BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II...

51
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan campuran semen Portland, agregat kasar, halus serta air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan. Menurut Kusuma (1993) perilaku struktur beton bertulang dapat waktu menahan diantaranya gaya aksial, gaya geser, lentur, puntir atau gabungan dari beberapa gaya-gaya itu. Secara umum, hal tersebut tergantung pada hubungan regangan yang terjadi pada beton sekaligus jenis tegangan yang dapat ditahannya. Dikarenakan sifat bahan beton dimana nilai kuat tarik rendah, maka hanya diperhitungkan pada daerah tekan disetiap penampangnya. Pengklasifikasian pelat diantaranya adalah pelat satu-arah atau pelat dua arah. Pelat yang tingkat defleksinya dominan pada satu arah disebut pelat satu-arah. Kemudian jika pelat dipikul oleh kolom yang disusun berbaris sehingga pelat dapat berdefleksi dalam dua-arah, pelat disebut pelat dua-arah. Flatslab masuk kedalam pelat beton dua arah dengan Drop panel, kapital, atau keduanya. Pelat ini sangat sesuai untuk bentang panjang dan beban yang berat. Flatslab lebih ekonomis pada bangunan gedung, pabrik dan parkir. Pada gambar di bawah adalah pelat dua arah dengan balok. Pada sistem seperti ini digunakan karena lebih murah dibanding dengan flat plate. Apabila beban dan bentang atau keduanya sangat besar, maka ketebalan pelat sekaligus ukuran kolom yang dibutuhkan menjadi besar. Perilaku struktural Flatslab bisa diidealis dengan menganggap plat ini berlaku sebagai pelat menerus yang bertumpu pada barisan kolom yang kekakuan lenturnya bisa diabaikan, selain itu kita bisa menganggap bahwa reaksi kolom tersebar merata pada suatu luas yang kecil. Jika dimensi suatu Flatslab yang memikul beban merata relatif besar dibandingkan dengan jarak antar kolomnya, sifat simetri pada konfigurasi struktur dan pembebanan bisa dimanfaatkan untuk mereduksi masalahnya ke analisis satu panel dalam.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan campuran

semen Portland, agregat kasar, halus serta air, dengan atau tanpa bahan campuran

tambahan. Menurut Kusuma (1993) perilaku struktur beton bertulang dapat waktu

menahan diantaranya gaya aksial, gaya geser, lentur, puntir atau gabungan dari

beberapa gaya-gaya itu. Secara umum, hal tersebut tergantung pada hubungan

regangan yang terjadi pada beton sekaligus jenis tegangan yang dapat ditahannya.

Dikarenakan sifat bahan beton dimana nilai kuat tarik rendah, maka hanya

diperhitungkan pada daerah tekan disetiap penampangnya.

Pengklasifikasian pelat diantaranya adalah pelat satu-arah atau pelat dua

arah. Pelat yang tingkat defleksinya dominan pada satu arah disebut pelat satu-arah.

Kemudian jika pelat dipikul oleh kolom yang disusun berbaris sehingga pelat dapat

berdefleksi dalam dua-arah, pelat disebut pelat dua-arah. Flatslab masuk kedalam

pelat beton dua arah dengan Drop panel, kapital, atau keduanya. Pelat ini sangat

sesuai untuk bentang panjang dan beban yang berat. Flatslab lebih ekonomis pada

bangunan gedung, pabrik dan parkir. Pada gambar di bawah adalah pelat dua arah

dengan balok. Pada sistem seperti ini digunakan karena lebih murah dibanding

dengan flat plate. Apabila beban dan bentang atau keduanya sangat besar, maka

ketebalan pelat sekaligus ukuran kolom yang dibutuhkan menjadi besar.

Perilaku struktural Flatslab bisa diidealis dengan menganggap plat ini

berlaku sebagai pelat menerus yang bertumpu pada barisan kolom yang kekakuan

lenturnya bisa diabaikan, selain itu kita bisa menganggap bahwa reaksi kolom

tersebar merata pada suatu luas yang kecil. Jika dimensi suatu Flatslab yang

memikul beban merata relatif besar dibandingkan dengan jarak antar kolomnya,

sifat simetri pada konfigurasi struktur dan pembebanan bisa dimanfaatkan untuk

mereduksi masalahnya ke analisis satu panel dalam.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

5

Gambar 2. 1 Pelat dengan balok

Gambar 2. 2 Pelat dengan penebalan

Keuntungan ketika menggunakan Flatslab sangat banyak, diantaranya

menurut Darsono (2002) adalah lebih fleksibel terhadap tata ruang, kemudahan

dalam pemasangan elektrikal dan mekanikal, waktu pengerjaan yang cukup pendek

dilihat dari pembuatan bekisting pelat yang dibuat merata dan menyeluruh tanpa

harus membuat bekisting balok dahulu, menghemat tinggi bangunan (yaitu tinggi

ruang bebas lebih besar karena tak ada pengurangan ketinggian akibat balok dan

komponen pendukung struktur lainnya), pemakaian tulangan pelat bisa dengan

tulangan fabrikasi (wire mesh). Dengan beberapa keuntungan itulah diharap

penggunaan metode Flatslab banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur

di Indonesia. Kerugian yang didapat jika menggunakan konstruksi Flatslab antara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

6

lain, batasan kemampuan bentang yang relatif pendek (15-25 kaki bahkan hingga

35 kaki) yang dapat digunakan pada jenis bangunan dengan susunan partisi yang

sering (padat), contohnya apartement , selain itu rasio kedalaman bentang yang

besar dapat menyebabkan munculnya defleksi atau pembengkokan berlebihan dari

pelatnya.

2.2 Pembebanan Struktur

Dalam perencanaan struktur bangunan haruslah memenuhi peraturan yang

berlaku supaya aman secara konstruksi. Struktur bangunan yang direncanakan

harus mampu menahan beban hidup, beban mati, serta beban gempa pada struktur

bangunan tersebut. Dipohusodo (1994) menjelaskan, beban pada struktur secara

umum terdiri dari beberapa jenis beban,antara lain :

2.2.1 Beban Mati (D)

Menurut Dipohusodo (1994), Beban mati adalah berat semua unsur tetap

dari gedung, termasuk unsur tambahan tetap yang merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari bangunan gedung. Umumnya beban mati adalah berat sendiri dari

bangunan, sehingga nilainya dapat dihitung berdasarkan bentuk, ukuran, dan berat

jenis material. Sehingga berat dinding, lantai, balok, langit-langit, dan sebagainya

dianggap sebagai beban mati.

2.2.2 Beban Hidup (L)

Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat hunian atau penggunaan

gedung dan kedalaman yang termasuk beban-beban pada lantai dari barang yang

dapat berpindah, sekaligus peralatan bukan bagian gedung namun tidak terpisahkan

dari gedung, sehingga mengakibatkan perubahan pada pembebanan lantai dan atap

tersebut. Khususnya atap beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air

hujan, baik akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air ataupun genangan air.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

7

2.2.3 Rekapitulasi Pembebanan Mati dan Hidup

Analisa pembebanan untuk struktur ini meliputi beban-beban sebagai

berikut:

Tabel 2. 1 Jenis-jenis pembebanan

Jenis Beban Beban-beban Besaran Beban Sumber

Mati

Berat volume beton

bertulang. 2400 kg/m³

PPIUG-1987

Penutup lantai ubin

per cm tebal. 24 kg/m²

Spesi dari campuran

semen, per cm tebal. 21 kg/m²

Plafon asbes tebal 4

mm dengan rangka

dan penggantung dari

kayu.

18 kg/m²

Pipa-pipa dan ducting

untuk pekerjaan

mekanikal dan

elektrikal.

