen positif terfaktor:
Tabel 2. 18 Persen momen terfaktor positif
l2/l1 0,5 1,0 2,0
(⍺ l2/l1) = 0 60 60 60
(⍺ l2/l1) ≥ 1,0 90 75 40
Sumber: SNI 03-2847-2013
Jika nilai input tidak tertera dalam tabel maka dilakukan proses interpolasi
linier.
4. Momen Terfaktor Lajur Tengah
Bagian momen terfaktor negatif dan positif yang tidak ditahan oleh lajur kolom
harus secara proporsional diberikan pada setengah laju tengah yang
berhubungan. Masing-masing lajur tengah harus mampumenahan nilai momen
yang terdajadi pada lajur tengah tersebut. Lajur tengah yang letaknya
berdekatan dengan sisi tepi dan tertumpu dinding harus mampu menahan nilai
momen sebesar dua kali dari nilai momen yang terdapat pada setengah lajur
pada bagian tengah.
35
2.4.4 Metode Portal Ekuivalen (Equivalent Frame Method)
Guna menganalisa beban horizontal, metode portal ekuivalen berbeda
dari metode perencanaan langsung yang hanya dalam perhitungan momen-
momen longitudinal sepanjang portal kaku ekuivalen. Sebagai alternatif untuk
menentukan gaya-gaya dalam pada sistem struktur pelat, dapat digunakan
metode portal ekuivalen. Analisis dengan Metoda Portal Ekuivalen, dilakukan
dengan batasan antara lain :
1. Bangunan dianggap berdiri dari bingkai setara pada garis kolom yang
diambil arah longitudional dan tranversal bangunan.
2. Frame yang terdiri dari deretan kolom atau jalur penyangga dan pelat-
balok, terbatas pada arah lateral oleh panel yang terletak di setiap sisi
sumbu kolom atau tumpuan.
3. Kolom atau tumpuan dianggap terkait dengan jalur balok-balok oleh
komponen yang arahnya dapat melintang dan meluas ke garis tengah
panel di setiap sisi kolom.
4. Jarak yang berdekatan dan sejalar terhadap suatu tepi dibataskan oleh
tepi tersebut dan garis tengah panel yang berada didekatnya.
5. Setiap frame yang setara dapat dianalisis secara keseluruhan; sebagai
alternatif, untuk perhitungan karena beban gravitasi, setiap lantai dan
atap bisa dianalisis secara terpisah dengan mengasumsikan bahwa
ujung-ujung kolom terjepit.
6. Ketika berkas dianalisis secara terpisah, dalam menentukan momen
pada tumpuan, dapat diasumsikan bahwa tumpuan jatuh pada dua
rentang berikutnya disematkan selama balok-pelat terus melewati atas.
Nilai-nilai pada momen yang diperoleh, lalu disalurkan ke lajur kolom, lajur
tengah dan balok dengan pendistribusian layaknya metode desain langsung.
Definisi dari portal ekuivalen dapat digambarkan pada gambar dibawah ini :
36
(a) pelat lantai tipikal
(b) portal bangunan tipikal (c) rangka ekuivalen dalam (interior)
Gambar 2. 17 Definisi Portal Ekuivalen
Gambar 2. 18 Contoh gambar definisi metode rangka ekuivalen
37
Metode portal ekuivalen dilakukan dengan membagi rangka portal ruang
menjadi rangka-rangka bidang 2 dimensi, yang berpusat pada garis kolom atau
garis as tumpuan. Rangka-rangka bidang yang dihasilkan selanjutnya dianalisis
secara terpisah dalam arah memanjang dan arah melintang bangunan, serta
dianalis terpisah per lantai bangunan.