30 kg/m²

Pasangan dinding

setengah bata 250 kg/m²

Hidup Beban hidup Hotel 250 kg/m²

Beban hidup pekerja 100 kg/m²

2.2.4 Beban Berfaktor

Beban berfaktor adalah pengkalian beban kerja dengan faktor beban yang

sesuai. Faktor yang mempengaruhi struktur beton bertulang adalah Faktor

Keamanan. Dalam SNI 2847-2013 faktor keamanan terdiri dari :

1. Faktor Reduksi

2. Faktor Beban

Faktor beban U yang menahan beban mati (D) dan beban hidup ( L ), sekaligus

kombinasi pembebanan dalam berbagai kondisi diantaranya :

1. U = 1,4D

2. U = 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)

3. U = 1,2D + 1,6(Lr atau R) + ( 1,0L atau 0,5W)

4. U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5(Lr atau R)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

8

5. U = 1,2D + 1,0E + 1,0L

6. U = 0,9D + 1,0W

7. U = 0,9D + 1,0E

Kecuali :

Faktor beban untuk L pada persamaan 3,4,dan 5 diambil sama dengan 0,5 kecuali

ruang pertemuan, garasi, dan ruangan yang nilai LL lebih dari 500 kg/m2. Bila

beban air F bekerja pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan

dengan nilai faktor beban yang sama dengan faktor beban untuk beban mati D pada

kombinasi 1 hingga 5 dan 7. apabila beban tanah H yang bekerja pada struktur,

maka harus diperhitungkan seperti berikut :

1. Apabila H memperkuat pengaruh variabel beban utama, maka pengaruh

H dihitung dengan faktor beban 1,6.

2. Apabila H memberi perlawanan kepada pengaruh variabel beban utama,

maka pengaruh H dihitung dengan faktor beban = 0,9 (jika beban

permanen) atau dengan nilai faktor beban = 0 (untuk kondisi lain).

Pengaruh beban angin dan seismik harus ditinjau, namun keduanya tak

perlu ditinjau secara simultan.

Tabel 2. 2 Faktor Reduksi Kekuatan

NO. Gaya Φ

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Lentur tanpa beban aksial

Geser dan torsi

Beban aksial dan beban aksial dengan lentur

Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur

Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur

(spiral) Tumpuan pada beton

0,08

0,75

0,80

0,80

0,70

0,65

Sumber : SNI 2847-2013

Sehingga dinyatakan dengan, kuat momen yang digunakan Mr (Kapasitas

Momen) sama dengan momen ideal Mn dikalikan faktor ϕ :

MR = ϕ.Mn ………………………………………………………… (2.1)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

9

2.2.5 Beban Gempa

Beban gempa ialah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada struktur

atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah sebagai akibat

dari gempa tersebut. (SKBI-1.3.53. 1987).

2.2.5.1 Pengaruh Beban Gempa Horisontal

Pengaruh nilai beban gempa horizontal, Eh yaitu harus ditentukan dengan

persamaan seperti ini:

Eh = QE = pengaruh dari gaya gempa horizontal V atau Vp …………. (2.2)

2.2.5.2 Pengaruh Beban Gempa Vertikal

Pengaruh beban gempa Vertikal, Ev harus ditentukan melalui persamaan

sebagai berikut :

Ev = 0,2. SDS.D …………………………………...……….....................….. (2.3)

SDS = 2

3. SMS ……………………………………………………………... (2.4)

SMS = Fa.Ss ……………………………………………………………...… (2.5)

Keterangan :

D = Pengaruh beban mati

Fa = Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode

pendek

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek

SMS = Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

Ss = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

periode Pendek

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

10

Tabel 2. 3 Kategori risiko bangunan gedung non gedung untuk beban gempa

Sumber : SNI 1727 2013

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

11

Tabel 2. 4 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa,

Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber : SNI 1726 – 2012

2.2.5.3 Klasifikasi Situs

Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di

permukaan tanah, maka situs tersebut harus diklasifikasikan dulu.

Penetapan kelas situs melalui penyelidikan tanah dilabotarium dan di

lapangan dan yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain

geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua

dari tiga parameter tanah. Apabila tidak tersedia data tanah yang spesifik

pada situs sampai kedalaman 30 meter, maka sifat-sifat tanah harus

diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat keahlian

yang menyiapkan laporan penyelidikan tanah berdasarkan kondisi

getekniknya. ditetapkannya kelas situs SA dan kelas situs SB tidak boleh

lebih dari 3 m lapisan tanah antara dasar telapak atau rakit pondasi dan

permukaan batuan dasar.

2.2.5.4 Definisi Kelas Situs

Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai dengan definisi dari tabel 3

dan pasal-pasal berikut :

Tabel 2. 5 Klasifikasi Situs

Kelas Situs 𝑽𝒔 (m/detik) ��atau 𝑵𝒄𝒉

𝑺𝒖 (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai

1500 N/A N/A

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

12

SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak)

350 sampai

750 >50 ≥100

SD (tanah sedang) 175 sampai

350

15 sampai

50

50 sampai

100

SE (tanah lunak)

<175 <15 <50

profil tanah dengan kandungan lebih dari 3m tanah

dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks elastisitas PI > 20

2. Kadar air, w ≥ 40%

3. Kuat geser niralir 𝑆𝑢 < 25 kPa

SF (tanah khusus, yang

membutuhkan investigasi

geoteknik spesifik dan

analisis respons spesifik-

situs yang mengikuti

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu

atau lebih dari karakteristik berikut :

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat

beban gempa seperti mudah likuifikasi, lempung

sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

- Lempung sangat organik dan/atau gambut

(ketebalan H > 3m)

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan

H>7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75)

Lapisan lempung lunak atau setengah teguh dengan

ketebalan H > 35m dengan 𝑆𝑢 < 50 kPa

Catatan :N/A = tidak dapat dipakai

Sumber : SNI 1726 – 2012

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

13

Gambar 2. 3 Ss, Gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget

Gambar 2. 4 S1, Gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

14

Tabel 2. 6 Koefisien situs, Fa

Kelas

Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa(MCER)

terpetakan pada periode pendek, T = 0,2 detik, Ss

Ss≤ 0,25 Ss=0,5 Ss=0,75 Ss=1,0 Ss≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1.7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Sumber : SNI 1726 – 2012

Tabel 2. 7 Koefisien situs, Fv

Kelas

Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa(MCER)

terpetakan pada periode pendek, T = 1 detik, Ss

S1≤ 0,1 S1=0,2 S1=0,3 S1=0,4 S1≥ 0.5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Sumber : SNI 1726 – 2012

Gambar 2. 5 Spektrum respons Desain

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

15

2.2.5.5 Kecepatan Rerata Gelombang geser, 𝑽𝒔

Nilai 𝑉�� harus ditentukan dengan persamaan berikut :

𝑉�� =∑ 𝑑𝑖

𝑛𝑖=1

∑𝑑𝑖

𝑉𝑠𝑖

𝑛𝑖=1

………………………………………………………. (2.6)

Keterangan :

𝑑𝑖 = tebal lapisan diantara kedalaman 0 sampai 30 meter

𝑉𝑠𝑖 = kecepatan gelombang geser lapisan i dinyatakan dalam meter per detik

(m/detik) 𝑖 = ∑ 𝑑𝑖𝑛𝑖=1 = 30 meter

2.2.5.6 Geser Dasar Seismik

Gaya dasar seismik ,V, ditentukan dengan rumus berikut :

V = Cs.W ……………………………………………………...…...... (2.7)

Keterangan :

Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan

W = berat seismik efektif

2.2.5.7 Koefisien Respons Seismik

Koefisien respons seismik ditentukan melalui rumus sebagai berikut :

Cs = 𝑆𝐷𝑆

𝑅

𝐼𝑒

……………………………………………………………... (2.8)

Keterangan :

𝑆𝐷𝑆 = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang

periode pendek

R = faktor modifikasi respons

Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

16

Tabel 2. 8 Faktor R untuk sistem penahan gempa

Sumber : SNI 1726 – 2012

Tabel 2. 9 Kategori desain seismik berdasarkan pada parameter respons

percepatan pada perioda pendek

Sumber : SNI 1726 – 2012

2.2.5.8 Periode Fundamental Pendekatan

Periode fundamental pendekatan ( Ta ), dalam detik , dihitung dari

persamaan berikut :

𝑇𝑎 = 𝐶𝑡. ℎ𝑛𝑥 ………………………………………………………….. (2.9)

Keterangan :

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

17

hn adalah ketinggian struktur (m), diatas dasar hingga tingkat tertinggi

struktur, dan koefisien Ct dan x dihitung pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. 10 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x