2.4.4.1 Kolom Ekivalen
Kolom ekivalen dapat bersatu dengan balok-balok transversal
pada bentang yang terdapat gaya aksil / torsi. Baut pelat yang meruncing
dapat meluas dari permukaan garis sumbu pada panel yang dapat membatasi
setiap sisi pelat piring yang kami ulas seperti yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini:
(a) Transfer momen antara pelat dan kolom (b) Kolom Ekuivalen
Gambar 2. 19 Transfer momen pada pelat dan kolom ekuivalen
Aksial pada torsi balok-balok melintang akan dikurangi oleh efektivitas lentur
efektif kolom yang sebenarnya. Nilai setara kekakuan lentur pada kolom setara
ditentukan oleh persamaan:
………………………. (2.28)
38
Jika ada balok pada sepanjang garis di kolom, nilai Kt haruslah dikali dengan
faktor Ibp/Ip, seperti berikut :
2.4.4.2 Transfer Beban Lantai ke Kolom
Beban maksimal yang bekerja pada bangunan yang mempunyai pelat
dua arah haruslah bisa menahan kekuatannya dengan pertemuan antara pelat
dengan kolom. Walaupun lempengnya itu sendiri mempunyai kemampuan
untuk membawa beban tangguh oleh momen lentur yang dihasilkan daripada
beban, kemungkinan besar pelat itu belum mempunyai kemampuan dalam
………………. (2.29)
……………………... (2.30)
……………….. (2.31)
39
mendukung gaya geser yang dihasilkan. Mengalihkan beban daripada
permukaan pelat menuju kolom yang terjadi pada daerah sekitar kolom.
Apabila pelat yang direncanakan tak sesuai dengan ketebalannya, maka
luasnya yang lebih kecil akhinya tegangan kerja pada sekeliling kolom akan
besar.
Transfer kepada beban akan terjadi pada sambungan pelat tak berbalok,
beban vertikal daripada pelat lantai diberikan berbentuk tegangan geser kepada
permukaan kolom. Beban yang bekerja di pelat lantai akan menyebabkan
keruntuhan apabila gaya geser yang bekerja pada daerah sekitar kolom lebih
besar daripada kekuatan beton itu sendiri serta berakibat retak pada beton itu
sendiri.
Gambar 2. 20 Transfer beban Vertikal daripada pelat lantai ke kolom
Gambar 2. 21 Penampang kritis geser-pons oleh berbagai bentuk penampang kolom
40
Gambar 2. 22 Retak disebabkan geser pons
Failure surface
Slab
Column
41
……………………... (2.32)
……………………... (2.33)
……………………... (2.34)
………... (2.35)
42
2.4.4.3 Momen Inersia Kolom
Pasal 13.7.4.3 SNI 2847:2013 menyatakan bahwa momen inersia kolom
dari tepi atas hingga tepi bawah balok-pelat pada suatu sambungan balok
kolom harus dianggap tak berhingga. Dengan kata lain:
1
𝐾𝑒𝑐=
1
⅀𝐾𝑐+
1
𝐾𝑡 ……………………………………………………….. (2.36)
Dimana:
Kec = Kekakuan lentur kolom ekuivalen; momen lentur per satuan rotasi
⅀Kc = Jumlah kekakuan lentur kolom atas dan bawahnya; momen lentur
persatuan rotasi
Kt = kekakuan torsional balok transversal atau jalur slab; momen torsional
persatuan rotasi
SNI 2847:2013 Pasal 13.7.7 menyatakan bahwa untuk kolom dalam,
momen negatif terfaktor pada lajur kolom dan lajur tengah harus diambil pada
muka kolom atau kepala kolom, sejarak tidak lebih dari 0,175l1 dari sumbu
kolom. Sedangkan pada kolom luar, momen negatif terfaktor diambil pada
lokasi penampang yang terletak pada suatu jarak yang tidak lebih dari setengah
proyeksi konsol pendek atau kepala kolom dihitung dari muka kolom
penumpu.
2.5 Perencanaan Kolom
2.5.1 Pengertian Kolom
Kolom merupakan batang tekan vertikal daripada rangka struktural
yang menahan beban dari balok (apabila ada). Kolom akan mentransfer beban-
beban dari tingkat atas kepada tingkat yang lebih bawah sampai menuju tanah
leawat perantara pondasi. Karena kolom ialah komponen tekan, maka
keruntuhan di setiap satu kolom ialah lokasi kritis yang mengakibatkan runtuh,
sekaligus runtuh total dari seluruh strukturnya. Maka dari itu dalam
merencanakan kolom perlulah diwaspadai, yakni dengan memberikan
kekuatan cadangan yang tinggi daripada yang dilakukan kepada balok serta
elemen struktural horisontal lain, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tak
memberikan peringatan awal yang lumayan jelas. (Tavio, Lukman Hemawan ,
2009).
43
2.5.2 Jenis Kolom
Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis daripada kolom
antara lain, seperti ini:
1. Kolom spiral (spiral column)
2. Kolom ikat (tie column)
3. Kolom komposit (composite column)
Menurut versi Istimawan Dipohusodo (1994) pada buku struktur beton
bertulang disampaikan bahwa adanya beberapa jenis kolom,yakni :
1. Kolom dengan tegangan siku lateral. Ialah kolom beton bertulang memanjang
di jarak tertentu dengan poros lateral yang meruncing. Komponen tersebut
berfungsi guna menahan perkuatan dasar dengan harapan tetap kokoh pada
tempatnya.
2. Kolom dengan pengikat spiral. Ialah mirip dengan kolom pertama hanya
bentuk untuk batang pengikat spiral membentuk bidang heliks continu di
sepanjang kolom. Fungsinya guna memberikan kemampuan kolom dalam
menahan deformasi yang cukup sebelum keruntuhan, sehingga mencegah
kehancuran semua bagian kolom sebelum terjadinya proses redistribusi beban
serta ketegangan.
3. Struktur kolom komposit. Adalah kolom yang diperkuat dalam arah
memanjang dengan bidang profil baja atau pipa, dengan ataupun tanpa batang
penguat yang diperpanjang.
44
Gambar 2. 23 Jenis-jenis dari kolom
2.5.2.1 Kolom Utama
Kolom utama merupakan kolom dengan fungsi sebagai pendukung
utama bangunan yang mengabaikan beban utama pada atasnya. Untuk
konstruksi perumahan dianjurkan bahwa jarak antara kolom utama sebesar 3,5
m, sehingga dimensi struktur balok guna mendukung lantai tak terlalu besar,
apabila jarak antar kolom dibuat lebih dari 3,5 meter, maka struktur bangunan
harus diperhitungkan. Sedangkan besarnya kolom utama pada bangunan tempat
tinggal di lantai 2 umumnya menggunakan ukuran 20/20, dengan basis 8d12
mm, serta beugel d8-10cm (8d 12 yang punya arti jumlah diameter 8 jarak
12mm) , diameter 8-10cm (dimaksudkan diameter beugel 8 dengan jarak 10
cm).
45
Gambar 2. 24 Kolom Utama
2.5.2.2 Kolom Praktis
Kolom yang bertugas sebagai pembantu kolom utama untuk mendukung
beban sekaligus sebagain pengikut antara dinding sehingga dinding tetaplah
stabil dan terjaga. Jarak koluom maksimum 3,5 meter, atau dipertemuan
pasangan-bata(sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan penguatan beton 4
d 10 beugel d 8-20. Kolom utama pada portal biasanya terus naik dan naik
sehingga posisi kolom utama tidak boleh berturut-turut. karena ini akan
menghilangkan kekakuan struktur portal frame-nya. Sehingga harus dihindari
rencaana kolom portal yang tak sama dengan untuk setiap lapisan lantai.