Tipe Struktur Ct X

Sistem rangka pemikul momen, yang mana rangka

memikul 100 % gaya gempa yang diisyaratkan dan

tidak dilingkupi komponen yang kaku serta akan

mencegah rangka defleksi jika dikenai gaya gempa

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9

Rangka baja dengan bresingeksentris 0,0731a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap

Tekuk 0,0731a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

Sumber : SNI 1726 – 2012

2.2.5.9 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di semua tingkat dihitung

dari persamaan berikut :

Fx = Cvx.V ………………………………………………...…………. (2.10)

Cvx = 𝑊𝑥.ℎ𝑥

𝑘

∑ 𝑊𝑖.ℎ𝑖𝑘𝑛

𝑖=1

…………………………………………….………. (2.11)

Keterangan :

Cvx = faktor distribusi vertikal

V = gaya lateral total atau geser didasar struktur, dalam (kN)

Wi dan Wx = bagian dari berat seismik efektif total struktur (W) yang

ditempatkan atau ditempatkan pada tingkat i atau x

hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dalam meter (m)

k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut :

k = 1, untuk struktur dengan periode 0,5 detik atau kurang

k = 2, untuk struktur dengan periode 2,5 detik atau lebih

k = 2 atau diinterpolasi linier antara 1 dan 2, untuk struktur dengan

periode 0,5 dan 2,5 detik.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

18

2.2.5.10 Distribusi Horisontal Gaya Gempa

Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) ditentukan

dari persamaan berikut :

Vx = ∑ 𝐹𝑖𝑛𝑖=𝑥 ……………………………………………………….. (2.12)

Keterangan :

𝐹𝑖 ialah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul pada tingkat i,

dalam (kN). Geser tingkat desain gempa tingkat (Vx) (kN) harus

didistribusikan pada beberapa elemen vertikal dari sistem penahan gaya

gempa ditingkat yang ditinjau sesuai dengan kekakuan lateral relatif elemen

penahan vertical.

2.2.5.11 Kontrol Gaya Geser Dasar

Beban geser dasar nominal statik ekivalen adalah :

𝑉 = 𝐶𝑠 𝑥 𝑊𝑡 …………..…………………………………………… (2.13)

Penentuan nilai Cs :

a. Cs maksimum

..…………………………………………… (2.14)

b. Cs hitungan

………………………………………………..…….. (2.15)

c. Cs minimum

𝐶𝑠𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 0,044 𝑆𝐷𝑆 𝐼 ≥ 0,01 Cs minimum tambahan berdasarkan S1

jika lebih besar dari 0,6g

...…………………………………… (2.16)

Nilai terpakai ialah nilai Cs pada interval antara nilai Cs min dan Cs maks.

Sedang sistem penahan gaya seismik yang terpakai ialah sistem dinding

geser beton bertulang pada umumnya , dimana terdapat nilai koefisien

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

19

modifikasi respons (R) = 5,5 sesuai Tabel 9 dalam SNI-1726-2012 Pasal

7.2.2 .

Periode fundamental (T) :

𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑟 ℎ𝑛𝑥 …………….………………………. (2.17)

𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑢 𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 ……………………….. (2.18)

Tabel 2. 11 Ketidakberaturan Horizontal Pada Struktur

2.3 Perencanaan Struktur Pelat

Pelat merupakan struktur planar kaku terbuat dari bahan material monolit

dengan tinggi relatif kecil dibanding dimensi lainya. Beban pada pelat memiliki

sifat banyak arah sekaligus tersebar. Pelat dapat ditopang di seluruh tepinya atau

pada titik tertentu. Kondisi tumpuan bisa berbentuk sederhana atau jepit. Variasi

tumpuan menyebabkan pelat dapat digunakan untuk bermacam keadaan. Rangka

ruang (rangka batang) yang terdiri dari elemen-elemen pendek kaku berpola

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

20

segitiga yang disusun secara tiga dimensi dan membentuk struktur permukaan

bidang kaku yang besar dengan ketebalan relatif tipis adalah struktur yang analog

dengan pelat. Pada umumnya pelat diklasifikasikan menjadi pelat satu arah dan

pelat dua arah. Pelat yang berdefleksi secara dominan dalam satu arah disebut pelat

satu arah. Tetapi, jika pelat dipikul oleh kolom yang disusun berbaris sehingga pelat

berdefleksi dalam dua arah, maka disebut pelat dua arah. Dibawah ini akan dibahas

lebih detail terkait pelat satu arah dan dua arah.

2.3.1 Struktur Pelat Satu Arah

Jika sistem pelat hanya ditumpu di kedua sisinya, maka pelat tersebut akan

melendut ke arah tegak lurus dari sisi tumpuan. Beban didistribusikan oleh pelat

dalam satu arah saja yaitu arah tumpuan. Pelat jenis ini disebut pelat satu arah. Jika

pelat tertumpu di keempat sisinya, dan rasio bentang panjang terhadap bentang

pendek lebih besar atau sama dengan 2, maka 95% beban dilimpahkan ke arah

bentang pendek, dan pelat tersebut menjadi sistem pelat satu arah. Sistem pelat satu

arah cocok digunakan pada bentang sekitar 3-6 meter, dengan beban hidup sebesar

2,5 - 5 kN/m2.

Gambar 2. 6 Pelat satu arah dengan balok

Sistem pelat satu arah bisa terjadi pada pelat tunggal maupun pelat menerus, apabila

persyaratan perbandingan panjang daripada bentang kedua sisi pelat terpenuhi. Jika

Lx < 0,4 Ly seperti pada gambar dibawah, maka pelat dianggap sebagai pelat

menumpu balok B1 dan B3, untuk balok B2 dan B4 hanya kecil didalam memikul

beban pelat. Sehingga dipandang sebagai Pelat Satu Arah (arah x), dengan tulangan

utama dipasang pada arah x dan tulangan bagi pada arah y.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

21

Gambar 2. 7 Pelat satu arah

Perhitungan tebal pelat satu arah diatur dalam SNI yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. 12 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila

lendutan tidak dihitung

Sumber : SNI 2847 2013

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam bahasan pelat satu arah, antara lain

adalah :

1. Beban Merata

Perilaku struktur pelat hampir sama dengan struktur grid bedanya

adalah pada pelat, berbagai aksi terjadi secara kontinu melalui bidang slab,

bukan hanya pada titik tumpuan. Pelat tersebut dianggap sebagai sederetan

jalur balok yang terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjang dan

berdekatan dengan lebar satu satuan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

22

2. Beban Terpusat

Perilaku pelat yang memikul beban terpusat lebih rumit. Pelat tersebut

dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang berdekatan dengan lebar

satu satuan dan terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjangnya. Karena

adanya beban yang diterima oleh jalur balok, maka balok berdefleksi ke bawah.

2.3.2 Struktur Pelat Dua Arah

Apabila persyaratan terpenuhi maka sistem pelat lantai dua arah dapat juga

terjadi pada pelat bentang tunggal maupun menerus. Persyaratan pelat dua arah

ialah jika bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat

akan disalurkan ke empat sisi atau empat balok pendukung,yang mengakibatkan

tulangan utama perlu diperhatikan pada kedua arah sisi pelat. Apabila Lx >= 0,4 Ly

seperti gambar dibawah , maka pelat menumpu pada balok B1, B2, B3, B4 sehingga

disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisi. Dengan demikian pelat akan

dipandang sebagai pelat dua arah (arah x dan arah y), tulangan pelat dipasang pada

kedua arah yang mana besarnya sebanding dengan momen yang timbul.

Gambar 2. 8 Pelat dua arah

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

23

Jenis sistem pelat dua arah secara umum ada dua macam yang dikenal, antara

lain:

1. Pelat lantai dengan balok-balok (two way slab)

merupakan pelat dua arah dengan ciri danya beberapa balok pada

sepanjang garis kolom dalam maupun kolom luar.

2. Pelat lantai cendawan (flat/waffle slab)

merupakan pelat dengan kuat geser yang cukup karena adanya salah

satu atau kedua hal sebagai berikut :

a. Drop panel (pertambahan tebal pelat di daerah kolom)

b. Kepala kolom (column capital) yakni pelebaran pelat yang mengecil

dari ujung kolom atas.

Pelat ini sesuai untuk beban berat dan bentang panjang walaupun bekisting

mahal dibanding pelat datar. Pada pelat ini akan diperlukan beton dan tulangan

yang sedikit dibanding pelat datar untuk beban dan bentang yang sama. Pelat

slab biasanya ekonomis untuk pabrik, gudang, dan parkir. Selanjutnya adalah

waffle slab, dengan tipe tersebut berat beton akan sangat tereduksi tanpa

banyak merubah tahanan momen dari sistem lantai. Pelat ini biasanya dibuat

solid didekat kolom untuk meningkatkan tahanan geser. (McCormac,Jil.2

Ed.5)

2.3.3 Struktur Pelat Lantai Datar (Flat Plate)

Adalah pelat lantai tanpa ada balok di sepanjang garis kolom dalam, namun

untuk balok tepi luar boleh ada atau tidak ada. Beberapa sumber menyatakan

termasuk struktur pelat dua arah namun ada juga yang menganggap pelat datar

berdiri sendiri yang sejajar dengan pelat searah dan dua arah. Pelat datar dapat

dibuat secara cepat karena bekisting dan susunan tulangan yang sederhana. Pelat

ini memerlukan tinggi lantai terkecil guna memberikan persyaratan tinggi ruangan

dan memberikan fleksibilitas dalam susunan kolom sekaligus partisi. Pelat ini juga

akan memberikan sedikit penghalang untuk pencahayaan dan ketahanan api karena

sedikitnya sudut tajam pada struktur, dimana pengelupasan beton dapat terjadi.

Pelat datar mungkin merupakan sistem pelat paling umum digunakan untuk hotel

beton bertulang tingkat banyak, asrama, rumah sakit, dan apartemen.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

24

Menurut Soedarmoko (1996), flat plate adalah pelat tanpa balok sepanjang

garis kolom dalam, namun balok tepi luar boleh ada atau tidak ada. Flat plate ialah

pelat beton pejal dengan ketebalan merata dimana beban akan langsung ditransfer

dari pelat ke kolom.

Gambar 2. 9 Flat plate (pelat datar)

Keunggulan dari sistem jenis ini antara lain : waktu pelaksanaan proyek singkat

dibandingkan sistem konvensional, bentuk struktur sederhana dan fungsional,

ekonomis karena bekisting sedikit, tinggi ruang bebas lebih besar karena tidak ada

pengurangan akibat balok dan komponen pendukung struktur lainnya, serta

kemudahan dalam pemasangan instalasi mechanical dan electrical. Lendutan pada

flat plate terjadi sepanjang tepi pelat karena pelat tidak ditumpu oleh balok

(Timoshenko, 1959). Konsekuensinya ialah sistem ini kurang cocok untuk partisi

yang lemah terhadap lendutan seperti kaca.

Gambar 2. 10 Lendutan flat plate

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

25

Gambar 2. 11 Macam pelat dua-arah

Menurut SNI 2847-2013 diberikan persyaratan pelat yang tidak

menggunakan balok dalam yang terletak diantara tumpuan dimana balok itu

mempunyai rasio tidak lebih dari 2 antara bentang pendek dan bentang

panjang, dan ketebalan minimum balok tersebut harus memenuhi ketentuan

berikut:

Tabel 2. 13 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior

Tegangan

Leleh, fy

MPa

Tanpa Penebalan Dengan Penebalan

Panel Eksterior Panel

Interior Panel Eksterior

Panel

Interior

Tanpa

Balok

Pinggir

Dengan

Balok

Pinggir

Tanpa

Balok

Pinggir

Dengan

Balok

Pinggir

280 Ln / 33 Ln / 36 Ln / 36 Ln / 36 Ln / 40 Ln / 40

420 Ln / 30 Ln / 33 Ln / 33 Ln / 33 Ln / 36 Ln / 36

520 Ln / 28 Ln / 31 Ln / 31 Ln / 31 Ln / 34 Ln / 34

Sumber : SNI 2847-2013

Pelat dengan balok yang membentang antara tumpuan di semua sisi, minimum

h harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Untuk yang sama atau kurang dari 0,2 harus menggunakan tabel diatas.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

26

2. Untuk kurang dari 0,2 tetapi tidak lebih dari 2,0 maka h tidak boleh kurang

dari:

ℎ min = 𝐿𝑛 ( 0.8 +

𝑓𝑦1400⁄ )

36 + 5∙𝛽(𝑎𝑚−0,2) …………..……………………………… (2.19)

3. Untuk lebih besar dari 2,0 pelat tebal minimum harus tidak kurang dari

ℎ 𝑚𝑖𝑛 = 𝐿𝑛 ( 0.8 +

𝑓𝑦1400⁄ )

36 + 9∙𝛽 ………………………………………… (2.20)

Metode dasar di dalam perencanaan sistem pelat dua arah mencakup khayalan

atas pemotongan vertikal dari seluruh bangunan sepanjang garis tengah antara

kolom-kolom. Pemotongan tersebut akan menghasilkan portal-portal yang

melebar diantara garis-garis tengah daripada dua panel yang berdekatan.

Gambar 2. 12 Denah Portal Ekuivalen (daerah x diarsir).

2.4 Perencanaan Struktur Flatslab

Suatu flatslab merupakan pelat beton bertulang yang ditumpu langsung oleh

kolom – kolom beton yang tak memakai balok – balok perantara. Pelat mempunyai

tebal konstan keseluruhnya atau dapat dipertebal di daerah kolom dengan suatu

pelat tiang (Drop panel). Kolom juga mempunyai penampang konstan atau

dibesarkan untuk membentuk suatu kepala kolom. Pada umumnya dipakai dengan

beban – beban hidup yang melebihi 7 kN/m2, atau berkisar itu. Flatslab memiliki

banyak keuntungan diantaranya acuan yang sederhana dan pengurangan tinggi

lantai membuat flatslab lebih ekonomis. Tidak adanya sudut yang tajam dapat

memberikan ketahanan dalam kebakaran.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

27

Flatslab ini dicirikan tanpa adanya balok-balok sepanjang garis-garis

kolom, namun pada tepi bangunan luar boleh atau bisa ada balok. Flatslab biasanya

beda dari pelat lantai datar yang mempunyai kekuatan geser yang cukup dengan

adanya salah satu atau kedua hal berikut, yaitu:

1) Drop panel adalah penambahan tebal pelat di daerah kolom.

2) Kepala kolom yaitu pelebaran sisi kolom mengerucut dari ujung kolom atas.

Gambar 2. 13 Rencana Denah Flatslab dan Potongan

Analisa Struktur flatslab dilakukan menggunakan 2 metode yakni metode desain

langsung (direct design method) dan metode portal ekuivalen (equivalent frame

method). Pada dasarnya metode portal ekuivalen memerlukan distribusi momen

beberapa kali, sedangkan metode desain langsung hanya berupa pendekatan dengan

satu kali distribusi momen. (Harshal, Radhika, Dan Prashan, 2014).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

28

Tabel 2. 14 Tulangan terusan minimum pelat tanpa balok

Sumber : SNI 2847-2013

2.4.1 Drop panel

Pertebalan pelat di dalam konstruksi flatslab adalah penambahan tebal

pelat di sekitar kolom. Apabila pertebalan pelat diteruskan dari garis pusat

tumpuan paling tidak seperenam dari bentang yang diukur pusat ke pusat dalam

masing – masing arah, dan apabila proyeksi dibawah pelat paling tidak

seperempat dari tebal pelat diluar pertebalan, sehingga ACI - 9.5.3.2

mengizinkan penggunaan tebal pelat minimum yang disyaratkan direduksi

dengan 10%. Untuk menentukan tulangan disyaratkan bahwa tebal dari Drop

panel di bawah pelat harus dimisalkan pada harga yang tidak melebih

seperempat dari jarak antara tepi dari Drop panel dan tepi dari kepala kolom.

Oleh karena ini,tidak ada alasan kuat untuk menggunakan Drop panel yang

lebih tebal.