Dimensi kolom lebih ke atas mungkin lebih kecil, sesuai dengan beban
bangunan yang didukung. Perubahan dimensi kolom haruslah dilakukan pada
layer lantai, sehingga kolom mempunyai kekakuan yang sama. Prinsipnya ialah
memaksa dan meneruskan pada kolom pondasi di balok portal dengan
menyusun kolom menjadikan suatu kesatuan. Balok menerima keseluruhan
gaya daripada pelat lantai dan menerus ke kolom pendukung. Hubungkan
daripada balok dengan kolom merpakan jepit, sistem pendukung yang dapat
menahan gaya vertical, horizontal dan momen.
46
Gambar 2. 25 Kolom Praktis
Menurut SNI (2013), peraturan tak memberikan definisi daripada batas panjang
maksimal kolom pendek, namun menetapkan kegunaannya suatu proses dari
evaluasi kelangsingan dibatas nilai rasio kelangsingan tertentu. Ia menetapkan,
pengaruh kelangsingan bolehlah diabaikan dalam kasus-kasus seperti ini :
a. Untuk komponen dari struktur tekan yang tak dibreising terhadap
goyangan menyamping :
𝑘.𝑙𝑢
𝑟 ≤ 22 ……..…………………………………………………... (2.37)
b. Untuk komponen dari struktur tekan yang dibreising terhadap goyangan
menyamping :
𝑘.𝑙𝑢
𝑟 ≤ 34 – 12 [ M1 / M 2 ] ≤ 40 …………………………………… (2.38)
Dimana :
K = faktor panjang efektif kolom
Lu = panjang kolom yang ditopang
r = jari-jari potongan lintang kolom = √𝐼/𝐴
dimana M1/M2 positif apabila kolom dibengkokan di kurvatur tunggal,
dan negatif apabila komponen struktur dibengkokkan dalam kurvatur
ganda. Menurut SNI (2013), faktor panjang efektif dari tahanan ujung k,
dalam berbagai kondisi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
47
Tabel 2. 19 Faktor panjang efektif kolom
Gambar 2. 26 Nomogram untuk menentukan faktor panjang efektif kolom
2.5.3 Perencanaan Dimensi Kolom
Komponen daripada struktur yang terkena beban aksial serta beban aksial
dengan lentur, menggunakan faktor reduksi sebesar (Ф), seperti tercantum pada
SNI 03-2847-2013 Pasal 9.3.2.2 adalah 0.65. Kemudian luas dimensi kolom dapat
didesain dengan rumus sebagai berikut :
……...…………………………………………………….…. (2.39)
dengan :
A = Luas dimensi kolom
W = Berat beban total yang didapat kolom
fc’ = Kuat tekan beton karakteristik
48
2.6 Hubungan Flatslab Kolom
Hubungan daripada pelat-kolom meliputi joint serta pelat yang berbatasan
dengan kolom. Transfer beban gravitasi diantara pelat dan kolom menyebabkan
tegangan geser di pelat disekitar kolom yang biasa disebut dengan penampang
kritis. Disampaikan apabila posisi penampang kritis merupakan jarak yang tak lebih
dari setengah tebal efektif pelat (d/2) daripada muka kolom ataupun dari tepi luar
tulangan geser apabila digunakan tulangan geser di daerah pelat.
(Riawan,dkk,2012) . Sistem Struktur ini sangat umum digunakan di daerah risiko
gempa rendah sampai resiko gempa menengah,di mana itu di perbolehkan sebagai
Kekuatan Lateral Tahan Sistem (KLTS), serta diresiko gempa tinggi sistem
gravitasi dimana saat frame atau dinding geser di sediakan sebagai KLTS utama.
Slab-Kolom frame biasamya digunakan untuk melawan gravitasi dan beban lateral
didaerah gempa rendah sampai sedang dan mendirikan desain baiknya ada
persyaratan untuk menghindari kegagalan meninjau di hubungan kolom-slab.
Biasanya kegagalan geser meninjau dimulai pada lokasi sepanjang bagian
kritis(ditunjukan oleh garis putus putus sekeliling kolom) dimana gunting dari
beban gravitasi menambah gunting dari momen plat yang bekerja pada koneksi
yang dianggap di transfer oleh geser di daerah bagian kritis seperti digambar bawah
ini.