Dalam menentukan dimensi pertebalan pelat ( Drop panel ), faktor-

faktor yang mempengaruhi dalam lebar pelat pada potongan persegi panjang

dan potongan ini dapat ditentukan dari garis tengah bentang pelat. Sehingga

dalam menentukan tebal pelat antara panel akan dapat diperiksa.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

29

Gambar 2. 14 Potongan Drop panel

Jika Drop panel dapat berbentuk persegi dalam perencanaan, dan panjangnya

dalam setiap arah tak lebih dari sepertiga panjang panel dalam arahnya. Untuk

panel luar, lebar drop dengan sudut sampai didalam panel yang terputus dan

diukur dari garis pusat kolom adalah setengah lebar panel untuk panel dalam.

Penambahan ketebalan pelat pada penampang kolom dimaksud untuk

mengurangi adanya geser pons. Berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 15 butir

13.2.5, syarat pengurangan adalah :

1. Disetiap arah, pertebalan panel supaya lebih menjorok dari garis sumbu

perletakan sejarak tidak kurang dari seper enam panjang bentang yang

diukur dari sumbu ke sumbu perletakan didalam arah tersebut.

2. Proyeksi penebalan pada panel di bawah pelat paling tidak harus berukuran

seper empat dari tebal pelat yang berada diluar penurunan panel tersebut.

3. Dalam menghitung tulangan pada pelat yang diperlukan, tebal panel tak

boleh diartikan lebih besar dari seperempat dari jarak antara tepi penebalan

panel sampai tepi kolom atau kepala kolom.

⍺ > 1/6 x ln …………………………………………………………. (2.21)

t drop panel > ¼ x t ……………………………………………... (2.22)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

30

Gambar 2. 15 Persyaratan ketebalan flatslab dan Drop panel

Drop panel pada struktur flatslab berfungsi sebagai pengganti balok serta

mencegah geser pounds pada kolom. Sehingga dalam desain Drop panel yang

akan digunakan harus mempertimbangkan hal tersebut. Desain Drop panel

harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada SNI 03-2847-2013 pasal

13.2.5

a. Lebar Drop panel

Untuk arah Sumbu x : ………...... (2.23)

Untuk arah sumbu y : ………..... (2.24)

b. Tebal Drop panel

Tebal Drop panel yang telah didapatkan tidak boleh melebihi

persyaratan berikut:

h Drop panel ≥ 1

4 x h pelat ………………………………………….. (2.25)

h Drop panel ≥ 1

4 x Se…………………………………….…..…….. (2.26)

dimana Se adalah jarak tepi kolom ekivalen ke tepi Drop panel

2.4.2 Kepala Kolom (column capital)

Kepala kolom pada bangunan flabslab ialah perbesaran dari permukaan

kolom bagian atas atau pada pertemuan dengan pelat lantai. Karena tak

a > 1 6 × 𝑙𝑛

a > 1

6 × 𝑙𝑛

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

31

memakai balok-balok, maka tujuan kepala kolom adalah guna mencari

pertambahan keliling kritis kolom supaya memberikan tegangan geser dari

beban lantai dan untuk penambah tebal dengan berkurangnya keliling dekat

kolom. Dengan memisalkan garis maksimum 45˚ untuk distribusi dari geser

kepada kolom, ACI – 13.1.2 mensyaratkan jika kepala kolom efektif untuk

pertimbangan kekuatan supaya berada dalam kerucut bulat terbesar, piramida

atau biji yang mengecil dengan puncak 90˚ yang diikutkan didalam cakupan

dari elemen pendukung yang sebenarnya. Garis tengah dari kepala kolom

biasanya sekitar 20 sampai 25% dari rata-rata diantara kolom-kolom.

Dimensi daripada kepala kolom dapat ditentukan tergantung tebal

kepala kolom. Kemiringan sudut kepala, jika pelebaran arah atau teori

kemiringan jika seragam tidak melebihi dari 45˚ dari horizontal. Dimensi dapat

diukur dengan jarak 40 mm dibagian bawah pelat atau Drop panel yang telah

disediakan. Jika persyaratan ukuran kepala kolom yang sebenarnya diperoleh

sudut kurang dari 45˚ maka dimensi yang harus digunakan. Persyaratan ini

dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:

Lh= lebih kecil dari lho dan lhmax = lc + 2(dh – 40 ) mm dimana lho adalah

dimensi aktual, lc ialah dimensi kolom yang diukur dari sama arah, dh adalah

tebal kepala kolom bagian atas pelat atau drop,semua ukuran dalam satuan

millimeter.

Apabila kepala kolom memiliki bentuk lingkaran, kemudian lh menjadi

hc. Dengan kata lain,nilai hc harus dihitung. Nilai hc tak boleh lebih dari ¼ dari

jarak bentangan antara kolom yang biasanya dalam menentukan ukuran ini dan

selanjutnya dapat menghitung ukuran kepala kolom yang paling besar dapat

ditentukan. Misalnya, jika perencana merencanakan kolom persegi dan kepala

kolom persegi,maka ukuran kepala kolom menjadi 0,88 hc ,dimana kurang

lebih 0,22lmin. Dalam menentukan ukuran harus disesuaikan dengan kepala

kolom persegi untuk dapat menentukan nilai hc dimana nilai hc digunakan

dalam semua analisis untuk menghitung momen lentur.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

32

Gambar 2. 16 Dimensi kepala kolom,

(a) lh = lhmax, (b) lh = lho, (c) lh = lhmax, (d) lh = lho

2.4.3 Metode Desain Langsung (Direct Design Method)

Metode ini adalah rangkuman dari pendekatan ACI untuk mengevaluasi

dan mendistribusikan momen total pada panel slab dua arah.

Berikut ini adalah batasan penggunaannya :

a. Harus ada setidaknya tiga bentang terus menerus di setiap arah. Apabila

panel lebih sedikit, momen negatif interior akan terlalu kecil.

b. Panel harus persegi panjang dan rasio span lebih panjang / lebih pendek

di dalam panel tak boleh melebihi 2, jika tidak, tindakan satu arah akan

berlaku.

c. Di setiap arah, panjang rentang yang berurutan tidak boleh berbeda

lebih dari sepertiga dari panjang bentang terbesar.

d. Kolom offset lebih dari 10% dari sumbu antara garis tengah kolom

berurutan tidak diizinkan.

e. Metode ini berlaku untuk lempengan yang dikenakan beban gravitasi

saja.

f. Beban hidup layanan tak berfaktor tak boleh lebih dari dua kali beban

mati tidak terpakai.

g. Balok digunakan, kekakuan relatif balok antara dua arah vertikal antara

0,2 – 0,5.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

33

1. Momen Statis Terfaktor Total Untuk Suatu Bentang

Nilai momen terfaktor yang digunakan antara lain:

Mo = 𝑞𝑢.2.𝑙𝑛2

8 ………………………………………….…………… (2.27)

Dimana ln adalah bentang bersih dalam arah momen-momen tersebut

ditentukan.

2. Momen Terfaktor Negatif dan Positif

Momen terfaktor negatif harus terletak pada muka tumpuan persegi.

Pendukung bulat atau berbentuk polygon harus diperlakukan sebagai tumpuan

bujursangkar dengan luas yang sama. Pada bentang interior, momen statis total

Mo harus di distribusikan sebagai berikut :

Momen terfaktor negatif ................................................. (0,65)

Momen terfaktor positif ................................................. (0,35)

Tabel 2. 15 Distribusi Momen Total Terfaktor

(1) (2) (3) (4) (5)

Tepi

eksterior

tak-

tertekang

Slab dengan

balok

diantara

semua

tumpuan

Slab tanpa balok

diantara tumpuan

interior Tepi

eksterior

terkekang

penuh Tanpa

balok

tepi

Dengan

balok

tepi

Momen

terfaktor

negatif

interior

0,75 0,70 0,70 0,70 0,65

Momen

terfaktor

positif

0,63 0,57 0,52 0,50 0,35

Momen

terfaktor

negatif

eksterior

0 0,16 0,26 0,30 0,65

Sumber: SNI 03-2847-2013

3. Momen Terfaktor pada Lajur Kolom

Lajur kolom harus mampu menahan persentase beban yang tercantum pada

tabel berikut, yang mana persentase tersebut merupakan persentase dari

momen negatif interior:

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

34

Tabel 2. 16 Persen momen terfaktor negatif interor

l2/l1 0,5 1,0 2,0

(⍺ l2/l1) = 0 75 75 75

(⍺ l2/l1) ≥ 1,0 90 75 45

Sumber: SNI 03-2847-2013

Jika nilai input tidak tertera dalam tabel maka dilakukan proses interpolasi

linier. Lajur kolom harus mampu menahan persentase beban yang tercantum

pada tabel berikut, yang mana persentase tersebut merupakan persentase dari

momen negatif eksterior:

Tabel 2. 17 Persen momen terfaktor negatif eksterior

l2/l1 0,5 1,0 2,0

(⍺ l2/l1) = 0 𝛽t =0 100 100 100

𝛽t ≥2,5 75 75 75

(⍺ l2/l1) ≥ 1,0 𝛽t =0 100 100 100

𝛽t ≥ 2,5 90 75 45

Sumber: SNI 03-2847-2013

Lajur kolom harus mampu menahan persentase beban yang tercantum pada

tabel berikut, yang mana persentase tersebut merupakan persentase dari

momen positif terfaktor:

Tabel 2. 18 Persen momen terfaktor positif

l2/l1 0,5 1,0 2,0

(⍺ l2/l1) = 0 60 60 60

(⍺ l2/l1) ≥ 1,0 90 75 40

Sumber: SNI 03-2847-2013

Jika nilai input tidak tertera dalam tabel maka dilakukan proses interpolasi

linier.

4. Momen Terfaktor Lajur Tengah

Bagian momen terfaktor negatif dan positif yang tidak ditahan oleh lajur kolom

harus secara proporsional diberikan pada setengah laju tengah yang

berhubungan. Masing-masing lajur tengah harus mampumenahan nilai momen

yang terdajadi pada lajur tengah tersebut. Lajur tengah yang letaknya

berdekatan dengan sisi tepi dan tertumpu dinding harus mampu menahan nilai

momen sebesar dua kali dari nilai momen yang terdapat pada setengah lajur

pada bagian tengah.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

35

2.4.4 Metode Portal Ekuivalen (Equivalent Frame Method)

Guna menganalisa beban horizontal, metode portal ekuivalen berbeda

dari metode perencanaan langsung yang hanya dalam perhitungan momen-

momen longitudinal sepanjang portal kaku ekuivalen. Sebagai alternatif untuk

menentukan gaya-gaya dalam pada sistem struktur pelat, dapat digunakan

metode portal ekuivalen. Analisis dengan Metoda Portal Ekuivalen, dilakukan

dengan batasan antara lain :

1. Bangunan dianggap berdiri dari bingkai setara pada garis kolom yang

diambil arah longitudional dan tranversal bangunan.

2. Frame yang terdiri dari deretan kolom atau jalur penyangga dan pelat-

balok, terbatas pada arah lateral oleh panel yang terletak di setiap sisi

sumbu kolom atau tumpuan.

3. Kolom atau tumpuan dianggap terkait dengan jalur balok-balok oleh

komponen yang arahnya dapat melintang dan meluas ke garis tengah

panel di setiap sisi kolom.

4. Jarak yang berdekatan dan sejalar terhadap suatu tepi dibataskan oleh

tepi tersebut dan garis tengah panel yang berada didekatnya.

5. Setiap frame yang setara dapat dianalisis secara keseluruhan; sebagai

alternatif, untuk perhitungan karena beban gravitasi, setiap lantai dan

atap bisa dianalisis secara terpisah dengan mengasumsikan bahwa

ujung-ujung kolom terjepit.

6. Ketika berkas dianalisis secara terpisah, dalam menentukan momen

pada tumpuan, dapat diasumsikan bahwa tumpuan jatuh pada dua

rentang berikutnya disematkan selama balok-pelat terus melewati atas.

Nilai-nilai pada momen yang diperoleh, lalu disalurkan ke lajur kolom, lajur

tengah dan balok dengan pendistribusian layaknya metode desain langsung.

Definisi dari portal ekuivalen dapat digambarkan pada gambar dibawah ini :

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

36

(a) pelat lantai tipikal

(b) portal bangunan tipikal (c) rangka ekuivalen dalam (interior)

Gambar 2. 17 Definisi Portal Ekuivalen

Gambar 2. 18 Contoh gambar definisi metode rangka ekuivalen

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

37

Metode portal ekuivalen dilakukan dengan membagi rangka portal ruang

menjadi rangka-rangka bidang 2 dimensi, yang berpusat pada garis kolom atau

garis as tumpuan. Rangka-rangka bidang yang dihasilkan selanjutnya dianalisis

secara terpisah dalam arah memanjang dan arah melintang bangunan, serta

dianalis terpisah per lantai bangunan.

2.4.4.1 Kolom Ekivalen

Kolom ekivalen dapat bersatu dengan balok-balok transversal

pada bentang yang terdapat gaya aksil / torsi. Baut pelat yang meruncing

dapat meluas dari permukaan garis sumbu pada panel yang dapat membatasi

setiap sisi pelat piring yang kami ulas seperti yang ditunjukkan pada gambar

di bawah ini:

(a) Transfer momen antara pelat dan kolom (b) Kolom Ekuivalen

Gambar 2. 19 Transfer momen pada pelat dan kolom ekuivalen

Aksial pada torsi balok-balok melintang akan dikurangi oleh efektivitas lentur

efektif kolom yang sebenarnya. Nilai setara kekakuan lentur pada kolom setara

ditentukan oleh persamaan:

………………………. (2.28)

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

38

Jika ada balok pada sepanjang garis di kolom, nilai Kt haruslah dikali dengan

faktor Ibp/Ip, seperti berikut :

2.4.4.2 Transfer Beban Lantai ke Kolom

Beban maksimal yang bekerja pada bangunan yang mempunyai pelat

dua arah haruslah bisa menahan kekuatannya dengan pertemuan antara pelat

dengan kolom. Walaupun lempengnya itu sendiri mempunyai kemampuan

untuk membawa beban tangguh oleh momen lentur yang dihasilkan daripada

beban, kemungkinan besar pelat itu belum mempunyai kemampuan dalam

………………. (2.29)

……………………... (2.30)

……………….. (2.31)

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

39

mendukung gaya geser yang dihasilkan. Mengalihkan beban daripada

permukaan pelat menuju kolom yang terjadi pada daerah sekitar kolom.

Apabila pelat yang direncanakan tak sesuai dengan ketebalannya, maka

luasnya yang lebih kecil akhinya tegangan kerja pada sekeliling kolom akan

besar.

Transfer kepada beban akan terjadi pada sambungan pelat tak berbalok,

beban vertikal daripada pelat lantai diberikan berbentuk tegangan geser kepada

permukaan kolom. Beban yang bekerja di pelat lantai akan menyebabkan

keruntuhan apabila gaya geser yang bekerja pada daerah sekitar kolom lebih

besar daripada kekuatan beton itu sendiri serta berakibat retak pada beton itu

sendiri.

Gambar 2. 20 Transfer beban Vertikal daripada pelat lantai ke kolom

Gambar 2. 21 Penampang kritis geser-pons oleh berbagai bentuk penampang kolom

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

40

Gambar 2. 22 Retak disebabkan geser pons

Failure surface

Slab

Column

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

41

……………………... (2.32)

……………………... (2.33)

……………………... (2.34)

………... (2.35)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

42

2.4.4.3 Momen Inersia Kolom

Pasal 13.7.4.3 SNI 2847:2013 menyatakan bahwa momen inersia kolom

dari tepi atas hingga tepi bawah balok-pelat pada suatu sambungan balok

kolom harus dianggap tak berhingga. Dengan kata lain:

1

𝐾𝑒𝑐=

1

⅀𝐾𝑐+

1

𝐾𝑡 ……………………………………………………….. (2.36)

Dimana:

Kec = Kekakuan lentur kolom ekuivalen; momen lentur per satuan rotasi

⅀Kc = Jumlah kekakuan lentur kolom atas dan bawahnya; momen lentur

persatuan rotasi

Kt = kekakuan torsional balok transversal atau jalur slab; momen torsional

persatuan rotasi

SNI 2847:2013 Pasal 13.7.7 menyatakan bahwa untuk kolom dalam,

momen negatif terfaktor pada lajur kolom dan lajur tengah harus diambil pada

muka kolom atau kepala kolom, sejarak tidak lebih dari 0,175l1 dari sumbu

kolom. Sedangkan pada kolom luar, momen negatif terfaktor diambil pada

lokasi penampang yang terletak pada suatu jarak yang tidak lebih dari setengah

proyeksi konsol pendek atau kepala kolom dihitung dari muka kolom

penumpu.