Gambar 2. 27 Area Keliling Hubungan Slab-Kolom
Dalam hal ini, deformasi lateral struktur menghasilkan momen dan geser pada
koneksi slab-kolom dan hunting dari beban gravitasi di lantai. Retak lentur akan
mengembang pada permukaan atas pelat di bagian momen negatif pada muka
49
kolom dan bagian bawah slab di sisi yang berlawanan. Urutan penerapan beban
menghasilkan kerusakan yang tidak menyebabkan kegagalan sebelum dievaluasi.
Urutan beban tersebut sangat penting di pertimbangkan karena bangunan yang telah
mengalami deformasi gempa merusak (bahkan jika kerusakan belum mengancam
integritas struktur selama gempa) dapat mengakibatkan kerusakan laten yang dapat
menyebabkan kegagalan di bawah posting berikutnya. (Riawan,dkk,2012)
2.7 Sistem Penahan Gaya Lateral (Shearwall)
Bangunan tinggi tahan gempa pada umumnya gaya-gaya lateral yang
dibebani dikolom cukup besar sehingga perlulah digunakan elemen-elemen struktur
kaku berupa dinding geser guna menahan gaya geser yang muncul oleh sebab beban
gempa. Adanya dinding geser yang kaku dibangunan, maka beban gempa tersebut
akan terserap oleh dinding geser itu. Kolom-kolom dianggap tak ikut mendukung
gaya horizontal, sehingga cuman didesain guna menahan gaya normal (gaya
vertikal). Secara struktural dinding geser dianggap sebagai balok kantilever vertikal
yang terjepit bagian bawahnya pada daerah pondasi atau basemen. Perencanaan
dinding geser dibangunan tingkat tinggi haruslah didesain se-simetris mungkin,
karena apabila tidak simetris maka akan ada jarak (eksentrisitas) diantara pusat
massa dan pusat kekakuan. Eksentrisitas inilah akan menyebabkan ada gaya puntir
dibangunan tingkat tinggi itu, adanya gaya puntir oleh eksentrisitas mengakibatkan
terdapat penambahan tulangan didinding geser itu.
2.7.1 Klasifikasi Dinding Geser (Shearwall)
Berdasarkan jenisnya, dinding geser terbagi jadi dua yakni:
1. Dinding geser yangmana disusun membentuk core serta diletakkan di tengah-
tengah gedung.
2. Dinding tunggal yang diletakkan terpisah pada setiap sisi dibangunan,
50
Gambar 2. 28 Dinding geser menurut jenisnya
Berdasar pada fungsi sekaligus letak, dinding geser / shearwall dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Bearing walls merupakan dinding geser dimana ia mendukung sebagian
besar dari beban gravitasi. Tembok-tembok memakai dinding partisi antar
apartemen yang saling dekat.
2. Frame walls merupakan dinding geser guna menahan beban lateral, dimana
beban gravitasi dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun
diantara atau sepanjang baris kolom.
3. Core walls ialah dinding geser pada wilayah inti pusat dalam gedung, yang
umumnya diisi tangga atau poros lift. Dinding ini berfungsi ganda dan
dianggap jadi pilihan paling ekonomis.
51
Gambar 2. 29 Klasifikasi Dinding geser berdasar letak & fungsi
Dalam merencanakan letak daripada dinding struktur pada suatu bangunan yang
akan dibangun perlulah diperhatikan hal semacam ini:
1. Dinding geser haruslah dipuntir sehingga tak terjadi torsi atau puntir yang
berlebihan.
2. Dinding geser ditata sedimikian rupa hingga tak terjadi tekangan (restrain)
pada daerah pelat lantai ketika mendapat susut.