2.5 Perencanaan Kolom

2.5.1 Pengertian Kolom

Kolom merupakan batang tekan vertikal daripada rangka struktural

yang menahan beban dari balok (apabila ada). Kolom akan mentransfer beban-

beban dari tingkat atas kepada tingkat yang lebih bawah sampai menuju tanah

leawat perantara pondasi. Karena kolom ialah komponen tekan, maka

keruntuhan di setiap satu kolom ialah lokasi kritis yang mengakibatkan runtuh,

sekaligus runtuh total dari seluruh strukturnya. Maka dari itu dalam

merencanakan kolom perlulah diwaspadai, yakni dengan memberikan

kekuatan cadangan yang tinggi daripada yang dilakukan kepada balok serta

elemen struktural horisontal lain, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tak

memberikan peringatan awal yang lumayan jelas. (Tavio, Lukman Hemawan ,

2009).

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

43

2.5.2 Jenis Kolom

Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis daripada kolom

antara lain, seperti ini:

1. Kolom spiral (spiral column)

2. Kolom ikat (tie column)

3. Kolom komposit (composite column)

Menurut versi Istimawan Dipohusodo (1994) pada buku struktur beton

bertulang disampaikan bahwa adanya beberapa jenis kolom,yakni :

1. Kolom dengan tegangan siku lateral. Ialah kolom beton bertulang memanjang

di jarak tertentu dengan poros lateral yang meruncing. Komponen tersebut

berfungsi guna menahan perkuatan dasar dengan harapan tetap kokoh pada

tempatnya.

2. Kolom dengan pengikat spiral. Ialah mirip dengan kolom pertama hanya

bentuk untuk batang pengikat spiral membentuk bidang heliks continu di

sepanjang kolom. Fungsinya guna memberikan kemampuan kolom dalam

menahan deformasi yang cukup sebelum keruntuhan, sehingga mencegah

kehancuran semua bagian kolom sebelum terjadinya proses redistribusi beban

serta ketegangan.

3. Struktur kolom komposit. Adalah kolom yang diperkuat dalam arah

memanjang dengan bidang profil baja atau pipa, dengan ataupun tanpa batang

penguat yang diperpanjang.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

44

Gambar 2. 23 Jenis-jenis dari kolom

2.5.2.1 Kolom Utama

Kolom utama merupakan kolom dengan fungsi sebagai pendukung

utama bangunan yang mengabaikan beban utama pada atasnya. Untuk

konstruksi perumahan dianjurkan bahwa jarak antara kolom utama sebesar 3,5

m, sehingga dimensi struktur balok guna mendukung lantai tak terlalu besar,

apabila jarak antar kolom dibuat lebih dari 3,5 meter, maka struktur bangunan

harus diperhitungkan. Sedangkan besarnya kolom utama pada bangunan tempat

tinggal di lantai 2 umumnya menggunakan ukuran 20/20, dengan basis 8d12

mm, serta beugel d8-10cm (8d 12 yang punya arti jumlah diameter 8 jarak

12mm) , diameter 8-10cm (dimaksudkan diameter beugel 8 dengan jarak 10

cm).

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

45

Gambar 2. 24 Kolom Utama

2.5.2.2 Kolom Praktis

Kolom yang bertugas sebagai pembantu kolom utama untuk mendukung

beban sekaligus sebagain pengikut antara dinding sehingga dinding tetaplah

stabil dan terjaga. Jarak koluom maksimum 3,5 meter, atau dipertemuan

pasangan-bata(sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan penguatan beton 4

d 10 beugel d 8-20. Kolom utama pada portal biasanya terus naik dan naik

sehingga posisi kolom utama tidak boleh berturut-turut. karena ini akan

menghilangkan kekakuan struktur portal frame-nya. Sehingga harus dihindari

rencaana kolom portal yang tak sama dengan untuk setiap lapisan lantai.

Dimensi kolom lebih ke atas mungkin lebih kecil, sesuai dengan beban

bangunan yang didukung. Perubahan dimensi kolom haruslah dilakukan pada

layer lantai, sehingga kolom mempunyai kekakuan yang sama. Prinsipnya ialah

memaksa dan meneruskan pada kolom pondasi di balok portal dengan

menyusun kolom menjadikan suatu kesatuan. Balok menerima keseluruhan

gaya daripada pelat lantai dan menerus ke kolom pendukung. Hubungkan

daripada balok dengan kolom merpakan jepit, sistem pendukung yang dapat

menahan gaya vertical, horizontal dan momen.

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

46

Gambar 2. 25 Kolom Praktis

Menurut SNI (2013), peraturan tak memberikan definisi daripada batas panjang

maksimal kolom pendek, namun menetapkan kegunaannya suatu proses dari

evaluasi kelangsingan dibatas nilai rasio kelangsingan tertentu. Ia menetapkan,

pengaruh kelangsingan bolehlah diabaikan dalam kasus-kasus seperti ini :

a. Untuk komponen dari struktur tekan yang tak dibreising terhadap

goyangan menyamping :

𝑘.𝑙𝑢

𝑟 ≤ 22 ……..…………………………………………………... (2.37)

b. Untuk komponen dari struktur tekan yang dibreising terhadap goyangan

menyamping :

𝑘.𝑙𝑢

𝑟 ≤ 34 – 12 [ M1 / M 2 ] ≤ 40 …………………………………… (2.38)

Dimana :

K = faktor panjang efektif kolom

Lu = panjang kolom yang ditopang

r = jari-jari potongan lintang kolom = √𝐼/𝐴

dimana M1/M2 positif apabila kolom dibengkokan di kurvatur tunggal,

dan negatif apabila komponen struktur dibengkokkan dalam kurvatur

ganda. Menurut SNI (2013), faktor panjang efektif dari tahanan ujung k,

dalam berbagai kondisi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

47

Tabel 2. 19 Faktor panjang efektif kolom

Gambar 2. 26 Nomogram untuk menentukan faktor panjang efektif kolom

2.5.3 Perencanaan Dimensi Kolom

Komponen daripada struktur yang terkena beban aksial serta beban aksial

dengan lentur, menggunakan faktor reduksi sebesar (Ф), seperti tercantum pada

SNI 03-2847-2013 Pasal 9.3.2.2 adalah 0.65. Kemudian luas dimensi kolom dapat

didesain dengan rumus sebagai berikut :

……...…………………………………………………….…. (2.39)

dengan :

A = Luas dimensi kolom

W = Berat beban total yang didapat kolom

fc’ = Kuat tekan beton karakteristik

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

48

2.6 Hubungan Flatslab Kolom

Hubungan daripada pelat-kolom meliputi joint serta pelat yang berbatasan

dengan kolom. Transfer beban gravitasi diantara pelat dan kolom menyebabkan

tegangan geser di pelat disekitar kolom yang biasa disebut dengan penampang

kritis. Disampaikan apabila posisi penampang kritis merupakan jarak yang tak lebih

dari setengah tebal efektif pelat (d/2) daripada muka kolom ataupun dari tepi luar

tulangan geser apabila digunakan tulangan geser di daerah pelat.

(Riawan,dkk,2012) . Sistem Struktur ini sangat umum digunakan di daerah risiko

gempa rendah sampai resiko gempa menengah,di mana itu di perbolehkan sebagai

Kekuatan Lateral Tahan Sistem (KLTS), serta diresiko gempa tinggi sistem

gravitasi dimana saat frame atau dinding geser di sediakan sebagai KLTS utama.

Slab-Kolom frame biasamya digunakan untuk melawan gravitasi dan beban lateral

didaerah gempa rendah sampai sedang dan mendirikan desain baiknya ada

persyaratan untuk menghindari kegagalan meninjau di hubungan kolom-slab.