3. Dinding geser haruslah direncanakan supaya mampu menahan gaya lateral
akibat beban gempa, dimana sesuai SNI 2847 2013, tebal minimal dinding
geser (t) tak bolehlah kurang daripada 100mm.
t > 1
25 x h ……………………………………………………………….. (2.40)
Kontrol kapasitas dinding geser terhadap kombinasi beban lentur dan
aksial:
Menurut SNI 2847-2013 , kapasitas beban aksial dinding geser tak boleh
kurang daripada beban aksial terfaktor hasil analisa struktur.
Kontrol : 𝞍Pn > Pu, yaitu :
52
𝞍Pn = 0,55 x 𝞍 x f x Ag x [1 − (k x lc
32 x h)
2
] …………………………… (2.41)
Evaluasi kapasitas kuat geser shearwall sesuai SNI 2847-2013:
𝑉𝑐 = [0,05𝜆√𝑓𝑐′ +𝑙𝑤(0,1𝜆 √𝑓𝑐′+0,2
𝑁𝑢𝑙𝑤ℎ
)
𝑀𝑢𝑉𝑢
− 𝑙𝑤2
] ℎ𝑑 …………………….... (2.42)
atau
Vc = 0,27 𝜆 √𝑓𝑐′ℎ𝑑 +𝑁𝑢𝑑
4𝑙𝑤 ………………………………………...… (2.43)
Diambil hasil paling besar, bila Vu > ØVc, sehingga tulangan geser Vs mesti
direncanakan:
Vs = 𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑
𝑆 …………………………………………………………..... (2.44)
2.7.2 Perencanaan Dimensi Dinding Geser (Shearwall)
Pada SNI 03-2847-2013 Pasal 22.6.6.2 menyampaikan apabila tebal
daripada dinding kecuali dinding basemen luar serta dinding pondasi, tebal
dinding penumpu tak boleh kurang dari 1/24 tinggi ataupun panjang tak
tertumpu,dimana yang lebih pendek tak boleh kurang daripada 140 mm.
Tebal rencana ialah dinding ≥ 𝐻
24 ………...…………………………. (2.45)
Tebal rencana dinding ≥ 𝐿
24 …………………………………………. (2.46)
Tebal rencana dinding ≥ 140 mm
Dimana:
H : Tinggi total dinding
L : Panjang bentang dinding
2.7.3 Kontrol Simpang Antar Lantai (Drift)
Diatur menurut dengan SNI-1726-2012 lewat rumus :
……….……………………………………………………. (2.47)
Keterangan :
δx = defleksi daripada lantai ke – x
Cd = faktor pembesaran defleksi tabel 2.8 SNI 1726-2012
I = faktor keutamaan gedung .
53
Untuk struktur SPRMK, drift dibatasi sebesar :
Δ = 0,02 hsx …………………………………………………………….. (2.48)
Sesuai SNI 1726:2012 Pasal 7.12.1 meyampaikan batasan bagi simpangan antar
lantai tingkat rencana (Δi) dimana tak diperbolehkan lebih dari simpangan antar
lantai izin (Δa).
Δi ≤ Δa …………………………………………………….. (2.49)
keterangan :
Δi = simpangan yang terjadi
Δa = simpangan izin antar lantai (Pasal 7.12.1)
Tabel 2.20 Batasan simpangan antar lantai
Sumber : SNI 1726 2012
54
Gambar 2. 30 Simpangan Izin
2.7.4 Perhitungan Kuat Geser untuk Dinding Geser
Perhitungan kuat geser dilakukan untuk mengecek kebutuhan dinding geser
pada bangunan.
τ = 3𝑉
2𝐴 …………………………….…………………………...………. (2.50)
Dimana :
τ = tegangan geser yang terjadi pada kolom
V = gaya geser yang pekerja pada kolom akibat beban
A = luas penampang kolom sesuai dengan hasil preliminary desain
..……………………………………… (2.51)
Dimana :
Vc = kuat geser yang disumbangkan beton
Nu = beban aksial berfaktor yang diterima struktur
Ag = luas kolom tanpa rongga
f`c = mutu beton dalam Mpa