Biasanya kegagalan geser meninjau dimulai pada lokasi sepanjang bagian

kritis(ditunjukan oleh garis putus putus sekeliling kolom) dimana gunting dari

beban gravitasi menambah gunting dari momen plat yang bekerja pada koneksi

yang dianggap di transfer oleh geser di daerah bagian kritis seperti digambar bawah

ini.

Gambar 2. 27 Area Keliling Hubungan Slab-Kolom

Dalam hal ini, deformasi lateral struktur menghasilkan momen dan geser pada

koneksi slab-kolom dan hunting dari beban gravitasi di lantai. Retak lentur akan

mengembang pada permukaan atas pelat di bagian momen negatif pada muka

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

49

kolom dan bagian bawah slab di sisi yang berlawanan. Urutan penerapan beban

menghasilkan kerusakan yang tidak menyebabkan kegagalan sebelum dievaluasi.

Urutan beban tersebut sangat penting di pertimbangkan karena bangunan yang telah

mengalami deformasi gempa merusak (bahkan jika kerusakan belum mengancam

integritas struktur selama gempa) dapat mengakibatkan kerusakan laten yang dapat

menyebabkan kegagalan di bawah posting berikutnya. (Riawan,dkk,2012)

2.7 Sistem Penahan Gaya Lateral (Shearwall)

Bangunan tinggi tahan gempa pada umumnya gaya-gaya lateral yang

dibebani dikolom cukup besar sehingga perlulah digunakan elemen-elemen struktur

kaku berupa dinding geser guna menahan gaya geser yang muncul oleh sebab beban

gempa. Adanya dinding geser yang kaku dibangunan, maka beban gempa tersebut

akan terserap oleh dinding geser itu. Kolom-kolom dianggap tak ikut mendukung

gaya horizontal, sehingga cuman didesain guna menahan gaya normal (gaya

vertikal). Secara struktural dinding geser dianggap sebagai balok kantilever vertikal

yang terjepit bagian bawahnya pada daerah pondasi atau basemen. Perencanaan

dinding geser dibangunan tingkat tinggi haruslah didesain se-simetris mungkin,

karena apabila tidak simetris maka akan ada jarak (eksentrisitas) diantara pusat

massa dan pusat kekakuan. Eksentrisitas inilah akan menyebabkan ada gaya puntir

dibangunan tingkat tinggi itu, adanya gaya puntir oleh eksentrisitas mengakibatkan

terdapat penambahan tulangan didinding geser itu.

2.7.1 Klasifikasi Dinding Geser (Shearwall)

Berdasarkan jenisnya, dinding geser terbagi jadi dua yakni:

1. Dinding geser yangmana disusun membentuk core serta diletakkan di tengah-

tengah gedung.

2. Dinding tunggal yang diletakkan terpisah pada setiap sisi dibangunan,

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

50

Gambar 2. 28 Dinding geser menurut jenisnya

Berdasar pada fungsi sekaligus letak, dinding geser / shearwall dapat

dikelompokkan menjadi :

1. Bearing walls merupakan dinding geser dimana ia mendukung sebagian

besar dari beban gravitasi. Tembok-tembok memakai dinding partisi antar

apartemen yang saling dekat.

2. Frame walls merupakan dinding geser guna menahan beban lateral, dimana

beban gravitasi dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun

diantara atau sepanjang baris kolom.

3. Core walls ialah dinding geser pada wilayah inti pusat dalam gedung, yang

umumnya diisi tangga atau poros lift. Dinding ini berfungsi ganda dan

dianggap jadi pilihan paling ekonomis.

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

51

Gambar 2. 29 Klasifikasi Dinding geser berdasar letak & fungsi

Dalam merencanakan letak daripada dinding struktur pada suatu bangunan yang

akan dibangun perlulah diperhatikan hal semacam ini:

1. Dinding geser haruslah dipuntir sehingga tak terjadi torsi atau puntir yang

berlebihan.

2. Dinding geser ditata sedimikian rupa hingga tak terjadi tekangan (restrain)

pada daerah pelat lantai ketika mendapat susut.

3. Dinding geser haruslah direncanakan supaya mampu menahan gaya lateral

akibat beban gempa, dimana sesuai SNI 2847 2013, tebal minimal dinding

geser (t) tak bolehlah kurang daripada 100mm.

t > 1

25 x h ……………………………………………………………….. (2.40)

Kontrol kapasitas dinding geser terhadap kombinasi beban lentur dan

aksial:

Menurut SNI 2847-2013 , kapasitas beban aksial dinding geser tak boleh

kurang daripada beban aksial terfaktor hasil analisa struktur.

Kontrol : 𝞍Pn > Pu, yaitu :

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

52

𝞍Pn = 0,55 x 𝞍 x f x Ag x [1 − (k x lc

32 x h)

2

] …………………………… (2.41)

Evaluasi kapasitas kuat geser shearwall sesuai SNI 2847-2013:

𝑉𝑐 = [0,05𝜆√𝑓𝑐′ +𝑙𝑤(0,1𝜆 √𝑓𝑐′+0,2

𝑁𝑢𝑙𝑤ℎ

)

𝑀𝑢𝑉𝑢

− 𝑙𝑤2

] ℎ𝑑 …………………….... (2.42)

atau

Vc = 0,27 𝜆 √𝑓𝑐′ℎ𝑑 +𝑁𝑢𝑑

4𝑙𝑤 ………………………………………...… (2.43)

Diambil hasil paling besar, bila Vu > ØVc, sehingga tulangan geser Vs mesti

direncanakan:

Vs = 𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑

𝑆 …………………………………………………………..... (2.44)

2.7.2 Perencanaan Dimensi Dinding Geser (Shearwall)

Pada SNI 03-2847-2013 Pasal 22.6.6.2 menyampaikan apabila tebal

daripada dinding kecuali dinding basemen luar serta dinding pondasi, tebal

dinding penumpu tak boleh kurang dari 1/24 tinggi ataupun panjang tak

tertumpu,dimana yang lebih pendek tak boleh kurang daripada 140 mm.

Tebal rencana ialah dinding ≥ 𝐻

24 ………...…………………………. (2.45)

Tebal rencana dinding ≥ 𝐿

24 …………………………………………. (2.46)

Tebal rencana dinding ≥ 140 mm

Dimana:

H : Tinggi total dinding

L : Panjang bentang dinding

2.7.3 Kontrol Simpang Antar Lantai (Drift)

Diatur menurut dengan SNI-1726-2012 lewat rumus :

……….……………………………………………………. (2.47)

Keterangan :

δx = defleksi daripada lantai ke – x

Cd = faktor pembesaran defleksi tabel 2.8 SNI 1726-2012

I = faktor keutamaan gedung .

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

53

Untuk struktur SPRMK, drift dibatasi sebesar :

Δ = 0,02 hsx …………………………………………………………….. (2.48)

Sesuai SNI 1726:2012 Pasal 7.12.1 meyampaikan batasan bagi simpangan antar

lantai tingkat rencana (Δi) dimana tak diperbolehkan lebih dari simpangan antar

lantai izin (Δa).

Δi ≤ Δa …………………………………………………….. (2.49)

keterangan :

Δi = simpangan yang terjadi

Δa = simpangan izin antar lantai (Pasal 7.12.1)

Tabel 2.20 Batasan simpangan antar lantai

Sumber : SNI 1726 2012

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umumeprints.umm.ac.id/58495/2/BAB II.pdf · 2020. 1. 24. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Berdasarkan peraturan SNI 2847 tahun 2013, beton merupakan

54

Gambar 2. 30 Simpangan Izin

2.7.4 Perhitungan Kuat Geser untuk Dinding Geser

Perhitungan kuat geser dilakukan untuk mengecek kebutuhan dinding geser

pada bangunan.

τ = 3𝑉

2𝐴 …………………………….…………………………...………. (2.50)

Dimana :

τ = tegangan geser yang terjadi pada kolom

V = gaya geser yang pekerja pada kolom akibat beban

A = luas penampang kolom sesuai dengan hasil preliminary desain

..……………………………………… (2.51)

Dimana :

Vc = kuat geser yang disumbangkan beton

Nu = beban aksial berfaktor yang diterima struktur

Ag = luas kolom tanpa rongga

f`c = mutu beton dalam Mpa